Menyimak Kisah Beberapa Tokoh Pejuang HAM Katolik

239 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti mempersembahkan Ekaristi Kudus di gereja persis pada saat mengucapkan kata-kata konsekrasi: “Inilah tubuh-Ku yang dikorbankan bagimu” dan “Inilah darah-Ku yang ditumpahkan bagimu.”

9. Pendalaman Kisah

• Guru mengajak para peserta didik untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan bersama. Pertanyaa-pertanyaan yang muncul sebagai berikut. a. Apa yang diperjuangkan oleh para tokoh pejuang HAM Katolik itu b. Mengapa mereka gigih memperjuang HAM di tempat karyanya masing-masing?

10. Penjelasan

• Guru memberikan penjelasan, seperti berikut. - Atas dasar harkat dan martabat manusia sebagaimana yang diajarkan dan dite- ladankan Yesus, maka Ibu heresa dan Uskup Helder Camara memperjuangkan HAM sampai akhir hayat hidupnya.

11. Menyimak Cerita tentang Upaya Gereja Katolik dalam Memperjuang- kan HAM di Indonesia

• Guru mengajak para peserta didik untuk membaca, menyimak kisah berikut ini Romo Mangunwijaya, Pr. Romo Mangun terlahir dengan nama lengkap Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, pada 6 Mei 1929 di Semarang. Ia pernah mengalami masa revolusi isik melawan Belanda untuk membebaskan negeri ini dari belenggu penjajahan yang menyengsarakan rakyat. Beliau pernah bergabung ke dalam prajurit Tentara Keamanan Rakyat TKR batalyon X divisi III yang bertugas di Benteng Vrederburg, Yogyakarta. Ia sempat ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Rangkaian peristiwa hidup tersebut membuat Romo Mangun mengenal arti humanisme. Ia menyaksikan sendiri rakyat Indonesia menderita, kelaparan, terancam jiwanya, dan bahkan mati sia-sia akibat aksi militer Belanda yang mencaplok wilayah Republik. Berangkat dari pengalaman hidup inilah, Romo Mangun bertekad untuk sepenuhnya mengabdikan diri pada rakyat. Putu Wijaya, seorang dramawan dan novelis pernah bertutur, “Romo Mangun adalah seorang yang sangat dekat dengan rakyat. Dia selalu berpihak kepada mereka yang tertindas. Contohnya, kepeduliannya pada warga Kali Code dan Kedung Ombo. Perhatiannya selalu kepada rakyat sederhana, miskin, disingkirkan, dan tertindas.” Sumber: Buku “Kotak Hitam Sang Burung Manyar, Kebijaksanaan dan Kisah Hidup Romo Mangunwijaya”, oleh YSuyatno Hadiatmojo, Pr, Galang Press, Yogyakarta, 2012 240 Buku Guru Kelas XI SMASMK

12. Pendalaman Cerita

• Guru mengajak para peserta didik merumuskan pertanyaan-pertanyaan untuk berdiskusi. Pertanyaan-pertanyaan itu, seperti berikut. a. Siapakah Romo mangun Wijaya itu? b. Apa saja yang telah diperjuangkannya dalam hidupnya? c. Bagaimanakah analisis tentang hubungan perjuangan Romo. Mangun dengan ajaran dan sikap Yesus yang dijelaskan dalam Kitab Suci dan Ajaran Gereja? d. Apa saja upaya Gereja Katolik Indonesia dalam memperjuangkan HAM di Indo- nesia?

13. Penjelasan Hasil Diskusi

• Setelah para peserta didik berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusinya, guru memberikan penjelasan, seperti berikut. - Romo Mangun Wijaya, merupakan salah satu pejuang HAM di Indonesia. Sebagai pengikut Yesus, ia berkomitmen untuk membela orang-orang kecil, orang miskin, serta orang-orang yang tertindas sampai akhir hayat hidupnya. - Gereja Katolik Indonesia, baik secara lembaga ataupun secara komunitas, atau perorangan ikut berjuang menegakkan HAM di Indonesia. Misalnya perjuangan membela hak-milik warga dalam kasus pertambangan di Flores, di Sumatra Utara, di Papua, dan sebagainya. - Konperensi Waligereja Indonesia KWI dalam banyak surat gembalanya menyerukan supaya hak-hak rakyat kecil diperhatikan dan ditegakkan. KWI selalu berpegang teguh pada ajaran sosial Gereja yang antara lain menegaskan bahwa “karena semua manusia mempunyai jiwa berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal yang sama, serta karena penebusan Kristus mempunyai panggilan dan tujuan ilahi yang sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus senantiasa diakui” Gaudium et Spes, Art. 29. - Pandangan Gereja tentang hak asasi, yakni hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Allah. “Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi; hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir, karena dia seorang manusia. Hak ini bersifat asasi bagi manusia, karena jika hak ini diam- bil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi. Oleh karena itu, hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu-gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum. - Gereja mendesak diatasinya dan dihapuskannya “setiap bentuk diskriminasi, en- tah yang bersifat sosial atau kebudayaan, entah yang didasarkan pada jenis kela- min, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa ataupun agama, karena berlawanan dengan maksud dan kehendak Allah” Gaudium et Spes, Art. 29.