Penjelasan Budaya Kekerasan Versus Budaya Kasih

249 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Budaya Kekerasan dan Konlik di Tanah Air a Pengertian budaya kekerasan Kekerasan budaya yakni nilai-nilai budaya yang di gunakan untuk membenarkan dan mengesahkan penggunaan kekerasan langsung atau tidak langsung. Wujud dari kekerasan cultural adalah, pidato para pemimpin, dalil-dalil dalam agama, dan beragam poster yang membangkitkan dorongan untuk menjalankan kekerasan sehingga kekerasan ini menjadi sah secara budaya dan mendapatkan legitimasi. Kekerasan dan konlik memiliki hubungan yang sangat erat karena kekerasan adalah merupakan aktualisasi daripada konlik, dan konlik itu sendiri menempatkan dirinya berada pada alam bawah sadar atau di otak kita. Jadi, kekerasan itu berangkat terlebih dahulu dari konlik yang tersimpan dalam memori kita, kemudian berujung pada terjadinya benturan isik atau psikis. Masyarakat Indonesia sangat majemuk secara budaya, etnis, dan agama. Kemajemukan ini apabila tidak dikelola dengan baik dan benar dapat menimbulkan konlik dan kekerasan. Kekerasan yang sering terjadi di negeri kita menunjukkan rupa-rupa dimensi dan rupa-rupa wajah. b Rupa-rupa dimensi kekerasan 1. Kekerasan Langsung Kekerasan langsung adalah kekerasan yang dilakukan oleh satu atau sekelompok aktor kepada pihak lain dengan menggunakan alat kekerasan, dan sering lebih bersifat isik dan secara langsung, jelas siapa subjek siapa objek, siapa korban dan siapa pelakunya. Seperti contoh pembunuhan, pemotongan anggota tubuh dan lain sebagainya. Jadi, identiikasi paling mendasar tentang kekerasan langsung adalah dengan adanya korban luka maupun meninggal.

2. Kekerasan Tidak Langsung

Kekerasan tidak langsung adalah kebalikan dari kekerasan langsung, dimana lebih bersifat psikis, seperti contoh kasus gizi buruk, itu bukan akibat ulah kekerasan yang dilakukan secara langsung tetapi lebih kepada akibat tatanan sistem politik, sosial budaya dan juga ekonomi yang tidak adil atau tidak seimbang dalam menjalankan perannya, karena alasan ini menyebabkan kekerasan menjadi terbuka, atau contoh lain seperti pembalasan dendam, pengasingan, blokade, dan diskriminasi,. 250 Buku Guru Kelas XI SMASMK c Wajah-Wajah kekerasan Dimensi kekerasan di atas ini dapat kita lihat dalam bentuk-bentuk kekerasan yang akhir-akhir ini hadir dalam skala frekuensi yang makin meningkat di Indonesia. a. Kekerasan Sosial Kekerasan sosial adalah situasi diskriminatif yang mengucilkan sekelompok orang agar tanah atau harta milik mereka dapat dijarah dengan alasan “Pembangunan Negara”. Payung pembangunan seperti sebuah tujuan yang boleh menghalalkan segala cara. Ada sekelompok orang atau wilayah tertentu yang sepertinya tanpa henti mengusung “stigma” dari penguasa. Stigmatisasi yang biasanya berlanjut dengan “marginalisasi” dan berujung pada “viktimasi”. Mereka yang mengusung “stigma” tertentu sepertinya layak ditertibkan, dibunuh, atau diperlakukan tidak manusiawi. 2. Kekerasan Kultural Kekerasan kultural terjadi ketika ada pelecehan, penghancuran nilai-nilai budaya minoritas demi hegemoni penguasa. Kekerasan kultural sangat mengandaikan “stereotype” dan “prasangka-prasangka kultural”. Dalam konteks ini, keseragaman dipaksakan, perbedaan harus dimusuhi, dan dilihat sebagai momok. Apa yang menjadi milik kebudayaan daerah tertentu dijadikan budaya nasional tanpa sebuah proses yang demokratis, dan budaya daerah lainnya dilecehkan. 3. Kekerasan Etnis Kekerasan etnis berupa pengusiran atau pembersihan sebuah etnis karena ada ketakutan menjadi bahaya atau ancaman bagi kelompok tertentu. Suku tertentu dianggap tidak layak bahkan mencemari wilayah tertentu dengan berbagai alasan. Suku yang tidak disenangi harus hengkang dari tempat diam yang sudah menjadi miliknya bertahun-tahun dan turun-temurun. 4. Kekerasan Keagamaan Kekerasan keagamaan terjadi ketika ada “fanatisme, fundamentalisme, dan eksklusivisme” yang melihat agama lain sebagai musuh. Kekerasan atas nama agama ini umumnya dipicu oleh pandangan agama yang sempit atau absolut. Menganiaya atau membunuh penganut agama lain dianggap sebagai sebuah tugas luhur. Kekerasan atas nama agama sering berpijak pada genderang perang “Allah harus dibela oleh manusia.”