Menggali Makna Konlik dan Kekerasan di Indonesia

246 Buku Guru Kelas XI SMASMK Menginjak usia 54 tahun, Pastor John sudah menghabiskan setengah hidupnya di Bumi Cendrawasih. Berpindah dari satu desa ke desa yang lain memberikan pengharapan kepada masyarakat. Sosoknya dikenal peduli persoalan kemanusiaan. Berkat sepak terjangnya ia mendapatkan penghargaan HAM, Yap hiam Hien tahun 2009. Setelah selesai memeriksa tanaman dan ternaknya, lelaki asal Flores, Nusa Tenggara Timur itu menghidupkan sepeda motor. Ia ke Kota Wamena membela kasus para pedagang buah pinang yang tersingkir. Orang Papua memiliki kebiasaan mengunyah buah pinang, mirip seperti kebutuhan minum air putih setiap hari. “Ada sekitar 30 mama janda yang jual pinang, mengeluhnya satu saja: Pater, kenapa ini kami baru jual satu kilogram pinang, tetapi kenapa pendatang ini, yang pengusaha besar, mereka juga jual pinang. Ini kami sulit bergerak, karena modalnya ada, kami tidak. Lalu kami mau apa?,” tuturnya. Berjaket hitam dan celana pendek Pastor John meluncur dengan sepeda motor sport kesayangannya. Di tengah perjalanan, ia sempat cerita tentang aktivitasnya membela warga kampung Hupeba. Kata dia pihak TNI selalu awasi gerak-geriknya. “Mereka sudah pantau kegiatan saya setiap hari. Mereka suka tanya dengan anak-anak yang tinggal bersama saya. Kalau buat pertemuan itu, tentang apa? Jadi seperti dulu mereka memantau saya,” ceritanya. • Diancam dibunuh Tahun 2007, saat berjibaku dengan warga di perbatasan, Kabupaten Keerom, lelaki bertumbuh tambun ini pernah mendapat ancaman dari aparat militer. Ia akan dikubur di kedalaman 700 meter Sebabnya, Pastor John kerap menyuarakan hak-hak warga setempat yang terintimidasi dengan penyisiran aparat militer yang mencari anggota OPM dengan senjata lengkap. Ia sempat protes kepada militer karena pernah salah tembak warga sipil hingga tewas.“Di sana juga saya berhadapan dengan cara pandang militer, polisi, yang sampai saat saya juga dituduh Pastor OPM. Tapi sudah, saya pikir, bagaimana supaya OPM dan TNI tidak terjadi serang-menyerang, bunuh membunuh, tembak-menembak, maka pendekatan pastoral yang saya pakai. Walau pun TNI atau OPM-nya dari Islam, ketika kita omong tentang kemanusiaan, saya pikir, tidak ada batas lagi,” tegasnya. Setibanya di Kota Wamena, di tepi jalan perempuan setempat yang disebut mama- mama penjual buah pinang berbaris di depan meja papan dagangan mereka. Tak jauh dari sana pertokoan besar menjual buah serupa. Pastor John menghampiri salah satu dari pedagang, Selira Wenda.“Saya Pater John, yang kali lalu suruh Lidia Seiep, Dorkas Kossay untuk cek mama-mama. Apa perasaan mama-mama selama ini? Ada dukungan dari pemerintahkah jual pinang ini? Terus kami kumpulin itu tanya nanti kita mau ketemu dengan DPR. Ngomong saja. Jangan takut. Menurut mama bagaimana?” ucapnya. Selira menjawab, ”Sekarang mereka, ruko-ruko itu banyak juga. Tapi mereka tak tahu, kami ini orang Papua, tak beri bantuan. Kita maunya dikasih bantuan, kasih modal saja boleh…”