Ajaran Kitab Suci Penjelasan

264 Buku Guru Kelas XI SMASMK

b. Ajaran Gereja

Tradisi Gereja amat jelas, dan tegas. Mulai dari abad pertama sejarahnya, Gereja membela hidup anak di dalam kandungan. Konsili Vatikan II menyebut pengguguran suatu “tindakan kejahatan yang durhaka”, sama dengan pembunuhan anak. “Sebab Allah, Tuhan kehidupan; telah mempercayakan pelayanan mulia melestarikan hidup kepada manusia, untuk dijalankan dengan cara yang layak baginya. Maka kehidupan sejak saat pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat.” GS 51 Menurut ensiklik Paus Paulus VI, Humanae Vitae 1968 pengguguran, juga dengan alasan terapeutik, bertentangan dengan tugas memelihara dan meneruskan hidup 14. Dalam ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Veritatis Splendor 1993, pengguguran digolongkan di antara “perbuatan-perbuatan yang–lepas dari situasinya – dengan sendirinya dan dalam dirinya dan oleh karena isinya dilarang keras”. Gaudium et Spes menyatakan, “Apa saja yang berlawanan dengan kehidupan sendiri, bentuk pembunuhan yang mana pun juga, penumpasan suku, pengguguran, eutanasia, dan bunuh diri yang sengaja; apa pun yang melanggar keutuhan pribadi manusia, seperti … penganiayaan, apa pun yang melukai martabat manusia … : semuanya itu sudah merupakan perbuatan keji, mencoreng peradaban manusia : .. sekaligus sangat bertentangan dengan kemuliaan Sang Pencipta.” GS 27; VS 80. “Kehidupan manusia adalah kudus karena sejak awal ia membutuhkan ‘kekuasaan Allah Pencipta’ dan untuk selama-lamanya tinggal dalam hubungan khusus dengan Penciptanya, tujuan satu-satunya. Hanya Allah sajalah Tuhan kehidupan sejak awal sampai akhir: tidak ada seorang pun boleh berpretensi mempunyai hak, dalam keadaan mana pun, untuk mengakhiri secara langsung kehidupan manusia yang tidak bersalah” Donum vitae, 5. Kitab Hukum Kanonik mengenakan hukuman ekskomunikasi pada setiap orang yang aktif terlibat dalam “mengusahakan pengguguran kandungan yang berhasil” KHK kan. 1398. Hukuman itu harus dimengerti dalam rangka keprihatinan Gereja untuk melindungi hidup manusia. Sebab hak hidup “adalah dasar dan syarat bagi segala hal lain, dan oleh karena itu harus dilindungi lebih dari semua hal yang lain. Masyarakat atau pimpinan mana pun tidak dapat memberi wewenang atas hak itu kepada orang- orang tertentu dan juga tidak kepada orang lain” Kongregasi untuk Ajaran Iman, Deklarasi mengenai Aborsi, 18 November 1974, no. 10. “Hak itu dimiliki anak yang baru lahir sama seperti orang dewasa. Hidup manusia harus dihormati sejak saat proses pertumbuhannya mulai” no. 11. Manusia dalam kandungan memiliki martabat yang sama seperti manusia yang sudah lahir. Karena martabat itu, manusia mempunyai hak-hak asasi dan dapat mempunyai segala hak sipil dan gerejawi, sebab dengan kelahirannya hidup ma- nusia sendiri tidak berubah, hanya lingkungan hidupnya menjadi lain. Kendati 265 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti anak baru mulai membangun relasi sosial setelah kelahiran, namun pada saat dalam kandungan kemampuannya berkembang untuk relasi pribadi. Baru sesudah kelahirannya, manusia menjadi anggota masyarakat hukum. Namun sebelum lahir, ia adalah individu unik, yang mewakili seluruh “kemanusiaan” dan oleh sebab itu patut dihargai martabatnya. Keyakinan-keyakinan dasar ini makin berlaku bagi orang yang percaya, bahwa setiap manusia diciptakan oleh Allah menurut citra-Nya, ditebus karena cinta kasih-Nya, dan dipanggil untuk hidup dalam kesatuan dengan- Nya. “Allah menyayangi kehidupan” KWI, Pedoman Pastoral tentang Menghormati Kehidupan, 1991. Artinya: setiap manusia disayangi-Nya. Maka sebetulnya tidak cukuplah mengakui “hak” hidup manusia dalam kandungan; hidup manusia harus dipelihara supaya dapat berkembang sejak awal.

c. Hukum Negara

Upaya perlindungan terhadap bayi dalam kandungan terwujud dalam ketentuan hukum, yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Beberapa pasal dapat kita kutip, misalnya: 342 Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diam- bilnya sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu, dihukum karena pembunuhan anak yang diren- canakan dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun. 346 Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan- nya atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya 4 tahun 347 1 Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang perempuan tidak dengan ijin perempuan itu di hukum penjara sela- ma-lamanya 12 tahun. 348 1 Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang perempuan dengan izin perempuan itu dihukum penjara selama- lamanya 5 tahun 6 bulan. 349 Jika seorang tabib, dukun beranak, atau tukang obat membantu dalam ke- jahatan yang tersebut dalam pasal 346 atau bersalah atau membantu dalam salah satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348, maka huku- man yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan 13-nya dan dapat dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu.