225
selama ini. Menurut tokoh masyarakat Suayan, terjadi krisis kepercayaan perantau terhadap lembaga yang ada di kampung, hal ini disebabkan beberapa pengalaman masa lalu, dimana
kiriman yang diberikan perantau kepada kampung halaman tidak mencapai sasaran. Namun disisi lain di nagari Sulit Air pengakuan masyarakat dan pemerintah nagari bahwa
keberhasilan pembangunan di nagari tidak terlepas dari dukungan dana dari perantau. Tidak saja berupa dana, namun yang tidak kalah pentingnya adalah sumbangan pemikiran
dan jaringan dengan pihak luar. Berdirinya cabang pesantren Gontor di Sulit Air tidak terlepas dari jaringan yang dibangun oleh perantau terhadap masyarakat nagari Sulit Air.
Informasi tersebut dibenarkan oleh perangkat pemerinntah nagari, dimana perantau saat mengirim bantuan kepada nagari diiringi oleh rasa keterikatan terhadap kerabat terdekat.
Misalnya diberikan bantuan terhadap keluarga miskin yang ada di kampung.
Keterlibatan institusi lokal dapat diklasifikasikan kepada dua, pertama kiriman untuk keluarga, melibatkan institusi paruik suku, unsur yang terlibat di dalammua adalah
mamak kepala waris.au yang dikenal dengan tungganai. Tapi bisa saja makam tersebut adalah ninik mamak penghulu dalam suku tersebut. Pada tataran paruik biasanya
diketahui oleh keluarga inti, bapak, ibu nenek, paman atau saudara laki-laki dari pihak ibu atau yang disebut mamak kaum. Mamak biasanya diberi khabar, namun tidak diberitahu
jumlah uang yang dikirim. Mamak hanya mengetahui jumlah uang jika diberikan tersendiri lewat kiriman oleh anak kemenakannya. Pengakuan beberapa mamak kaum di Sulit Air
dan di Suayan, bahwa mereka mengetahui kalau ada kiriman uang dari rantau, tapi mereka hanya sebatas tahu saja, menurutnya tidak enak rasanya ikut campur lebih jauh. Artinya
peran mamak menentukan kebijakan dalam sebuah kaum tidak begitu besar fungsinya dalam mengatur kiriman yang ditujukan ke keluarga oleh perantau. Namun bila kiriman itu
untuk membangun rumah, maka mamak akan membantu dalam pelaksanaan pembangunan rumah tersebut. Peran yang lebih besar dilakukan mamak dan ninik mamak bila salah
seorang perantau sukses ingin membangun rumah gadang temuan penelitian tahun I.
Kiriman yang ditujukan untuk pembangunan kampung halaman pada penelitiaan tahun I ditemukan bahwa jumlahnya beragam, namun akumulasinya cukup besar
mendukung pembangunan yang ada di nagari tersebut. Bantuan ini biasanya dikirim lewat organisasi persatuan kampung. Biasanya mereka kumpulkan dulu di organisasi perantau di
luar negeri, lalu lembaga ikatan keluarga kampung yang ada di Jakarta biasanya yang mengirim ke kampung halaman. Biasanya dilakukan dengan mengantar langsung ke
kampung halaman, namun ada juga yang mengirimkan lewat ikatan perantau domestik. Potensi kiriman lebih besar di Sulit Air dibanding Suayan, hal ini berhubungan dengan
keaktifan organisasi perantau mereka. Sulit Air dengan organisasi perantaunya SAS yang cukup profesional, telah berhasil membangun infrastuktur pedesaan seperti jalan, jembatan,
dan sarana pendidikan. Lewat SAS dan yayasan pembangunan kampung yang mereka bangun telah berhasi membangun Pesantren cabang Gontor, jalan, jembatan, dan
sebagainya. Kiriman tipe kedua ini melibatkan banyak unsur yang ada dalam masyarakat.
2. Jorong sebagai Basis Pemberdayaan
Semangat kembali ke nagari yang diterapkan oleh masyarakat Sumatera Barat bukanlah disimpulkan bahwa nagari secara terpusat dijadikan basis pembangunan. Hal ini
ditemukan di Suayan maupun Sulit air bahwa basis pemberdayaan masyarakat strategisnya dilaksanakan berbasis jorong. Jorong menjadi basis geografis dan kekerabatan dalam
sebuah nagari. Selain terlalu luas, nagari juga punya keberagaman suku di dalamnya, sementara jorong terpusat secara geografis, dan lebih homogen dalam kekerabatan yang
berbasis suku.
Ikatan emosional masyarakat berada di tingkaat jorong, hal ini terlihat dari keberadaan ikatan kekerabatan masyarakat pada tingkat jorong. Jadi selain acara lembaga
226
tingkat nagari, di rantau justru hidup kelompok di tingkat jorong. Hal itu berimplikasi terhadap proses pengiriman bantuan ke kampung halaman. Bila langsung dikirim ke
pemerintah nagari, maka ada kekuatiran jorong mereka tidak akan dapat porsi yang memadai dari uang yang dikirimkan. Kedua nagari mengakui hal tersebut, sehingga banyak
juga peraantau yang mengirim langsung bantuan kepada jorongnya masing-masing. Selama ini pemerintah nagari belum berbuat banyak, karena melihat kebiasaan itu
berlangsung sudah lama. Namun hasil diskusi terfokus tentang pengelolaan dana remitan pada level nagari menunjukkan bahwa basis jorong dilihat lebih efektif dalam menggaet
remitan dari perantau sebagai pendukung pembangunan. Pelibatan Kepala jorong dan ninik mamak kaum bisa sebagai pendukung jalannya koordinasi, namun kelembagaan ninik
mamak kaum atau suku belum bisa dijadikan lembaga yang berperan aktif, tapi lebih sebagai dukungan.
3. Model Pemberdayaan Institusi Lokal
Konsep institusi lokal dalam penelitian ini merujuk nilai-nilai utama yang masih berlaku dalam masyarakat berhubungan dengan tanggung jawab sosial dan budaya dalam
masyarakat. Nilai-nilai tersebut tentu saja akhirnya berhubungan dengan peningkatan ekonomi masyarakat, karena dalam tatanan masyarakat Minangkabau fungsi keluarga luas
salah satunya adalah melindungi keluarganya dari berbagai ancaman yang berpotensi merendahkan martabat keluarga tersebut. Kemiskinan adalah sebuah aib bagi keluarga, saat
ada keluarga yang dikatak
an “bansaik”, merupakan malu bagi keluarga luas. Ini sesuai dengan nilai adat, “sehino samalu”, berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Institusi juga
berkaitan dengan kelmbagaan adat, atau kelembagaan yang ada orang di dalamnya, tapi tidak ada struktur yang jelas, seperti ninik mamak, parit paga nagari, bundo kanduang dan
sebagainya.
Hasil FGD terhadap rangcangan model yang disusun pada tahun pertama penelitian ini terjaring informasi bahwa beberapa asumsi terhadap intitusi lokal tidak lagi
berjalan secara ideal, namun telah terjadi beberapa perubahan sesuai perkembangan zaman. Sebelum menyusun model dalam penelitian ini telah ditelusuri nilai-nilai yang berlaku di
tengah masyarakat di lokasi penelitian, kemudian dianalisis dengan konsepsi yang digunakan dalam penelitian ini.
Ada beberapa kekuatan yang dapat mendukung model: a. Ikatan Kekerabatan Kampung
Organisasi bentukan berupa ikatan keluarga suatu kampung Bagi masyarakat Sumatera Barat tidak asing lagi, hampir semua nagari punya ikatan keluarga perantau. Organisasi
bentukan di sini adalah mengacu pada organisasi moderen yang profesional. Organisasi perantau Sulit Air Sepakat SAS adalah salah satu contoh kelembagaan bentukan yang
cukup ampuh digunakan untuk pengentasan kemiskinan dengan pemanfaatan remitan. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Indraddin 2011, bahwa pengentasan kemiskinan
berbasis nagari dilakukan dengan pembentukan badan pengentasan kemiskinan di tingkat jorong. Jadi institusi lokal yang digunakan adalah nilai-nilai yang masih dianut masyarakat,
sementara lembaga dalam bentuk asosiasi adat sudah jarang yang dipercaya oleh masyarakat. Misalnya, KAN, LPM, BAMUS, Parik Paga Nagari, dan bermacam lembaga
yang ada di nagari tidak lagi punya perhatian khusus terhadap program pengentasan kemiskinan. Maka membentuk kelembagaan di tingkat jorong, misalnya dalam bentuk
badan pengentasan kemiskinan, menjadi sebuah kebutuhan. Kondisi tersebut sama pada penelitian tahun pertama dengan penelitian tahun II.
b. Memberdayakan Berbasis Paruik Kinship
227
Pemberdayaan berbasis kerabat adalah salah satu strategi pemanfaatan remitan dari perantau untuk pengentasan kemiskinan. Ini didasarkan temuan di lapangan bahwa
kecendrungan perantau memberi bantuan kepada kerabat dekat terlabih dahulu. Sistem kekerapatan keluarga luas yang berlaku pada masyarakat Minangkabau dapat
dimanfaatkan untuk menumbuhkan nilai berbagi antar sesama, karena selama ini kecendrungan memang membantu masyarakat pada kerabatnya terlebih dahulu. Kebiasaan
membantu kerabat terdekat kaum tidak perlu dirobah, tapi dikelola untuk kepentingaan masyarakat nagari, hal ini juga sejalan dengan ajaran islam bahwa yang lebih dahulu
dibantu adalah kerabat terdekat. Badan bentukan masyarakat ini sebagai pengelola potensi remitan yang berasal dari kerabat masing-masing. Badan ini mesti memiliki klasifikasi
keluarga miskin atas kaum di jorongnya. Lalu menjadi mediator menggali remitan yang ada di kaumnya.
c. Mengelola Kompetisi Positif Hasil penelitian tahun I menemukan bahwa selama ini sumbangan perantau
internasional, maupun domestik lebih banyak dalam bentuk fisik, misalnya bangunan mesjid, balai pemuda, jalan dan sarana lainnya. Terjadi semacam “perlombaan” bagi
perantau baik di tingkat keluarga luas, tingkat jorong, maupun pada level nagari. Ini terbukti dari bangunan fisik yang ada, buat rumah megah tapi tidak ada penghuninya, buat
pagar megah atas tanah yang tidak produktis, buat kuburan yang megah, semua itu adalah aktualisasi diri atas keberhasilan seorang perantau.
Hasil FGD pada penelitian ini dengan tokoh masyarakat nagari bahwa ini suatu potensi yang dapat dimanfaatkan secara positif menggali potensi remitan dari perantau. Nagari,
sebagai badan koordinasi menyediakan data keluarga miskin setiap kaum, lalu memberikan kepada badan yang ada di jorong untuk mengelolanya. Badan ini hanya meminta perantau
membantu keluarga yang ada pada kaumnya terlebih dahulu, kecuali bagi yang tidak ada lagi kerabat dekat yang membutuhkan bantuan. Badan pengentasan kemiskinan mencari
media aktualisasi diri para perantau untuk menymbang dengan acara yang biasa dilakukan, misalnya acara lelang kue, acara badoncek untuk padang pariaman, dan acara lain untuk
daerah lain. Hal ini akan mengeliminir kekuatiran perantau menymbang, kalau sumbangan itu tidak sampai kepada kerabatnya. Bagi nagari yang terpenting adalah angka kemiskinan
berkurang, sehingga nagari hanya merancang program yang diperuntukan bagi kaum yang tidak ada perantaunya berpotensi yang kaya.
5.KESIMPULAN
Bila dilihat dari proses pengiriman remitan oleh migran ke kampung halamannya, program pemberdayaan menjadi strategi yang tepat mmendukung keberlanjutan program.
Hal ini dapat dilihat dari proses pengiriman remitan oleh migran internasional asal Sumatera Barat dalam dua bentuk, pertama uang yang dikirim untuk kebutuhan keluarga,
kedua uang juga dikirim untuk pembangunan kampung halaman. Untuk keluarga juga tidak hanya untuk keluarga inti, tapi juga untuk keluarga luas.
Keterlibatan institusi lokal dalam proses pengiriman tersebut dapat dibedakan atas kiriman keluarga dan kiriman untuk pembangunan. Di tingkat keluarga pihak yang terlibat
adalah keluarga inti samapai keluarga luas, namun keluarga luas seperti mamak kaum hanya mengetahui, tidak terlibat dalam pengelolaan penggunaan uang tersebut. Namun jika
ada pembangunan rumah gadang kaum oleh seorang perantau, maka mamak dan ninik mamak terlibat langsung dalam hal ini. Hal ini karena menyangkut kepentingan adat
seperti, tanah dan nilai-nilai dari rumah gadang kaum itu sendiri.
Di tingkat institusi keterlibatan tokoh masyarakat formal dan informal pada kiriman yang ditujukan untuk pembangunan kampung halaman, baik bangunan fisik
maupun melaksanakan sebuah kegiatan. Ikatan emosional perantau ada pada level jorong,
228
bukan nagari, maka pengelolaan remitan untuk pembangunan seyogyanya dilakukan di tingkat jorong. Maka perlu diberdayakan organisasi pengelola di tingkat jorong, dan Nagari
bertidak sebagai badan koordinasi saja. Organisasi pengelola melakukan pemberdayaan terhadap keluarga migran, terutama dalam konteks pengentasan kemiskinan di nagari.
Pemanfaatan remitan dilakukan dengan menangkap peluang atas nilai kompetisi dan aktualisasi diri perantau terhadap kampung halaman. Pengelolaan Remitan migran
Internasional tidak bisa dipisahkan dengan remitan perantau domestik, tapi merupakan satu kesatuan pengelolaannya.
Terakhir diucapkan terima kasih kepada DP2M Dikti, Kementerian Riset Teknologi dan PendidikannTinggi yang telah membiayai riset ini. Tanpa dukungan dana
dari DP2M tentu saja penelitian ini tidak dapat berjalan dengan lancar. Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini.
6.DAFTAR PUSTAKA
Adams , Jr. Richard, 1991. “The Economic Uses and Impact of International Remittances in Rural Egypt
”. Economic Development and Cultural Change, 39: 695-722. Adams, Richard H. Jr.
“International Migration, Remittances and The Brain Drain: A Study of 24 Labor Exporting Countries”. World Bank Policy Research Working
Paper 3069, Washington, DC. Bridi, H. 2005.
“Consequenquences of Labour Migration for The Developing Countries Management of Remittances. World Bank Brusse;s Office.
Cattaneo C. 2005. “International Migration and Proverty, Cross-Country Analysis”
Chami, Ralp, Connel Fullenkamp dan Samir Jahjah. 2005. Are Immigrant Remittance Flows a Source of Capital for Development
”. IMF Staff Papers, Vol. 52. No. 1 International Monetery Fund.
Connel, J. 1980. “Remmitances and Rural Development: Migration, Dependency and
Inequality in The South Pacific. Occasional Paper No.22. The Australian National University.
Creswell, J.W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing among five traditions. Thousand Oaks: Sage Publication.
Curson, P. 1983. “Remmitances and Migration-The Commerce of Movement”. Population Demography, Vol.3, April; 77-95
De Haas, Hein. 2007. “ Remittances, Migration and Poverty Reduction, paper
commissioned by DFID London, November. Effendi, Tadjuddin, Noer. 1995. “Suber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan”.
Tiara Wacana. Yogyakarta. Gom
a. Johana Naomi. 1993. “Mobilitas Tenaga Kerja Flores Timur ke Sabah Malaysia dan Pengaruhnya Terhadap Daerah Asal. Studi Kasus Desa Neleren, Kecamatan
Adonara. Kabupaten Flores Timur”. Yogyakarta: Tesis S2 UGM. Hugo., Grame. J. 1978. “Population Mobility in West Java”. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. Indraddin. 2011. Pengentasan Kemiskinan Berbasis Nagari, Padang : Jurnal Sosiologi
Andalas volume IX nomor 1. _________ 2014. Model Pemberdayaan Institusi Lokal dalam Optimalisasi Pemanfaatan
Remitan Migran Internasional, FISIP Unand; Prosiding Seminar Lee. Everett. 1995.
“Suatu Teori Migrasi”. Terjemahan Hans Daeng. Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.
Lucas. REB. Dkk. 1985. “Motivation to Remit: Evidence from Botswana”. Journal of
Political Economy, 93 5; 901-918.
229
Mabougunje. Akin. L. 1970. “System Approach to a theory of rural-urban Migration”.
Geographical Analysis. Vol.2:1-8. Mantra. Ida Bagoes. 1994.
“Mobilitas Sirkuler dan Pembangunan Daerah Asal”. Warta Demografi. Vol.3; 33-40
Nugroho, Wahyu. 2006. “Analisa Dampak Remitan Tenaga Kerja Wanita Terhadap Pengembangan Desa Studi Kasus di Desa Budiharja, Kecamatan Cililin
Kabupaten Bandung. Tesis Puri. Shivani. Ritzema. Tineke. 1999. “Migrant Worker Remittances, Micro-Finance and
The Informal Economy: Prospects and Issue ” Working Paper 21. International
:Labour Orgaization. Setiadi. 1999.
“Konteks Sosiokultural Migrasi Internasional: Kasus do Lewolotok, Flores TImur.
Buletin Penelitian Kebijakan Kepndudukan “Populasi, Vol. 10. No. 2 pp. 17-38.
Stark. Oded. 1991. “The Migration of Labor”. Cambridge. Brasil Backwell
Sorensen. Nina Nyberg. 2004. The Development Dimension Of Remittances”, Migration
Policy Research IOM Working Papers Series No. 1 June. Tjiptoheriyanto, Priyono. 1997.
“Migran Tenaga Kerja Wanita Nakerwan”. Serial Diskusi ke VII. Diskusi “Peta Permasalahan Perempuan Pekerja Migran”. Jakarta
5 Maret. 1997. Afkar. Vol. IV. No.1. Todaro, Michel P. 1996.
“Kajian Ekonomi Migrasi Internal di Negara Berkembang”. PPK UGM.
Yusuf , Iwan Awaluddin 2012. ”Memahami Focus Group Discussion FGD”,
http:bincangmedia.wordpress.com20110328relasi-media-dan- konsumtivisme-pada-remajatangal akses 19-3-2012.
Wiyono.NH. 1994. “Mobilitas Tenaga Kerja dan Globalisasi”. Warta Demografi. Vol.3;8- 13
Wood.Charles H. “Equilibarium and Historical-Structural Perspective Migration”.
International Migration Review. Vol.2; 298-319.
SOLIDARITAS SOSIAL KOMUNITAS NELAYAN ANTAR ETNIK DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si
32
Titi Stiawati, S.Sos., M.Si
33
Abstrak
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya, mereka
pada umumnya tinggal di pinggir pantai dan hidup dari berbagai suku bangsa serta kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat dan suku bangsanya masing-masing yang
32
Dosen Sosiologi Fisip Untirta
33
Dosen Fisp Untirta
230
membutuhkan hubungan sosial yang erat. Penelitian ini terfokus pada karakteristik komunitas nelayan antar etnik, dan proses solidaritas sosial pada komunitas nelayan antar
etnik, serta bentuk solidaritas sosial komunitas nelayan antar etnik dalam penerapan teknologi untuk kehidupan sosial ekonomi di Panimbang Kabupaten Pandeglang Provinsi
Banten. Metode Penelitian adalah kulaitatif dan pengambilan data melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisis data menggunakan deskriktif kualitatif.
Informan penelitian adalah komunitas nelayan etnik Jawa, Sunda dan Bugis yang bermukim di pesisir perkampungan Labuan dan Binuangen.Hasil penelitian ditemukan
bahwa Karasteristik komunitas nelayan antar etnik memiliki kesamaan dalam hal wilayah pemukiman, pola hidup dan juga dalam hal tradisi sebagai komunitas nelayan terutama dalam
hal melakukan aktifitas menangkap ikan di laut. Proses soslidaritas sosial dilakukan melalui adaptasi nilai-nilai sosial dan budaya dengan saling memahami serta tumbuh saling
pengertian atas nilai-nilai yang diyakininya. Terjadinya solidaritas dilakukan melalui beberapa faktor yakni kegiatan perekonomian, pola kekerabatan dan kedekatan berdasarkan
pemukiman, perkawinan campur, nilai-nilai ritual dan kepercayaan melalui hari-hari besar keagamaan.
Kata Kunci:
Komunitas Nelayan, Solidaritas Sosial, Etnik
Abstrack
Fishermen are a group of people whose lives depend directly on the sea, either by means catching or farming, they generally live on the beach and life of many races and cultures
prevailing in the society and each tribe. This study focused on the characteristics of the fishing communities of ethnic, and social solidarity in the process of inter-ethnic
community of fishermen and fishing communities form of social solidarity between ethnic groups in the application of technology for social and economic life in Panimbang
Pandeglang Banten Province. Methods The study is qualitative and retrieval of data through observation, interview and documentation. Analysis of data using qualitative
deskriktif. The informants are the fishing communities of ethnic Javanese, Sundanese and Bugis who settled in the coastal village of Labuan and Binuangen. The Research found
that ethnic characteristics fishing communities have in common in terms of residential areas, the pattern of life and also in terms of tradition as a fishing community, especially
in terms of doing activity catch fish in the sea. The process of social soslidaritas done through the adaptation of social values and cultural understanding as well as the growing.
The occurrence of solidarity carried out by several factors namely economic activities, patterns of kinship and closeness based on settlements, intermarriage, values, rituals and
beliefs through religious holy days. Keywords
:
The Fishing Community, Social Solidarity, Ethnic
1. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan archipelagio state, yang jumlahnya adalah
17.508 pulau, memiliki luas wilayah perairan lautnya sekitar 5,8 juta Km persegi, dengan total garis pantai sepanjang 81.000 Kilometer BPPT-Wanhankamnas, 1996: 12, demikian
halnya Banten merupakan wilayah maritim terbentam dari teluk Jakarta hingga perbatasan jawa Barat. Kehadiran masyarakat menetap dalam kondisi multikultur dan berakulturasi
dengan menghargai prularisme sebagai keragaman budaya untuk tetap di lestarikan. Kemajemukan di tandai oleh adanya suku-suku bangsa yang masing-masing mempunyai
231
cara hidup atau kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sehingga mencerminkan adanya perbedaan dan pemisahan antara etnik yang satu dengan etnik
lainnya. Mata pencaharian hidup pun berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan musim yang menyebabkan masyarakat agraris dan menjadi nelayan.
Tantangan musim untuk mencari nafkah juga menjadi salah satu kendala yang perlu diperhatikan oleh komunitas petani dan nelayan dengan berbagai strategi serta
teknologi untuk mengatasinya. Komunitas nelayan masih memiliki ketergantungan terhadap lingkungan alam antara musim kemarau dan musim penghujan. Keeratan atas
ketergantungan dengan lingkungan alam, maka dibutuhkan keseimbangan. Artinya kalau lingkungan alam terganggu, maka lahan pencaharian utama tertutup dan nelayan pun tidak
dapat mencari ikan. Akibatnya tidak ada pemasukan pendapatan bagi rumah tangganya. Jika keadaan demikian itu terjadi, maka kelangsungan kehidupan ekonomi secara internal
rumah tangga nelayan pun ikut terganggu. Kondisi ini mendorong nelayan harus menyesuaikan kegiatan hidupnya dengan kondisi yang serba terbatas, baik yang
menyangkut hubungan secara sosial eksternal maupun secara kekeluargaan internal
Salah satu aspek penting untuk mendukung meningkatkan kehidupan ekonomi nelayan yakni masuknya penerapan teknologi dibidang perikanan laut. Hal itu terkait,
proses substitusi teknik produksi, dari cara-cara tradisional beralih kepada cara-cara rasional. Perubahan ini merupakan bagian dari keseluruhan proses transformasi
kebudayaan masyarakat nelayan dengan segala konsekuensinya. Masuknya unsur teknologi pada komunitas nelayan, secara umum kehidupan nelayan sangat tergantung
pada teknologi untuk menggali sumber kekayaan laut.
Akibat kepemilikan demikian, maka menimbulkan dampak sosial lebih besar dan menyebabkan perbedaan antara yang mampu memiliki teknologi dengan yang tidak
mampu memiliki teknologi. Salah satu perbedaan yang ditonjolkan yakni terkait dari segi kemampuan untuk memperoleh hasil. Kehadiran teknologi sepenuhnya dipergunakan
untuk memperebutkan sumber kekayaan alam secara terbuka. Dampak dari hal itu, memunculkan persaingan dalam artian bahwa siapa yang mampu memiliki dan
memanfaatkan teknologi akan semakin memperoleh hasil yang lebih banyak.
Pandangan semacam itu, bahwa kehadiran teknologi dalam suatu komunitas nelayan hanya lebih cenderung di peruntukkan untuk peningkatan dari segi ekonomi. Dari
segi aspek sosial budaya yang telah terjalin dalam waktu cukup lama tidak menjadi lagi perekat dalam hubungan antara komunitas yang terlibat di dalamnya. Kekuatan telah
menjadi milik masyarakat secara pribadi dan memiliki nilai moral, terkait hal itu Emmerson 1977: 37 mengemukakan bahwa hubungan tradisional menempatkan unsur ikatan
ekonomi pada peringkat sekunder. Secara realitas bahwa nelayan meminjam uang kepada juragan dan cara pengembaliannya tidak dihitung dengan cara transaksi, yang pasti dan
kadang tidak dikembalikan dalam bentuk uang tapi bisa dalam bentuk barang.
Perkembangan penggunaan teknologi membuat perbedaan komunitas nelayan dan ditentukan oleh kehidupannya. Menurut Koentjaraningrat 1972: 32 mata pencaharian
nelayan lebih banyak tergantung pada perkembangan teknologi. Sedangkan Suparlan 1989:4 perbedaan tersebut pada hakekatnya adalah perbedaan-perbedaan yang
disebabkan oleh sejarah perkembangan kebudayaan masing-masing. Puncak-puncak kebudayaan tersebut adalah konfigurasi yang masing-masing kebudayaan memperlihatkan
adanya pinsip-prinsip kesamaan dan saling penyesuaian satu dengan lainnya sehingga menjadi landasan bagi terciptanya kebudayaan nasional. Selanjutnya, terdapat kebudayaan
umum yang bersifat lokal yang dapat dilihat sebagai sebuah wadah untuk mengakomodasi proses pembauran atau asimilasi dan proses akulturasi, yang di antara kebudayaan-
kebudayaan itu saling berbeda wilayah atau dikelilingi wilayah kebudayaan umum yang bersifat lokal.
232
Berdasasarkan observasi pendahuluan bahwa lokasi penelitian memiliki karakteristik yang unik, karena komunitas nelayan yang bermukim dipesisir pantai Kecamatan
Panimbang hidup dan menetap komunitas nelayan dari berbagai etnis yang hidup berdampingan berdasarkan dengan budayanya masing-masing. Sebagai komunitas nelayan
tetap menjalankan aktifitasnya dan tidak mengganggu satu sama lainnya dan menjalin ikatan-ikatan solidaritas sosial untuk saling mendukung kegiatannya sebagai nelayan.
Penelitian ini akan terfokus akan mengkaji karaktersistik nelayan antar etnis dan proses solidaritas sosial serta bentuk-bentuk solidaritas dalam penerapan teknologi untuk
kehidupan sosial ekonomi di Kecamatan Panimbang Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten penelitian ini terfokus pada karakteristik komunitas nelayan antar etnik, dan proses
solidaritas sosial pada komunitas nelayan antar etnik, serta bentuk solidaritas sosial komunitas nelayan antar etnik dalam penerapan teknologi untuk kehidupan sosial ekonomi
di Panimbang Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. 2.
TINJAUAN PUSTAKA Komunitas Nelayan
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya, mereka pada
umumnya tinggal di pinggir pantai Kusnadi 2005: 25 bahwa nelayan umumnya tinggal atau menetap di daerah pesisir pantai dan membentuk suatu komunitas yang disebut dengan
komunitas nelayan. Mereka adalah orang-orang yang begitu gigih dan akrab dengan kehidupan di laut yang sifatnya keras. Pengetahuan tradisionalnya tentang ekologi
kelautan, merupakan bagian dari kehidupan mereka yang sifatnya turun temurun. Para nelayan ini sangat percaya betapa pun kuatnya tantangan itu, laut tetap menawarkan
berbagai kemungkinan serta memberikan peluang dalam mencari nafkah untuk memperolehnya dan mereka berjuang dengan penuh keyakinan, keuletan dan ketabahan
serta penggunaan teknologi yang sederhana.
Menurut Gordon dalam Satria 2002: 37 bahwa nelayan adalah orang yang melakukan penangkap ikan baik di perairan laut atau pun di perairan umum dengan
menggunakan seperangkat alat tangkap ikan. Nelayan sering didefinisikan sebagai orang yang melakukan kegiatan penangkap ikan di laut. Definisi ini dibuat untuk konteks
masyarakat tradisional. Ketika perikanan sudah mengalami berbagai perkembangan, pelaku-pelaku dalam penangkapan ikan semakin beragam statusnya.
Secara sosiologis, fenomena ini merupakan konsekuensi dari adanya differensisasi sosial yang salah satunya berupa pembagian kerja atau divission of labour. Satria 2002:
53 bahwa nelayan dapat kita bagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau juragan adalah orang yang memiliki sarana penangkapan seperti kapalperahu,
jaring, dan alat tangkap lainnya. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain, sebaliknya nelayan juragan adalah nelayan yang alatnya
dioperasikan oleh orang lain. adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.
Sementara nelayan buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut.
Solidaritas Sosial Antar Etnik
Konsep solidaritas sosial dalam pembahasan ini didasarkan kepada pemikiran Emile Durkheim dalam Johnson, 1986 :181 bahwa solidaritas menunjuk pada suatu
keadaan dari hubungan antara individu, dan atau kelompok yang didasarkan pada moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama
pula. Koentjaraningrat 1980 :164 menyatakan bahwa, solidaritas adalah suatu bentuk
233
kerja sama pada masyarakat yang meliputi aktivitas gotong royong, tolong menolong dan musyawarah, dan aktivitas ini berlangsung dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dalam perkembangan masyarakat, solidaritas sebagai bentuk kekuatan internal berkembang menjadi dua bagian dan mempunyai ciri-ciri yang berbeda yakni solidaritas
mekanik dan organik. Durkheim dalam Johnson, 1986: 193 menyatakan bahwa solidaritas mekanik adalah suatu solidaritas yang didasarkan pada suatu tingkat
homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen. Solidaritas organik muncul akibat pembagian kerja yang bertambah besar, dan solidaritas ini didasarkan kepada tingkat saling
ketergantungan yang tinggi sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi yang memungkinkan dan juga menggairahkan bertambahnya perbedaan dikalangan individu.
Durkheim dalam Lawang, 1986: 177-178 pandangannya tentang kehidupan masyarakat mengemukakan konsep teorinya tentang fakta sosial dengan karakteristik-
karakteristik sebagai berikut, bahwa fakta sosial terkait 1 gejala sosial bersifat eksternal terhadap individu; 2 bersifat memaksa individu; dan 3 bersifat umum tersebar dan
diterima secara meluas dalam suatu masyarakat. Secara spesifikasi berbagai pengertian tentang konsep solidaritas sosial, Johnson dalam Lawang, 1986: 181 menjelaskan istilah-
istilah yang berhubungan erat dengan itu misalnya integrasi sosial dan kekompakan sosial.
Keberadaan masyarakat antar etnik dalam suatu lokasi itu menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu danatau kelompok yang berbeda dari latar belakang
asal usul dan berdasarkan sejarah keberadaan awalnya. Perbedaan itulah melahirkan sebuah keterpisahan antara individu yang satu dengan individu lainnya. Masyarakat dalam
pemenuhan kebutuhan hidupnya didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama yang pada akhirnya
terbentuk ikatan sosial yang kuat. Modernisasi dan kehidupan sosial ekonomi
Kehadiran modernisasi yang ditandai oleh pertumbuhan industri-industri besar, produksi komersial, pasar rasional dan perdagangan internasional, juga menciptakan syarat-syarat
yang cocok dengan modernisasi. Abraham 1991: 11 berpandangan bahwa industrialisasi melibatkan penggunaan energi material yang banyak sekali. Suatu perubahan metode
produksi dari padat karya tenaga kerja menjadi padat modal, suatu pergantian dalam tenaga kerja di luar produksi primer dan subsistem menjadi perusahaan sekunder dan
komersial, serangkaian inovasi dan peningkatan waktu luang dan jasa sosial yang bertambah. Perkembangan industrialisasi kaitannya dengan perkembangan produksi
masyarakat, dalam konsep Marx lebih cenderung menganalisis berdasarkan pendekatan sejarah, tingkatan tersebut digambarkan pada jaman kuno penguasaan produksi berada
ditangan pemilik pribadi, akan tetapi tetap terkurung di dalam bidang-bidang kehidupan ekonomi yang terbatas. Di dalam abad-abad pertengahan, pemilikan bergerak melalui
beberapa tahapan dari tanah milik feodal ke milik koperasi yang bisa dipindahkan, dan akhirnya melahirkan kapital yang ditanamkan didalam perpabrikan di kota-kota. Pada
masyarakat kuno ataupun pada abad-abad pertengahan, pemilikan itu terus terikat sebagian besar kepada masyarakat.
Modernisasi merupakan proses perubahan yang pola-pola perilaku dan kebudayaan individu berubah, dari yang tradisional ke masa lalu dan sekarang ke suatu yang lebih
kompleks, teknologi yang lebih rumit dan berorientasi ke masa yang akan datang. Perubahan karakteristik masyarakat kaitannya dengan kehadiran industrialisasi yang
ditonjolkan. Menurut pandangan Rostow 1966 yakni ditandai dengan 1 tumbuhnya industri skala besar; 2 industri berat, yang menimbulkan tumbuhnya perusahaan dan
industri-industri berat; 3 adanya trust dan monopoli yang menjadi ciri umum dari organisasi perusahaan yang memberikan keuntungan ekonomi.
234
Penerapan Teknologi
Pertumbuhan atau kemajuan ekonomi yang ditandai oleh tingginya tingkat konsumsi dan standar hidup, revolusi teknologi, intensitas modal yang makin besar dan
organisasi birokrasi yang rasional mencakup pembentukan sistem pertukaran moneter, peningkatan tingkat keterampilan yang dibutuhkan melalui teknokrasi, mekanisasi,
otomasi dan akibat perpindahan tenaga kerja, penghitungan biaya secara rasional, spesialisasi okupasi yang makin besar dan spesifikasi fungsional. Pola-pola tabungan dan
investasi dan alat-alat transportasi dan komunikasi yang makin cepat yang memudahkan turut serta dalam pemasaran, mobilitas tenaga kerja, distribusi barang dan perubahan pola
konsumsi.
Modernisasi ekonomi, asumsinya diikuti dengan perluasan pengetahuan ilmiah dan inovasi teknologi, pembentukan modal, tingkat pendidikan yang cocok, spesialisasi
ekonomi dan kecukupan bahan-bahan mentah, barang produksi dan konsumsi. Modernisasi sebagai seluruh perubahan sosial dan politik yang menyertai industrialisasi di kebanyakan
negara yang menganut peradaban Barat. Modernisasi yang menyangkut pilihan dimungkinkan oleh adanya perbedaan perkembangan.
Dalam konteks modernisasi ekonomi tentu saja tidak terlepas adanya non-ekonomi atau modernisasi sosial dan budaya. Secara kerangka konseptual mencakup modernisasi
politik dan psikologis, modernisasi sosial meliputi perubahan dalam atribut-atribut sistematik, pola-pola kelembagaan dan peranan-peranan status dalam struktur sosial
masyarakat sedang berkembang. Unsur-unsur pokok modernisasi sosial mencakup perubahan sosial yang terencana, sekularisme, perubahan sikap dan tingkah laku, revolusi
pengetahuan melalui perluasan sarana komunikasi, instrumen hubungan sosial dan keharusan kontraktual, diferensiasi struktural dan spesialisasi fungsional.
Untuk mencapai modernisasi berkaitan dengan peningkatan taraf ekonomi, maka sebagian besar nilai dan sikap berkaitan dengan masalah komitmen. Masalah komitemen
penerimaan ideologi nasional,keinginan untuk menjadi lebih mobil, menyetujui norma- norma rasional sekuler. Hal ini semuanya pada hakekatnya berkaitan dengan komitmen
terhadap modernisasi. Untuk itu memantapkan komitmen terhadap modernisasi ini mungkin digunakan berbagai metode seperti ideologi, perubahan struktural dan aktivitas
simbolis. Dengan demikian, tanpa komitmen modernisasi barangkali tidak akan tercapai.
Pertumbuhan ekonomi menuntut kehadiran industri, namun kehadiran industri dan teknologi modern menuntut kemampuan manusia, walaupun kehadiran teknologi itu
sendiri merupakan hasil ciptaan dan resultante usaha manusia. Sudah barang tentu manusia yang berkualitas, kreatif, inovatif yang mampu menciptakan karya besar itu, walaupun
umumnya kehadiran dari generasi yang terbatas jumlahnya namun sangat dibutuhkan dalam konteks era industrialisasi. Dalam kaitan ini, diperlukan ilmu pengetahuan demi
terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas, untuk menemukan, melaksanakan, serta pembaharuan dalam segala aspek bidang terutama terciptanya kehidupan sosial yang
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Perubahan Sosial Dan Budaya
Proses perubahan sosial secara umum, menurut Haferkamp dan Smelser 1992 :2 bahwa terfokus pada tiga unsur utama yang berkaitan satu sama lain, yaitu pertama,
determinan struktural; kedua, proses dan mekanisme, dan ketiga, arah dan konsekuensi perubahan. Tarkait hal itu Haferkamp lebih lanjut bahwa perubahan yang terjadi pada
masyarakat dapat dikategorikan sebagai perubahan yang terjadi karena disengaja atau direncanakan. Artinya bahwa salah satu faktor penyebab perubahan adalah faktor eksternal
yang dibawa dan dikomunikasikan melalui agen-agen perubahan dari luar masyarakat.
235
Dalam perubahan sosial yang direncanakan terkandung ide-ide baru yang disebarkan di tengah masyarakat inovasi, inovasi akan membawa pada perubahan, baik yang bersifat
fositif dalam arti membawa pada hal-hal yang lebih baik progress, maupun yang bersifat negatif yang dapat merugikan anggota masyarakat regress.
Realitas tersebut secara kontekstual bahwa munculnya industrialisasi dalam suatu kawasan umumnya diawali dengan pemanfaatan lahan yang diperuntukkan bagi
pembangunan dan pengembangan industri, baik untuk keperluan industri maupun untuk sarana dan prasarana pendukung lainnya. Kondisi demikian mengakibatkan terjadinya
pergeseran alih fungsi lahan yang bemuara pada perubahan pola pekerjaan yang dulunya terkonsentrasi dalam sektor pertanian beralih keberbagai kesempatan dan peluang kerja
yang tersedia, baik dalam sektor industri maupun sektor lain yang terkait dengan kehadiran industri.
Lauer 1989:212 bahwa kehadiran industrialisasi dalam suatu kawasan dengan indikasi membawa konsekuensi perubahan terhadap manusia. sejarah kehidupan selalu
berupaya memelihara dan menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang selalu mengalami perubahan karena ditemukannya teknologi. hal itu dimungkinkan karena manusia sebagai
makhluk hidup pada hakekatnya mempunyai kelenturan. Kelenturan ini menyebabkan manusia bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Makin besar kemampuan adaptasi,
makin besar kemantapan kelangsungan hidupnya.
Hal itu terimplementasikan bahwa kehadiran industrialisasi melahirkan keberagaman jenis pekerjaan yang tersedia. Sehubungan kehadiran industri itu pula, akan
memberi banyak peluang dan kesempatan berusaha. Dengan demikian kemungkinan untuk meningkatkan pendapatan dan penghasilan masyarakat terbuka lebar, dan ini dapat
berimplikasi pada bidang-bidang lain, seperti halnya peningkatan pendidikan masyarakat, yang memungkinkan terjadinya perubahan status sosial masyarakat.
3. METODE PENELITIAN