KESIMPULAN PENDAHULUAN Prosiding Konferensi APSSI Vol 1.compressed

212

5. KESIMPULAN

Diskriminasi terhadap perempuan tanpa disadari juga turut terbawa dalam zaman Reformasi, seperti yang dialami oleh para pekerja media perempuan di Sumatera Barat. Meski kran demokrasi sudah dibuka seluasnya yang dibuktikan dengan banyaknya berdiri organisasi politik partai politik, media cetak dan online, organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan, serta NGOs, itu semua tak menjamin akan adanya penghormatan terhadap hak azazi manusia HAM dan anti diskriminasi. Untuk itulah FKWIS melakukan gerakan perlawanan atas ketidakadilan terhadap perempuan di Sumatera Barat. Sumber daya yang dimanfaatkan organisasi FKWIS berasal dari dalam organisasi sumber daya internal dan dukungan lingkungan sosial sekitar. Sumber internal dalam hal ini kapasitas dan potensi anggota., atau berasal dari luar organisasi seperti dukungan lingkungan sekitar dan jaringan dengan kelompok lainnya. Dalam konteks gerakan yang dilakukan oleh FKWIS, sejumlah sumber daya yang dimiliki anggota kelompok sebagai jurnalis dimanfaatkan demi mencapai tujuan dalam menentang Ranperda diskriminatif. Yakni dengan membuat berita terkait isu pasal diskriminatif, mengadakan dialog interaktif, talk show, dan polling sms demi membentuk opini publik. Begitupun dengan potensi kepemilikan jaringan berupa hubungan baik dengan pihak di luar organisasi menjadi modal untuk melakukan aktifitas guna mencapai tujuan organisasi mereka.

6. DAFTAR PUSTAKA

Candraningrum, Dewi. 2006. “Perda Sharia and the Indonesian Women’s Critical Perspectives”, Working paper on SOAI Suedostasien Informationsstelle, Asienhaus and MATA Asien in Blick, at ÜBERSEEMUSEUM Bremen, Germany Eska, Wirnita. 2003. Perempuan Minang dalam Membangun Kekuatan melalui Media Massa. Jurnal Perempuan 28: 131-141. McAdam, Doug and Snow, David A. Ed.1997.Readings on Their Emergence, Mobilization, and Dynamics. Los Angeles: Roxbury Publishing Company. McCarthy, John D, and Zald, Mayer N, 1997 “Resources Mobilization and Social Movements: A Partial Theory.” American Journal of Sociology 82: 12-41. Paat, Yustinus. 2015. Gerakan Indonesia Beragam Dukung Mendagri Hapus 139 Perda Diskriminatif. Berita Satu.com, diakses 24 April 2016, http:www.beritasatu.comnasional300049-gerakan-indonesia-beragam-dukung- mendagri-hapus-139-perda-diskriminatif.html . Sadli, Saparinah. 2012. Berbeda tetapi Setara Pemikiran tentang Kajian Perempuan. Jakarta: Kompas. Sztompka, Piotr. 1993. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Taylor, Verta and Nancy E.Whittier. 1992.. “Collective Identity in Social Movement Communities; Lesbian Feminist Mobilization”. Frontiers in Social Movement Theories: 104-129. West, Guida and Blumberg R Louis Ed.1990. Women and Social Protest. New York: Oxford University Press. ---------------. 2013. Komnas Perempuan: ada 342 Perda Diskriminatif di Indonesia. voaindonesia.com. diakses 25 April 2016, http:www.voaindonesia.comcontentkomnas-perempuan-ada-342-perda- diskriminatif-di-indonesia1736465.html 213 214 GERAKAN MASYARAKAT LOKAL MENGELOLA REMITAN UNTUK PENGENTASAN KEMISKINAN Dr. Indraddin, S.Sos, M.Si, Jurusan Siologi FISIP Universitas Andalas E-Mail: indrazainudinyahoo.com Abstrak Ketika Masalah kemiskinan masih belum teratasi pada masyarakat, akan berdampak negatif terhadap aspek kehidupan lainnya, seperti pendidikan, politik, lingkungan, keamanan dan kenyamanan hidup. Pengiriman remitan oleh para migran dari tempat bekerja yang cukup tinggi, sangat membantu program, tentu saja apabila remitan dikelola dengan baik tidak hanya untuk keperluan konsumtif tetapi lebih pada keperluan produktif. Penelitian ini difokuskan melihat gerakan serta upaya masyarakat lokal dalam mengelola remitan dalam rangka mememerangi kemiskinan di kampungnya. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Sebagai panduan diteropong dari sudut pandang teori strukturasi dari Anthony Giddens, didukung dengan konsep-konsep pemberdayaan. Mengambil kasus remitan asal perantau Sumatera Barat, ditemukan bahwa selama ini keterlibatan keluarga luas dan institusi lokal lebih kepada sekedar mengetahui. Uang yang diberikan dikelola secara terpisah, tergantung distribusi oleh para migran, keluarga inti seperti istri, anak, suami atau keluarga luas seperti adik, kakak, mamak dan sebagainya. Remitan migran internasional dan migran domestik tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, karena berkaitan erat dengan ikatan keluarga perantau di nagari masing- masing. Perlu dilakukan gerakan masyarakat lokal, dalam hal ini dipeloporai oleh institusi lokal nagari dengan belajar dari program pengentasan kemiskinan yang dilakukan di nagari selama ini. Koordinasi program berbasis Jorong, dan nagari hanya sebagai fasilitor atau mengkoordinir pada tingkat nagari. Kata Kunci: Migran Internasional, Remitan, Institusi Lokal, Pemberdayaan, Pemanfaatan. LOCAL COMMUNITIES MOVEMENT IN MANAGGING OF REMITTENCES FOR POVERTY ALLEVIATION Abstract When the problem of poverty is still not resolved in the community, will have a negative impact on other aspects of life, such as education, politics, the environment, safety and comfort of living. Delivery remittances by migrants from the work place that is quite high, very helpful program, of course, if it si managed properly remittances not only for consumptive purposes but more on productive purposes. This study focused view the movement as well as the efforts of local communities to manage remittances in order alleviate poverty in the village. The study was conducted with a qualitative approach. As a guide in structuration theory of Anthony Giddens struct, supported by the concepts of empowerment. Taking the case of delivery of remittances West Sumatra, it was found that during this extensive family involvement and local institutions is more to just knowing. Money given administered separately, depending on the distribution of migrants, the nuclear family as the wife, children, husbands or extended families such as brother, sister, mamak and so forth. International migrant remittances and domestic migrant can not be separated from one another, as closely associated with family ties in each the village. Need 215 to do the movement of local communities, in this case sponsored by local institutions village by learning from poverty alleviation programs before. Coordination of program based Jorong, and Nagari only as facilitators or coordinated at the level of Nagari. Keywords : International Migrants , Remittances , Local Institutions , Empowerment , Utilization

1. PENDAHULUAN

Tidak ada pihak yang tidak sepakat untuk mengentaskan kemiskinan dari muka bumi, karena masalah ini tidak berdiri sendiri, berdampak terhadap lambatnya peningkatan program di sektor lainnya. Menyelesaikan masalah kemiskinan berarti sejalan dengan menyelesaikan masalah di berbagai sektor, karena akan meningkatkan partisipasi masyarakat lebih besar dalam berbagai bidang pembengunan. Untuk itu perlu dilakukan gerakan pengentasan kemiskinan oleh berbagai pihak dengan menggali berbagai potensi yang dimiliki. Menyerahkan permasalahan kemiskinan semuanya kepada pemerintah tidak mungkin, karena terbatasnya kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki untuk mengatasi persoalan yang sudah begitu pelik di bumi pertiwi. Hasil penelitian berikut adalah merupakan gerakan yang dapat dilakukan oleh institusi lokal nagari dalam memanfaatkan potensi perantau berupa remitan remittance. Migrasi adalah fenomena umum terjadi di seluruh dunia, hal ini berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi baik di daerah asal maupun di daerah tujuan bermigrasi. Latar belakang perbedaan kondisi sosial ekonomi yang mendorong pergerakan orang dari daerah asal ke tujuan migrasi. Sekitar tiga persen penduduk dunia telah bermigrasi dari negara asal ke negara tujuan untuk bekerja. Pertumbuhan migrasi ini sejak tahun 1990-an telah memberikan kontribusi remitan yang cukup besar bagi negara asal mereka The World Bank, 2005. Masyarakat Sumatera Barat atau yang dikenal dengan masyarakat Minangkabau, menganut falsafah hidup yang mendorong masyarakatnya untuk bermigrasi. Sebagai mana pepatah adat “karatau madang di hulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu, di kampuang baguno balun” karatau madang di hulu, berbuah berbunga belum, merantau di saat muda, karena di kampung juga belum berfungsi. Pepatah yang mendorong orang laki- laki untuk pergi merantau yang tujuannya untuk mengadu nasib, memperbaiki ekonomi rumah tangga yang awalnya dilakukan laki-laki, akhirnya juga mengikut sertakan perempuan. Hal itu disebabkan kecendrungan laki-laki yang pergi merantau mencari istri di kampung halamannya sendiri dan akhirnya juga memboyong istrinya pergi merantau. Kebiasaan itu berlangsung dari dulu sampai sekarang, bahkan saat ini kebiasaan merantau itu tidak saja dimiliki oleh laki-laki muda, tapi juga oleh perempuan seiring dengan perkembangan emansipasi wanita di Indonesia. Migrasi atau dikenal dengan merantau dilakukan dalam rangka merubah nasib ekonomi keluarga termasuk keluarga luas. Secara umum migrasi internasional sangat berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi dan transisi demografi dalam suatu negara. Ketika suatu negara mengalami kemunduran ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan pertumbuhan populasinya yang masih tinggi, sangat tidak mungkin aktivitas perekonomian negara tersebut dapat menyerap kelebihan tenaga kerja. Maka di zaman orde baru, terus berlangsung sampai sekarang, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dipandang sebagai salah satu strategi pemecahan masalah ketenagakerjaan setiap orde pemerintahan di Indonesia. Dalam teori ekonomi kependudukan dan ketenagakerjaan, hal ini sering dinyatakan sebagai “the first stage of labor migration transition” Tjiptoheriyanto, 1997. 216 Proses migrasi baik nasional maupun internasional berdampak positif bagi negara tujuan, negara asal dan para migran berserta keluarganya. Bagi negara tujuan, kehadiran migran ini dapat mengisi segmen-segmen lapangan kerja yang sudah ditinggalkan oleh penduduk setempat karena tingkat kemakmuran negara tersebut semakin meningkat. Lapangan kerja tersebut seperti sektor perkebunan dan bangunan atau konstruksi yang banyak digantikan oleh pekerja-pekerja dari negara berkembang, termasuk Indonesia, ini terlihat di negara tetangga terutama Malaysia dan Singapura. Sementara kebutuhan tenaga- tenaga terampil yang jumlahnya kurang, seperti sebagai tenaga kerja teknisi dan jasa biasanya dibutuhkan oleh negara-negara Timur Tengah, negara tetangga seperti Singapura, Brunai. Bagi negara asal merupakan sumber penerimaan devisa dari remittances hasil kerja migran di luar negeri. Sementara untuk para migran, kesempatan ini merupakan pengalaman internasional dan kesempatan meningkatkan keahlian, juga akan mengenal disiplin kerja di lingkungan yang berbeda. Bagi keluarga migran hal tersebut merupakan sumber penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya Haris, 2007. Pada mulanya istilah remitan remittance adalah uang atau barang yang di kirim oleh migran ke daerah asal, sementara migran masih berada di tempat tujuan Connell, 1976. Namun kemudian definisi ini mengalami perluasan, tidak hanya uang dan barang, tetapi keterampilan dan ide juga digolongkan sebagai remitan bagi daerah asal Connell, 1980, keterampilan yang diperoleh dari pegalaman bermigrasi akan sangat bermanfaat bagi migran jika nanti kembali ke daerahnya. Ide-ide baru juga sangat menyumbang terhadap pembangunan desanya. Misalnya cara-cara bekerja, membangun rumah dan lingkungannya yang baik, serta hidup sehat. Pengertian remitan secara umum berasal dari transfer, baik dalam bentuk cash atau sejenisnya, dari seorang asing kepada sanak keluarga di negara asalnya. IMF mendefiniskannya ke dalam 3 kategori yaitu 1 remitan pekerja atau transfer dalam bentuk cash atau sejenisnya dari pekerja asing kepada keluarganya di kampung halaman. 2. Kompensasi terhadap pekerjaan atau pendapatan, gaji atau renumerasi dalam bentuk cash atau sejenisnya yang dibayarkan kepada individu yang bekerja di satu negara lain di mana keberatan mereka adalah resmi, dan 3. Transfer uang seorang asing yang merujuk kepada transfer kapital dari aset keuangan yang dibuat orang asing tersebut sebagai perpindahan dari satu negara ke lainnya dan tinggal lebih dari satu tahun. Menurut Wikipedia, remitan remittance adalah transfer uang oleh pekerja asing ke negara ke tempat mereka berasal. Pada hakekatnya masuknya uang tunai dalam jumlah relatif besar di dalam sistem perekonomian rakyat atau perdesaaan merupakan fenomena yang relatif dapat dipertimbangkan bagi kemajuan faktor ekonomi perdesaan itu sendiri. Perekonomian perdesaan yang didominasi oleh usaha tani kecil, pedagang kecil tidak memungkinkan petani dan pedagang untuk menghasilkan serta menghimpun modal usaha. Sistem tanam paksa, sistem ekonomi liberal yang diterapkan serta masa berlangsungnya involusi pertanian mengakibatkan penduduk pedesaan kehilangan peluang mengumpulkan modal. Masuknya devisa bermilyar dolar ke dalam sistem ekonomi perdesaan pada beberapa dekade terakhir ini merupakan potensi yang tidak kecil artinya terhadap ekonomi pedesaan. Remitan atau transfer uang oleh pekerja asing ke negara dan tempat mereka berasal dari para pekerja asing ke luar negeri telah membantu memperkuat keseimbangan pembayaran dan anggota keluarga pekerja yang kebanyakan adalah dari daerah pedesaan dan wilayah pertanian berada dalam garis kemiskinan. Oleh sebab pemerintah Indonesia menganut sistem devisa terbuka, maka besarnya remitan yang dikirim oleh buruh migran dari luar negeri tidak dapat terlacak dengan baik. Kebanyakan data mengenai remitan bertumpu pada laporan dari institusi formal saja, sementara pada kenyataannya saluran- saluran informal pengiriman serta uang yang dibawa sendiri oleh buruh migran sewaktu 217 mereka pulang ke kampung menjadi sesuatu yang umum, maka banyak pihak yang berpendapat bahwa remitan yang tercatat paling banyak hanya setengah dari kenyataannya. Penelitian tentang migrasi internasional sudah banyak dilakukan, namun suatu kajian integratif yang menunjukkan bagaimana remitan dikirim dan dimanfaatkan didaerah asal masih belum dikaji secara khusus, bagaimana remitan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan keluarga migran di daerah asal. Menarik untuk dikaji dari perspektif lain yaitu melalui pemberdauyaan intitusi lokal. Penelitian Indraddin 2011 menemukan bahwa remitan menjadi pendukung program pengentasan kemiskinan berbasis institusi lokal, kerena perantau merupakan potensi pendukung program pemberdayaan institusi lokal dalam pengentasan kemiskinan. Penelitian ini menarik dan penting artinya karena pengentasan kemiskinan perlu terus diupayakan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia sesuai amanah Undang Undang Dasar. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, bahwa pengentasan kemiskinan lebih tepat menggunakan pendekatan pemberdayaan institusi lokal guna menjamin keberlanjutan program. Salah satu faktor pendukung adalah kekuatan perantau suatu daerah. Pengetahuan tentang aliran dana dan bagaimana penggunaan uang tersebut digunakan, oleh siapa uang tersebut dikelola, berapa besar uang tersebut, siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan investasi, kemana uang tersebut dibelanjakan untuk kebutuhan konsumtif atau kebutuhan produktif dan investasi; serta bagaimana pengaruh masuknya uang terhadap kegiatan perekonomian rakyat, kelembagaan ekonomi sosial, nilai masyarakat serta kehidupan keluarga masih relatif belum begitu menjelaskan bagaimana yang sesungguhnya terjadi di masyarakat. Pengetahuan ini diperlukan untuk berbagai kepentingan, untuk merancang bagaimana pola pembinaan penggunaan remitan setelah pekerja migran itu memperoleh remitan di daerah tujuan di luar negeri dan mereka manfaatkan untuk kehidupan mereka sehingga kesejahteraan bisa meningkat. Tulisan ini didasarkan kepada temuan penelitian tahun II, dimana temuan penelitian tahun pertama juga telah diseminarkan pada forum Seminar Nasional Peran Ilmu Ilmu Sosial Dalam Pemerintahan Indonesia Baru bulan Oktober 2014 lalu. Pada tahun ke II ini tujuan penelitian menemukan model pemberdayaan institusi lokal dalam pemanfaatan remitan.

2. TINJAUAN PUSTAKA