Diskontinyuitas Pertetanggaan dan Pertemanan

774 Keputusan yang diambil oleh saudarakakak kasus NSDRK untuk pindah ke Kampung nelayan kelurahan Untia cukup beralasan, karena dalam satu Rumah Tangga dihuni oleh 3 keluarga dengan jumlah anggota dalam rumah tangga tersebut sampai 11 orang. Kondisi rumah yang sangat sederhana semi permanen dengan luas setara dengan ukuran rumah tipe 36. Sementara di tempat pemukiman yang baru Kampung nelayan setiap keluarga yang bersedia pindah diberi satu unit rumah beserta hak tanah yang dilengkapi dengan sertifikat. Kondisi ini nampak adanya situasi yang dilematis terjadi bagi keluarga yang hanya sebagian anggota keluraganya yang dipindahkan. Suasana kebersamaan dan kekeluargaan begitu terasa oleh keluarga informan NSDRK karena ada kebiasaan pada sore hari keluarga dan anak-anak mereka berkumpul dan bercengkrama sambil menikmati makanan ringan seadanya diatas balai-balai semacam tempat duduk yang terbuat dari bambu dengan atap dan dinding seadanya sambil menikmati angin pantai dan deburan ombak pantai Lae-lae. Suasana ini pun terasa mulai berubah karena tidak lengkapnya beberapa anggota keluarga yang selama ini turut mewarnai keceriaan keluarga mereka. Kebiasaan ini hampir dirasakan oleh seluruh keluarga dan rumah tangga di pulau Lae-lae, dimana setiap rumah memiliki balai-balai di depan rumahnya sebagai tempat istirahat pada siang dan sore hari bersama anggota keluarga mereka. Sebaliknya tipologi tindakan yang diperlihatkan kakak informan NSDR dalam kasus tersebut diatas, mewakili tindakan rasional instrumental, dimana didasarkan pada pertimbangan fungsional dan efektif untuk dapat menata kehidupan baru dan mandiri sehingga bisa keluar dari kondisi keterbatasan khususnya perumahan. Sementara informan medasarkan pertimbangan pada rasional nilai dan tradisi, dimana ketika ada anggota keluarga dalam satu rumah tangga yang hilang atau berkurang maka akan mengancam suasana kebersamaan dan kekeluragaan yang selama ini mewarnai eksistensi keluarga dan rumah tangga mereka. Pasca relokasi jumlah dan komposisi penduduk pada kedua komunitas mengalami perubahan. Keadaan ini, berpengaruh terhadap dinamika sosial terhadap kedua komunitas tersebut. Seperti struktur penduduk yang didominasi oleh kelompok umur tertentu akan berpengaruh terhadap produktifitas dan dinamika sosial lainnya. Struktur penduduk kedua komunitas mempengaruhi pula struktur keluarga khususnya peran, fungsi serta pola hubungan secara menyeluruh. Pada prinsipnya diskontinyuitas sosial aspek kekeluargaan dan kekerabatan yang terjadi pada kedua komunitas adalah karena faktor relokasi yang tidak ditopang dengan semangat kebersamaan dan kesepakatan, sehingga kedua komunitas mengalami keterbongkaran dan keterpisahan. Berkenaan dengan relokasi melahirkan yang dua komunitas dan sistem sosial yang sama-sama mengalami ketidak stabilan dan ketidakseimbangan. Namun relokasi memberi dampak positif dalam memicu dan mendorong terjadinya perubahan sosial dan mobilitas sosial bagi warga pada kedua komunitas Lae-Lae dan Kampung Nelayan kelurahan Untia.

2. Diskontinyuitas Pertetanggaan dan Pertemanan

Untuk menggambarkan realitas diskontinyuitas pertetanggaan dan pertemanan yang dialami oleh warga kedua komunitas dapat dilihat dalam uraian kasus berikut: “ Kasus 1 ADP. Beliau sebgai tokoh perempuan di Lae-Lae, lahir 47 tahun yang lalu, beliau sebagai ketua majelis taklim miftahul bahri, aktif mengikuti kegiatan pelatihan, terampil dalam menjahit dan tata rias kecantikan, tidak heran dirumah beliau menyediakan jasa menjahit dan salon kecantikan, Beliau juga sering dipanggil oleh warga Lae-Lae sebagai bas, semacam penanggungjawab masakan dan makanan yang dikonsumsi 775 untuk suatu hajatan atau pesta perkawinan. Beliau sebagai salah satu orang yang menolak pelaksanaan relokasi, hidup dan tinggal di Lae-Lae dianggapnya hak, orang tua bahkan nenek saya sudah tinggal lama secara turun temurun. Pasca relokasi Beliau juga merasakan tidak nyaman, sepi, dan yang paling dirasakan oleh beliau adalah hubungan mereka bersama warga dan para tetangga berjalan dengan begitu baik, akrab dan saling membantu satu sama lain. Beliau juga merasakan berkurang penghasilan lantaran banyak warga yang sudah pindah, yang sebelumnya sering menggunakan jasanya sebagai bas dalam hajatan, tukang jahit dan jasa tata rias kecantikan atau salon. Pasca relokasi warga yang pindah selama beberapa bulan tidak pernah ada hubungan apalagi bertemu dengan mereka, meskipun merasa kangen dengan kehidupan dulu sebelum relokasi yang penuh keakraban, persaudaraan”. “ Kasus 2 MRT, beliau tokoh perempuan di Kampung nelayan, sebagai ketua majelis taklim nurur hijrah, beliau merasa lebih produktif setelah di Kampung nelayan, dia bisa jualan kue di sekolah, usaha simpan pinjam, aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Pasca relokasi beliau juga merasa kehilangan dengan teman dan kerabat ketika masih di lae-Lae, selama beberapa bulan hubungan beliau bersama warga Lae-Lae boleh dikata putus. Pada hal hidup sudah bertahun-tahun di Lae-Lae mempunyai nuansa tersendiri bergaul bersama kerabat atau keluarga”. Pasca relokasi kedua komunitas mengalami keterbongkaran komposisi pertetanggaan dan pertemanan. Keterbongkaran dan keterpisahan para tetangga mereka dialami oleh hampir semua warga pada kedua komunitas. Seperti kasus ADP sebagai warga dan tokoh perempuan di pulau Lae-Lae, MRT sebagai warga dan ketua majelis taklim Nurul Hijrah Kampung Nelayan, TYB sebagai tokoh masyarakat Kampung Nelayan. Contoh kasus UDST. sebagai tokoh masyarakat pulau Lae-Lae.dan koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat citra bahari mengemukakan dalam salah satu wawancara. Beliau menunjuk beberapa bekas rumah warga dan bekas bongkahan rumah yang ditinggal penghuninya. Disekitar tempat tinggal beliau ada sekira 7 sampai 12 rumah kosong dan selebihnya ditinggali oleh keluarga penghuni lama yang selama ini merupakan tetangga beliau. Sebelum adanya relokasi kedekatan hubungan dengan tetangganya sangat baik, akrab dan saling berbagi, termasuk kalau ada kegiatan hajatan, perkawinan dan selamatan lainnya para tetangga saling mengunjungi dan memberi bantuan. “ Kasus HRT. Selaku kader masyarakat yang aktif dalam kegiatan posyandu dan kegiatan sosial lainnya di Lae-Lae. Pasca relokasi terasa sekali ketika melaksanakan kegiatan seperti kegiatan posyandu kurang orang dan tidak seramai dulu anak-anak pun sudah jarang atau berkurang untuk datang bersama orang tuanya untuk menimbang bayi, pemeriksaan kesehatan lainnya. Dalam kegiatan sosial keagamaan seperti kerja bakti, perayaan hari besar Islam dirasakan ada perbedaan baik dari kuantitas orang yang hadir maupun antusias dan kesemarakan kegia tan, seakan ada yang hilang dari biasanya.” Perubahan jumlah kepala keluarga pasca relokasi di Lae-Lae pada suatu sisi dan pembentukan komunitas baru Kampung Nelayan sebagai pecahan komunitas Lae-Lae di sisi yang lain memberi pengaruh terhadap munculnya suasana dan perasaan diskontinuitas terhadap pola pertemanan dan ketetanggaan. Diskontinyuitas dari sisi pola interaksi paling dirasakan oleh warga Lae-Lae dan perubahan ketetanggaan dan pola pertemanan banyak di rasakan oleh warga Kampung Nelayan. Hal ini karena warga Kampung nelayan dari segi ketetanggaan dan pertemanan tidak hanya berinteraksi warga sesama dari Lae-Lae, tetapi juga warga dan penghuni dari penduduk lokal. Sementara warga pulau Lae-Lae merasakan 776 kehilangan dan terpisah dengan tetangga dan teman-temannya dulu yang terbina dengan baik dan akrab. Hubungan dan pertemanan antara tetangga pasca relokasi pada kedua komunitas tetap berjalan baik, walaupun mengalami pengkoreksian dan perubahan khususnya pola dan variasi individunya. Hubungan sosial dalam bentuk pertemanan merupakan inti dari suatu kehidupan sosial, dimana eksistensi suatu sistem sosial ada pada hubungan timbal balik. Dua komunitas pasca relokasi pulau Lae-Lae dan Kampung Nelayan kelurahan Untia memiliki dinamika interaksi yang bervariasi, walaupun kedua komunitas tersebut sebelumnya menyatu dalam satu kesatuan wilayah yaitu pulau Lae-Lae. Relokasilah yang membuat komunitas ini menjadi terpisah dan tercerabut. Kedua komunitas tersebut secara otomatis mengalami proses adaptasi sosial atau masa sosialisasi. Proses adaptasi dan sosialisasi adalah penataan, pengenalan kembali berbagai aspek kehidupan sosialnya untuk kelangsungan kehidupan secara efektif, termasuk menata dan membangun hubungan dan interaksi dengan para tetangga dan teman-temannya. Pola dan intensitas pertemanan antar warga kedua komunitas mengalami perubahan dan ketercerabutan sejak dilaksanakannya relokasi penduduk ke Kampung Nelayan kelurahan Untia. Secara kuantitas jumlah penduduk dan rumah tangga mengalami penurunan dan perubahan baik komposisi maupun struktur umur. Perubahan jumlah dan komposisi penduduk dalam dua komunitas tersebut mengakibatkan perubahan pola dan intensitas pertemanan. Pola pertemanan yang selama ini berjalan ketika masih menyatu dalam suatu wilayah yaitu pulau Lae-Lae akhirnya tercerabut, terbongkar dan mengalami perubahan. Pasca relokasi warga mengalami penurunan variasi dan intensitasnya terhadap warga dan tetangga yang sama. Bahkan terjadi perubahan pola pertemanan, kalau sebelum relokasi interaksi antar warga menyatu sebagai suatu keseluruhan, setelah relokasi pertemanan antar warga berubah menjadi dua pola baru yaitu pertemanan antar warga dalam komunitas Kampung nelayan dan pertemanan antar warga dalam komunitas pulau Lae-Lae. Ibaratnya dalam solidaritas menimbulkan solidaritas sosial ganda yakni solidaritas yang terbangun pada saat menyatu sebagai warga pulau Lae-Lae dan solidaritas sebagai warga komunitas Kampung nelayan, atau ada hubungan yang bersifat solidaritas sosial internal dan eksternal. Hal yang sama dirasakan pula oleh warga komunitas Kampung nelayan, dimana ketika di pulau Lae-Lae pertemanan dengan warga sesama begitu mendalam, akrab dan berlangsung dengan penuh kekeluargaan. Setelah di Kampung nelayan warga harus menata kembali atau melakukan proses adaptasi terhadap warga lain sebagai penduduk lokal. Apalagi pada awalnya mereka datang belum terbangun hubungan dan pertemanan yang mengarah pada kerjasama, tetapi hubungan dan interaksi mereka mengarah pada konflik dan persaingan dengan warga lokal kelurahn Untia. Warga Kampung Nelayan yang tinggal dalam pemukiman tersebut tidak seluruhnya warga pindahan dari pulau Lae-Lae, tetapi sebagaian warga lokal kelurahan Untia dan ada beberapa dari daerah lain. Kondisi inilah yang juga turut mempengaruhi hubungan dan pertemanan warga Kampung nelayan pada awalnya, artinya keberadaan warga baru turut berpengaruh terhadap tingkat homogenitasnya.

3. Diskontinyuitas dalam Hubungan Kerja