Tempat Kajian Prosiding Konferensi APSSI Vol 1.compressed

171 Pembangunan industri berbasis sumber daya alam semula jadi seperti industri perkayuan dan pertambangan, alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dalam skala besar, mengakibatkan hilangnya area lahan bagi masyarakat adat. Wanita adat kehilangan sumber penghidupannya, perlindungannya dan kepercayaan diri dalam skala masif. Mereka dipaksa untuk menerima pekerjaan apapun untuk kelangsungan hidup mereka. Di Jambi misalnya, wanita ”orang rimba” yang ratusan tahun hidup di dalam rimba dan terproteksi dari dunia luar, sa’at ini terpaksa harus keluar dari dalam rimba agar dapat mendapatkan sumber makanan dari orang kampung. Bagi wanita ”orang rimba” berada di luar hutan adalah ancaman bagi keberlangsungan generasinya, karena tidak memiliki kapasitas untuk dapat cepat beradaptasi dengan dunia luar. Maraknya pembukaan perkebunan kelapa sawit dan HPH di Jambi telah memarginalisasi wanita terhadap hutan. Lebih parah lagi telah merusak peradaban dan kearifan wanita terhadap kelestarian lingkungan kerana mereka harus bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit dan HPH yang sangat ekspolitatif terhadap lingkungan. Hal yang sama juga terjadi di kawasan lain seperti di Kalimantan banyak wanita Dayak terjejaskan dalam ‘kawin kontrak’ di mana mereka ‘menikah’ dengan para pekerja di industri perkayuan dan diterlantarkan segera setelah kontrak pekerja itu selesai dengan perusahaan. Anak-anak yang dilahirkan dari kawin-kontrak ini sering disebut sebagai ‘anak Asean’ di kampung mereka, menandakan para pekerja yang menjadi bapaknya berasal dari berbagai daerah di Asean, terutama Filipina dan Malaysia. 1. 1. Tempat Kajian Kawasan pengambilan data dalam penyelidikan ini adalah di Kota Jambi. Kota Jambi terletak di bahagian Barat cekungan Sumatera Selatan negara Republik Indonesia yang disebut Sub Cekungan Jambi yang merupakan dataran rendah di Sumatera Timur, kerana itu topografinya bercirikan dataran. Rajah 1: Peta Bandar Jambi Sumber:DDA Bandar Jambi, 2009 Visi pemerintah Jambi dalam pengendalian impak lingkungan di Kota Jambi dan harapan yang akan diwujudkan pad a masa depan adalah ”terwujudnya Kota Jambi yang teduh dengan pembangunan lingkungan yang serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan ”. 172 Tentunya makna yang terkandung dalam visi tersebut iaitu mewujudkan pelestarian lingkungan dalam suatu penataan wilayah yang serasi, selaras dan seimbang melalui aktivitas pengawasan, pengendalian, pemantauan dan pemulihan lingkungan dengan melibatkan peranserta masyarakat baik laki-laki maupun wanita yang berkeadilan dan berkesinambungan. Kesepakatan nasional tentang pembangunan berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development ISSD pada 21hb Januari 2004 di Yogyakarta telah ditetapkan 3 tiga pilar utama pembangunan berkelanjutan yang saling terkait dan saling menunjang iaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan. Menurut “World Bank Country Study” ancaman yang paling besar di kawasan perkotaan di Indonesia termasuk Kota Jambi adalah: a. Air yang tidak bersih untuk diminum langsung sebagai salah satu sumber utama penyakit, b. Pembuangan limbah yang belum memenuhi baku mutu ke media atau ke badan- badan air, c. Pengelolaan sampah yang kurang memadai penumpukan secara tidak terkendali, pembuangan ke dalam sungai dan pembakaran, d. Pelepasan zat-zat pencemar udara oleh kendaraan bermotor karena gas kendaraan bermotor mengandung debujelaga dan timah hitam timbal Pemerintah Kota Jambi, 2008.

1. 2. Isu lingkungan Kota Jambi