395
memberikan akses pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-hak dasar manusia, termasuk akses pada pendapatan, kehidupan, pekerjaan, kesehatan dan pendiikan, gizi dan
tempat tinggal. Selain itu, perlindungan sosial juga dimaksudkan sebagai cara untuk menanggulangi kemiskinan dan kerentanan absolut yang dihadapi oleh penduduk yang
sangat miskin. Dengan demikian, perlindungan sosial menurut PBB dapat dibagi menjadi sub kategori yaitu bantuan sosial social assitance dan asuransi sosial social inssurance.
Bantuan sosial merupakan penyaluran sumber daya kepada kelompok yang mengalami kesulitan sumber daya; sedangkan asuransi sosial adalah bentuk jaminan sosial dengan
pendanaan yang menggunakan prinsip-prinsip asuransi.
Program perlindungan sosial di direktorat KTKPM dilaksanakan berdasarkan bahwa perlindungan sosial adalah keseluruhan upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk
membantu orang lain. Baik yang belum maupun yang terganggu fungsi sosialnya agar mampu mencegah atau mengelola berbagai resiko sosial yang dihadapi. Adapun
perlindungan sosial yang diberikan kepada: 1 kirban tindak kekerasan. Korban adalah mereka yang mendapatkan perlakukan dari perilaku seseorang yang dengan sengaja
maupun tidak sengaja yang ditujukan untuk mencederai atau merusak orang lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia
dan bertententangan dengan nilai dan norma dalam amsyarakat yang berlaku secara universal serta mengakibatkan trauma psikologis. 2 Pekerja migran internal dan lintas
negara yang mengalami masalah sosial, baik dalam bentuk tindak kekerasan. Keterlantaran karena mengalami musibah faktor alam dan sosial, mengalami konflik sosial karena
ketidakmampuan menyesuaikan diri ditempat kerja baru atau di negara tempatnya bekerja maupun mengalami kesenjangan sosial sehingga mengakibatkan fungsi sosial terganggu.
5. KESIMPULAN
Rekomendasi kebijakan akan berdampak besar terhadap upaya pengentasan dan pencegahan kemsikinan dalam jangka pendek dan menengah yaitu:
1. Secara bertahap program-program Perlindungan Sosial diperluas sampai ke
seluruh pekerja di sektor formal, pekerja migran dan pekerja mandiri Pekerja mandiri dengan pendapatan tetap dalam pekerjaan-pekerjaan yang bisa
diidentifikasi dengan lokasi usaha yang mapan termasuk profesional dan jenis- jenis pekerjaan yang di cover oleh undang-undang, ini akan melindungi lebih dari
sepertiga pekerja dari kemungkinan kehilangan pendapatan dan sekaligus memberikan pendapatan rutin secara terus menerus pada masa pensiun mereka.
Kemampuan untuk memenuhi sendiri ini akan mengurangi tekanan terhadap sektor informal dengan cara mengurangi perpindahan mereka ke sektor informal pada
saat paceklik, stabilitas pendapatan rumah tangga juga akan mengurangi tingkat kesenjangan dan kemiskinan di kalangan wanita. Perluasan jangkauan kepada
pekerja mandiri tergantung padaidentifikasi dan pendaftaran wajib yang merupakan prasyarat masuk skim jaminan sosial
2. Menyediakan program Perlindungan Sosial bagi pekerja di sektor informal
pengalaman di tingkat lokal maupun internasional membuktikan pentingnya sektor informal, kerentanan pekerja dan keluarganya, dan sulitnya membentuk skim
jaminan sosial yang berkelanjutan. Namun demikian, strategi pengentasan kemiskinan apapun bentuknya mencakup sektor informal di mana sebagian besar
kaum miskin terkonsentrasi. Pengalaman mengajarkan bahwa rancangan asuransi sosial sukarela harus bersifat fleksibel, dan disesuaikan dengan kebutuhan
perorangan dan kelompok, serta berdasarkan pada insentif.
3. Mengembangkan perogram bantuan sosial untuk orang miskin hal ini bisa
dilaksanakan dengan mengaitkannya dengan bursa tenaga kerja, pembangunan
396
pedesaan, pendidikan dan program-program berbasis masyarakat. Program- program yang ditujukan pada msyarakat yang tidak mampu ini harus disokong oleh
sumber daya pemerintah dan didasarkan pada peningkatan praktek pemerintahan yang baik dan pendidikan di tingkat daerah untuk menghindari terjadinya
kebocoran, untuk memberikan bantuan diperlukan upaya pengidentifiaksian kaum miskin, mekanisme yang tepat di tingkat lokal.
4. Asuransi Kesehatan Sosial, akses ke perawatan kesehatan menjadi prioritas utama
bagi pemerintah dan penyelenggaraannya diusulkan untuk pekerja formal dan kaum miskin. Skim alternatif harus dikembangkan sehingga mencakup ekonomi
sektor informal. Skim-skim ini mencakup asuransi mikro berbasis masyarakat, ketentuan khusus untuk kepesertaan sukarela dalam skim formal, paket skim
khusus untuk menyesuaikan dengan kebutuhan yang beraneka ragam disektor informal.
6.DAFTAR PUSTAKA Harris, Abdul. 2003. Kucuran Keringat dan Derap Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Husmiati. 2013. Masalah dan Intervensi Psikososial Terhadap Migran Ilegal. Media
Informasi. Puslibangkesos, Vo. 37, No. 3. Septemberi 2013. ILO. Buku Saku Penghapusan dan Pencegahan Bagi pekerja Migran Indonesia.
Jakarta:ILO Mashurim Moch. 2002. Perlindungan Sosial Bagi TKI. Suara Pembaharuan, 15 Oktober
2002. Primawati, Anggraeni. 2008. Migrasi Internasional dan Perubahan Masyarakat Lokal:
Suatu Studi Mengenai Pola da Dampak Mobilitas Warga Kecamatan Purwodadi Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah Ke Malaysia. Disertasi. Jakarata:
Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Suharto, Edi. 2005a. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Soisal dan Pekerjaan Sosial, Bandung: Rafika
Aditama. Suharto, Edi. 2006a. Peta dan Dinamika Welfare State di Beberapa Negara: Pelajaran
Apa yang Bisa Dipetik untuk Membangun Indonoesia. Makalah disampaikan pada Seminar
“Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan Melalui Deseentralisasi-Otonomi di Indonesia
”, Institute for Research and Empowerment IRE Yogyakarta dan Perkumpulan Prakarsa Jakarta, bertempat
di Wisma MM Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 25 Juli 2006. Suharto, Edi, Michael Cuddy, Juni Thamrin dan Eamon Moran. 2006b, Strengthening
Social Protection System in ASEAN, Galway, Ireland:GDSI. Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri.
PERGERAKAN PEKERJA MUSLIM: STUDI TERHADAP SARBUMUSI DAN PERSAUDARAAN PEKERJA MUSLIM INDONESIA
Sigit Rochadi
Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional Email:
sigitrochadiyahoo.com ;
siroabadigmail.com
397
Abstrak
Dari puluhan gerakan buruh yang berselimut agama, sampai akhir tahun 2015 menyisakan Sarbumusi dan PPMI. Apakah gerakan buruh sektarian yang melangar Konvenan ILO ini
memiliki makna dan bobot gerakan sosial seperti melakukan tantangan kolektif, menghimpun sumberdaya dan mengarahkan tujuannya kepada pembentukan tatanan
sosial yang dicita-citakan? Dengan menggunakan teori-teori gerakan sosial khususnya teori gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk membangun tatanan sosial, teori
mobilisasi sumberdaya dan metode kualitatif, paper ini berusaha memahami lebih mendalam dua gerakan yang mengusung agama islam sebagai identitas. Pemahaman
dilakukan terhadap maraknya gerakan sosial lama yang muncul kembali pasca Orde Baru, upaya membangun identitas tetapi masih mengalami krisis dan relasi gerakan sosial
tersebut dengan kekuasaan. Ditemukan bukti minim bahwa Sarbumusi maupun PPMI bekerja secara sistematik dengan mengerahkan sumberdaya untuk membangun tatanan
dan hubungan industrial islami. Sebaliknya, keduanya memainkan kartu gerakan untuk kepentingan elit dalam serikat tersebut.
Kata kunci:
gerakan buruh, sarbumusi, PPMI, krisis identitas, relasi kekuasaan
1. PENDAHULUAN