Tradisi Nyumbang dalam Teori Pertukaran Sosial

154 sosial tradisi nyumbang di pedesaan. Bentuk gotong royong dan solidaritas sosial dalam tradisi nyumbang ditunjukkan melalui sumbangan beras. Beras menjadi alat tukar sosial yang penting dalam transaksi sosial ekonomi pedesaan. Namun demikian studi-studi tersebut umumnya tidak memberikan porsi secara khusus bagaimana hubungan beras dan gender dalam tradisi nyumbang. Dalam tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan nilai-nilai sosial ekonomi dalam beras; dan bertahannya beras sebagai media gerakan solidaritas sosial perempuan dalam tradisi nyumbang di tengah intensifnya monetisasi pedesaan. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat dipetakan akar gerakan solidaritas sosial perempuan desa.

2.TINJAUAN PUSTAKA

Altruism, giving, pro-social conduct, and reciprocity are the basis of the existence and performance of societies, through their various occurrences: in families; among the diverse motives of the political and public sectors; as the general respect and moral conduct which permit life in society and exchanges; for remedying “failures” of markets and organizations which they sometimes also create; and in charity and specific organizations Kolm, 2006

1. Tradisi Nyumbang dalam Teori Pertukaran Sosial

Salah satu dasar hubungan sosial kerjasama adalah gift giving ataupun saling tukar hadiahyang dipelihara melalui nilai-nilaialtruism, giving, pro-social conduct dan reciprocity. Molm 2010 mengidenfikasi pentingnya resiprositas antara lain dari: Hobhouse 1906 yang menyebut sistem resiprositas merupakan prinsip-prinsip yang penting dalam masyarakat, sementara menurut Simmel 1950 bahwa keseimbangan dan kohesi sosial tidak bisa ada tanpa ada sistem resiprositas, sedangkan menurut Becker manusia adalah spesies “homo reciprocus”. Menurut Belshaw 1981, untuk memahami sistem ekonomi suatu masyarakat yang mengkaitkan dengan analisa budaya dan sosial, maka tidak ada jalan lebih baik daripada memulainya dengan kelembagaan tukar-menukar. Sebagai lembaga tersendiri, tukar menukar telah menerobos seluruh bangunan sosial dan dapat dipandang sebagai tali pengikat masyarakat. Dari sini akan terlihat bagaimana sekelompok masyarakat saling tolong menolong, bergotong royong, saling memberi dan memanfaatkan berbagai jasa yang ada. Tradisi tukar menukar hadiah adalah tradisi yang bersifat universal, lintas bangsa, lintas etnis, juga lintas kelas. Tradisi tukar hadiah juga tumbuh subur di tengah masyarakat desa yang miskin sekalipun. Sudah sejak dalam masyarakat primitif kuno, relasi sosial dan interaksi antarwarga berlangsung hangat dan dekat satu sama lain melalui sistem tukar menukar pemberian yang melibatkan kelompok-kelompok dan masyarakat secara keseluruhan. Proses saling memberi mengandung pengertian yang mengharuskan si penerima untuk melakukan pengembalian pemberian yang lebih dari apa yang diterimanya. Selain itu tradisi tukar menukar hadiah juga mencerminkan adanya persaingan dan kedudukan dan kehormatan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Ini karena dalam pemberian juga ada motif-motif kompetisi, persaingan, pamer, dan keinginan untuk menjadi agung dan kaya. Solidaritas sosial dapat tercapai melalui proses-proses dinamik ini Belshaw 1981; Mauss 1992; Komter 2005; Molm 2010. Dengan demikian sistem tukar-menukar hadiah ini merupakan penggerak terwujudnya dinamika dalam masyarakat karena dilandasi oleh prinsip persaingan dalam solidaritas yang menyeluruh Mauss 1992, atau sebagaimana yang dikatakan oleh Kolm 2006 sistem tukar menukar merupakan basis keberadaan masyarakat. 155 Teori hadiah adalah teori solidaritas sosial dengan fokus utamanya adalah bagaimana cara ikatan sosial tetap bertahan dan terpelihara Komter 2007; Molm 2010 yang juga menjadi ranah dari ketertiban sosial istilah Parsons. Karena itu teori ini banyak menjadi ranah studi Antropologi dan Sosiologi. Tradisi pemikiran antropologi dan sosiologi mengenai hadiah dan resiprositas telah dilakukan oleh Mauss, Malinowski, Simmel, Sahlins, Gouldner dan Strauss Komter 2005 maupun oleh Belshaw 1981. Sementara di satu sisi, tradisi sosiologi dalam mengembangkan teori solidaritas dan social order merupakan bagian kerja dari Durkheim, Weber dan Parsons. Namun demikian sebagaimana yang dikatakan oleh Belshaw 1981 pikiran-pikiran ekonomi, antropologi dan sosiologi merupakan disiplin ilmu yang berada dalam satu sistem, termasuk oleh pemikir yang lebih awal, Durkheim, menurut Collins 1994 tidak memisahkan antara sosiologi dan antropologi. Selanjutnya bagaimana kemudian konsep pemberian ini dipahami dalam perspektif dalam sosiologi. Di sini yang perlu dipahami adalah bahwa warisan intelektual yang berpuncak pada teori-teori pertukaran modern sangat beragam. Teori pertukaran sosial selama ini ada dalam ranah keragaman disiplin ilmu. Warisan apa yang menggolongkan keragaman ini seringkali memiliki kaitan yang tidak jelas antara para ahli teori pertukaran kontemporer dengan para pendahulu mereka. Lagi pula, teori-teori pertukaran saat ini tampaknya merupakan percampuran yang tidak spesifik antara ekonomi utilitarian, antropologi fungsional, sosiologi, dan psikologi perilaku. Sebagai hasilnya, mengusut akar dari teori pertukaran, menurut Turner 1998, adalah suatu usaha yang berwawasan luas dan tidak pasti. Konsep resiprositas merupakan konsep sentral bagi teori pertukaran sosial, terutama sebagaimana yang dikembangkan oleh Homans dan Gouldner Poloma 2000. Menurut Poloma yang perlu diingat adalah bahwa tidak ada suatu teori tunggal tentang pertukaran sosial, melainkan ada beberapa teori berdasarkan fenomena-fenomena pengharapan timbal balik yang masing-masing berakar sangat dalam pada pada asumsi- asumsi yang sedikit berbeda tentang hakikat manusia, masyarakat dan ilmu-ilmu sosial. Walaupun terdapat perbedaan dasar dalam pandangan, tetapi teori-teori pertukaran sosial juga memiliki beberapa asumsi yang sama mengenai hakekat interaksi sosial, yang utama dan paling sederhana adalah bahwa interaksi sosial itu mirip dengan transaksi ekonomi: orang menyediakan atau memberikan barang atau jasa dan sebagai imbalannya juga berharap memperoleh barang atau jasa. Pertukaran sosial tidak selalu dapat diukur dengan nilai uang, dalam berbagai transaksi sosial yang dipertukarkan adalah hal-hal yang nyata dan tidak nyata. Meskipun ada beragam teori pertukaran sosial, namun mengingat konsep tradisi nyumbang dalam penelitian ini banyak mengacu pada konsep pemberian gift-giving dari teori pertukaran sosial Mauss, maka mendasarkan pada pemetaan tradisi sosiologi dari Collins 1994, tradisi nyumbang merupakan tradisi Durkheimian. Apalagi selama ini tradisi nyumbang banyak dikaji dari sisi sosiologi dan antropologi sosial. Dalam pandangan Durkheim, tidak terdapat perbedaan yang berarti antara sosiologi dan antropologi sosial. Dalam hal ini terdapat dua sayap dari tradisi Durkheimian, yakni pandangan makro dan pandangan mikro macroemphasis dan microemphasis. Yang dianggap sebagai ahli sosiologi makro adalah Montesqueiu, Comte dan Spencer. Sementara yang berada pada sayap mikro antara lain adalah keponakannya sendiri yaitu Mauss. Sayap yang berpandangan mikro yang lebih dekat dengan antropologi sosial, yang memberikan tekanan pada mekanisme ritual-ritual sosial kelompok yang menghasilkan solidaritas. Durkheim sendiri selain berada pada sayap mikro ketika mengemukakan teori ritual, juga berada pada sayap makro ketika mengemukakan teori pembagian kerja dan struktur sosial. Durkheim juga mencoba untuk merajut level makro dan mikro secara bersamaan melalui teori pertukaran dan mengembangkannya bersama Mauss dan Strauss. Dengan kata lain 156 teori jaringan pertukaran ritual adalah merupakan keterkaitan antara level makro dan mikro. Basis awal pertukaran sosial adalah konsep resiprositas yang muncul jauh sebelum masyarakat mengenal pasar uang, sehingga resiprositas juga ada berbagai tipe sejalan dengan perkembangan beragam karakter masyarakat. Menurut Sahlins 1972 terdapat tiga tipe relasi resiprokal yang terdapat dalam masyarakat. Yang pertama adalah generalized reciprocity resiprositas umum atau pertukaran yang dikenal sebagai pemberian secara umum tanpa harapan untuk mendapatkan balasan. Transaksi yang berlangsung dalam tipe ini dikenal berlandaskan semangat altruisme. Karenanya, dalam kategori pertukaran ini dapat dimasukkan berbagai relasi pertukaran seperti ‘pure gift’ pemberian hadiah], sharing berbagi perasaan maupun material], hospitality keramah-tamahan seseorang kepada orang lain. Kategori atau tipe pertukaran kedua adalah balanced reciprocity resiprositas sebanding yang menunjuk pada kegiatan pertukaran secara langsung. Kategori pertukaran langsung tersebut setipe dengan mutual-reciprocal dalam konseptualisasi Levi-Strauss. Terjadi pertukaran yang seimbang antara dua pihak yang bertransaksi tanpa delay sebagaimana tampak pada paymet’ pembayaran, buying and selling jual beli, ‘gift-exchange’ tukar-menukar kado. Tipe pertukaran yang ketiga disebut sebagai negative reciprocitv resiprositas negatif yaitu sebuah upaya mengambil sesuatu manfaat atau keuntungan oleh pihak pertama yang kemudian menyisakan kerugian di pihak kedua yang telah memberikan sesuatu kepada pihak pertama. Dalam kategori pertukaran yang timpang ini adalah berbagai bentuk perampokan, perampasan appropriation, fraud, stealing. Selain itu juga perjudian dan korupsi termasuk dalam kategori ini. Tipe pertukaran ekonomi yang terakhir ini seringkali bertanggung jawab atas apa yang disebut sebagai criminal economy Dharmawan 2007. Analisis Kutanegara 2002 mengenai pola sumbang-menyumbang di perdesaan Jawa menunjukkan adanya pergeseran dari generalized reciprocity menuju direct reciprocity yang sedang berlangsung secara intensif di masyarakat ini. Perubahan bentuk sumbangan dan cakupan wilayah sumbangan yang semakin menyempit menunjukkan bahwa proses transformasi sosial telah terjadi di perdesaan Jawa. Proses ini memang seiring dengan proses transformasi ekonomi yang terjadi sejak awal Orde Baru. Sebenamya trend penurunan intensitas timbal-balik sudah kelihatan cukup lama. Kartodirdjo 1987 menyatakan bahwa berbagai kegiatan resiprositas yang berkembang di perdesaan Jawa telah mengalami perubahan. Hal itu tampak dari semakin rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam melakukan praktik gotong-royong dan berkurangnya jenis-jenis gotong- royong dalam masyarakat. Penyebab berkurangnya praktik gotong-royong adalah semakin besarnya pengaruh ekonomi uang ke perdesaan. Ketergantungan masyarakat dengan uang untuk memenuhi kebutuhan harian menyebabkan berbagai pertukaran jasa yang berkaitan dengan kegiatan produksi diselenggarakan dengan memakai alat tukar berupa uang. Gotong-royong yang masih hidup di desa adalah gotong-royong di luar kegiatan ekonomi, misalnya peristiwa penyelenggaraan pesta perkawinan, sunatan, dan upacara kematian. Sementara itu Molm 2010 memberikan perhatian bagaimana struktur dalam resiprositas. Walaupun Blau 1964 dan Simmel 1950 memberikan perhatian pada faktor struktur untuk teori-teori pertukaran, tetapi menurut Molm 2010 adalah Emerson 1972b yang benar-benar merubah pendekatan teori pertukaran dari studi aktor beralih mempelajari bagaimana struktur mengatur pertukaran. Melalui studi struktur jaringan pertukaran, Emerson melakukan analisis dari level mikro ke makro. Dua dimensi dalam teori struktur jaringan Emerson adalah “kekuasaan” dan “ketergantungan” Emerson mendefinisikan “kekuasaan”sebagai “ongkos potensial yang ditujukan seorang aktor agar ‘diterima dan dibayar’ orang lain”, sedangkan “ketergantungan” adalah “ongkos potensial yang akan diterima dan dibayar seorang aktor dalam suatu hubungan” Ritzer 2008. 157 Sementara menurut Molm 2010, struktur jaringan menggambarkan bagaimana aktor dan relasi-relasi pertukaran langsung terhubung satu sama lain. Struktur resiprositas menggambarkan bagaimana perilaku pertukaran aktor dan pertukaran manfaat terhubung satu sama lain. Ada dua kuncidimensi struktur yang mendasari dan membedakanberbagai bentuk pertukaran: pertama, apakahmanfaat dapat mengalir hanya secara sepihak atau bilateralantar aktor; kedua, apakah manfaat yang dibalas secara langsung atau tidak langsung. Keduanya dapat dibedakan antara tiga dimensi utamabentuk pertukaran sosial: pertukaran langsung yang dinegosiasi, pertukaran timbal balik langsung, dan tidak langsungatau pertukaran umum. Pemetaan yang dilakukan oleh Molm tersebut pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah dipetakan oleh Sahlins 1972 sebagaimana sudah disinggung di atas. Mengingat dalam direct reciprocity, barang atau jasa yang dipertukarkan sebanding, nilai pertukarannya cenderung bersifat kelompok-kelompok terikat oleh solidaritas sosial yang kuat sehingga merupakan satu unit yang utuh, karena itu nilai pertukarannya banyak bersifat simbolik Molm 2007. Nilai-nilai ekspresif bisa dalam bentuk solidaritas sosial, kepercayaan, ikatan afektif yang semuanya bermanfaat dalam mengembangkan modal sosial.

2. Gender dan Pertukaran Sosial