KESIMPULAN Pertemuan-Pertemuan Gerakan Prosiding Konferensi APSSI Vol 1.compressed

522 sistem ekonomi kapitalisme menuju sosialisme terjadi dengan mempertimbangkan aspek- aspek keberlanjutan ekologi dan keadilan segenap makhluk hidup. Masih menurut O’Connor bahwa untuk memecahkan persoalan krisis ekologi maka biaya lingkungan hidup menjadi penting sebagai cara untuk memulihkan sumberdaya alam yang hancur. Demikian pula dengan upaya untuk memperbaiki persoalan lingkungan tidak hanya dilakukan pada tingkat lokal, akan tetapi juga pada tingkat nasional dan regional. Sementara itu, Karl Marx menyampaikan bahwa persoalan krisis ekologi haruslah memasukkan isu-isu masyarakat perkotaan. Marx menandaskan bahwa masalah pencemaran, dampak dari sebuah proses produksi, menjadi salah satu persoalan serius. Pencemaran tidak hanya menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup tetapi juga menyebabkan gangguan kesehatan luar biasa terhadap manusia terutama buruh yang tinggal di perkotaan. Ini berhubungan dengan teknologi yang tidak ramah dan keengganan modal mengeluarkan dana lebih untuk menciptakan teknologi baru yang ramah lingkungan hidup. Dengan demikian maka eco socialisme memandang bahwa penyebab krisis ekologi tidak bisa dilepaskan dari persoalan di ranah nasional dan internasional. Sosialisme membutuhkan ekologi karena ekologi memberikan jaminan keberlanjutan tukar menukar material secara berkelanjutan antara sesama manusia dan makhluk hidup lainnya. Sementara itu, ekologi membutuhkan sosialisme karena sosialisme menyediakan alat perencanaan demokratis dan hubungan antar kelompok sosial. Pandangan Eco socialisme menjadi point penting untuk terus mendorong keterlibatan semua pihak terutama warga kota dalam upaya memperbaiki tata kelola sungai demi keberlanjutan kota secara lebih luas. Dengan begitu maka gerakan sosial yang dibangun tidak hanya diletakkan dalam kerangka kepentingan salah satu pihak, akan tetapi gerakan sosial yang dibangun adalah manifestasi kepentingan semua warga kota untuk keberlangsungan hidup generasi yang akan datang.

5. KESIMPULAN

Gerakan sosial warga untuk mendorong tata kelola sungai yang berwawasan lingkungan terjadi karena penurunan kualitas sungai perkotaan yang terus terjadi. Situasi ini mendorong kaum muda sebagai elemen penting dari proses perubahan sosial untuk merancang proses memproduksi pengetahuan warga tentang sungai di Kota Solo. Upaya ini menjadi bagian penting dari fakta dimana dominasi pengetahuan negara tentang sungai telah mengikis pengetahuan warga. Dokumentasi hasil produksi pengetahuan warga selanjutnya akan didistribusikan kepada semua pihak yang berkepentingan melalui proses edukasi dan kampanye untuk memperbaiki kondisi sungai yang mulai menurun kualitasnya. Dengan begitu maka kesadaran yang terbangun diantara para pihak ini akan disinergiskan dan dirancang secara kolaboratif tentang apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki tata kelola sungai yang ada. Dengan demikian maka dalam konteks gerakan sosial kedudukan dan peran semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah menjadi aktor yang sama pentingnya untuk mewujudkan pengelolaan sungai yang berwawasan lingkungan. Sehingga pada akhirnya gerakan sosial untuk merubah paradigma manusia untuk selalu menundukkan alam berubah pada relasi yang selaras dan adil terhadap sumberdaya alam yang ada di sekitarnya menjadi keniscayaan.

6. DAFTAR PUSTAKA

Aldon Morris and Cedric Herring, theory and reserach in social movement: a critical review Universitas of Michigan; Department of Sociology Badan Lingkungan Hidup Surakarta, 2013. Pencemaran air Sungai di atas ambang batas baku mutu , Joglo Semar. 523 Badshah, Akhtar A, 1996, Our Urban Future: The New Paradigm for Equity and Sustainability, Zed Books London Bartone, Carl 1994, Toward Environmental Strategies fo Cities: Policy consideration for Urban Environmental Management in Developing Countries, Urban Management Program Policy Paper No.18 Woshington DC: World Bank, 1994 hal.9-10. Bilsborrow, Richar E, 1992, Rural Poversty, migration and environment in developing countries : Three case Studies” World Bank Policy Research Working Paper WPS 1017 Devall Bill , , 1980 , The Deep Ecology Movement” Natural resources Journal Vol. 20 hal: .299-313 Ehrlich, P.R dan A.H. Ehrlich, 1991 Healing the planet, New York: Addison-Wesley Publishing Co.,Inc. Fishbein, M 5 Ajzen I, 1975. Believe, Attitude, intention and behavior; an introduction to theory and research, Reading, MA: Addison-Wesley. Gunawan, Restu 2010, Gagalnya Sistem Kanal Pengendalian Banjir dari Masa ke Masa. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Inoguchi, dkk 2003 Kota dan Lingkungan: Pendekatan Bary Masyarakat Berwawasan Ekologi, Jakarta LP3ES. Kongres Sungai Indonesia, 2015, Indonesia Darurat Sumberdaya Air Krueger, Richard A dan Mary Anne Casey,1994. Focus Groups: A Practical guide for applied research, Sage Publications, Inc.California. Maryono, Agus, 2007, Restorasi Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta McMullin S L dan L A Nielsen 1991, Resolution of natural resource allocation conflicts through effective public involvement, Policy Stuidies Journal 19 3-4: 553-9 Mikelson Briggita, 2010, Metode Penelitian Partisipatoris, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Miles, Mattew B dan A Michael Huberman, 1992. Analisis Data Kualiatif, UI Press, Jakarta Mitchell, dkk, 2000. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Moleong, Lexy J, 1995. Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung Myers, N. 1991, Tropical Forest Present Status adn future outlook, Dalam Myers, N, 1991. Tropical forest and climate . Dordrecht: Kluwe Academic Publishers. Newman, Peter and Kenworthy, Jeffrey, 1999, Sustainable Cities, Island Press. Nugroho, Yuli Prasetyo, 2008. Makna sungai dan praktek pengelolaan lingkungan melalui pendekatan budaya: studi kasus masyarakat sempadan sungai code Yogyakarta Tesis Jakarta, Program Studi Ilmi Lingkungan, Universitas Indonesia Ontario Ministry Of Natural Resources 1995, Memorandum MNR Guide to Resource Management Partnerships-Administrative Considerations. Toronto, Ontario Ministry of Natural Resources, 25 July. Pande Made Kutanegara, 2015, Manusia, lingkungan dan sungai. Penerbit OMBAK Yogyakarta Ramdan, Hikmat, Konflik dan Resolusi Konflik dalam Pengelolaan Air Lintas Regional. Ramdhon, Akhmad dan Zunariyah, Siti 2015 Pemetaan sosial dan ekologi masyarakat di bantaran Sungai Pepe, Surakarta: Dipresentasikan pada Workshop Urbanisme Warga di Pontianak 2015. 524 Ramdhon, Akhmad dan Zunariyah,Siti 2015, Usaha mengembangkan modal sosial melalui menulis dan merekam kampung kota di Surakarta, Laporan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Sebelas Maret Surakarta. Reason, Peter, 1994. Three Approaches to Participative Inquiry dalam Norman K Denzin dan Ivonna S. Lincoln eds. Handbook of Qualitative Research . Sage Publication. Seregaldin, Ismail ect, 1995, The Buisness of Sustainable cities, ECD Procceding The World Bank. Setiawan B 1998 Local Dynamics in informal settlement development: a case study of Yogyakarta, Indonesia. Disertasi Ph.D. Tidak dipublikasikan. Vancouver,University of British Columbia. Situmorang, Wahib, 2013. Gerakan Sosial: Teori dan Praktik, Pustaka Pelajar Yogyakarta. Slamet, Yulius, 1996. Metode Penelitian Sosial, UNS Press Surakarta. Sutopo,HB, 1998 Pengantar Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, Teoritis dan Praktis, Pusat Penelitian UNS, Surakarta. Sztompka, Piotr, 2004, Sosiologi Perubahan Sosial, Prenada , Jakarta Wiens L H 1995, Stakeholders misrepresented: Water News, Canadian Water Resources Association, 142 June: 3,7. Wittfogel, Karl A 1957, Oriental Despotism: A Comparative Study of Total Power Zunariyah, Siti dan Ramdhon, Akhmad, 2009, Degradasi lingkungan dan konflik Sosial, Laporan Penelitian DIPA BLU FISIP UNS. Zunariyah, Siti, 2006 . Perempuan dan Kelangkaan Air, Yayasan DAMAR dan Population Council, Jakarta. 525 MODAL SOSIAL, JEJARING SOSIAL DAN IDENTITAS KOLEKTIF DALAM GERAKAN SOSIAL UNTUK KONSERVASI SUMBER AIR Rachmad K Dwi Susilo Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang Email: rachmadsosiologiumm74gmail.com Abstract The debate and discussion about water governance is an interesting topic because water resource crisis has become the crucial problem in most countries. Then, governance is chosen as the solution because this model does not only rely on state as the main stakeholder, but it invites the participations of many stakeholders. Related to this context, the opportunity for communities and civil society organization to involve is wider. Therefore, it is important to discuss social movement as one of contributions played by civil society. The emergence of sustainable social movement concerning water source conservation in Batu City is interesting because the actors succeed in sustaining the movement. Since 2011 three villagers who live and use Gemulo water source have been initiating the movement against local government as the publisher of license for the construction of the hotel that potentially damages the water source. Furthermore, social capital, social network, and collective identity contribute to the sustainability of movement. The main role of social capital is optimizing the communities’ developing institutions, such as: tokoh masyarakat, orang tua, gotong-royong and humor guyon-guyon. Meanwhile, the optimizing of social network makes the distribution of movement resources easier. Finally, the formation of collective identity is shown by the using of communicative channels that are based on modernwestern and IslamicJavanese valeus. The communicative channels based on modernwestern values are: movement meetings, lobbies, warning latters somasi, demonstrations, and the environmental campaigns. Meanwhile, the communicative channels based on Islamic and Java values are tahlil, pengajian istighosah, slametan and jagongan. Kata-kata kunci: gerakan sosial, modal sosial, jejaring sosial dan identitas kolektif

1.PENDAHULUAN

Persoalan tata kelola air water governance menjadi isu menarik karena krisis air sudah menjadi persoalan setiap negara. Tata kelola air dipilih sebagai penyelesaian persoalan dimana tidak hanya menempatkan negara sebagai stakeholder utama, tetapi mengundang keterlibatan-keterlibatan stakeholder lain. Pada konteks ini terbuka kesempatan luas bagi masyarakat sipil untuk memperkuat tata kelola tersebut, oleh karena itu penting mendiskusikan gerakan sosial sebagai salah satu kontribusi masyarakat sipil tersebut. Terkait hal tersebut, kemunculan dan keberlanjutan gerakan sosial untuk konservasi sumber air di Kota Batu menarik diamati. Gerakan ini muncul pada Desember 2011 sebagai protes atas pembangunan hotel yang berlokasi dekat dengan Sumber Mata Air Gemulo. Warga tiga desa menentang pembangunan ini mengingat jarak hotel dengan sumber air di bawah 200 meter. Posisi hotel juga berada di atas sumber air, oleh karena itu di mata masyarakat pengguna mata air pembangunan hotel dipersepsi mengancam keberadaan sumber air tersebut. 526 Kemudian, masyarakat pengguna yang terdiri dari tiga desa Desa Bumiaji, Desa Sidomulyo dan Dusun Cangar, Desa Bulukerto menginisiasi gerakan untuk penyelamatan mata air tersebut. Tuntutan utama dari gerakan yaitu agar pembangunan hotel dihentikan. Sejak tahun 2011 sampai artikel ini ditulis, gerakan tetap memperjuangkan tuntutan tersebut. Bersama dengan tokoh-tokoh NGO, aktor-aktor gerakan mengorganisir diri pada sebuah organisasi yang dinamakan FMPMA Forum Masyarakat Peduli Mata Air. Organisasi ini bersifat cair dan fleksibel karena merupakan forum yang menampung aktivis gerakan lingkungan, penggiat HAM, antikorupsi dan politisi-politisi peduli lingkungan. Pada perkembangannya, FMPMA melahirkan organisasi yang dinamakan Nawakalam Gemulo. Organisasi ini beranggotakan pemuda-pemuda dari Dusun Cangar, Desa Bulukerto. Kemudian organisasi ini lebih fokus kepada eksekusi keputusan- keputusan yang dihasilkan baik oleh FMPMA maupun Nawakalam Gemulo oleh kedua organisasi tersebut. Gerakan ini semakin solid ketika dihadapkan tantangan-tantangan baik dari Pemerintah Kota Batu selaku pemberi izin dan pihak pemilik hotel yang bersikukuh tetap membangun hotel tersebut. Dalam pernyataan-pernyataan di media massa, pihak hotel menyatakan bahwa perizinan yang diurus sudah mengikuti prosedur yang disyaratkan oleh Pemerintah Kota Batu. Akhirnya, FMPMA menggelar lobi, demonstrasi dan kampanye- kampanye penyelamatan sumber air. Aksi-aksi tersebut dibalas dengan pelaporan perusakan di lokasi hotel dan tuntutan hukum kepada salah satu aktor gerakan sebagai “pengganggu” pembangunan hotel. Berangkat dari latar belakang tersebut, dibanding dengan gerakan sosial di lokasi- lokasi lain, gerakan sosial yang terjadi di Kota Batu ini memiliki kelebihan-kelebihan yang bisa diringkaskan sebagai berikut: pertama, sejak berdirinya Kota Batu, 17 Oktober 2001 gerakan ini satu-satunya yang masif dan berkelanjutan dalam melawan kebijakan Pemerintah Kota Batu. Sekalipun, ada desa-desa yang terganggu oleh pembangunan- pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata dan berpotensi untuk menginisiasi gerakan tetapi tidak banyak desa yang berani melakukan protes dan perlawanan kepada pemerintah. Hanya tiga desa ini saja yang secara terang-terangan berani memprotes kebijakan walikota. Bahkan sebagai bentuk keseriusan, gerakan ini mampu menekan walikota yang diperlihatkan dengan massa demonstrasi dalam jumlah yang besar. Demonstrasi massa, 25 April 2012 dengan massa yang berjumlah 5.000 orang. Kemudian, demonstrasi kedua, 1 Mei 2012 massa yang datang berjumlah 7.000 orang. Kemudian, sekalipun pernah ada gerakan-gerakan yang mengkritik pemerintah Kota Batu tentang sisi negatif pembangunan pariwisata, tetapi gerakan-gerakan tersebut tidak berkelanjutan. Kedua, gerakan penyelamatan sumber air ini mampu menanggapi laporan dan gugatan dari pihak hotel. Laporan pihak hotel dipicu aksi FMPMA yang melakukan pemindahan material di lokasi hotel, 31 Januari 2013. Tujuan aksi ini yaitu menghalangi masuknya material untuk pembangunan hotel, akhirnya, dilaporkan pihak hotel sebagai perusakan barang-barang milik hotel. Pelaporan ini ditindaklanjuti dengan pemanggilan- pemanggilan aktor-aktor gerakan. Sampai artikel ini ditulis, pihak kepolisian tidak bisa membuktikan aktor-aktor gerakan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut. Sementara itu, gugatan pihak hotel karena pihak hotel mengaku menderita kerugian material dan immaterial sebanyak 20 miliar. Gugatan berisi permintaan PN Kota Malang untuk meletakkan sita jaminan terhadap aset milik Rudi aktor gerakan berupa sebidang tanah dan bangunan rumah seluas 1.000 meter 2 di Dusun Cangar, Desa Bulukerto dan sebidang tanah yang diatasnya berdiri bangunan Bengkel Sumber Jaya seluas 150 m 2 di Jalan Bukit Berbunga, Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu. 527 Setelah persidangan berjalan selama dua tahun, akhirnya keputusan Pengadilan Negeri Malang, Pengadilan Tinggi Surabaya dan Kasasi MA tidak bisa menjerat aktor- aktor gerakan sebagai pelaku “perbuatan melanggar hukum”. Keadaan ini tidak menyurutkan semangat aktor-aktor gerakan dalam memperjuangkan penyelamatan mata air. Bahkan lobi-lobi kepada lembaga-lembaga negara semakin ditingkatkan dan aliansi- aliansi diperluas dengan sekutu-sekutu yang memiliki kepentingan sama. Ketiga, aktor-aktor gerakan mampu membangun komunikasi dengan pihak-pihak yang peduli lingkungan se-Indonesia. Pihak-pihak tersebut dari komunitas-komunitas dan lembaga-lembaga resmi negara seperti Komnas HAM Hak Azasi Manusia, KPP Komisi Pelayanan Publik, ORI Ombudsman Republik Indonesia dan Kementrian LH RI Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Hasil dari komunikasi ini FMPMA memperoleh rekomendasi-rekomendasi dimana berisi tekanan-tekanan kepada pemerintah untuk konservasi mata air. Selain itu, kegiatan-kegiatan peduli lingkungan yang berbasiskan pemberdayaan seni dan budaya berhasil digelar di salah satu dusun penyokong gerakan. Keempat, sekalipun kasus ini belum sepenuhnya tuntas pembangunan hotel sebagai pemicu konflik, tidak diteruskan dibangun. Banyak faktor yang menentukan ini, baik faktor yang berasal dari pihak hotel maupun dari pemerintah. Salah satu faktor penting yaitu baik pelaporan maupun gugatan-gugatan pemilik hotel tidak mendapatkan hasil. Dari keistimewaan-keistimewaan gerakan seperti penulis paparkan di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa gerakan ini mampu bertahan sustainable selama lima tahun. Pertanyaannya adalah mengapa gerakan ini bisa berkelanjutan? Untuk menjawab pertanyaan di atas kita bisa melihat dari sisi aktor-aktor gerakan. Mereka pernah dipertemukan pada gerakan serupa tahun 2004 ketika air dari Sumber Gemulo akan dijual oleh Pemerintah Kota Batu ke Kota Malang. Gerakan ini berlangsung dalam hitungan minggu karena walikota langsung menggagalkan proyek ini. Selain itu, kelompok penentang belum menjadi kesatuan kelompok yang masif. Kemudian jika dilihat dari sisi aktor-aktor gerakan sesungguhnya mereka memiliki latar belakang beragam. Dari sisi pekerjaan mereka adalah petani, pedagang, pengusaha, peternak, seniman, pensiunan tentara dan pensiunan pegawai negeri. Dari sisi status kewargaan di Kota Batu, mereka penduduk asli dan pendatang. Dari sisi agama ada yang beragama Islam dan penganut aliran kepercayaan. Faktor-faktor penting keberlanjutan gerakan bisa diteliti baik dari aktor-aktor maupun sisi organisasi gerakan. Hemat penulis faktor-faktor penentu keberhasilan gerakan ini yaitu modal sosial, jejaring sosial dan identitas kolektif. Modal sosial dan jejaring sosial dimiliki oleh aktor-aktor gerakan, sementara itu identitas kolektif terbentuk dalam pengorganisasian gerakan. Oleh karena itu tulisan ini akan membahas bagaimana ketiga faktor tersebut berperan dalam gerakan ini. 2. TINJAUAN PUSTAKA Teori-Teori Gerakan Sosial Teori paling awal tentang gerakan sosial yaitu teori deprivasi relative yang dinyatakan Stouffer 1949. Ia menjelaskan tentang seseorang merasa kecewa karena adanya kesejangan antara harapan dan kenyataan. Dari teori yang sederhana di atas kemudian berkembang teori-teori gerakan sosial mainstream, sebagai berikut: a Teori Mobilisasi Struktur Sumber Daya. Teori ini menekankan kepada pentingnya institusi formal gerakan sosial, proses struktural mikro, sumber daya material dan taktik-taktik sebagai prakondisi kemunculan dan perkembangan gerakan sosial Mc Charty Zald dalamTravaglino, Giovanni A,2004 528 b Teori Kesempatan Politik. Dalam teori ini dimensi lingkungan politik yang berperan sebagai insentif orang-orang untuk terlibat pada tindakan kolektif yang berkelanjutan dan berupaya untuk memainkan pengaruh politik. Faktor ini dibagi menjadi dua komponen, yakni instabilitas elit dan sekutu eksternal external allies. c Teori Framing. Menurut teori ini framing pengkerangkaan isu gerakan menjadi penentu keberhasilan gerakan sosial, menjelaskan kemunculan dan perkembangan gerakan. Framing menjadi alat programatik untuk pembentukan status. Snow menyatakan bahwa proses framing dikenalkan sepanjang mobilisasi sumber daya mobilization of resources dan proses kesempatan politik political opportunity process. d Teori Gerakan Sosial Baru. Gerakan sosial ini dikatakan “baru” karena membedakan dengan ciri gerakan tradisional gerakan sosial lama yang memprioritaskan gerakan buruh, konflik kelas dan memfokuskan kepada isu ekonomi dan ketidakseimbangan. Sedangkan gerakan sosial baru menggambarkan kondisi makro gerakan sosial yang terjadi pada masyarakat post industrial Flynn, Simone I, 2001. Tokoh-tokoh yang menjelaskan gerakan sosial baru, seperti: Clause Offe, Alan Touraine, Jurgen Habermas dan Alberto Melucci 3.TEMUAN DAN PEMBAHASAN Peran Modal Sosial, Jejaring Sosial dan Identitas Kolektif Pada Gerakan Di Kota Batu Sekalipun bukan faktor deterministic, kesempatan politik political opportunity menyumbang kepada kemunculan dan keberlanjutan gerakan sosial di Kota Batu. Kesempatan politik yang dimaksud yaitu berkembangnya desentralisasi dan demokrasi yang membuat gerakan sosial leluasa bergerak. Keadaan ini didapat karena negara berkewajiban memberikan iklim bagi kebebasan warga untuk mengekspesikan hak-hak demokratiknya. Salah satu kewajiban tersebut yaitu negara tidak boleh menghalang- halangi berorganisasi, termasuk pengorganisasian gerakan. Pada kondisi seperti ini, baik organisas-organisasi berbasis komunitas dan LSM-LSM bisa berkiprah maksimal. Mereka mampu melakukan pendampingan terhadap aktor-aktor gerakan dan aksi-aksi mereka tidak mendapat teror, halangan dan ancaman dari aparat negara. Selain faktor di luar gerakan, faktor dalam gerakan berperan penting, seperti modal sosial dan jejaring sosial. Salah satu peran modal sosial yaitu menghubungkan antara faktor di luar gerakan dan di dalam gerakan. Tanpa peran ini baik peluang politik maupun sumber daya tidak berkontribusi signifikan pada gerakan. Modal sosial yang dimaksudkan di sini yaitu sumber daya struktur sosial dan modal untuk individu. Modal sosial memfasilitasi tindakan-tindakan individu dalam struktur sosial Coleman, 1994: 32. Kilpatrick, Zue 2007 menjelaskan peran dari modal sosial yaitu sebagai berikut: membangun hubungan kelompok, membangun kepercayaan diri, mengembangkan ketrampilan personal, membangun keingintahuan satu dengan lain, mengembangkan nilai-nilai dan kepercayaan terbagi, melihat pihak lain sebagai sumber dukungan dan nasehat terpercaya, dan membangun komitmen kelompok. Sedangkan jejaring sosial yang dimaksud yaitu bekerja dalam hubungan antarsimpul seperti jaring. Hubungan antara satu aktor dengan aktor lain merupakan jejaring yang saling mendukung Lawang, 2005: 61. Diani menjelaskan tentang jejaring sosial baik pada konteks individu-individu maupun organisasi-organisasi dimana menunukkan tingkatan koordinasi antaraktor yang didapat melalui interaksi berkelanjutan Diani dalam Krinsky, John Nick Crossley, 2014: 2. 529 Sementara itu, identitas kolektif yaitu proses mengkonstruksi sebuah sistem tindakan. Ia merupakan definisi interaktif yang dibagi-bagi, dan diproduksi individu- individu terkait arah tindakan dan fields kesempatan dan hambatan-hambatan dimana aksi- aksi dilakukan Melucci, 1988: 342. Tiga dimensi fundamental dari identitas kolektif yaitu: 1. Memformulasikan kerangka kognitif yang terkait dengan tujuan, alat, dan lapangan fields tindakan, 2. Mengaktifkan hubungan antaraktor yang berinteraksi, komunikasi, mempengaruhi satu dengan lain, negosiasi dan membuat keputusan, 3. membuat investasi emosional dimana mendorong individu-individu untuk mengenal mereka Melucci, 1988: 343. Modal sosial dan jejaring sosial dalam gerakan ditunjukkan oleh kualitas personal dari aktor-aktor gerakan. keberanian mereka ditunjukkan ketika membutuhkan negosiasi dan lobi para pengambil kebijakan. Mereka mampu mengkomunikasikan tuntutan-tuntutan dan persoalan-persoalan mereka. Kemudian ketika pemanggilan polisi dan gugatan mental mereka tidak surut. Modal sosial juga ditunjukkan oleh status aktor-aktor gerakan yang merupakan aktivis-aktivis pada organisasi-organisasi baik organisasi kesenian maupun organisasi- organisasi formal desa. Mereka adalah aktivis kesenian Bantengan di Kota Batu, Karang Taruna, HIPPAM Himpunan Pendukuk Pemakai Air Minum, BPD Badan Permusyawaratan Desa, LPMD Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa, RW Rukun Warga, RT Rukun Tetangga, kelompok-kelompok tani dan kelompok yasin tahlil. Status, pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari keterlibatan pada organisasi tersebut memberikan kontribusi terutama dalam penyusunan taktik dan strategi-strategi. Seperti mereka mampu menyerap informasi-informasi penting dari pemerintah desa sampai pemerintah Kota Batu, kemudian dengan bekal-bekal itu, mereka mampu menyusun strategi gerakan. Di sini modal sosial aktor-aktor gerakan memainkan peran. Modal sosial terlihat dari karakter aktor-aktor yang membuka diri kepada kehadiran nilai-nilai baru yang dibawa oleh para pendamping gerakan terutama yang berasal dari NGO. Sekalipun belum sepenuhnya memahami nilai-nilai barat dalam gerakan sosial, mereka terbuka dengan nilai- nilai tersebut. Penyelenggaraan Festival Mata Air dan Peringatan Hari Air se-Dunia merupakan contoh kongkret dari keterbukaan nilai-nilai ini. Aktor-aktor gerakan tidak mengenal dua kegiatan tersebut sebelumnya tetapi mereka menerima kegiatan tersebut yang ditunjukkan dari eksekusi bersama untuk keberhasilan kegiatan-kegiatan tersebut. Modal sosial memampukan enable, aktor-aktor gerakan untuk memanfaatkan institusi-institusi yang terlembaga di masyarakat, seperti: keberadaan tokoh masyarakat, keberadaan orang tua, gotong royong dan guyon-guyon. Penghormatan kepada tokoh masyarakat yang dimaksud yaitu mereka meletakkan tokoh-tokoh yang berpengaruh di masyarakat sebagai motor gerakan. Selain tokoh masyarakat, aktor-aktor gerakan juga memberikan penghormatan kepada eksistensi orang tua. Dalam semua tahapan gerakan keberadaan orang tua selalu memegang peran penting. Kondisi yang sama yaitu pemanfaatan institusi gotong royong yang menjadi ciri khas pengorganisasian gerakan. Prinsip saling menolong dengan mengesampingkan imbalan apapun menjadi dasar mengatur gerakan. Baik mengatur hubungan antar sesama aktor gerakan maupun interaksi antara aktor-aktor gerakan dengan pihak pendamping maupun aktor-aktor gerakan dengan pihak-pihak yang bersimpati denan gerakan. Prinsip- prinsip ini berjalan secara spontan dan natural. Sementara itu, humor guyon-guyon berperan untuk mencairkan hubungan antar aktor-aktor gerakan. Bahkan, humor selalu mewarnai semua tahapan gerakan. Akibatnya, hubungan-hubungan antaraktor bersifar cair dan fleksibel.Hubungan cair ini ternyata membawa pengaruh penting dalam mengakrabkan hubungan antara aktor, sehingga 530 muncul kebersamaan dalam gerakan. Tantangan dan persoalan dalam gerakan bisa diatasi dengan menjauhkan diri dari sifat tegang dan akhirnya berpengaruh kepada seolidaritas dalam gerakan. Dengan bekal modal sosial tersebut aktor-aktor gerakan juga tidak merasa canggung untuk berkomunikasi dengan aliansi aktivis-aktivis gerakan lingkungan yang baru dikenal, sehingga terbentuk jaringan sosial antara aktor-aktor gerakan dengan para aktivis-aktivis anti korupsi dan aktivis lingkungan se-Indonesia. Jejaring sosial ini melengkapi jejaring sosial yang dimiliki aktor-aktor sebelum kemunculan gerakan. Jejaring sosial ini dirawat dan dikelola sebagai sumber daya gerakan. Terbentuknya kualitas-kualitas personal sangat ditentukan dari pengalaman- pengalaman bepergian ke luar kota. Ada di antara mereka pernah bekerja di luar Kota Batu atau mereka yang berdomisili di Kota Batu, tetapi mereka sering bepergian ke luar kota. Pekerjaan sebagai pedagang buah misalnya membiasakan aktor-aktor gerakan untuk mengirimkan barang-barang ke luar kota. Pengalaman-pengalaman mereka ini ternyata memberi kontribusi pada pengelolaan gerakan. Utamanya ikut melahirkan keberanian ketika harus lobi, negosiasi dan diplomasi baik kepada pihak pemerintah maupun hotel. Sedangkan identitas kolektif mendorong partisipasi aktor-aktor dan solidaritas terutama dalam aksi-aksi kolektif gerakan. Peran-peran identitas kolektif, seperti: menguatkan diri sebagai kesatuan kelompok terpisah, menggerakkan massa dan mengkompakkan gerakan ketika mendapat benturan-benturan dari pihak luar. Demonstrasi, pengerahan massa di kantor pengadilan Malang, Surabaya dan Kantor MA Mahkamah Agung dan kantor polisi, lobi-lobi ke lembaga-lembaga hukum di Jakarta didorong kuat oleh identitas kolektif ini. Lebih jauh, pembentukan identitas kolektif sangat ditentukan oleh saluran-saluran komunikatif communicative channels yang ada di komunitas gerakan Melluci, 1996:71. Ada dua saluran komunikatif yang dioptimalkan untuk mendukung capaian gerakan, yaitu saluran yang dibentuk dari Baratmodern values maupun saluran yang dikembangkan dari Islam dan Jawa. Saluran-saluran yang dikembangkan dari nilai-nilai barat yaitu seperti, seperti:

1. Pertemuan-Pertemuan Gerakan

Pertemuan ini rutin diselenggarakan untuk mendiskusikan, merencanakan aksi-aksi gerakan dan ketika gerakan menanggapi perkembangan-perkembangan terbaru. Rata-rata pertemuan ini tidak direncanakan. Dengan bertempat di Kantor HIPPAM Desa Bumiaji pertemuan ini gencar dilakukan pada awal-awal gerakan karena gerakan sedang mencari bentuk dan aktor-aktor gerakan belum memiliki ketrampilan advokasi secara baik. Selain itu, pertemuan-pertemuan untuk menanggapi pihak-pihak penentang gerakan yang masih gencar melancarkan aksi-aksi. Oleh karena itu, tantangan-tantangan tersebut harus ditanggapi dengan baik. Untuk kepentingan ini baik frames maupun framing memainkan peran penting dalam pertemuan- pertemuan gerakan ini. Framing yaitu agen-agen penting terlibat secara aktif dalam produksi dan memelihara makna-makna untuk pendukung, penentang dan pihak-pihak tidak terlibat Benford dan Snow, 2000: 613. Hasil-hasil framing yaitu konstruksi gerakan tentang isu-isu ekologis dan ekonomis dan isu penyelamatan mata air. Isu-isu yang berkembang berikutnya yaitu isu tentang penghentian pembangunan hotel, isu pelanggaran izin hotel dan pemerintah dan isu tentang pelaksanaan rekomendasi lembaga-lembaga negara. 2. Lobi-Lobi 531 Lobi dipilih sebagai pendekatan untuk penyelesaian masalah lewat jalur personal. Lobi diarahkan kepada para pengambil kebijakan. Aktor-aktor gerakan sudah memiliki hubungan baik personal maupun formal dengan pihak-pihak yang dilobi tersebut. Sementara itu pengiriman surat dilakukan untuk pihak-pihak yang belum dikenal. Salah satu langkah yang dilakukan yaitu berkirim surat yang berisi pelaporan kasus ini ke lembaga-lembaga yang berhubungan dengan hak-hak lingkungan, HAM, kebijakan dan kebijakan publik. Untuk kepentingan ini hanya beberapa orang saja yang terlibat, sementara itu massa tidak terlibat secara langsung.

3. Somasi