464
tindakan adaptasi dan upaya pengurangan risiko bencana bagi kelompok miskin dan marginal.
3. METODE PENELITIAN
Artikel ini merupakan bagian dari kajian terhadap program pemberdayaan yang di inisiasi oleh NGO JEMARI Sakato dengan dukungan OXFAM yang bekerjasama dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten Agam. Kajian ini menjadi catatan dari pelaksanaan program yang disarikan berdasarkan pada penelitian baseline program dan endline program pada
Februari hingga April 2016. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan tambahan dukungan metode survai. Pengumpulan data diawali dengan
metode survai dengan jumlah responden 200 responden yang mewakili keluarga. Penajaman data dilakukan dengan wawancara mendalam pada keluarga miskin dan
marginal yang menjadi mitra pelaksana program. Wawancara juga dilakukan dengan representasi dari Kelompok Siaga Bencana, Pemerintahan Nagari, Kecamatan dan juga
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Agam. Analisis data dilakukan menggunakan model analisis integratif yang dikemukakan oleh Milles dan Hubermans.
4. HASIL PENELITIAN
a. Kanjian Partisipatif Kerentanan dan Kapasitas Kelompok Miskin Marginal
sebagai momen penyadaran kolektif
Participatory Rural Appraisal PRA merupakan salah satu metode penelitian yang mengunakan paradigma berfikir andragogi. Dalam memahami kerentanan dan kapasitas,
perspektif pembangunan yang berpusat pada masyarakat menjadi pilihan yang paling prioritas. Hal ini dimaksudkan agar pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan kemampuan
masyarakat bisa dipahami Carson, 1987; Chambers, 1988 dan 1996; Djohani et al, 1996; Mikkelsen, 2001. Salah satu pendekatan yang dipergunakan dalam konteks ini adalah
metode Pengkajian Keadaan Desa secara Partisipatif, atau lebih dikenal sebagai Participatory Rural Appraisal PRA. Pendekatan PRA berangkat dari asumsi bahwa
pendekatan dengan cara pandang ‘orang luar’ telah gagal menyelesaikan persoalan- persoalan keterbelakangan, marginalitas, kerentanan, kemiskinan, dan ketertinggalan
masyarakat yang kurang beruntung. Pendekatan PRA sangat lumrah digunakan untuk melakukan Vulnerability and Capacity Assessment VCA Kajian Kerentanan dan
Kapasitas. Alat-alat PRA bisa digunakan untuk memahami persoalan-persoalan yang terkait dengan analisis risiko bencana Lassa dan Nakmofa, 2007; Benson dan Twigg
2007. Dalam melakukan VCA di Nagari Tiku Selatan ada 5 lima alat PRA yang digunakan antara lain; Pertama, Peta kerentanan dan peta kapasitas. Kedua;Transek walk.
Ketiga; Kalender musim. Keempat; Sejarah kebencanaan. Kelima ; Diagram Venn. Kelima alat-alat PRA itu, sebagaimana Lassa dan Nakmofa 2007, penting dilakukan untuk
membangun peran serta masyarakat sebagai narasumber untuk mengungkapkan kecakapan, pengetahuan dan pengalamannya. Alat-alat PRA tersebut juga digunakan di
beberapa negara dalam mengkaji kerentanan dan kapasitas Benson dan Twigg, 2007.
Penggunaan metode PRA pada pengkajian kerentanan dan kapasitas masyarakat memiliki poin penting yang diluar ekpektasi dapat menumbuhkan kesadaran kolektif
kelompok miskin dan Marginal. Pembahasan pada diskusi informal, dan mengedepankan diskusi kelompok memberikan menyadaran kepada kelompok miskin dan marginal di
Nagari Tiku Selatan. Kesadaran yang muncul secara langsung adalah bahwa kelompok miskin dan marginal di Nagari Tiku Selatan telah memahami bahwa mereka memiliki
banyak kerentanan dan hanya punya beberapa kapasitas.
465
Nagari Tiku Selatan memiliki ancaman gempa, tsunami, banjir, abrasi, angin puting beliung, pasang naik dan penyakit. Ancaman tertingginya adalah gempa dan tsunami.
Dalam mengantisipasi dampak yang mungkin muncul dari ancaman tersebut, ternyata masyarakatnya masih memiliki beberapa indikator kerentanan yaitu Kerentanan Sosial,
meliputi : pengetahuan pengurangan risiko bencana yang masih kurang, persepsi risiko yang rendah, pemukiman yang dekat dengan titik ancaman, tingkat kemiskinan yang tinggi,
belum adanya analisis kerentanan, dan kapasitas, serta belum adanya manajemen yang baik untuk perencanaan pembangunan yang berbasis pada pengurangan risiko bencana.
Kerentanan Fisik
, meliputi : bangunan fisik yang berada tidak jauh dari titik ancaman, bangunan belum ramah gempa, jalur evakuasi yang belum memadai, serta infrastruktur dan
fasilitas umum yang dekat dengan pantai. Kerentanan Ekonomi, meliputi : belum adanya perekonomian alternatif yang potensial untuk jaminan kesiapsiagaan dan belum adanya
peningkatan pengetahuan tentang adaptasi perekonomian untuk kehidupan berkelanjutan. Kerentanan Lingkungan,
meliputi : belum adanya sistem lingkungan yang ramah terhadap bencana, belum adanya pengelolaan sampah yang baik, belum meratanya MCK
yang sesuai dengan standar, serta perubahan cuaca yang ekstrim dan tidak menentu JEMARI Sakato, 2013.
Namun disamping kerentanan tersebut, nagari ini juga memiliki kapasitas yaitu
Kapasitas Sosial,
meliputi : sistem kekerabatan dan kepemimpinan adat yang masih kuat,
adanya kelembagaan pendukung, Ingatan pengalaman kebencanaan yang cukup baik. Kapasitas Fisik,
meliputi : sudah adanya perencanaan untuk peningkatan jalur evakuasi dan shelter, beberapa fasilitas umum yang ramah gempa yang berasal dari bantuan pihak
luar, adanya plang jalur evakuasi dan early warning system. Kapasitas Ekonomi, meliputi: adanya kelompok-kelompok ekonomi dan inisiasi untuk kelompok ekonomi perempuan.
Kapasitas Lingkungan,
meliputi: perbukitan dan tanah yang subur yang bisa dijadikan modal untuk kesiapsiagaan JEMARI Sakato, 2013.
Hasil kajian yang dilakukan bersaya masyarakat terutama kelompok miskin dan marginal telah memberikan kesadaran bagaimana resiko yang bisa mereka alami bersama
ketika terjadi bencana. Pada diskusi informal bersama dengan kelompok miskin dan marginal secara simultan telah menstimulasi pergerakan untuk menguragi resiko bencana
dan beradaptasi dengan perubahan iklim.
466
Gambar 1. Potret Keluarga Miskin dan Maginal di Nagari Tiku selatan
b. Gerakan-Gerakan Kelompok Miskin dalam Upaya Menjawab Tantangan
Ancaman Bencana Sebagai Upaya Pengurangan Risiko Bencana Berintegrasi dengan Membentuk Kelompok Siaga Bencana Jorong
Motivasi untuk melakukan gerakan bersama tentunya memiliki latar belakang yang serupa antara satu dengan lainnya. Kepentingan bisa saja mendasari tindakan-tindakan
tersebut sehingga benjadi aksi bersama. Pada konteks gerakan kelompok miskin dan marginal di Nagari Tiku Selatan, motivasi tumbuh akibat dari kesadaran hidup bersama di
wilayah yang rawan bencana. Tantangan ekternal dari diri menempatkan mereka pada kelompok yang rentan dan lemah dalam menghadapi tantangan kehidupan. Kemiskinan
dan posisi marginal adalah kondisi yang memperburuh keadaan dimana situasi ini membatasi ruang gerak aksebilitas kelompok miskin untuk bisa bertahan dari ancaman
bencana. Namun kondisi sadar dengan posisi mereka ditegakan masyarakat menumbuhkan semangat untuk bergerak secara bersama dalam upaya pengurangan risiko bencana dan
adaptasi perubahan iklim.
Kesadaran kelompok pada saat yang sama diwujudkan oleh masyarakat Nagari Tiku Selatan adalah secara bersama membangun sebuah kelompok pekerja sosial yang disebut
dengan Kelompok Siaga Bencana. Kelompok Siaga Bencana adalah perkumpulan kelompok masyarakat yang bergerak dalam rangka meningkatkan kapasitas masyarakat
dan lingkungan untuk PRB dan Adaptasi Perubahan Iklim. KSB merupakan motor penggerak aksi-aksi yang muncul untuk PRB dan API, sehingga gerakan-gerakan akbat
konsekwensi dari kerentanan masyarakat bisa terlembaga dengan baik. Namun untuk melembagakan gerakan sosial pada level masyarakat miskin dan marginal memiliki
tantangan yang sangat kuat. Disamping adanya kerentanan terhadap bencana, kerentanan
467
Keterangan: Akar Masalah
kehidupan sehari-hari sangat menghantui kelompok miskin untuk melakukan gerakan sosial.
Bagan 1 Analisa Tantangan Aksi Kolektif di KSB Nagari Tiku Selatan
Sumber; JEMARI Sakato, 2012 Berdasarkan Bagan diatas, dapat dipahami bahwa ada tantangan yang muncul dari
anggota KSB untuk melakukan aksi-aksi kolektif terutama ada konteks pengurangan risko bencana dan adaptasi perubahan iklim. Masalah yang muncul di permukaan adalah
kurangnya partisipasi masyarakat dalam aksi bersama di KSB. Pada bagan analisis pohon masalah diatas menunjukkan bahwa kurangnya partisipasi masyarakat di akibatkan oleh
kepedulian yang rendah, kurang pemahaman, dan sikap pasrah terhadap bencana. Kemudian masalah ini terus diuraikan sehingga inti masalahnya adalah tingkat kemiskinan
dari kelompok masyarakat membuat pola fikir kelompok miskin hanya terkukung dengan kepentingan ekonomi sesaat sehingga ketika melakukan aksi bersama mereka
mengharapkan ada uang yang langsung mereka dapatkan. Untuk aksi kolektif PRB dan API kondisi ini menjadi sebuah tantangan tersendiri sampai pada kesadaran akan
kepentingan bersama meningkat. Namun untuk tetap melembagakan aksi PRB dan API tentunya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang
muncul.
Bagan 2 Analisa Solusi Tantangan Aksi Kolektif di KSB Nagari Tiku Selatan
Kurangnya Partisipasi
Masyarakat Dalam berorganisasi
Kurangnya Pemahaman
Masyarakat tentang Tugas KSB
Tingkat Kemiskinan yang
tinggi : Kepentingan
Paradigma Penggantian
Transport untuk kegiatan
Kurangnya kepedulian
masyarakat
Informasi kegiatan PRB yang tidak
menyeluruh Sikap Pasrah
Masyarakat terhadap
Bencana
468
Sumber; JEMARI Sakato, 2012 Berdasarkan hasil diskusi terfokus bersama masyarakat anggota KSB menyimpulkan
bahwa aksi- aksi yang bisa dilaksanakan bersama tentunya seiring dengan tujuan bersama. Beberapa aksi yang harus ada adalah sosialisasi PRB dan API lebih kuat di masyarakat,
meningkatkan tokoh adat kemudian adanya kegiatan bersama untuk mendukung peningkatan perekonomian masyarakat terutama kelompok miskin dan marginal. Untuk
internalisasi dan penyadaran yang kuat di tataran masyarakat dibutuhkan aksi-aksi yang memang bisa dilihat langsung oleh masyarakat. Jika di analisa lebih jelas bahwa persoalan
mendasar kelompok miskin dan marginal adalah kemiskinan dan posisi terabaikan, sehingga mereka bermasalah pada partisipasi. Partisipasi kelompok ini pada dasarnya
terkait dengan keterbatasan ruang gerak sehingga pola fikir terpengaruh dengan kepentingan pragmatis sesaat. Aksi bersama bisa terwujud ketika pola fikir pragmatis ini
bisa di kesampingkan dengan penyadaran tujuan aksi dan gerakan. Dengan demikian kelompok miskin akan bisa membuka akses dan berorientasi ekonomi jauh kedepan. Ketika
kelompok miskin dan marginal menyadari itu KSB bisa menjadi kendraan bersama untuk mangadvokasi kepentingan bersama untuk mengurangi risiko bencana yang mingkin
menimpa dan aksi adaptif mereka terhadap perubahan iklim. Menggunakan roda KSB untuk mengadvokasi kebijakan pembangunan berbasis
PRB
Melembagakan aksi-aksi masyarakat terutama pada kepentingan kelompok miskin dan marginal pada konteks pengurangan risiko bencana telah berhasil dilakukan oleh
Kelompok Siaga Bencana KSB. Berdasarkan informasi dari beberapa orang anggota KSB, mereka memiliki pengalaman bahwa ketika rencana aksi masyarkat RAM
dirumuskan bersama oleh anggota KSB dengan semua unsur masyarakat maka kepentingan bersama terakomodir dalam setiap agenda aksi masyarakat. kepentingan kelompok miskin
dan marginal terakomodir terutama dalam upaya pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim. Adapun perwujud dan dari gagasan tersebut telah tercermin pada
dokumen rencana aksi masyarakat. Uraian rencana aksi tersebut adalah sebagai berikut;
Meningkatkan partisipasi
masyarakat
Meningkatkan peran 4 item
tokoh adat dalam KSB
Menagadakan kegiatan berupa “aksi “ yang bisa
dilihat oleh masyarakat banyak
Mengadakan sosialisasi
secara menyeluruh di
tingkat jorong Mendukung
kegiatan peningkatan
perekonomian masyarakat
469
Tabel 2. Rencana Aksi KSB Tiku Selatan tahun 2012-2015 No
Rencana Aksi Kontribusi Pada Solusi
1 Pembersihan jalur evakuasi
PRB 2
Pembukaan jalur evakuasi PRB
3 Pembukaan jalur evakuasi Dusun I dan Dusun II
PRB 4
Penambahan pembuatan POSKO Pengungsian PRB
5 Pembersihan jalur sungai di dekat Mesjid Gasan
Kaciak PRB dan API
6 Goro Pembersihan drainase dan sampah di sekitar
lokasi Pasa Tiku PRB dan API
7 Pengadaan 16 tong sampah dan 16 sapu lidi di Pasa
Tiku PRB dan API
8 Pembelian HT Radio Komunikasi
PRB dan API 9
Penguatan Kapasitas Anggota KSB PRB dan API
10 Studi Banding ke Padang Pariaman dan KSB Air
Manis Padang PRB
11 Pengembangan ekonomi alternatif : Ikan lele
Livelihood dukungan alternatif mata pencaharian
12 Pelatihan keterampilan bordir untuk 25 anggota
perempuan Livelihood dukungan alternatif
mata pencaharian Sumber: JEMARI Sakato,2012
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat rencana aksi yang akan dilaksanakan bersama pada prinsipnya adalah gerakan sosial yang dibangun bersama sama oleh kelompok masyarakat
miskin dan marginal. Aksi-aksi yang dilakukan bersama adalah gerakan yang diupayakan untuk mendukung pengurangan risiko bencana dan bagaimana kelompok tersebut
beradaptasi dengan perubahan iklim. Mata pencaharian alternatif terus dikembangkan untuk mengoptimalkan sumberdaya dalam kaitannya peningkatan kapasitas keluarga.
c. Gerakan Adaptasi perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana
Kelompok Miskin dan Marginal Membangun Sandar Operasional Prosedur Penyelamatan saat terjadi gempa dan
Tsunami Rencana Aksi Masyarakat Nagari Tiku Selatan merupakan salah satu kerangka aksi
dalam gerakan pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim. Gerakan sosial yang muncul akibat dari tantangan ekternal kondisi alam dan lingkungan sosial yang
rentan kemudian menjadi terintegrasi dalam perencanaan advokasi di berbagai bidang. Pada tataran komunitas, saat aksi berlangsung belum tersedia management kedaruratan
yang diinisiasi oleh lembaga pemerintah seperti BPBD. Salah satu indikator adanya management dalam penanganan darurat adalah tersedianya Standar Operasional Prosedur
SOP jika terjadi keadaan darurat bencana. Sejatinya SOP sudah ada pada tatanan pemerintah daerah yang dideseminasikan ke setiap daerah. Namun masyarakat pada posisi
ancaman bencana sudah membangun SOP dengan partisipatif. Berdasarkan informasi dari anggota KSB dan NGO JEMARI Sakato, SOP Darurat Bencana seperti Bencana Gempa
dan Tsunami sudah dirumuskan dan sudah di simulasikan oleh masyarakat Nagari Tiku Selatan KSB Tiku Selatan, 2013. Proses ini terbangun diinisiasi oleh KSB bersama
Pemerintahan Jorong dan Nagari kemudian mang-advokasi nya untuk diakomodir dalam penanganan bencana di Kabupaten Agam.
Kemitraan dengan BPBD Kab. Agam serta Swasta
Ketika SOP sudah terbangun maka rencana darurat bencana pun mulai terstruktur. Pelaku yang bertanggung jawab ketika keadaan darurat sudah jelas dan diujikan dalam
simulasi KSB Tiku Selatan, 2013. Pemetaan partisipatif oleh KSB dilaksakan dan
470
menghasilkan peta evakuasi. Ketika peta evakuasi ditetapkan maka jalur evakuasi juga harus tersedia dan layak. KSB bersama masyarakat bekerjasama dengan pemerintah daerah
berhasil membangun jalur evaluasi dilengkapi dengan petunjuk arah. Gerakan ini disasari dengan kemitraan dengan BPBD untuk merealisasikan rencan aksi yang telah dirumuskan
bersama masyarakat.
Upaya kemitraan ini sesungguhnya di targerkan oleh KSB untuk mengintegrasikan Rencana Aksi Masyarakat bisa di integrasikan pada perencanaan pembangunan daerah.
Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengupayakan kegiatan dalam aksi terakomodir dalam usulan pembangunan pada MUSRENBANG Nagari, Kecamatan
hingga dapat penganggaran dari pemerintah daerah. Upaya ini terus dikawal oleh KSB bersama stakeholder lain yang sama memiliki tujuan untuk mengurangi resiko bencana
JEMARI Sakato, 2016. Disamping kemitraan dengan BPBD juga dibangun kemitraan dengan berbagai lembaga swasta di Nagari Tiku Selatan, seperti PT Perkebunan Sawit yang
berada di sekitar, Bank Perkreditan Rakyat dan lain lain. Kontribusi mereka dalam konteks ini adalah penyediaan dukungan fasilitas berupa dana, jaringan, dan sarana lain yang
mendukung gerakan sosial. Mengembangkan Usaha Kelompok untuk Diversifikasi Usaha
Gerakan sosial yang muncul dari kelompok miskin dan marginal adalah aksi yang bertujuan untuk peningkatan ekonomi agar mereka terlepas dari lingkaran kemiskinan.
Diversivikasi mata pencaharian menjadi salah satu aksi yang dimunculkan bersama. Kelompok miskin berupaya memanfaatkan waktu luang dengan usaha-usaha lain yang
lebih bernilai produktif. Gerakan ini diawali dengan diskusi-diskusi dalam kelompok untuk mencari pengetahuan dan kapasitas. Ada beberapa pilihan usaha yang dikembangkan oleh
kelompok miskin dan marginal. Pertama; Pengembangan usaha bordiran. Usaha bordir sudah ada sebelumnya tetapi masih belum begitu masif. Motivasi-motivasi yang muncul
untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan menjadi motivasi bagi kelompok miskin dan marginal untuk mengoptimalkan waktu dengan membangun usaha. Salah satu usaha
yang mereka kembangkan adalah bordiran kain. Kedua;Usaha peternakan ikan lele. Peternakan ikan lele tentunya tidak hal asing lagi bagi masyarkaat di Nagari Tiku Selatan.
Namun penilaian terhadap peternakan ikan harus mereka rubah karena kebiasaan nelayan mendapatkan ikan dilaut yang siap jual. Ketika pengembangan ikan jenis lele dilakukan
maka kelompok ini harus melakukan beberapa perubahan pada kebiasaan hidup. Usaha usaha ini dilakukan dengan mekanisme kelompok, sehingga solidaritas kelompok dalam
organisasi KSB bisa terjaga.
Gambar 2. Potret Alternatif usaha Bordir 5.
KESIMPULAN
Berbagai studi tentang gerakan sosial pada umumnya terkait dengan studi perubahan sosial. Sehubungan dengan itu, pada studi gerakan sosial kelompok miskin dan marginal
pada konteks pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim juga
471
berkonsekwensi pada perubahan sosial. Gerakan yang dilakukan bersama oleh kelompok miskin ini pada prinsipnya mendukung pada perubahan dan pencapaian tujuan tujuan
bersama. Pada kasus gerakan sosial di masyarakat Nagari Tiku Selatan, sebetulnya memiliki beberapa perbedaan dengan gerakan sosial kebanyakan. Perbedaan menjurus
pada sumber pergerakan, proses gerakan dan hasil gerakan. Pada sumber gerakan kelompok miskin dan marginal ini bersumber dari intervensi yang dilakukan oleh
stakeholder yang bekerjaseebagai agent perubahan. Kajian partisipatif menumbuhkan penyadaran pada aktor-aktor perubahan sosial. Proses gerakan menjurus pada advokasi
kepentingan kelompok miskin dan marginal terlembaga melalui sebuah kelompok masyarakat yang bersifat formal. Aksi-aksi sosial pada kasus gerakan ini terlembaga
dengan adanya rumusan Rencana Aksi Masyarakat dan di legitimasi oleh pemerintah nagari hingga kabupaten. Hasil yang dimunculkan dari gerakan ini adalah poin-poin terget
gerakan dapat dicapai sehingga meningkatkan kapasitas dan memperluas aksi-aksi pengurangan risiko bencana di setiap lapisan masyarakat. Proses Strukturasi dalam relasi
dan interaksi pada gerakan terpola dan terorganisasi terjadi pada upaya merealisasikan Rencana Aksi Masyarakat sebagai komitmen bersama masyarakat.
6. DAFTAR PUSTAKA