Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap hak-hak dasar

537 bangsa dan negara. Karena tingkat perlawanan karena mempertahankan hidup sangat kuat dan dapat berubah menjadi gerakan ideologi.

2. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap hak-hak dasar

Tujuan pembahasan diatas diharapkan dapat memberikan jawaban kepada kita semua bahwa ada hak-hak dasar utama kita sebagai manusia yang hilang dari imbas kebakaran hutan dan lahan. Negara kita telah menetapkan hak-hak tersebut dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia oleh karena itu diharapkan manfaat pengetahuan ini juga dimiliki oleh kita sendiri dan juga seluruh masyarakat di Indonesia. Perlawanan yang muncul dari setiap warga negara menjadi legal dan wajar dimata hukum bila berpedoman kepada hak dasar yang kita miliki sebagai manusia. Tinggal kita menilai sikap dan langkah bangsa kita sejauh mana negara ini melindungi warga negaranya terhadap hak asasi yang mutlak dimiliki setiap manusia. Undang-Undang tersebut diatas pada Pemabahsan; a bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya; b bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun; c bahwa selain hak asasi, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kajian Literatur Dari beberapa tulisan yang dikutip dari blog kompasiana, seorang penulis bernama Irsadi Aristora dalam blok berjudul “Saat Asap Mencabut Hak Asasi Manusia“. Tulisan blog ini dibuat pada tanggal 25 Februari 2015 menjelaskan bahwa “Kebakaran hutan dan lahan di Riau telah mencabut hak-hak warga Negara secara brutal. Seakan tak pernah perduli soal manusia demi sebuah keuntungan pribadi belaka”. Tulisan yang sama oleh penulis juga ditulis diblog readersblog.mongabay.co.id dan mendapat banyak respon dari anggota blog yang terdiri dari komunitas peduli lingkungan. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan KontraS secara konsisten menyoroti penegakan hukum atas peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan masifnya kerusakan lingkungan hidup termasuk kualitas udara milik publik, hingga mendapatkan sorotan keras baik dari dalam maupun luar negeri. Kali ini dalam memantau penegakan hukum, KontraS melakukan korespondensi aktif dengan 7 Kejaksaan Tinggi Kejati dengan 6 diantaranya memberikan jawaban melalui mekanisme Keterbukaan Informasi Publik KIP yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Kejati tersebut antara lain berada di Provinsi Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. KontraS mengapresiasi langkah hukum yang diambil oleh Kepolisian Republik Indonesia Polri dan Kejaksaan Tinggi dalam bekerja sama, mendorong dan dan memastikan bahwa fungsi penegakan hukum tidak bekerja diskriminatif utamanya pada kejahatan korporasi. Namun demikian, satu Kejati pada provinsi Sumatera Selatan cukup 538 mengecewakan karena tidak memberikan jawaban apapun atas permintaan keterbukaan informasi publik yang KontraS layangkan. Padahal Provinsi Sumatera Selatan memiliki kasus kebakaran hutan dan lahan yang cukup serius dimana berdasarkan informasi dari Polda Sumatera Selatan, luasan lahan yang masuk ke lingkup pidana lingkungan seluas 3864,2 Ha dengan menjerat 4 korporasi dan 24 perseorangan sumber dari kontras.org.

2. Teori