Perubahan InfrastrukturMode Produksi Prosiding Konferensi APSSI Vol 1.compressed

790

3.METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif studi kasus. Pemilihan metode kualitatif studi kasus karena metode ini konteksnya secara alamiah mempelajari dengan berupaya memahami, atau menafsirkan, fenomena dilihat dari sisi makna yang dilekatkan. Salah satu cara untuk mengungkap bagaimana perubahan sosial yang terjadi akibat pola tanam yang berubahmaka, peneliti memerlukan partisipasi aktifdan kooperatif berbasis pengalaman pada objek penelitian.Tujuannya adalah untuk mengungkapkan data yang bersifat holistik, pluralis dan egaliter. Pemilihan metode kualitatif studi kasus ini dilakukan karenakeberadaan tempat, kekhususan dan keunikan kasusmerupakan penyebab diperlukannya penelitian studi kasus dalam penelitian ini.Objek yang diuraikan dalam penelitian adalah perubahan sosial dan proses perubahan sosialmasyarakat akibat diterapkannya pola perkebunan monokultur kelapa sawit. Objek penelitian dipilah menjadi tiga bagian. Perubahan pada infrastruktur masyarakat Suku Pekal akibat diterapkannya pola pertanian monokultur kelapa sawit. Perubahan pada struktur sosial masyarakat petani Suku Pekal akibat diterapkannya pola pertanian monokultur perkebunan sawit. Perubahan pada suprastruktur nilai dan cara pandang masyarakat petani Suku Pekal terhadap lingkungan akibat diterapkannya pola pertanian monokultur perkebunan kelapa sawit. Sumber data adalah semua anggota masyarakat yang merupakan subjek peneliti, yakni petani sawit Suku Pekal di desa Talang Arah Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara. Sedangkan data yang ingin digali diantaranya kondisi masyarakat petani Suku Pekal sebelum dan sesudah diterapkannya pola pertanian monokultur, perubahan infrastruktur masyarakat, struktur sosial masyarakat dan suprastruktur masyarakat akibat diterapkannya perkebunan monokultur. Serta juga informasi dari perusahaan yang menjadi mitra petani. Informan penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik bola salju. Pendekatan penelitian seperti ini dipakai karena berkaitan dengan objek dan subjek penelitian yang membutuhkan peneliti secara partisipatif-kooperatif dalam menentukan informan yang paham dan sesuai pada kajian yang peneliti lakukan.Sedangkan data yang dikumpulkan adalah data dari sumber primer juga data sekunder Proses analisis penelitian dimulai bertahap sesuai data yang sudah diperoleh dan diolah. Data diolah seiring proses penelitian sehingga ketika masih memerlukan tambahan informasi akan langsung dilakukan wawancara kembali. Proses analisa data dalam penelitian ini meliputi; pengujian, pemilihan, kategorisasi, evaluasi, membandingkan, melakukan sintesa, dan merenungi kembali data yang peneliti peroleh untuk membangun inferensi-inferensi dan kemudian menarik kesimpulan sehingga tercapainya pemahaman secara holistik. Sedangkan untuk mengukur akurasi dan keabsahan data dilakukan dengan cara membandingkan situasi masyarakat petani Suku Pekal yang mengikuti pola tanam monokultur dan yang masih mengikuti pola tanam polikultur. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara dari informan penelitian, memandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dan apa yang dikatakan informan secara pribadi. Membandingkan keadaan dan perspektif informan dengan masyarakat lain, pemerintah dan pihak perusahaan.Memandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen-dokumen terkait yang diperoleh baik dari desa maupun perusahaan sawit.

4.TEMUAN DAN PEMBAHASAN

1. Perubahan InfrastrukturMode Produksi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masuknya perkebunan kelapa sawit sangat berperan dalam mendorong terjadinya perubahan dalam masyarakat petani suku pekal. Jika dilihat perubahan yang terjadi tersebut dengan merujuk pada analisis materialisme kultural 791 Marvin Harris, maka pada perubahan infrastruktur mode produksi berapa hal yang mengalami perubahan dalam masyarakat tersebut diantaranya; pola tanam, pola produksi dan teknologi, bentuk aktivitas kerja, dan fungsi lahan. Pola tanam pertanian di Desa Talang Arah mengalami perubahan semenjak masyarakat mengadaptasi jenis tanaman kelapa sawit. Sebelumnya, pola tanam pertanian masyarakat adalah berladang padi darat, sayuran, serta kebun campuran polikultur. Ladang padi darat ditanam secara berpindah oleh masing-masing keluarga luas keluarga yang terdiri dari garis keturunan yang sama, sambil menunggu padi darat menghasilkan, tanaman sayuran juga ditanam. Awalnya masyarakat sangat memanfaatkan alam baik hutan, air, udara dan tanah yang saling bersinergi dimanfaatkan sebagai sumber penghidupan. Dengan cara yang sederhana dan belajar dari pengalaman yang diwariskan secara turun temurun menjadi dasar dalam metode atau cara masyarakat bertani, tidak ada sosialisasi pertanian yang khusus menjelaskan bagaimana masyarakat bertani. Iklim dan cuaca menjadi pegangan petani dalam menentukan kapan memulai menanam dan kapan tidak boleh dilakukan. Semenjak masyarakat mengadaptasikan perkebunan kelapa sawit banyak perubahan secara fisik dalam pola tanam dan fungsi dari tanaman yang ditanam. Dahulu tanaman ladang padi darat adalah jenis komoditi nomor satu yang ditanam secara tumpang sari dengan jenis palawija dan sayur-sayuran yang berfungsi sebagai bahan pangan. Sedangkan tanaman keras yang tahunan seperti pohon kayu dan pohon buah yang berbuah musiman merupakan jenis tanam yang ditanam secara tradisional dan ditanam bebas, tanpa penggunaan pupuk dan sejenisnya. Tanaman kebun ini selain sebagai simbol kepemilikan lahan, juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga sesuai musimnya. Semenjak itu pulalah semua lahan ladang berubah menjadi lahan kebun kelapa sawit, Lahan rawa akhirnya semakin dimanfaatkan untuk menanam padi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 1, bahwa tanaman yang ditanam memiliki nilai fungsi, serta nilai ekonomis sebagai penopang kebutuhan keluarga tidak hanya pangan tetapi sebagai pemenuhan kebutuhan sandang dan dilakukan secara komersil. Sumber : Hasil Penelitian 2011 Sumber : Hasil Penelitian Gambar 1. Perubahan Penggunaan Lahan dan Fungsi Tanaman Sumber: Olah data hasil penelitian Pada pola produksi dan teknologi, perubahan yang sangat terlihat adalah turut ditanaminya lahan pekarangan rumah dengan kelapa sawit. Jika dulunya lahan pekarangan tersebut ditanami buah-buahandan tanaman-tanaman lainnya, namun saat ini di sekeliling rumah sudah ditanam kelapa sawit sebagai bagian dari kebun petani dengan pola vegetasi satu jenis tanaman saja. 3.Tanaman Kebun 1. Padi Darat 2.Sayuran tttttSayuraTDSSur 3.sayuran 1. Sawit 2. Padi Sawah 792 Dalam hal peralatan, dahulu petani memiliki pengetahuan dan mampu membuat peralatan pertanian sendiri sesuai dengan fungsinya, termasuk penyakit tanaman dan cara mengatasinya. Saat ini ketika perkebunan kelapa sawit diterapkan banyak peralatan- peralatan baru yang digunakan untuk beberapa hal, dan petani tidak dapat membuat sendiri, peralatan dapat diperoleh dengan cara membeli seperti alat dodos dan egrek. Pengetahuan yang kompleks dan kearifan lokal telah berganti pada pengetahuan hanya pada apa yang mudah terlihat secara kasat mata. Pengelolaan yang spesifik dan detil dalam semua tahapan proses tumbuh kembang jenis tanaman kelapa sawit diakui masyarakat tahu setelah melaluinya dan belajar dari pengalaman saja. Tinggi rendahnya kelapa sawit menentukan cara dan alat yang digunakan untuk memanen buahnya, alat panen yang umumnya digunakan adalah parang, namun ketika pohon kelapa sawit sudah mencapai 2-5 meter menggunakan dodos, untuk pohon setinggi 5-10 m digunakan kapak siam, dan pohon di atas ketinggian 10 meter menggunakan egrek. Alat untuk memanen baik, parang, dodos, kapak dan egrek semuanya dibeli petani secara mandiri, khusus dodos dan egrek biasanya ada pedagang yang mengantarkan langsung ke desa-desa, alat tersebut didatangkan dari Medan langsung serta ada yang dari Malaysia berkisar Harganya dari Rp 1.500.000 sampai dengan Rp 2.000.000. Pada umunya aktivitas memanen kelapa sawit dilakukan petani laki-laki, meskipun ada beberapa saja kelompok perempuan yang mau membantu suaminya namun kerja sama ini lebih kepada pekerjaan yang tidak terlalu berat seperti mengumpulkan buah kelapa sawit yang selesai dipanen, dan hanya satu dua perempuan yang mau menodos atau mengegrek buah kelapa sawit. Selebihnya aktivitas perempuan lebih banyak di rumah, kecuali yang punya sawah, sebagian ada yang beraktivitas di sawah. Oleh karena itu untuk membantu aktivitas di kebun kelapa sawit tenaga anak laki-laki sangat dibutuhkan sebagai tenaga produksi dalam perkebunan petani baik dalam plasma maupun milik pribadiswadaya. Dari situ terlihat bahwa aktivitas kerja petani Suku Pekal di Desa Talang Arah juga mengalami perubahan sejak mengadaptasi pola tanam perkebunan kelapa sawit. Keluarga luas sebagai unit produksi mengalami perubahan, dengan diperjelasnya hak kepemilikan tanah melalui pemerintahan desa seiring masuknya perusahaan sawit. Semenjak ada perkebunan kelapa sawit yang dikelola baik secara plasma maupun swadaya, unit produksi yang awalnya berbasis keluarga luas telah berubah menjadi unit produksi keluarga inti asli. Adapun masyarakat pendatang, khusus untuk plasma sebenarnya merupakan tenaga kerja yang diartikan sebagai “buruh terselubung” yakni tenaga kerja yang diistilahkan oleh perusahaan tenaga kerja yang bekerja di lahan sendiri, dengan sistem plasma ini lahan milik masyarakat tersebut diagunkan di bank artinya bukan sepenuhnya milik masyarakat kecuali masyarakat lunas dalam membayar kredit. Selain buruh terselubung juga ada unit produksi yang benar-benar menjadi buruh di perusahaan dan buruh di kebun masyarakat sendiri yakni buruh menebas lahan dan buruhkuli bongkar muat kelapa sawit. Artinya tenaga kerja dalam perkebunan kelapa sawit dengan kemitraan plasma ini adalah; keluarga inti asli, buruh terselubung, keluarga inti pendatang, buruh. Berikut tabel kerugian dan keuntungan yang didapatkan oleh masing-masing buruh dapat dilihat pada tabel berikut : Jenis Buruh Kelebihankeuntunga n Kekurangankerugiannya Keterangan 793 Buruh keluarga Inti 1. Pendapatan lebih banyak 2. Pengelolaan dilakukan sendiri 3. Bebas memilih untuk dipupuk atau tidak 4. Bebas untuk memulai kapan bekerja di kebun 1. Lahan yang dimiliki sebagai aset produksi dapat saja hilang karena belum atau tidak membayar cicilan hutang 2. Kehilangan akses kontrol pada lahan sendiri dalam hal keputusan untuk memilih jenis tanaman yang akan ditanam 3. Merasakan akibatnya degradasi lahan akibat ditanam kelapa sawit secara monokultur 4. Prediksi kedepan kesulitan modal untuk peremajaan Buruh keluarga inti adalah buruh terselubung yakni petani yang menjadi buruh di lahan sendiri dengan cara hutang karena mengikuti plasma, buruh keluarga inti ini merupakan buruh yang belum lunas membayar cicilan hutangnya, di mana semua anggota keluarga menjadi unit produksi. Buruh di Perusahaa n 1. Mendapat fasilitas jasa angkutan ke perusahaan 2. Dapat dinaikkan menjadi karyawan tetap dalam pengelolaan perkebunan 3. Dapat memanfaatkan fasilitas di perkebunan 1. Upah lebih murah 2. Terikat 4. Tidak bebas dalam membagi waktu bekerja Buruh harian yang bekerja di perkebunan perusahaan inti, sifatnya rutin dengan pekerjaan menebas, merumput dan merawat lahan. Buruh di kebun petani 1. Tidak terikat 2. Upah lebih mahal 3. Ada proses tawar menawar 4. Bebas dalam hal waktu bekerja, petani mengatur sendiri kapan harus bekerja dan berhenti Apabila pekerjaannya tidak memuaskan, maka akan mendapatkan sanksi secara sosial dari pemilik kebun yakni, tidak lagi dipekerjakan dikemudian harinya. Buruh harian yang mencari kerja tambahan di kebun- kebun petani yang membutuhkan tenaga tambahan, sifatnya tidak rutin. Buruh bongkar muat buah kelapa sawit 1. Tidak terikat 2. Menentukan sendiri kapan mau bekerja 1. Bekerja diatur oleh pemilik mobil 2. Kalau sedang banyak muatan, dapat bekerja sampai malam hari Buruh harian yang bekerja di perusahaan atau yang bekerja dengan toke khusus untuk muat bongkar sawit Keterangan Tabel : 1. Buruh keluarga inti adalah petani yang mengikuti kemitraan plasma dan tanahnya diagunkan ke bank, petani ini diistilahkan oleh PT. Agricinal petani yang bekerja di lahan sendiri. 794 2. Buruh di perusahaan adalah petani yang memang bekerja sebagai buruh di perusahaan dalam hal ini bekerja di lahan perkebunan milik perusahaan inti. 3. Buruh di kebun petani adalah buruh yang tidak mempunyai lahan, dan menjadi buruh di kebun-kebun plasma atau swadaya milik petani lain. 4. Buruh bongkar muat buah kelapa sawit adalah buruh yang bekerja baik dengan perusahaan maupun dengan toke yang kerjanya hanya sebagai tenaga bongkar muat buah kelapa sawit. Tabel 1. Kategori Buruh dengan KelebihanKeuntungan Dan KekuranganKerugiannya Sumber : Hasil Penelitian 2011 Oleh karena itu pola kerja pada aktivitas perkebunan kelapa sawit ini lebih banyak membutuhkan tenaga laki-laki dibandingkan perempuan, meskipun laki-laki sebagai pemimpin dan tetap memiliki kekuasaan, tetapi mengalami pergeseran hak kontrol atas lahan sendiri, hal ini terjadi semenjak diperkenalkannya perkebunan kelapa sawit dengan kemitraan model plasma, petani dilemahkan kontrolnya dengan dibagi-baginya petani dalam kelompok sawit. Kalau sebelumnya tenaga perempuan banyak berfungsi dalam aktivitas peladangan darat yakni dalam menanam padi darat, palawija dan sayuran, mulai dari penyemaian bibit, menanam, merawat, merumput, dan panen sedangkan laki-laki difungsikan untuk mengangkat hasil panen dan sebagai pemimpin yang membuat keputusan kapan dilakukan penanaman dan kapan dilakukan pindah perladang Saat ini dalam aktivitas keseharian perkebunan kelapa sawit lebih banyak laki-laki terutama laki-laki yang masih muda dan memiliki tenaga yang kuat, hal ini dikarenakan berkebun kelapa sawit membutuhkan tanaga yang lebih besar, apalagi pada saat panen dan pengangkutan buah, panen buah kelapa sawit dilakukan 2 minggu sekali, jadi dalam satu bulan petani memanen sebanyak 2 kali. Namun apabila sedang tidak panen petani lebih banyak meluangkan waktu di rumah. Hanya sebagian saja yang memanfaatkan aktivitas mencari ikan di sungailaut dan menjadi buruh harian di kebun orang lain dan perusahaan- perusahaan di sekitar tempat tinggal penduduk seperti PT. Agricinal kelapa sawit, PT. Puding Mas kelapa sawit, PT. Alno karet dan masih ada beberapa perusahaan lainnya, namun pekerjaan tersebut hanya sebagai buruh kebun, bongkar-muat, kuli angkut dan petugas keamanan. Perubahan selanjutnya yang termasuk kategori perubahan mode produksi infrastruktur adalah perubahan fungsi lahan. Terutama yaitu lahan pertanian dan lahan kebun petani di Desa Talang Arah yang mengalami perubahan luas lahan kepemilikan. Komposisi luas tanah yang berubah ini terjadi pada tanah kebun milik pribadi masing- masing keluarga,perubahan tersebut terjadi karena semakin bertambahnya jumlah penduduk, di mana tanah kebun dijual untuk pemukiman pendatang di dusun 3. Perubahan tersebut juga terjadi di tanah desa atau tanah adat pada masa pemerintahan adat dan pemerintahan desa terdahulu, di mana legitimasi pemerintah telah mempermudah para investor khusunya PT. Agricinal untuk mendapatkan lahan. Lahan yang diberikan tersebut merupakan lahan asli milik status masyarakat adat yang diambil dan dijadikan perkebunan kelapa sawit inti. Kemudian dalam perkembangannya perusahaan inti ada yang membeli lahan masyarakat untuk menambah luas lahan perkebunan inti, namun kasus ini hanya pada beberapa petani. Adapula perubahan lahan pertanian padi sawah yang awalnya seluas 500 Ha, saat ini menjadi ± 200 Ha karena ada pengalihan lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit. 2.Perubahan Infrastruktur Mode Reproduksi Perubahan infrastruktur mode reproduksi yang dimaksud disini adalah perubahan komposisi jumlah penduduk yang terjadi dalam masyarakat petani Suku Pekal. Adapun salah satu pemicu terjadinya pertumbuhan penduduk tersebut adalah adanya program 795 transmigrasi, yang dilakukan sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan juga pembangunan sosial. Program itu sendiri dilakukan pada tahun 1993. Dengan melakukan penambahan penduduk etnis Jawa sebanyak 50 kk atau sebanyak 200 jiwa. yang diistilahkan penduduk kaplingan karena tanah yang ditempati merupakan tanah kaplingan desa yang sengaja di jual pada pendatang suku Jawa seluas 200 Ha agar jumlah penduduk bertambah. Alasan penambahan jumlah penduduk karena pada saat itu masyarakat asli sangat sedikit jumlahnya, sementara wilayah atau tempat tinggal untuk pemukiman masih luas. Penambahan jumlah penduduk saat ini dilihat dari tahun 2008 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan, namun peningkatan tersebut lebih dikarenakan pertambahan karena kelahiran, selain itu disebabkan karena pertambahan yang disebabkan pernikahan yang mendatangkan orang luar untuk menjadi tambahan anggota keluarga baru yang menetap di desa tersebut Perubahan komposisi penduduk di Desa Talang Arah ini berpengaruh pada beberapa hal, antara lain; 1 perubahan fungsi lahan yang tadinya adalah kebun berupa hutan yang tidak produktif berubah menjadi lahan pemukiman dan perkebunan masyarakat yang intensif; 2 status kepemilikan lahan yang tadinya adalah milik desa atau milik masyarakat petani Suku Pekal dengan adanya kebijakan tanah kaplingan berubah menjadi milik penduduk pendatang transmigran; 3 interaksi antara masyarakat petani Suku Pekal dengan penduduk pendatang. Interaksi ini mendorong terjadinya pertukaran pengetahuan, pengalaman dan kebudayaan. Interaksi juga mendorong terjadinya perkawinan antara penduduk asli Suku Pekal dengan penduduk pendatang transmigran. Selain itu juga mendorong terjadinya perubahan pada aturan-aturan pelaksanaan hajatan. Jika sebelumnya dimasyarakat Suku Pekal ada aturan-aturan atau kesepakatan waktu mengenai kapan boleh dilaksanakan hajatan seperti pernikahan, menjadi berubah dengan waktu hajatan bebas kapan saja yang tidak lagi mengikuti waktu atau pola Suku Pekal, karena sudah ada pendatang, terjadi akulturasi yang menerima hal-hal yang dianggap baik untuk dilakukan tanpa meninggalkan esensi dari acara atau hajatan yang dilakukan. Munculnya perubahan ini juga dipengaruhi oleh berubahnya sistem pertanian yang ada dalam masyarakat. Jika sebelum menjadi petani kelapa sawit, untuk menentukan waktu hajatan harus disesuaikan dengan musim-musim panen pertanian yang dimiliki, namun ketika telah berubah menjadi petani kelapa sawit, karena sawit dapat panen sebulan 2 kali maka untuk melaksanakan kegiatan hajatan tersebut tidak mesti harus menunggu musim panen. Pada satu sisi, keberadaan penduduk pendatang dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat Suku Pekal untuk saling berinteraksi dengan berbagi pengalaman, pengetahuan dan kebudayaan. Akan tetapi pada sisi yang lain, keberadaan penduduk pendatang menempatkan posisi masyarakat petani Suku Pekal harus bersaing dalam proses produksi. Jika penduduk pendatang terus menerus membeli lahan maka lahan yang dimiliki masyarakat Suku Pekal akan semakin sedikit. Hal lain adalah jika penduduk pendatang lebih giat bekerja dalam proses produksi tentunya pendapatan dan taraf kehidupan bisa melebih dari kehidupan masyarakat petani Suku Pekal. Meningkatnya pendapatan masyarakat dan interaksi masyarakat petani Suku Pekal di Desa Talang Arah dengan masyarakat pendatang transmigran mendorong perubahan pada pengetahuan masyarakat. Hal ini menyebabkan kesadaran akan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat semakin meningkat khususnya kebutuhan pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Pendapatan yang meningkat dan kesadaran kebutuhan tersebut mendorong semakin terbuka akses masyarakat petani Suku Pekal pada pendidikan, ekonomi dan kesehatan. 796 3.Perubahan Struktur Sosial Keberadaan perkebunan kelapa sawit monokultur ini secara pasti juga telah mendorong terjadinya perubahan struktur sosial yang ada dalam masyarakat desa. Perubahan tersebut terlihat pada perubahan ekonomi domestik, dan perubahan ekonomi politik. Pada perubahan ekonomi domestik terjadi terutama pada pembagian kerja domestik, perubahan pendapatan dan pengeluaran petani, perubahan kehidupan sosial keluarga petani. Sedangkan pada perubahan ekonomi politik, perubahan terlihat terjadi pada peran pemerintahan desa terutama dalam pengembangan perkebunan sawit, lembaga ekonomi, lembaga sosial masyarakat, stratifikasi masyarakat, pola perilaku dan interaksi masyarakat. Perubahan ekonomi domestik yang terlihat akibat perubahan pola sistem pertanian dalam masyarakat adalah terjadinya perubahan pada pembagian kerja dalam rumah tangga masyarakat petani suku pekal. Keputusan petani untuk mengubah pola tanam menjadi monokultur kelapa sawit, mendorong perubahan pada pembagian kerja pada keluarga petani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada pola pembagian kerja keluarga berikut : Pembagian Kerja di Kebun Kelapa Sawit Ayah Mempersiapkan lahan, menebas, menebang, mempersiapkan bibit, menanam, memupuk, merawat memanen; menodosmengegrek, mengumpul dan mengangkut buah, dan mengawasi buah ditempat penimbangan. Hari libur masa tidak panen, buruh menebas, menyemprot, dan memanen baik di perusahaan atau di kebun masyarakat. Anak Laki-laki Ikut dalam kegiatan memanen, menodosmengegrek, mengumpul dan mengangkut buah, dan mengawasi buah ditempat penimbangan. Hari libur masa tidak panen, buruh menebas, menyemprot, dan memanen baik di perusahaan atau di kebun masyarakat. Ibu Pada saat usia sawit 1-2 tahun, ibu-ibu menanam tanaman pangan seperti jagung, cabe dan kacang-kacangan untuk menambah kebutuhan pangan keluarga, setelah 3 tahun tidak bisa ditanam lagi karena akan menganggu pertumbuhan sawit. Sebagian ibu-ibu mengumpulkan buah di kebun sendiri dan ada ibu-ibu yang belum panen ada yang mengisi waktunya mengumpulkan buah kelapa sawit yang terlepas dari brondolnya berjatuhan di sekitar pohon kelapa sawit di kebun-kebun petani lainnya yang dibiarkan terbuang begitu saja. Anak Perempua n Membantu kegiatan ibu mengumpulkan buah kelapa sawit dan membantu aktivitas orang tua di rumah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tabel 2. Pola Pembagian Kerja Domestik Berdasarkan Struktur Keluarga Sumber: Hasil Penelitian Dari tabel dapat dilihat bahwa dalam pembagian kerja di kebun kelapa sawit, terdapat perbedaan yang jelas bahwa pekerjaan yang dilakukan laki-laki lebih berat, hal ini karena pekerjaan di perkebunan kelapa sawit memang membutuhkan tenaga yang kuat. Sedangkan dahulu sebelum berkebun kelapa sawit aktivitas perempuan lebih banyak. Perubahan pola tanam masyarakat dari polikultur menjadi monokultur mengubah pendapatan masyarakat petani Suku Pekal di Desa Talang Arah. Selain itu tidak hanya pendapatan yang berubah pengeluaran masyarakat juga mengalami perubahan. Sebelumnya pendapatan masyarakat bersumber dari penjualan hasil palawija dan pendapatan masyarakat pada saat itu Rp 12.000 sd Rp 20.000 perhari.Setelah 797 mengadaptasi kelapa sawit pendapatan dan pengeluaran petani menjadi meningkat. Rata- rata pendapatan masyarakat Rp. 1. 500. 000 untuk lahan 1,5-1 Ha dan sampai dengan Rp 3.000.000 bagi lahan 2-3 Ha. Selain itu, variasi pekerjaan juga bertambah karena banyaknya perusahaan-perusahaan seperti perusahaan kelapa sawit, karet, perusahaan tambang. Peningkatan pendapatan tersebut untuk lebih jelas,terlihat pada tabel berikut ini: No Sumber PendapatanRumah Tangga Rangking 1 Hasil Sawit 1 2 PNS Pegawai Negeri Sipil 2 3 Padi 3 4 Sopir 4 5 Mencari mas di sungai 5 6 Bengkel 6 7 Buruh Bangunan Buruh Kebun perusahaankebun masyarakat 7 8 Kuli Panggul bongkar muat sawit di perusahaan atau dengan toke 8 9 Ternak besar 9 10 Ternak kecil 10 11 Warung 11 12 Hasil karet 12 Tabel 3. Matrik Ranking Sumber Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Petani Suku Pekal Desa Talang Arah Sumber : Hasil Penelitian Dari tabel terlihat bahwa sumber pandapatan rata-rata terbesar adalah dengan berkebun sawit. Perhitungan pendapatan panen yang besar inilah yang menjadi alasan masyarakat tertarik mengikuti sistem plasma kelapa sawit. Namun disisi lain harga kelapa sawit yang fluktuatif juga menjadi ancaman petani plasma karena posisi tawar yang lemah,karena hanya mitra perusahaan, maka harga jual petani ditentukan oleh pihak perusahaan selaku bapak angkat. Diketahui pula bahwa harga beras juga berfluktuasi setiap waktunya, sehingga sebagian masyarakat mensiasatinya dengan membeli beras yang mutunya lebih rendah, adapula petani kelapa sawit yang mendapatkan jatah raskin, setidaknya ada 61 orang warga yang mendapatkan jatah raskin yang artinya 61 orang tersebut termasuk miskin. Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa antara penghasilan dan pengeluaran diakui hampir sama, artinya pendapatan meningkat maka kebutuhan pun meningkat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada matrix: No Pengeluaran Rumah Tangga Ranking 1 Makan sembako 1 2 Biaya anak sekolah 2 3 Rokok 3 4 Transportasi Bensin 4 5 Bayar utang toke 5 6 Sandang 6 7 Telponpulsa 7 8 Biaya sosial 8 798 9 Jajan anak 9 10 Alat Pertanian 10 11 Saprodi pupuk-racun 11 12 Kesehatan 12 13 Penerangan 13 14 Pajak 14 15 Renovasi rumah 15 16 Air minum galon Tabel 4 Matrik Ranking Pengeluaran Rumah Tangga Petani Di Desa Talang ArahSumber: Hasil Penelitian Matrik ranking pengeluaran yang ditanyakan pada laki-laki dan perempuan diketahui bahwa lima besar pengeluaran terbesar bapak-bapak dan ibu-ibu adalah makan, anak sekolah, rokok,bayar utang, bayar utang toke. Laki-laki dan perempuan setelah didiskusikan menunjukkan pengeluaran yang terbesar adalah kebutuhan makan, ini terjadi karena berubahnya pola tanam menyebabkan perubahan pada pemanfaatan lahan kebunladang dan lahan perkarangan, yang seharusnya ditanam padi, palawija, sayur- mayur, dan tanaman buah untuk memenuhi kebutuhan pangan, sekarang sudah ditanami kelapa sawit,akhirnya menyebabkan semua bahan pangan harus dibeli. Perubahan pola pertanian juga mendorong masyarakat petani merasa mampu membeli barang-barang yang dirasakan telah menjadi kebutuhan hidup walaupun dengan kredit. Pembelian dengan kredit ini sesungguhnya menambah hutang yang dimiliki oleh petani, akan tetapi perubahan cara berpikir yang lebih konsumtif membuat masyarakat tidak memperdulikan besarnya hutang yang dimiliki.Hutang ini merupakan pengeluaran akibat berubahnya perilaku masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut ini : Bagan 2. Beban Hutang Petani Setiap Panen Sumber : Hasil Penelitian Sehingga jika dihitung secara cermat antara pengeluaran petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dengan pembayaran hutang koperasibank, Toke dan Tukang kredit dengan pendapatan yang didapatkan setiap panen, bisa disimpulkan bahwa sesungguhnya petani rugi dalam proses produksi pola tanam monokultur ini. Perubahan sistem pertanian tersebut juga mendorong perubahanhubungan antar individu dalam masyarakat. Petani lebih banyak waktu untuk berinteraksi karena banyak waktu bersantai, bapak-bapak dan ibu-ibu lebih sering kelihatan duduk dan mengobrol antar tetangga. Sedangkan anak-anak laki-laki lebih sering kebut-kebutan motor di jalan, Pendapatan Petani Setiap Panen Hutang Petani Kepada Toke Hutang Petani Kepada Perusahaan Kredit Petani Dengan Penjual Pendapatan Bersih Petani 799 main bilyard serta nongkrong di cafe. Anak perempuan banyak menggunakan waktunya jalan-jalan dengan teman sebayanya. Perubahan pola pertanian juga menunjukkan terjadi perubahan kebiasaan, meskipun semakin konsumtif tetapi hubungan sosial kemasyarakatan tidak menunjukkan individual, pola hubungan yang saling mendukung dan membantujuga masih terjaga, banyaknya waktu luang juga semakin memberikan kesempatan berkumpul dengan keluarga, petani dapat mengikuti kegiatan-kegiatan sosial seperti pengajian, pernikahan, syukuran, musibah dan lainnya. Jan Fe b Ma r Apr Me i Ju n Jul Au g Sep Okt Nop Des Jan Fe b Ma r Apr Me i Ju n Jul Au g Sep Okt Nop Des 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Keterangan : 1. Untuk padi sawah petani dapat penen 3 bulan dalam setahun sekali karena ada irigasi, dengan aktivitas 4 bulan di sawah, sebelumnya pertanian padi darat hanya dapat dilakukan panen setahun sekali, petani harus menyesuaikan dengan musim karena dahulu terdapat tanda-tanda yang jelas kapan musim kemarau dan kapan musim hujan.

2. Untuk berkebun kelapa sawit, petani tidak perlu mengenal musim dan panen