391
D.KELOMPOK RENTAN DALAM MASYARAKAT
1. Ekonomi Formal: kelemahan dalam soal kepatuhan disektor formal telah
meningkatkan kerentanan terhadap kemiskinan jika terjadi kecelakaan, kematian, atau pengangguran. Jika kelompok pekerja sendiri yang jumlahnya besar dan
pekerja migran juga dimasukkan maka banyak pekerja di sektor formal tidak tercakup oleh skim jaminan sosial yang wajib sekalipun. Kemungkinan
meningkatnya kemiskinan jika terjadi krisis ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1997 kuga masih tinggi
2. Wanita: pertimbangan khusus harus diberikan pada masalah gender. Wanita
memperoleh bantuan dan kesempatan lebih sedikit dibandingkan laki-laki, dan mereka tidak terwakilkan secara seimbang dalam sektor ekonomi formal, pada
pekerjaan yang tidak digaji, di kalangan pekerja migran, dan rata-rata menerima pendapatan yang lebih rendah dibandingkan pria. Banyak program pengentasan
kemiskinan dan program pembangunan sosial yang terfokus pada rumah tangga dan tidak mempertimbangkan perbedaan-perbedaan antar rumah tangga. Kalaupun
perhatian khusus diberikan kepada masalah dan pola-pola hidup wanita ketika mengembangankan program dan kebijakan perlindungan sosial, pendekatan yang
kelihatannya netral pada kenyataannya justru akan merugikan wanita.
3. Pekerja Sektor informal, jaminan sosial belum diberikan untuk kelompok
pekerja ini, walaupun jumlah mereka hampir 65 juta pekerja atau 65,7 dari total angkatan kerja. Keluarga mereka sangat rentan terkena dampak buruk akibat
hilangnya pendapatan untuk sementara waktu atau bahkan untuk selamanya. Pada gilirannya, hal ituakan menyebabkan mereka dengancepat jatuh ke jurang
kemiskinan. Meskipun kapasitas pekerja sektor informal di pedesaan sangat terbatas untuk mempraktekkan pertanian subsisten memenuhi kebutuhan sendiri
untuk mengkompensasi hilangnya pendapatan, hal yang sama tidak dimiliki pekerja informal di perkotaan.
4. Penduduk tanpa pendapatan tetap dan kaum miskin: berusia lanjut, cacat,
janda, pengangguran dan wanita merupakan bagian terbesar dari kaum miskin. Program jaring pengaman sosial untuk kaum miskin dan program pengentasan
kemiskinan yang berkesinambungan telah berhasil memperbaiki kondisi mereka. Keberhasilan itu antara lain dalam soal pemberian subsidi beras, subsidi
pendidikan, dan layanan kesehatan di daerah terpencil setelah krisis ekonomi tahun 1997. Namun problem pengidentifikasian dan penggolongan kaum paling miskin
di antara kaum miskin belum bisa dipecahkan baik karena beragamnya wilayah maupun karena kegagalan mendefinisikan level kemiskinan untuk menentukan
perbedaan-perbedaannya. Langkah-langkah untuk mengatasi ketidakmampuan dan kerentanan ini perlu diperbaiki jika ingin program bantuan sosial untuk kaum
miskin lebih akurat dan tingkat kebocorannya minimal
392
D. MANFAAT PERLINDUNGAN SOSIAL
Perlindungan sosial memberikan akses pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-hak dasar manusia, termasuk akses pada pendapatan, kehidupan, pekerjaan,
kesehatan dan pendidikan, gizi dan tempat tinggal.Selain itu, Perlindungan Sosial juga dimaksudkan sebagai cara untuk menanggulangi kemiskinan dan kerentanan absulut yang
dihadapi oleh penduduk yang sangat miskin. Beberapa manfaat dan Perlindungan Sosial diantaranya:
1. Terlindunginya manusia dari berbagai resiko sehingga terhindar dari kesengsaraan yang berkepanjangan,
2. Meningkatnya kemampunan kelompok rentan dalam menghadapi kemiskinan serta keluarnya dari kemiskinan dimaksud,
3. Keluarga miskin memiliki standar hidup bermartabat 4. Tercapainya dan terselenggaranya kesejahteraan sosial
Hak-hak pekerja seperti cuti sakit, cuti tahunan, asuransi kesehatan, hak pensiun dan di Indonesia, jamsoktek atau BPJS merupakan bentuk-bentuk perlindungan sosial bagi tenaga
kerja.
E. LANDASAN SOSIOLOGIS
Dalam konteks masyarakat Indonesia, bekerja memiliki keragaman makna.Bekerja tidak hanya sebagai upaya mendasar dalam mempertahankan hidup diri dan
keluarga.Bekerja menjadi bagian dari jati diri sebagian kalangan.Semakin besar gaji dan posisi kerja seseorang, maka semakin tinggi status sosialnya dalam masyarakat.Status
sosial dan ekonomi merupakan dua hal yang saling terkait dalam lingkaran pekerjaan dan kehidupan bermasyarakat.
Bekerja merupakan tahapan yang harus dilalui oleh setiap orang, terutama bagi kelompok usia muda yang telah menamatkan pendidikan menengahpendidikan tinggi.
Semakin besar tuntutan dari keluarga maupun lingkungan sekitar, maka semakin besar upaya seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Tingginya arus migrasi pekerja Indonesia, belum diikuti dengan kesadaran semua pihak dan peraturan perundangan yang memadai untuk melindungi selama dalam proses
prapenempatan, penempatan, maupun pasca penempatan. Sepanjang tahun terjadi tindak kekerasan yang menimpa Pekerja Indonesia di luar negeri, seperti perekrutan ilegal,
pemalsuan dokumen, pelatihan yang tidak semestinya, pemukulan, gaji yang tidak dibayar, penganiayaan, pelecehan seksual, dan Pekerja Indonesia di luar negeri yang dideportasi
karena masalah keimigrasian, hingga penipuan dan pemerasan yang dialami oleh Pekerja Indonesia di Bandara dalam negeri maupun dalam perjalanan kembali ke daerahnya
masing-masing.
Berbagai kasus di atas menunjukkan bahwa aspek perlindungan hukum dan HAM terhadap Pekerja Indonesia di Luar Negeri masih sangat lemah. Undang-undang Nomer 39
Tahun 2004 yang mengatur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri tidak mengatur dan menjamin adanya perlindungan bagi Calon Pekerja Indonesia
di Luar negeri danatau Pekerja Indonesia di Luar Negeri. Landasan hukum Perlindungan Sosial untuk para Pekerja Mingran antara lain:
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Ynag Kejam Tidak Mnausiawi atau
Merencahkan Martabat Manusia tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3783
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia 3. Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279
393
4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
5. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 6. Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
7. Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesian Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia
8. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang program Pembangunan yang Berkeadilan
9. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 05AKEPMENKOKESRA2009 tentang Satuan Tugas Pemulangan Tenaga
Kerja Indonesia Bermasalah serta Pekerja Migran Indonesia Bermasalah Sosial dan Keluarganya dari Malaysia
10. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 86HUK2010 Tentang organisasi dan Tata kerja Kementerian Sosial RI
Sumber: Buku Petunjuk Pelaksanaan Perlindungan Sosial Pekerja Migran Kemenakertrans RI 2011.
3.METODE PELELITIAN
Dengan mempergunakan penelitian kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap beberapa informan yang diambil dari lapangan.Disamping wawancara
mendalam juga dilakukan kepada key persons yaitu tidak hanya pejabat-pejabat atau perangkat desa saja tetapi juga orang-orang yang bisa membeberkan informasi misalnya
dari PPTKIS.Penelitian kualitatif dilakukan untuk mengetahui bagaimana perlindungan sosial yang diberikan kepada TKI. Penelitian kualitatif akan mendeskripsikan bagaimana
pola pemberian perlindungan soial terhadap TKI yang berangkat ke Malaysia. Disamping dikumpulkan data primer juga dikumpulkan data sekunder.Pemilihan lokasi di Entikong
dan di Kuching dimana TKI bekerja di Malaysia Timur.
4.TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Proses tenaga kerja dari Indonesia ke luar negeri dicatat telah memberi manfaat. Bank Indonesia menyebutkan jumlah aliran uang sebagai remitansi dari mereka yang
bekerja di luar negeri pada periode tahun 2010 hingga tahun 2015 rata-rata per tahun mencapai 7,217 juta USD. Tidak saja manfaat ekonomi, di beberapa negara seperti
Hongkong, Taiwan dan Singapura proses tersebut dapat menjadi sumber gejala diaspora budaya. Diperkirakan selama ada permintaan atas tenaga kerja dari Indonesia dari negara-
negara tujuan bekerja maka proses ini akan terus berlangsung.
Namun dibalik itu semua, aliran tenaga kerja dari Indonesia yang bekerja ke luar negeri diikuti berbagai persoalan. Dari berbagai catatan hingga tahun 2014, diketahui 16,86
dari jumlah yang bekerja ke luar negeri terkena masalah mulai sakit, PHK sepihak, majikan bermasalah, gaji tidak di bayar, pelecehan seksual, tidak sesuai perjanjian kerja,
kecelakaan kerja, hamil, penganiayaan, dipulangkan secara paksa oleh negara tujuan bekerja, menghadapi soal keimigrasian dokumen tidak lengkap, over stay, hingga ancama
hukuman mati dan meninggal dunia, hal yang mengindikasikan mereka yang bekerja ke luar negeri cenderung tidak terlindungi martabat kemanusiaannya sebagai akibat tidak
dilindungi dalam norma hukum nasional maupun internasional. Meskipun, sebagian mereka yang punya masalah seharusnya dilindungi agar dapat bekerja dan hidup yang
layak, baik di dalam maupun di luar negeri.Hingga saat ini tenaga kerja dari Indonesia yang bekerja ke luar negeri khususnya mereka yang menjadi buruh migran perempuan paling
rentan menghadapi masalah.Mereka yang terkena masalah itu kemudian menjadi tanggungan negara.Ketidaksiapan pemerintah Indonesia dalam menghadapi pemulangan
394
tenaga kerja dari luar negeri sering menimbulkan dampak terhadap hak asasi manusia para tenaga kerja yang dipulangkan.
Di Malaysia penelitian di kalangan wanita pekerja migran menunjukkan wanita pekerja migran ilegal mengalami masalah kesehatan mental yang tinggi berbanding wanita
pekerja migran legal.Wanita pekerja migran ilegal memperlihatkan tingkat stress, anxiety dan depression yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan wanita pekerja migran legal.
Dari segi strategi daya tindak coping strategy juga wanita pekerja migran yang ilegal tidak baik berbanding wanita pekerja migran yang legal Fahrudin Baco, 2001;
2001;2004. Pekerja migran yang legal juga mengalami masalah berkaitan kehilangan dan kesedihan poss andgrief karena terpaksa meninggalkan anggota keluarga mereka, tidak
adanya dukungan sosial, kedudukan sosial, nilai dan noram.Kebudyaan dan linkungan mereka Husmiati, 2003.
Perlindungan sosial hingga saat ini terdapat berbagai macam definisi perlindungan sosial.Keragaman ini dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu
negra.Berikut adalah beberapa dari sekian banyak definisi yang digunakan oleh berbgai institusi dan negara.Asian Development Bank ADB menjelaskan bhawa perlindungan
sosial pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya peningkatan dan perbaikan
kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka dari bencana dan kehilangan pendapatan.Dalam hal ini perlindungan sosial tidak bearti mmerupakan keseluruhan dari
kegiatan pembangunan di bidang sosial, dan tidak termasuk upaya penurunan resiko risk reduction. ADB membagi perlindungan sosial ke dalam 5 elemen yaitu a Pasar tenaga
kerja labor market; b Asuransi sosial social insurance; c bantuan sosial social assitance; d skema mikro dan area based untuk perlindungan bagi komunitas setempat;
dan e perlindungan anak child protection.
M enurut Bank Dunia dalam “Work Bank Social Protection Strategy” konsep yang
digunakan oleh ADB dalam membagi perlindungan sosial tersebut masih tradisional. Bank Dunia mendefinisikan perlindungan sosial sebagai a Jejaring pengaman dan “spring
board” b investasi pada sumberdaya manusia; c upaya meanganggulangi pemisahan sosial; d berfokus pada penyebab, bukan pada gejala; dan d mempertimbangkan
keadaan yang sebenarnya. Interpretasi yang agak berbeda diberikan oleh Hans Gsager dari German
Development Institute. Gsager berpendapat bahwa sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk mendukung penanggulangan situasi darurat ataupun kemungkinan
terjadinya keadaan darurat. Dia memilah-milah jenis-jenis perlindungan sosial berdasarkan pelaksana pelayanan yaitu pemerintah, pemerintah bersama-sama dengan elmbaga non
pemerintah, lembaga non pemerintah, dan kelompok masyarakat.
Menurut Barrientos dan Shepherd 2003, perlindungan sosial secara tradisional dikenal sebagai konsep yang lebih luas dari jaminan sosial, lebih luas dari asuransi sosial,
dan lebih luas dari jejaring pengaman sosial. Saat ini perlindungan sosial didefinisikan sebagai kumpulan upaya publik yang dilakukan dalam menghadapi dan menanggulangi
kerentanan, resiko dan kemiskinann yang sudaha melebihi batas Conway, de Haan et al,; 2000.
Deutsche Shiftung fur Internastional Entwicklung DSE melalui discussion report mengambil definisi perlindungan soial yang digunakan oleh PBB dalam :United Nations
General Assembly on Social Protection:; yaitu sebagai kumpulan kebijakan dan program pemerintah dan swasta yang dibuat dalam rangka mengahdapi berbagai hal yang
menyebabkan hilangnya ataupun berkurangnya secara substansial pendapatangaji yang diterima; memberikan bantuan bagi keluarga dan anak serta memberikan layanan
kesehatan dan permukiman. Secara lebih detail dijelaskan bahwa perlindungan sosial
395
memberikan akses pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-hak dasar manusia, termasuk akses pada pendapatan, kehidupan, pekerjaan, kesehatan dan pendiikan, gizi dan
tempat tinggal. Selain itu, perlindungan sosial juga dimaksudkan sebagai cara untuk menanggulangi kemiskinan dan kerentanan absolut yang dihadapi oleh penduduk yang
sangat miskin. Dengan demikian, perlindungan sosial menurut PBB dapat dibagi menjadi sub kategori yaitu bantuan sosial social assitance dan asuransi sosial social inssurance.
Bantuan sosial merupakan penyaluran sumber daya kepada kelompok yang mengalami kesulitan sumber daya; sedangkan asuransi sosial adalah bentuk jaminan sosial dengan
pendanaan yang menggunakan prinsip-prinsip asuransi.
Program perlindungan sosial di direktorat KTKPM dilaksanakan berdasarkan bahwa perlindungan sosial adalah keseluruhan upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk
membantu orang lain. Baik yang belum maupun yang terganggu fungsi sosialnya agar mampu mencegah atau mengelola berbagai resiko sosial yang dihadapi. Adapun
perlindungan sosial yang diberikan kepada: 1 kirban tindak kekerasan. Korban adalah mereka yang mendapatkan perlakukan dari perilaku seseorang yang dengan sengaja
maupun tidak sengaja yang ditujukan untuk mencederai atau merusak orang lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia
dan bertententangan dengan nilai dan norma dalam amsyarakat yang berlaku secara universal serta mengakibatkan trauma psikologis. 2 Pekerja migran internal dan lintas
negara yang mengalami masalah sosial, baik dalam bentuk tindak kekerasan. Keterlantaran karena mengalami musibah faktor alam dan sosial, mengalami konflik sosial karena
ketidakmampuan menyesuaikan diri ditempat kerja baru atau di negara tempatnya bekerja maupun mengalami kesenjangan sosial sehingga mengakibatkan fungsi sosial terganggu.
5. KESIMPULAN