HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

221 dan seluruh unsur stakeholders, harus berlaku adil melaksanakan prinsip kerja berdasarkan keadilan dan komitmen untuk meningkatkan kualitas kerja yang adil. Dari sekian banyak arti dan bentuk perilaku adil, setidaknya dua hal diantaranya akan menjadi sangat penting yakni: Keadilan distribusi dan keadilan prosedural. Twelvetrees 1991, membagi perspektif teoritik pemberdayaan masyarakat ke dalam dua bingkai, yakni pendekatan profesional dan pendekatan radikal. Pendekatan professional menunjuk pada upaya untuk meningkatkan kemandirian dan memperbaiki sistem pemberian pelayanan dalam kerangka relasi-relasi sosial. Sementara itu, berpijak pada teori struktural neo- Marxis, feminisme dan analisis anti-rasis, pendekatan radikal lebih terfokus pada upaya mengubah ketidakseimbangan relasi-relasi sosial yang ada melalui pemberdayaan kelompok-kelompok lemah, mencari sebab kelemahan mereka, serta analisis sumber- sumber ketertindasannya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Payne sebagai sebuah model pendekatan dengan dukungan minoritas masyarakat, sebagai contoh penggambaran perhatian terhadap keseimbangan ketetapan pelayanan. Pendekatan profesional dapat diberi label sebagai pendekatan yang bermatra tradisional, netral dan teknikal. Sedangkan pendekatan radikal dapat diberi label sebagai pendekatan yang bermatra transformatif.

3.METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk mengungkap gejala secara holistik kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna perspektif subyek lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Ciri penelitian kualitatif mewarnai sifat dan bentuk laporannya. Oleh karena itu, laporan penelitian kualitatif disusun dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam serta menunjukkan ciri-ciri naturalistik yang penuh keotentikan. Untuk mendapatkan perspektif pengkajian remitan dan model pemberdayaan keluarga migran penelitian ini menerapkan startegi sebagai berikut: keluarga mantan migran asal Sumatera Barat sebagai unit analisisnya diidentifikasi menurut lokasi tempat bekerja. Kemudian iformasi dari keluarga dikonfirmasi kepada keluarga luas dan tokoh masyarakat. Triangulasi data memang sangat mungkin dilakukan mengingat keluarga luas masih berjalan di lokasi penelitian. Untuk akurasi dan kedalaman data, digunakan teknik diskusi terfokus FGD di tingkat nagari. Pada saat pelaksanaan FGD muncul berbagai informasi, karena peserta umumnya mengetahui situasi sosial yang diterliti. Teknik menentukan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara kombinasi teknik purposive dengan snowballing, dimana sejak awak peneliti telah menentukan kriteria informan bahkan lokasinya sejak awal sesuai kriteria penelitian ini. Kriteria lokasi ditentukan dari informasi awal terdapatnya migran Internasional asal Sumatera Barat. Maka kabupaten yang dipilih adalah Kabupatren Lima Puluh Kota dan Solok. Dari dua kabupaten itu dipilih Nagari Suayan dan Sulit Air sebagai lokasi penelitian. Sedangkan informan yang dipilih adalah Kerabat migran, keluarga luas, tokoh masyarakat nagari yang terdiri dari lima unsur yang ada di nagari.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu, Nagari Suayan Kabupaten Lima Puluh Kota, dan nagari dan Nagari Sulit Air di Kabupaten Solok. Lokasi penelitian tahun pertama, sama dengan lokasi tahun kedua, karena penelitian ini berkaitan antara tahun pertma dengan tahun kedua. Pada awalnya penentuan lokasi penelitian didasarkan pada 222 informasi umum tentang keberadaan perantau asal Minangkabau di luar negeri, maka direncanakan penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Tanah Datar. Namun saat dilakukan penelitin awal untuk menentukan nagari yang akan dijadikan lokasi penelitian, ternyata di kabupaten Tanah Datar perantau luar negerinya sedikit sekali, tidak terdapat jumlah yang dapat memperlihatkan pola interaksi yang memadai dengan kerabat di tempat asal. Informasi awal menunjukkan bahwa di Tanah Datar nagari yang memiliki perantau luar negeri adalah nagari Batipuah Baruah, dan beberapa Nagari di Kecamatan Lintau. Peneliti menelusuri nagari tersebut, dan kenyataannya memang tidak banyak jumlah masyarakatnya yang merantau ke luar negeri. Akhirnya lokasi yang di Tanah Datar diganti dengan salah satu nagari yang ada di Kabupaten Solok, yaitu nagari Sulit Air. Nagari Sulit Air ternyata perantaunya ada di Malaysia, Singapura, Brunai, Australia, dan Amerika. Pada tahun pertama penelitian lebih terfokus pada migran internasional, sementara pada tahun kedua migran nasional domestik menjadi kajian juga dalam penelitian, karena berdasarkan temuan penelitian tahun pertama, bahwa antara migran internasional dan domestik tidak dapat dipisahkan, karena mereka berada dalam satu garis koordinasi pada ikatan perantau nagari tersebut. Nagari Suayan Suayan adalah salah nagari di kabupaten Lima Puluh Kota, pada tahun 70-an masih dikategorikan nagari tertinggal. Saat itu pendidikan masyarakatnya masih tertinggal dinggal dibandingkan nagari sekitarnya, sehingga melekat lebel yang berkonotasi negatif terhadap masyarakat Suayan saat itu bila disebut nagari Suayan. Hal itu salah satunya disebabkan oleh pendidikan masyarakat yang masih rendah. Ketika gelombang merantau ke Malaysia dimulai tahun 1980-an, performen nagari Suayan menjadi berubah. Seiring meningkatnya ekonomi masyarakat terutama keluarga yang memiliki anggota keluarga yang merantau ke luar negeri umumnya Malaysia, tingkat ekonomi mulai meningkat seiring dengan peningkatan pendidikan masyarakat. Sejarah merantau ke Malaysia jangan dibayangkan sebuah perjalanan ke luar negeri dengan prosedur administrasi sebagaimana aturan memasuki suatu negara yaitu dengan kelengkapan administrasi seperti kartu identitas pasport dan izin memasuki suatu negara berupa visa dan exeet permit, namun suatu perjalanan illegal menyelundup lewat Kepulauan Riau. Perjalanan illegal ersebut akhirnya menjadi perjalanan yang mengikuti prosedur administrasi suatu negara sampai saat ini. Informasi dari tokoh masyarakat dan orang yang pernah merantau ke Malaysia menyatakan bahwa, perjalanan illegal dilakukan saat itu salah satunya disebabkan ketidak kenalan mereka terhadap administrasi kependudukan terutama berurusan dengan imigrasi. Dulu menurut mereka, kantor imigrasi itu adalah suatu lokasi administrasi yang jauh dan sulit diakses. Maka perjalanan secara illegal menjadi pilihan perjalanan yang dilakukan. Selain itu sanksi yang diterapkan bagi yang ketahuan melanggar juga belum seberat yang diberlakukan sekarang ini. Nagari Sulit Air Nagari Sulit Air merupakan salah salah satu nagari di Kabupaten Solok yang berada di wilayah administrasi kecamatan X Koto Diatas yang bisa diakses melalui Kota Solok atau dari pinggir Danau Singkarak. Dari Kota Solok melalui Kampung Jawa, terus ke Nagari Aripan, Nagari Paninjauan, lalu akan bertemu dengan Nagari Sulit Air. Atau dapat juga diakses dari pinggir danai singkarak, yaitu melalui nagari Singkarak atau bisa juga dari Ombilin. Jarak nagari Sulit Air dari pinggir danau singkarak kira-kira 30 km, sedangkan dari Kota Solok jaraknya hampir sama dengan ke pinggir danau singkarak. Walau letaknya jauh di perbukitan, namun dengan kondisi jalan yang cukup bagus ke 223 daerah ini, maka dapat ditempuh dengan mudah baik menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Mendengar nama Sulit Air saat ini terbayang dalam fikiran orang Sumatera Barat sebuah nagari dimana masyarakatnya adalah perantau yang sukses. Saat lebaran tiba, para perantau pulang bersama, atau yang dikenal oleh orang minang “pulang basamo”. Saat itu terlihat pertambahan penduduk Sulit Air dengan berjubelnya kendaraan pribadi dengan berbagai merek dan model yang berdatangan dari berbagai kota besar di Indonesia. Berbeda halnya dengan zaman dulunya, menurut tokoh masyarakat Sulit Air bahwa konotasi negatif melekat pada nagari ini, seperti dalam profil Sulit Air di bawah ini : “Suli Aie ” Orang Minang melafalkan dua kata di atas. Kata-kata pedas itu merupakan nama sebuah Nagari yang tersuruk di perbukitan Danau Singkarak Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Mendengar namanya saja, bulu kuduk segera berdiri. Membayangkan sebuah perkampungan kumuh di perbukitan batu cadas yang tandus dengan sawah-sawah dikotori rumput-rumput liar yang juga tak sanggup hidup lagi. Masyarakat penghuninya tinggal di gubug-gubug reot berlantai tanah. Perkampungan hanya dihuni laki-laki tua dan wanita renta serta anak-anak caludih berkulit legam terpanggang matahari. Anak-anak kecil bermain dalam simbahan debu tanpa alas, mereka yang lebih besar membawa tempayan di kepala menuruni perbukitan terjal menuju sumber air, Danau Singkarak. Penampilan Sulit Air dulu dengan sekarang ternyata berbeda, tidak ada lagi kelangkaan air sekalipun kemarau melanda teramat panjang. Sawah dan ladang dapat menghasilkan padi serta tanaman khas seperti kulit manis sebutan untuk kayu manis, dan tanaman kebun lainnya. Sulit Air bukanlah tanah yang gersang seperti namanya melainkan perbukitan yang subur makmur. Pembangunannya melebihi nagari-nagari lain di Sumatera Barat. Berbaliknya rupa wajah dengan nama yang melekat sampai sekarang itu ternyata tidak lepas dari peran perantau asal Nagari Sulit Air yang tersebar di seantero tanah air dan juga luar negeri. Jumlah remitan yang dikirim oleh para migran dari tempat bekerja cukup tinggi, kondisi ini sangat membantu mengentaskan kemiskinan para migran apabila remitan dikelola dengan baik tidak hanya untuk keperluan konsumtif tetapi lebih pada keperluan produktif. Pada penelitian tahun pertama ditemukan bahwa, proses pengiriman remitan oleh migran internasional asal Sumatera Barat dalam dua bentuk, pertama dikirim melaluim teman sesama perantau, hal ini dilakukan timbal balik, karena mereka saling berkirim bagi siapa yang pulang kampung pada waktu tertentu. Kedua lewat bank, hal ini dilakukan kepada bank yang mudah diakses oleh keluarga di kampung. Proses yang beragam ini menyebabkan sulitnya mendapatkan data pasti berapa jumlah remitan yang dikirim perantau ke kampung halamannya. Keterlibatan institusi lokal dalam proses pengiriman tersebut dapat dibedakan atas kiriman keluarga dan kiriman untuk pembangunan. Di tingkat keluarga pihak yang terlibat adalah keluarga inti samapai keluarga luas, namun keluarga luas seperti mamak kaum hanya mengetahui, tidak terlibat dalam pengelolaan penggunaan uang tersebut. Di tingkat institusi keterlibatan tokoh masyarakat formal dan informal pada kiriman yang ditujukan untuk pembangunan kampung halaman, baik bangunan fisik maupun melaksanakan sebuah kegiatan. Ikatan emosional perantau adaa pada level jorong, bukan nagari, maka pengelolaan remitan untuk pembangunan seyogyanya dilakukan di tingkat jorong. Maka penelitian tahun II dilakukan untuk menyusun model berdasarkan masukan dan rangcangan pada tahun I.

2. Proses dan Pola Pengiriman Remitan