841
tersebut meningkat pada tahun 2013 menjadi 220.300, 62 Ha, namun kemudian menurun pada tahun 2014, menjadi seluas 215.188,82 Ha. Lih.gambar 1.1 berikut:
Data diatas menunjukkan, keberhasilan gerakan pertanian organik masih jauh dari maksimal.Bahkan, dari tahun 2013 ke tahun 2014 terjadi penurunan yang cukup signifikan.
Jika dibandingkan dengan data Pusdatin Kementerian Pertanian 2014, luas sawah di Indonesia 8.112.103Ha 4.819.525 Ha Sawah berigasi dan 3.292.578 Ha sawah non
irigasi. Luas tanah tegal dan perkebunan sejumlah 11.876.881 Ha, sedangkan luasan tanah perladangan dan huma mencapai 5.272.895 Ha. Terdapat juga lahan yang belum
diusahakan berjumlah 14.213.815 Ha.
181
Jika diasumsikan seluruh data SPOI 2014 mencakup padi dan hasil perladangan, maka data perbandingan jumlah luas area organik
hanya 0,19 saja. Namun, jika diasumsikan data SPOI 2014 adalah data luas sawah organik, maka jumlah hanya sekitar 2,7 sajadari seluruh lahan pertanian padi di
Indomesia.Penelitian ini beranggapan, bahwa telah terjadi involusi dalam mewujudkan pertanian organik yang diusung oleh organisasi-organisasi non-pemerintah NGO.Maka
menjadi menarik melakukan pelitian dengan dihela oleh pertanyaan: mengapa hasil yang dicapai organisasi non pemerintah NGO, dalam mengimplementasikan program
pertanian organik, menunjukkan gejala involusi?
182
II. Gejala Involusi Gerakan Dan Dinamika Perlawanan
Konsep involusi gerakan, dalam tulisan ini, dipengaruhi oleh konsep Geertz 1976 tentang involusi pertanian.
183
Tesis yang ingin disampaikan Geertz dalam buku tersebut adalah, bahwa kehadiran sistem pertanian modern yang dijejalkan oleh pihak kolonial,
dalam rangka memburu laba melalui tanam paksa, ke dalam masyarakat sistem pertanian Jawa tidak mengakibatkan perubahan bagi masyarakat petani di Jawa, yang muncul malah
keadaan yang involutif karena jumlah penduduk terus bertambah.
184
181
Statistik Pertanian 2014, Pusdatin Kemeterian Pertanian, Jakarta.hal.3.
182
Menurut KBBI, Involusi
183
Clifford Geertz, 1976. Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
184
Keadaan involutif, dalam pertanian di Jawa, semakin rumit dan tidak ada kemajuan tersebut, akibat dari ekonomi dualistik yang dipraktikkan oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda saat itu. Sistem perekonomian dualistic tersebut memisahkan
dua sector, yakni pertama, sektor ekonomi ekspor dengan modal besar. Kedua, sistem ekonomi subsisten oleh pertanian
842
Konsep involusi involutif, dalam pengertian Geertz diatas, merujuk pada gejala tidak ada kemajuan.Di dalam Kamus Bahasa Indonesia KBI, kata involusi setidaknya
memiliki tiga arti dilihat dari pendekatan ilmu. Dari cabang ilmu Biologi, kata ini dilekatkan pada pertumbuhan protozoa yang tidak berkesempatan tumbuh secara sempurna
atau wajar.Dari cabang ilmu kedokteran, involusi dilekatkan pada nomena kemunduran perkembangan, seperti kemunduran alat-alat tubuh ketika sudah berumur.Sedangkan di
dalam cabang ilmu sosial ekonomi pertanian, dapat diartikan kemerosotan.
185
Maka, dari penjelasan mengenai konsep involusi, dapatlah disimpulkan maknanya merujuk pada suatu
gejala yang tidak berkembang, mandeg atau juga suatu gejala yang menurun atau merosot. Gejala involusi, dapat dikaitkan dengan konsep dinamika.Dalam KBI 1983,
dinamika merupakan konsep yang akrab dengan disiplin fisika yang berarti mengenai barang yang bergerak dan tenaga-tenaga yang menggerakkan.
186
Konsep ini dipakai oleh teori Dinamika Perlawanan Dynamic of Contetion, yang dapat diartikan tenaga-tenaga
yang menggerakkan mendinamisasi perlawanan atau pertentangan. Para ahli gerakan sosial, telah lama terlibat dengan pertanyaan faktor-faktor
tenaga-tenaga, energy apa yang menyebabkan terjadinya gerakan sosial. Salah satu kelompok ahli, yang menjabarkannya hal tersebut adalah McAdam, Tarrow dan Tilly
2001.
187
Mereka menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan agar gerakan sosial, seperti perlawanan, menjadi dinamissetidak memiliki tiga hal.Pertama, terdapat peluang politik
Politics Opportunity StructurePOS.
188
Kedua, terdapat praktik pembingkaian isu Framing.Ketiga, terdapat metode mobilisasi sumberdaya yang memadai.
189
Konsep Political Opportunity Structure POS, sebelum proyek kolaborasi mereka, dipakai oleh Tarrow 1994 dalam bukunya Power in Movement.
190
Sedangkan McAdam 1982, terkait dengan konsep POS, sebelumnya telah pula menjelaslan konsep
Political Opportunity dan Political Proces.
191
Menurut Meyer dan Minkoff, 2004, konsep POS mulai diperkenal oleh Eisinger 1973
192
yang menekankan pada keterbukaan dari pemerintah sebagai faktor kuncinya. Kitschelt1986 kemudian menambahkan kapasitas
negara untuk melakukan keterbukaan.
193
Hingga, varabel POS menjadi dua.
masyarakat lokal yang justru dipaksa memberi ‘subsidi’ dalam bentuk upah dan sewa tanah kepada sektor pertama yang menghasilkan gula. Implementasi sistem perekonomian ini melahirkan polarisasi yang dualistic, ekonomi industri ‘padat
modal’ milik penjajah dan pola ekonomi ‘padat karya’ milik pribumi.
185
Sri Sukesi Adiwimarta, dkk, 1983. Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan {engembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. hal.816
186
Adiwimarta.Ibid.hal.507
187
Dough McAdam, Sidney Tarrow, Charles Tilly, 2001. Dynamic of Contention, Cambridge University Press, UK.lihat juga, Dough McAdam, Sidney Tarrow and Charles Tilly, 1996. Towards An Integrated Perspective on Social Movements
and Revolution.Prepared for publication in Marc Irving Lichbach and Alan Zuckerman, eds., Ideals, Interests, and Institutions: Advancing Theory in Comparative Politics. Cambridge University Press, 1997
188
Konsep Political Opportunity Structure, sering juga dipertukarkan dengan konotasi makna yang sama dengan konsep Political Opportunity Theory atau Political Process Theory. lih.
https:en.wikipedia.orgwikiPolitical_opportunity . diakses
21 April 2016.
189
Menurut Flacks 2003, buku Dynamic Contention ini sesungguhnya sintesi dari karya-karya terdahulu ketiganya. Dalam kalimat Flacks, “Their goal was to foster a synthesis that would overcome theoretical divisions between structuralists,
culturalists, rationalists, and make a map that would compel a common set of concepts and principles to bridge the study of movements, revolutions, nationalisms, ethnic conflicts, and other forms of non-
routine politics”.Kerjasama mereka di danai oleh Melon Foundation untuk Center for Advanced Studi Behavioral Science di Palo Alto.lih. Richard Flacks, 2003. A
Review book of Dynamic Contention, University of California, Santa Barbara, 1603 Garden Street, Santa Barbara, CA 93101, USA. inSocial Movement Studies, Vol. 2, No. 1, 2003.pp.99-102.
190
Sidney Tarrow, 1994 2011. Power In Movement: Social Movement and Contestious Politics, Cambridge University Press, Cambridge. pp.27-33.
191
McAdam, D. 1982. Political Process and the Development of Black Insurgency, 1930-1970. The University Chicago Press, Chicago.
192
Eisinger, Peter Eisinger, .1 973. The Conditions of Protest Behavior in American Cities, American Political Science Review 81:11-28
193
Herbert Kitschelt, 1986. Political Opportunity Structures and Political Protest: Anti-Nuclear Movements in Four Countries, British Journal of Political Sciencel6:57-8
843
Sekumpulan ilmuwan lainnya telah menawarkan konseptualisasi yang mempekerjakan tigavariabel Costain1992; Jenkins Klandermans 1995; Kriesi 1996;
Kriesi et al. 1992; Kriesi et al.1995; Tarrow 1989, Dan kemudian empat dimensi keterbukaan politik diperkenalkan McAdam, McCarthy Zald 1996; Rucht 1996. Dan
pada akhirnya, Tarrow 1988, 1998 menambahkan menjadi lima elemen variablestruktur peluang politik.
194
Kelima elemen tersebut adalah, pertama, meningkatnya akses.
195
Kedua, terjadinya pergeseran keberpihakan elit politik.Ketiga, elit politik yang terbelah.Keempat,
terdapat persekutuan yang berpengaruh dan kelima, represi dan fasilitasi dilakukan Negara.
196
Menurut McAdam, Tarrow dan Tilly 2001, 2004, ketersediaan struktur politik yang memberi peluang Political Opportunity Structure hanyalahsalah satu faktor. Masih
terdapat komponen lain, sehingga gerakan sosial menjadi dinamis. Komponen lain tersebut adalah melakukan proses pembingkaian isu framing process dan memobilisasi
sumberdaya resources mobilization.Pembingkaian isumerupakan proses aktif, kreatif dan hal yang diutamakan juga dalam gerakan sosial.
197
Proses pembingkaian, bertujuan menghasilkan pemahaman bersama yang sama mengenai apa yang terjadi. Mengutif
Snow et.all 1986, Snow and Benford 1988, pembingkaian isu adalah suatu proses interpretasi kolektif, proses menujukan dan konstruksi sosial yang menimbang mediasi
antara peluang dan aksi.
198
Framing merupakan pemberian makna untuk menafsir peristiwa dengan kondisi yang relevan. Framing mengorganisasikan system kepercayaan dan
kemudian diwujudkan dalam kata kunci tertentu, seperti anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi dan kalimat tertentu dan sejenis itu.
Bagi Polleta 2006, proses framing adalah juga proses analisis. Dengan analisis framing bertujuan menangkap proses atribusi menujukan
199
makna yang berada dibalik ledakan konflik. Bahkan, memungkinkan kita untuk memberi atribut terhadap produksi
simbolik dari peristiwa, prilaku individu dan kelompok, yang memfasilitasi mobilisasi massa.Meminjam konsep Snow dan Benford 1988,
200
Della Porta mendefinisi tiga langkah proses analisis framing, yakni, Diagnostik, Pronostik dan Motivasi.
201
Pertama
, framing diagnostic analysis, adalah upayamengidentifikasi masalah. Termasuk,
penanggungjawab, target untuk disalahkan atau penyebabnya. Rambu-rambu yang harus diperhatikan, dalam tahap ini, adalah pemaknaan masalah make moral judgment harus
representasi sosial gambaran keresahaan bersama atau masalah bersama, bukan masalah individu.Oleh karenanya, dalam mengidentifikasi masalah, dan penyebabnya, penting
dikonstruksi secara sosial.Kedua,framing prognostic, yakni berupa artikulasi solusi yang ditawarkan bagi permasalahan-permasalahan tersebut serta identifikasi strategi, taktik, dan
target gerakan sosial. Ketiga, pembingkaian motivasi yaitu elaborasi panggilan untuk bergerak atau penjelasan mengenai aksi yang melampaui diagnostik dan prognostik.
202
Dari perspektif teoritis, teoriframing untuk gerakan sosial adalah alat analisis yang berguna bagi sosiolog untuk mempermudah memahami bagaimana dan mengapa gerakan
194
David S.Meyer and Debra C.Minkoff, 2004. Conceptualizing Political Opportunity, Social Forces , June 2004, 824:1457-1492
195
Dapat juga dipahami, peningkatan akses ini dimungkin karena telah terjadi perubahan politik dari tertutup otoritarian menjadi terbuka demokratis.
196
Sidney Tarrow, 2011 1994, 1998. Power in Movement, Social Movement and Contentious Politics, Revised and Update 3th edition. Cambridge University Press, Cambride.
197
McAdam, Tarrow and Tilly. op.cit.pp.16
198
McAdam, Tarrow, Tilly, Op.cit.pp.41
199
mungkin dapat diartikan mengkrucutkan makna
200
Hal yang sama dilakukan oleh McAdam, Tarrow dan Tilly 2001, 2004.
201
Donatella Della Porta and Mario Diani, 2006. Social Movements: an Introduction. 2th edition. Blackwell Publishing, Oxford, UK.pp.74-81
202
lihat juga David A Snow dan Robert D Benford, 1988.Ideology, frame resonance, and participant mobilization, International social movement research, 197-217.
844
menyatu dan termobilisasi. Teori ini juga membantuuntuk menjelaskan proseskonsensus akan hal-hal populer dan munculnya dukungan rakyat untuk ide-ide dan kebijakan yang
berbeda. Keberhasilan suatu gerakan sosial, sering menggambarkan , bentuk danmanfaatsentimen populer.Teori ini, juga bermanfaat bagi aktivis gerakan sosial.
Mereka dapat lebih memahami bagaimana menggunakan prosesframing dan bagaimana pembangunan tindak nyata tindakan kolektif collective action.
203
Dimensi ketiga, dari teori dinamika perlawanan dynamic contention, adalah mobilisasi sumberdaya resource mobilization.
204
Bagi Oberschall 1973, konsep mobilisasi mobilization merujuk pada proses pembentukan kerumunan, kelompok,
asosiasi, dan organisasi untuk mencapai suatu tujuan bersama.
205
Salah satu basis aliran pemikiran ini adalah Resource Mobilization Theory RMT, yang menekankan pentingnya
sumber daya dalam membangunan gerakan sosial agar kesuksesan gerakan sosial dapat dicapai.Sumberdaya dipahami, dapat berupa barang atau jasa, mencakuppengetahuan, uang
, media, tenaga kerja, solidaritas, legitimasi, kepemimpinan, dukungan internal dan eksternal dari kekuasaan elit, dan lainnya.
Perkembangan teori RMT ini dipengaruhi oleh beberapa hasil penelitian, diantaranya seperti, penelitian Olson 1965,
206
Zald dan Ash 1966,
207
McCarthy and Zald 1977,
208
Oberschall 1973,
209
1978,
210
Tilly 1978,
211
menyimpulkan bahwa ketidakpuasan tidak selalu melahirkan protes gerakan sosial karena individu merupakan
aktor rasional mempertimbangkan cost and benefit. Oleh karenanya, Gerakan sosial akan terjadi, mampu bertahan serta berhasil mencapai tujuannya, melalui mobilisasi sumber
daya material dan nonmaterial yang ada di dalam dan luar organisasi. Penekanan pada sumber dayaadalah bagian dari penjelasan mengapa beberapa gerakan mampu sukses dan
yang lainnya tidak.
Asumsi dasar aliran pemikiran school of tought mobilisasi sumber daya adalah bahwa gerakan kontemporer mensyaratkan sebentuk komunikasi dan organisasi yang
canggih.oleh karenanya, pendekatan ini mensyaratkan terwujudnya sistem mobilisasi yang terorganisir secara rasional.
212
Maka, menjadi wajar jika aliran pemikiran ini lebih banyak memberikan perhatian terhadap faktor-faktor ekonomi, manajemen dan politik. ini sesuai
dengan padangan Klandermans 1984, bahwa aliran pemikiran ini menekankan pentingnya faktor-faktor struktural structural factors, diantaranya seperti, ketersediaan
sumberdaya the availibilty of resources, posisi individu dalam jaringan sosial, dan landasan rasionalitas anggota dan partisipan ketika terlibat dalam suatu gerakan sosial.
213
Asumsi dasar aliran pemikiran iniberanggapan bahwa dalam suatu masyarakat dimana muncul ketidakpuasan maka akan memungkinkan untuk memunculkan sebuah
203
Salem Press ed, 2011. Sociology Reference Guide: Theories of Social Movement, Salem Press, California. USA.pp.145-154.
204
McAdam, Tarrow and Tilly.op.cit.pp.15-16.
205
di kutip dalam Locher, David A. 2002.Collective Behavior. New Jersey: Prentice Hall.
206
Mancur Olson, 1965. The Logic of Collective Action, Harvard University Press, Massachusetts, USA.
207
Mayer N.Zald and Roberta Ash, 1966. Social Movement Organizations: Growth, Decay And Change, Social Forces, Vol. 44, No. 3 Mar., 1966, pp. 327-341
208
John D.McCarthy and Mayer N.Zald, 1977. Resource Mobilization and Social Movements: A Partial Theory, American Journal of Sociology, Vol. 82, No. 6 May, 1977, pp. 1212-1241
209
Anthony Oberschall, 1973. Social Conflict and Social Movement, Prentice Hall series in sociology, Prentice Hall publishes, USA
.
210
Anthony Oberschall, 1978. Theories of Social Conflict, Ann. Rev. Sociol. 1978. 4:291-315.
211
Charles Tilly, 1978. From Mobilization to Revolution, Reading, Mass.: Addison· WesleyPub. Co, USA.
212
Singh, Rajendra. 2010. Gerakan Sosial Baru Terj.. Yogyakarta: Resist Book.
213
Partisipasi dalam gerakan sosial dipandang sebagai hasil proses keputusan rasional berbasis pertimbangan untung dan rugi reward andcost lih. Klandermans, Bert. 1984. Mobilization and Participation: Social- Psychological Expansions of
Resource Mobilization Theory. American Sociological Review, Vol.49, No. 5 Oct., 1984,
845
gerakan sosial. Faktor organisasi dan kepemimpinan merupakan faktor yang dapat mendorong atau menghambat suatu gerakan sosial social movements.
Ilmuwan sosial, telah banyak melakukan kajian dalam rangka memahami basis rasionalitas dalam partisipasi gerakan sosial. Misalnya, Olson 1965 telah
mengembangkan model utilitarian untuk menjelaskan partisipasi perilaku kolektif, Menurutnya, untuk dapat memahami mengapa individu terlibat dalam suatu perilaku
kolektif, hendaklah dilibatkan konsep imbalan dan biaya rewardand cost yang dialami oleh individu, dalam analisis. Berbagai ragam biaya cost, yang dapat dihubungkan
dengan tingkat partisipasi dalam aktivitas kolektif, diantaranya, waktu time, uang money, keamanan personal personal safety, dan hilangnya pekerjaan pekerjaan loss of
job. Olson berpendapat bahwa aktivitas kolektif harus mampu menawarkan pilihan insentif, seperti prestise prestige, gaji salary, dan kepemimpinan leadership untuk
menarik partisipasi masyarakat dalam suatu aktivitas kolektif.
Bagi Pichardo 1988, mobilisasi beragam faktor sumberdaya, menjadi penentu atas perkembangan gerakan sosial. Faktor yang bersumber dari internal dan eksternal
tersebut, diantaranya, kepemimpinan leadership, tingkat ketersediaan sumberdaya level of available resources, ukuran kelompok group size, dan tingkat dari organisasi internal
degree of internal organization. Sedangkan faktok-faktor eksternal meliputi: tingkat represi dari masyarakat the level of societal repression, tingkat simpatisan eksternal
extent of external sympathizers, serta jumlah dan kekuatan kelompok politik number and strength of polity groups.
214
Menurut Pichardo 1988, dan Tribowo2006,
215
setidaknya terdapat dua model analisis teori mobilisasi sumberdaya Resource Mobilization Theory, yakni: Pertama; The
Political-interactive model The Political process models. Model yang dikembangkan oleh Tilly, Gamson, Oberschall dan McAdam ini menekankan pentingnya perubahan
struktur kesempatan, keberadaan jejaring network, serta kaitan horizontal yang telah terbangun dengan kelompok-kelompok tertindas aggrievedgroups sebagai faktor penentu
keberhasilan gerakan sosial. Model ini menempatkan relasi gerakan sosial dengan negara dan bingkai sistem politik yang ada sebagai determinan yang penting bagi keberhasilan
gerakan sosial.Jika negara kuat dan represif, maka gerakan sosial sulit untuk mencapai tujuannya, demikian juga sebaliknya.
Kedua; The Organizational-entrepreneurial model The Professional organizer models.Model yang dikembangkan oleh McCarthy dan Zal, memandang bahwa dinamika
organisasional, kepemimpinandan pengelolaan sumberdaya merupakan faktor yang lebih signifikandalam menentukan keberhasilan gerakan sosial. Model ini berbasis teori-teori
pengembangan organisasi, diantaranya pendekatan Organisasi Gerakan Sosial Social Movement Organization yang disingkat SMO.
Kajian SMO focus pada mengelola sumber-sumber resources yang tersedia semaksimal mungkin. Sumberdaya terdiri dari dua komponen, materil dan nonmaterial.
Sumber-sumber yang materil, diantaranya, meliputi pekerjaan jobs, penghasilan income, dan tabungan savings. Sedangkankomponen non-materil mencakup,
wewenang authority komitmen moral moral commitment, kepercayaan trust, persahabatan friendship, kemampuan skills dan sebagainya. Lebih lanjut menurut
Triwibowo 2006, faktor penting lainnya, dalam melakukan mobilisasi sumberdaya adalah memiliki jaringan komunikasi yang telah mapan, kepemimpinan yang mumpuni,, anggota,
tempat pertemuan, kegiatan rutin, jaringan sosial, dan berbagi kepercayaan, symbol serta bahasa yang sama.
214
dikutip dalam Pichardo, Nelson A. 1988. Resource Mobilization: An Analysis of Conflicting Theoretical Variations. The Sociological Quarterly, Vol. 29, No. 1 Spring, 1988, pp. 97-110.
215
Darmawan Tribowo. 2006. Gerakan Sosial: Wahana Civil Society bagi Demokratisasi. Jakarta: LP3ES.
846
III. Gejala Involusi Gerakan KomunitasPetani Alami