366
melestarikan ruang perjumpaan, melepas sekat keimanan masing-masing dan melebur diri dalam identitas komunal sebagai orang Suku Akit. Momen pernikahan, kematian, perayaan
hari besar agama merupakan institusi sosial mereka pelihara agar menjadi ruang perjuampaan tanpa disekat agama. Fenomena tersebut memperlihatkan bahwa di tengah
dominasi kelompok superdinat, Orang Suku Akit memiliki strategi mengaktualisasikan kuasa dalam kerangka mempertahan identitas komunal. Kendati hal tersebut bisa jadi
berkonsekwensi pengendoran kriteria meraka tentang definisi orang asli, upaya-upaya tersebut ditempuh dalam rangka melestarikan identitas di tengah himpitan kuasa dominatif
terhadap mereka.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan, penelitian menyimpulkan beberapa hal. Pertama, perilaku konversi agama di kalangan orang Suku Akit berkolerasi dengan bagaimana
negara dan agamawan mengaktualisasikan kuasa atas nama modernisasi. Negara antara lain merumuskan kriteria keberadaban, kemodrenan dan melatakkan komunitas Suku Akit
sedang berada di luar orbit tersebut. Karenanya negara mendorong agar Suku Akit Anak Rawa berkonversi ke salah satu agama resmi negara sebagai salah satu simbolisasi adaptasi
terhadap modernitas. Intensitas penetrasi modernitas ini pun dilakukan oleh agamawan yang juga merupakan bagian dari pihak luar dengan mendakwahkan dan menginisiasikan
nilai, norma, institusi dan keragaan lembaga agama yang dibawakannya.
Kedua, konversi agama berdampak signifikan pada pola perubahan sosial. Penelitian menganalisa perilaku keseharian terkait dengan pernikahan, upacara kematian, dan
perayaan hari besar agama. Konversi agama menuntut mereka meninggalkan sebagaian besar tradisi yang diwariskan leluhur dan menyesuaikan diri dengan konsepsi doktrinal
agama baru. Tetapi orang Suku Akit justru menawarkan formulasi kreatif yang memungkinkan mereka melanjutkan identitas sosial budayanya, menyisipkan bagaimana
tradisi leluhur dapat mewarnai praktik keseharian dalam agama baru tersebut.
Peneliti merekomentasikan agar pemerintah dan agamawan menghentikan penggunaan kuasa secara berlebihan dalam memodrenisasi orang Suku Akit. Pendekatan
kuasa dalam membentuk perilaku sosial Orang Suku Akit seringkali memunculkan arus- balik perlawanan. Pemerintah dan agamawan perlu merumuskan langkah-langkah
pemberdayaan yang bertolak dari pengakuan eksistensi jatidiri kebudayaan Orang Suku Akit. Bukannya memaksakan agama tertentu, pemerintah perlu memfasilitasi mereka agar
menjadi diri sendiri.
367
5. DAFTAR PUSTAKA
Andaya, Leonard Y., 2008. Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka. Honohulu: Hawai University Press.
Bernard, Timothy P, 2006. Pusat Kekuasaan Ganda: Masyarakat dan Alam Siak Sumatera Timur, 1674-1827. Seri Monograf Pusat Penelitian Kebudayaan dan
Kemasyarakatan UNRI, Pekanbaru, Vol 2 No 2 September. Budiman, Hikmat ed., 2005. Hak Minoritas: Dilema Multikulturalisme di Indonesia.
Jakarta: Tifa dan Interseksi Foundation. Chou, Cynthia, 2005. Indonesian Sea Nomads Money, Magic, And Fear Of The Orang
Suku Laut. London and New York: Routledge. Chua, Liana, 2005. The Christianity of Culture: Conversion, Ethnic Citizenship, and the
Matter of Religion in Malaysian Bornoe. New York: Palgrave Macmillan, 2012. Data Kependudukan Desa Penyengat Tahun 2012. dokumen desa, tidak dipublikasikan.
Duncan, Christopher Robert, 1998. Ethnic Identity, Christian Conversion and Resettlement Among the Forest Tobelo of Notheastern Halmahera, Indonesia. A Dissertation of
Yale University. Foucault, Michel, 1982. Afterword: The Subject and Power. Dalam H.L. Dreyfus and P.
Robinow ed., Michel Foucault: Beyond Structuralism and Hermeuneutics. Brighton: Harvester.
Foucault, Michel, 1991. Governmenality. Dalam G. Burchell, C. Gordon dan P. Miller ed., The Foucault Effect: Studies ini Governmentality. Chicago: University of
Chocago Press. Foucault, Michel, 1994. Essential Works of Foucault 1954-1984. P. Robinow ed.. Frence:
The New Press. Foucault, Michel, 2002. Kegilaan dan Peradaban: Madness and Covilazation.
Yogyakarta: Ikon. Foucault, Michel, and Gilles Deleuze, 1977. “Intellectuals and Power”, dalam Language,
Counter-memory, Practice: Selected Essays and Interviews. D.F. Bouchard ed., New York: Cornell University Press.
Gomes, Alberto G., 2007. Modernity and Malaysia: Settling the Menraq Forest Nomads. New York: Routledge.
Gramsci, Antonio, 1996. Selection from the Prison Notebooks, New Delhi: Orient Longman.
Indrizal, Edi, 2000. “Mitos Orang Kalah: Orang Laut dan Permukimannya” dalam Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA No. 602000 p.60-70. Depok: Jurusan Antropologi
Universitas Indonesia. Kang, Yoonhee, 2005. Untaian Kata Leluhur: Marjinalitas, Emosi dan Kuasa Kata-kata
Magi di Kalangan Orang Petalangan Riau. Seri Monograf Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan UNRI, Pekanbaru, Vol 1 No 1.
Li, Tania Murray, 2012. The Will to Improve: Perencanaan Kekuasaan dan Pembangunan di Indonesia, Terj. Hary Santoso dan Pujo Semedi, Yogyakarta: Marjin Kiri.
Maarif, Syamsul, 2012. Dimension of Religious Practice The Ammatoans of Sulawesi, Indonesia. A Dissertation of Arizona State University.
Milner, Anthony, 2008. The Malays. West Sussex: Willey-Blackwell. Monograf Desa Penyengat Tahun 2010, dokumen desa, tidak dipublikasikan.
Porat, Nathan, 2002. A River, A Road, an Indigenous People and an Entangled Lanscape in Riau, Indonesia. Dalam Bijdragen tot de Taal, Land en Volkenkunde, on the Road
the Social Impact of New Road in Southeas Asia, Leiden, 158 No 4. Hal. 769-797 Rab, Tabrani, 2002. Nasib Suku Asli di Riau. Pekanbaru: Riau Cultural Institute.
368
Suparlan, Parsudi, 1995. Orang Sakai di Riau: Masyarakat Terasing dalam Masyarakat di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Percakapan dan Wawancara Abet 33, Kepala Desa Penyengat.
Abok 40, Sekretaris Desa Penyengat. Apui 35, Warga Penyengat.
Aseng 40, Warga Penyengat. Buter 46, Warga Penyengat
Din 60, Tokoh Masyarakat Penyengat. Dum 58, Ketua Batin dan Tokoh Masyarakat Penyengat.
Ebon 49, Tokoh Agama Budha dan Warga Penyengat. Hamid 40, Guru SD di Penyengat.
Henry 34, Mantan Ketua Pemuda Penyengat. Kehong 45, Tokoh Masyarakat Penyengat.
Kiat 60, Tokoh Adat Penyengat. Navid 40, Staff Pemerintahan Desa Penyengat.
Res 49, Tokoh Masyarakat Penyengat. Wiharsono 33, Ketua Kelompok Tani Wirid Yasin Penyengat.
Yanto 34, Warga Masyarakat Penyengat.
369
BAB III GERAKAN BURUH
370
JERAT BAGI KAUM BURUH IMAJINASI SOSIOLOGI DALAM MELIHAT GERAKAN BURUH
Rio Tutri
Prodi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat Email: rio_tutriyahoo.co.id
Abstrak
“Dulu mereka dimiskinkan Sekarang mereka dibodohi”
Semenjak dilegalkan penggunaan buruh outsourcing di Indonesia melaluiUU No.13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan maka semenjak itulah buruh semakin
kehilangan kesejahteraan karena perusahaan tidak berkewajiban memberikan tunjangan dalam bentuk apapun. Dengan demikian aktor kapitalisme lebih memilih menggunakan
buruh outsourcing daripada buruh tetap, ini terjadi karena logika kapitalisme yang sederhana, kalau menggunakan buruh tetap maka mereka mesti harus membayar mahal
berupa uang tunjangan, uang pesangon dan lain sebagainya sedangkan dengan menggunakan buruh outsourcing mereka tidak mesti mengeluarkan biaya banyak untuk
membayar tunjangan yang juga dinilai oleh pelaku usaha serta negara memberatkan perusahaan. Dengan tidak terbebaninya perusahaan untuk membayarkan tunjangan maka
perusahaan lebih tertarik untuk menggunakan buruh outsourcing,hal ini sudah terungkap dari beberapa hasil penelitian. Sepertinya tidak ada gerakan buruh yang berarti di
Indonesia untuk menuntut kesejahteraan bagi kaumnya karena negara itu sendiri adalah alat bagi kaum kapitalis. Dalam memperingati hari buruh semestinya melakukan tuntutan
kesejahteraan mereka tetapi kelompok kapitalis dan negara malah berusaha menjadikan buruh dalam keadaan berada pada kelompok semu dengan cara menyelenggarakan
berbagai acara seperti konser musik, sepeda santai dan lainnya yang dilengkapi dengan hadiah kejutan sehingga buruh lupa kalau mereka punya kepentingan yaitu menuntut
kesejahteraan.
Kata Kunci:
Gerakan Kaum Buruh
Abstract
They used to be impoverished Now they fooled
Since the legalized use of outsourced workers in Indonesia through Law No. 13 of 2003 on employment so that from that day laborers are increasingly losing welfare because
the company is not obligated to provide benefits in any form. Thus the actor capitalism prefer to use outsourced workers than permanent workers, this happens because the logic
of capitalism that is simple, if the use of permanent workers then they should have to pay dearly in the form of allowances, severance pay, etc. while using outsourced workers they
do not have to spend much to pay benefits was also considered by businesses as well as
371
burdensome state companies. Not burdened with the company to pay alimony then the company is more interested in using the outsourced workers, it has been revealed from
several studies. It seems that no meaningful labor movement in Indonesia to demand welfare for their people because the country itself is a tool of the capitalists. In celebration
of Labor Day should do demand their welfare but capitalist groups and countries even tried to make the workers in the state should be in the pseudo manner organizing various
events such as music concerts, cycling and others are equipped with a surprise gift so that workers forget that they have an interest, namely demanding welfare.
Keywords:
Movement of Workers
I.PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di urutan ke empat di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat, dengan
jumlah total penduduk sekitar 250 juta jiwa
di tahun 2015. Selain dari jumlah penduduk yang begitu banyak, Indonesia juga memiliki tenaga kerja yang juga banyak. Dari data Badan Pusat Statistik
BPS tercatat bahwa sampai Agustus tahun 2015 Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang bekerja sebanyak 114 juta orang. BPS juga melaporkan bahwa jumlah pengangguran
di Indonesia pada Agustus 2015 sebanyak 7,56 juta orang, bertambah 320 ribu orang dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014sebanyak 7,24 juta jiwa. Penambahan
jumlah pengangguran ini menurut Razali Ritonga Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS terjadi disebabkan oleh dua hal yaitu Pemutusan Hubungan Kerja
PHK yang dilakukan oleh pengguna tenaga kerja dan penyebab yang kedua adalah daya serap terhadap tenaga kerja yang menurun. Razali juga mengatakan bahwa sebagian
industri yang melakukan PHK adalah industri yang memiliki ketergantungan terhadap bahan baku impor CNN Indonesia 05 November 2015.
Selain melihat jumlah tenaga kerja di Indonesia saat ini, disini juga akan dijelaskan tentang kesejahteraan kaum buruh di Indonesia saat ini. Dalam hal jaminan terhadap
kesejahteraan kaum buruh ini, Indonesia telah memiliki landasan konstitusional yang mengatur tentang ketenagakerjaan yang disebutkan pada pembukaan dan batang tubuh
Undang-Undang Dasar 1945, dalam Pasal 27 ayat 2, yang bunyinya bahwa “tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Hal ini menjelaskan bahwa pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya yang sifatnya
menyeluruh disemua sektor dan daerah. Kemudian ditujukan pada perluasan lapangan kerja, pemerataan kesempatan kerja, peningkatan mutu dan kemampuan serta perlindungan
tenaga kerja Djumadi, 2006: 2.
Selain Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2, negara juga mengaturnya dalam undang-undang atau peraturan lainnya, seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan, yang diatur dalam Undang-Undang ini merupakan hal-hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu selama masa kerja dan hal-hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja sesudah masa kerja, misalnya jaminan sosial tenaga kerja yang dimuat dalam pasal 99 UU No. 13 tahun 2003 yang menyatakan pekerjaburuh berhak
untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerjaJAMSOSTEK. Jaminan sosial tenaga kerja ini meliputi:Jaminan kecelakaan kerja,Jaminan kematian, Jaminan hari tua,Jaminan
pemeliharaan kesehatan. Jaminan sosial tenaga kerja ini awalnya dilakukan oleh badan penyelenggara yang merupakan Badan Usaha Milik Negara yaitu PT. ASTEK. Dalam
pelaksanaan fungsi dan tugasnya badan penyelenggara ini mengutamakan pelayanan pada peserta dalam rangka meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja beserta
keluarganya Aziwarti, 2005: 17.
372
Saat ini penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2013 Tentang
Modal Awal Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan,pelaksanaan pengelolaan jaminan sosial tenaga kerja ini dilakukan olehBadan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial BPJS. Jaminan sosial tenaga kerja yang diselenggarakan oleh BPJS meliputi program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan
jaminan kematian.
Apakah buruh sudah sejahtera saat ini?. Ini tentu menjadi pertanyaan besar yang selalu akan terlontar dalam dunia akademis dan pada masyarakat umum. Sebab dalam
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan juga dijelaskan bahwa azaz pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan azaz pembangunan
nasional, khususnya azaz demokrasi Pancasila serta azaz adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu
antara pemerintah, pengusaha, dan pekerjaburuh, oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling
menguntungkan Rusli, 2004: 12-14.
Ada dua teropong dalam melihat persoalan ini, yang pertama dengan status buruh tetap yang sudah bisa dikatakan sejahtera dan teropong kedua melihat ada status buruh
outsourcing yang juga dilegaskan di Indonesia dan kondisinya dalam kemiskinan dan tanpa adanya jaminan untuk kesejahteraan. Mengapa buruh berbeda kesejahteraannya karena
status masa kerjanya dalam pekerjaan itu terjadi?.
Penjelasaniniakan dimulai dengan mendefinisikan buruh yang ditinjau dari status masa kerjanya dalam perusahaan. Keith Ewing mengatakan tenaga kerja atau buruh adalah
orang yang bekerja di bawah kontrak kerja perjanjian kerja sebagai buruh tetap, buruh atau tenaga kerja yang bekerja dibawah kontrak kerja personal dan secara ekonomi
bergantung pada perusahaan. Definisi yang diusulkan Ewing ditujukan untuk mengakomodasi pekerja paruh waktu, pekerja sektor informal dan pekerja
outsourcinghttp:nustaffsite.gunadarma.ac.id.
Definisi buruh di atas juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang Nomor13 tahun 2003, pasal 154 bagian
B yang menyatakan ”berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali”. Maksudnya adalah dalam PHK pengusaha tidak wajib
memberikan uang apapun, termasuk uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak Rusli, 2004: 181. Undang-undang yang melegalkan penggunaan
buruh outsourcing ini diberlakukan di Indonesia dengan alasan bahwa ketentuan pesangon yang memang memberatkan dunia usaha sehingga menimbulkan upaya untuk menghindar
dari beban memberikan pesangon. Hal ini terlihat dari besarnya beban pesangon PHK yang belum dapat direalisasikan, yang dikabarkan mencapai Rp.500 milyar pada tahun 2007
Sulastomo, 2008: 42.
Walaupun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 melegalkan hubungan kerja kontrakoutsourcing tetapi dalam pasal 59 undang-undang tersebut menyatakan bahwa
penggunaan buruh outsourcing hanya bisa dilakukan untuk melakukan pekerjaan yang bersifat musiman dan sementara atau pekerja hanya boleh digunakan untuk kegiatan jasa
penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain usaha pelayanan kebersihan cleaning service,
usaha penyedia makanan bagi pekerja catering, usaha tenaga pengamanan security, usaha jasa penunjang dipertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan
pekerja buruh Rusli, 2004:97.
Namun dalam kenyataannya di Indonesia banyak sekali terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam hal penggunaan buruh outsourcing tersebut.
373
Seperti dikatakan Ketua DPP Serikat Pekerja Nasional SPN, Bambang Wirahyoso, pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan berkaitan dengan penggunaan buruh
outsourcing yang dipekerjakan untuk melakukan pekerjaan utama atau pekerjaan yang langsung berkaitan dengan proses produksi di suatu perusahaan, hal ini terjadi akibat
lemahnya pengawasan pemerintah terhadap persoalan tersebut dan ini menyebabkan buruh benar-benar diperbudak oleh modal dan terjadi banyak kasus PHK
http:www.pikiran- rakyat.com
. Dengan tidak terbebaninya perusahaan untuk membayarkan uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, uang penggantian hak dan lainnya maka perusahaan tentu lebih tertarik untuk menggunakan tenaga kerja kontrakoutsourcing dengan pertimbangan
biayanya yang murah. Hal ini dapat dilihat dari hasil riset yang dilakukan oleh Forum Pendamping Buruh Nasional FPBN tahun 2005-2006 di wilayah Tengerang dan Bekasi
mengungkapkan, dari 92 perusahaan yang diteliti, 62 perusahaan diantaranya menggunakan buruh kontrakoutsourcing dan lebih dari 50 persennya adalah perempuan.
Proporsinya beragam, ada yang sepersepuluh buruh outsourcing, ada yang 25 persen, tetapi ada yang hampir 90 persen. Basis kontraknya bulanan dan mingguan, untuk mendapat
pekerjaan melalui agen pemasok tenaga kerja lembaga outsourcing, buruh harus membayar Rp 300.000-Rp 600.000 untuk kontrak tiga bulan dan sampai Rp 900.000 untuk
kontrak kerja enam bulan http:klikdiksos.blogspot.com.
Dari realitas diatas kita bisa melihat bahwa kaum buruh menyerahkan tenaga mereka untuk digunakan oleh para pengusaha, dengan mengikuti prinsip keuntungan
sebesar-besarnya dan perusahaan berusaha menentukan upah yang serendah-rendahnya untuk kerja yang dilakukan oleh kaum buruh prinsip kapitalisme dalam kajian Karl Marx.
Padahal pengaturan tentang upah ini diatur dalam Undang-Undang ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 pasal 90 ayat 1 yang menyatakan bahwa pekerja atau buruh berhak menerima
upah sesuai ketentuan yaitu minimal sesuai upah minimum, Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimun Adisu, 2008: 21. Tambahan pula, ada unsur-unsur
eksploitasi, seperti yang dikatakan Schneider 1986: 560, pada kelompok-kelompok tertentu seperti wanita dan anak-anak selalu diekploitasi dalam masyarakat industri, yang
berkaitan dengan tidak adanya keamanan pekerjaan ketidakpastian kerja dan perlindungan yang menyangkut kesehatan hilangnya jaminan sosial dan kesehatan,
syarat-syarat hidup kaum buruh serta keluarga mereka dan upah.
Diakibatkan oleh upah buruhoutsourcinghanya sebatas upah minimum karyawanupah minimum provinsi UMKUMP maka akses untuk pendidikan anak,
kesehatan yang memadai tempat tinggal yang layak akan sulit tercapai. Apalagi sebagian besar tenaga kerja yang ada memiliki skill dan mobilitas yang terbatas.Berikut tabel
gambaran perbedaan kondisi buruh tetap permanent, dan buruh outsourcing.
Tabel 1. Perbedaan Kondisi Antara Buruh Tetap Permanent
dan Buruh Outsorcing Hak-hak Buruh
Buruh Tetap Buruh Kontrak
Upah Pokok UP Minimal UMK
Tunjangan Masa Kerja TMK
UP=UMK+TMK Hanya UMK
Premi kehadiran Dapat
Tidak dapat Tunjangan Jabatan
Pada posisi tertentu ada Tidak dapat
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dapat
Tidak dapat
374
Jaminan Kecelakaan Kerja Jaminan Kematian
Jaminan Hari Tua Jaminan Kesehatan Bagi
buruh dan Keluarga Uang Makan dan Transport
Dapat Tidak dapat Termasuk di
dalam upah pokok Hak Cuti:
Tahunan, Haid, dan cuti hamil Dapat, untuk buruh
perempuan yang hamil mendapat cuti 3 bulan
dengan dibayar upahnya Tidak dapat, buruh
perempuan ketika hamil diputus kontraknya.
Tunjangan Hari Raya Dapat
Tidak Dapat Pesangon
Dapat dilindungi oleh Undang-Undang
Tidak Dapat Kebebasan berserikat
Ada dan dapat dijalankan Buruh takut berserikat
karena langsung dapat diputus hubungan kerjanya
Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja
Kolektif melalui PKB Individu yang
ditandatangani di awal Sumber : Position paper KBC Komite Buruh Cisadane, April 2004, hasil
pendataan terhadap 150 perusahaan di Tangerang 2003-2004. Tabel 1 memperlihatkan kepada kita betapa banyaknya hak-hak buruh itu yang
tidak mereka dapatkan karena status mereka adalah buruh outsourcing dan perusahaan tidak diberikan kewajiban untuk membayarkannya, inilah yang menjadikan buruh selalu
menuntut agar outsourcing dihentikan dan kesejahteraan buruh ditingkatkan, yang selalu mereka orasikan pada hari buruh sedunia May Day 1 Mai. Rumusan masalah yang ingin
saya jelaskan dalam tulisan ini adalah seperti apa kemiskinan yang dialami buruh outsourcingdan seperti apa perjuangan buruh saat ini untuk memperjuangkan kesejahteraan
mereka?
2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori yang digunakan dalam menjelaskan hal ini adalah teori perjuangan kelas yang dikemukanan oleh Karl Marx. Marx dalam Johnson, 1986: 146-153 menjelaskan
bahwa sejarah dari semua masyarakat yang ada hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas. Orang bebas dan budak, bangsawan dan rakyat biasa, tuan dan hamba, pemimpin
perusahaan dan orang luntang-lantung, dalam satu kata penindas dan yang tertindas, selalu bertentangan satu sama lain yang berlangsung tak ada hentinya dalam satu pertarungan
yang kadang-kadang tersembunyi, kadang-kadang terbuka, suatu pertarungan yang setiap kali berakhir, baik dalam satu rekonstitusi masyarakat pada umumnya secara revolusioner,
maupun dalam keruntuhan umumnya dari kelas-kelas yang berkonflik itu. Ini terjadi menurut Marx karena sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi kapitalis menjadikan
masyarakat yang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas borjuis pemilik faktor produksi dan kelas prolektar kelas pekerja. Kedua kelas ini akan selalu berkonflik karena memiliki
orientasi yang bertentangan yaitu borjuis orientasinya adalah laba yang sebesar-besarnya sedangkan proletar orientasinya adalah upah untuk kesejahteraannya, ketika upah yang
tinggi diberikan maka akan menyebabkan keuntungan yang sedikit bagi kaum borjuis.
Sebelum kita membahas perjuangan kelas dalam pandangan Marx ini lebih jauh maka yang perlu kita jelaskan terlebih dahulu adalah kesadaran kelas dalam
memperjuangkan kepentingannya itu sendiri Marx menyebutnya dengan kesadaran kelas
375
subyektif. Kesadaran kelas merupakan kesadaran subyektif akan kepentingan kelas obyektif yang mereka miliki bersama orang-orang lain dalam posisi yang serupa pada
sistem produksi. Konsep kepentingan ini mengacu kepada sumber-sumber material yang aktual yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan individu. Apakah
semua buruh menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan dan berhak untuk kesejahteraan? Marx menjelaskan bahwa tidak semua buruh atau kelas proletar menyadari
itu, ini dalam konsep Marx disebut sebagai kesadaran palsu. Kesadaran palsu menciptakan ilusi yang mengaburkan kepentingan yang sebenarnya dari kelompok masyarakat dan
mendukung kepentingan yang dominan. Disini terkadang ajaran agama dijadikan bahasa penghibur kaum buruh agar mereka selalu dalam kesadaran semu. Kalau boleh saya
contohkan mis
alnya “biarlah miskin di dunia asalkan kaya di akhirat” atau “hidup bukan mencari uang yang banyak tapi hidup mencari berkah”, padahal kapitalis yang
menyampaikan itu sendiri sedang mencari laba yang sebanyak-banyaknya. Dengan keadaan yang demikian akhirnya Marx mengatakan agama hanyalah sebagai candu.
Bagaimana kesadaran palsu menjadi kesadaran yang benar? Marx menjelaskan bahwa pada buruh-buruh pabrik yang terpusat pada satu tempat memungkinkan
terbentuknya jaringan komunikasi dan menghasilkan kesadaran bersama. Ketika sudah menjadi kesadaran bersama maka dibentuklah organisasi kelas prolektar melawan musuh
bersama. Organisasi ini dapat berupa berdirinya serikat pekerja, tujuannya adalah membuat gerakan bersama untuk mendesak upah yang lebih tinggi, perbaikan kondisi kerja dan
sebagainya. Inilah yang disebut sebagai perjuangan kelas dalam pandangan Karl Marx.Tidak semua pemberontakan dari kelas tertindas mengarah satu revolusi yang
berhasil atau reorganisasi masyarakat secara total. Dengan teori inilah kita akan melihat bagaimana perjuangan buruh hari ini untuk memperjuangkan kepentingan mereka.
3. METODOLOGI PENELITIAN