Kesimpulan Daftar Pustaka Prosiding Konferensi APSSI Vol 1.compressed

494 melalui jual beli limbah berupa barang bekas layak pakai dari luar negeri seperti Singapura, Hongkong, Malaysia, Korea, Jepang dan Taiwan. Sedangkan para pembelinya juga menyadari bahwa mereka membeli limbah berupa pakaian bekas bermerek internasional seperti Levi’s, Arrow, Dunhill, Lee, Eastpak, Jansport, Giordano, Polo, Guess, Hanes, Replay, DKNY, Ovieta, Starter, Reebok, Elle, Adidas, Nike, Elesse, Quick Silver, Ocean Pacipic, Billabong. Juga dapat ditemukan busana bekas dari merek-merek karya perancang kenamaan seperti Calvin Klein, Pierre Cardin, Giant Franco Ferre, Gianni Versace, dan sebagainya. Aktor pengelola pasar loak memiliki perbedaan antara satu sama lainnya tentang tujuan penyelenggaraan pasar loak. Pasar loak Bukittinggi diselenggarakan di lokasi peruntukan pasar, yang mana dimiliki oleh negara. Oleh sebab itu, pasar loak diselenggarakan seperti pasar lainnya, yang ditujukan untuk memudahkan masyarakat melakukan praktek jual beli dan konsekuensinya negara memungut retribusi dan sewa lahan. Berbeda dengan pasar loak Bukittinggi, pasar loak Bielefeld Jerman diselenggarakan oleh 3 tipe pengelola pasar loak, yaituorganisasi pemerintah, organisasi bukan pemerintah, dan perusahaan swasta.Organisasi pemerintah seperti Freizeitzentrum pusat pertemuan warga dan Bezirkamts kantor cabang pemerintahan kota menyelenggarakan pasar loak sebagai salah satu program untuk memfasilitasi kontak sosial dan memberikan tempat untuk menyalurkan dan memperoleh barang bekas bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pengayomannya. Organisasi ini biasanya menyelenggarakan pasar loak sebulan sekali. Mereka pada umumnya juga menyediakan meja sebagai stand dagang jika pasar loak dilakukan di pusat pertemuan. Organisasi bukan pemerintah terdiri dari Bürgerinitiative gerakan inisiatif rakyat, gereja, organisasi mahasiswa, organisasi orangtua murid sekolah, organisasi orangtua yang mempunyai anak dan sebagainya. Bagi mereka menyelenggarakan pasar loak untuk memfasilitasi penyaluran dan perolehan barang-barang bekas yang berharga murah juga sebagai saluran bagi terciptanya hubungan sosial. Tidak jarang pula organisasi ini menyelenggarakan pasar loak untuk memperoleh dana bagi pembangunan fasilitas tempat bermain anak sekolah, untuk tujuan kemanusiaan lainnya, atau untuk penyelamatan lingkungan.Berbeda dengan dua organisasi di atas, tujuan utama perusahaan swasta menyelenggarakan pasar loak adalah untuk memperoleh untung. Oleh sebab itu biaya pemakaian tempat untuk berdagang lebih besar dibandingkan dengan dua organisasi sebelumnya. Mereka menyelenggarakan pasar loak pada pagi hari di akhir pekan Damsar, 1998a dan 2005.

6. Kesimpulan

Pasar loak merupakan cermin kompleksitas sosial. Pasar loak mencerminkan berbagai aspek kehidupan komunitas, karena pasar loak mengakomodasikan berbagai informasi tentang struktur barang yang ditawarkan, tipe pengelola pasar loak, pedagang, pembeli, aktivitas waktu luang, tipe tawar-menawar, harga, makna sosial uang, organisasi ekonomi dan sosial perdagangan, dan gerakan lingkungan.Pasar loak dipandang sebagai gerakan sosial karena adanya aktivitas atau usaha bersama dalam jual beli barang-barang bekas, kuno, antik, atau yang tidak lagi digunakan. Aktifitas atau usaha bersama di pasar loak telah memberi dampak suatu perubahan dalam masyarakat, yaitu adanya gerakan memperpanjang usia pakai dari suatu barang dan menunda penggunaan barang baru melalui jual beli barang-barang bekas, kuno, antik, atau yang tidak lagi digunakan, yang sebahagian bahan bakunya berasal dari alam. Gerakan ini, oleh sebab itu, bisa dinamai sebagai socialrecycling atau daur ulang sosial, yaitu mendaurulang barang-barang bekas, kuno, antik, atau yang tidak lagi digunakan melalui jual beli barang-barang tersebut di pasar loak untuk digunakan atau dipakai ulang oleh orang lain.Gerakan ini telah merubah pandangan masyarakat tentang stigmatisasi pasar loak dan pelaku yang terlibat di dalamnya 495 bagi masyarakat Bukittinggi Indonesia serta menciptakan hidup lebih bermakna dan sebaik mungkin sesuai dengan keinginan mereka melalui kreatifitas mereka di pasar loak, yang dipandang sebagai implementasi romantisme bagi masyarakat Bielefeld Jerman.Gerakan daurulang barang bekas atau “sampah” untuk digunakan atau dipakai kembali telah bersifat global, karena hampir setiap kota di dunia ini memiliki pasarloak.

7. Daftar Pustaka

Damsar.1998a, Fleamarket in A German Town: A Study in Economic Sociology.Göttingen: Cuvillier Verlag ---------- . 1998b, “Pasar Loak: Suatu Strategi Lingkungan Hidup Jerman”. Jurnal Penelitian Andalas No. 27SeptemberTahun X1998. --------- . 2000,“Who Regulates the German Fleamarkets: Market, State or Society ?”. Jurnal Penelitian Andalas No. 33SeptemberTahun XII2000. ---------.2002, Pasar Loak, Siapa Yang Mengatur: Pasar, Negara, atau Masyarakat? Wawasan, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial FISIP USU Vol. 9 No. 3 ----------. 2005. Sosiologi Pasar. Padang: Laboratorium Sosiologi FISIP Universitas Andalas. ----------. 2010, Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Prenada. Hanke, A. M.1981. Spatiotemporal Consciousness in English and German Romanticism. Bern: Lang Hawtorn. G.1987Enlightenment and Despair: A History of Social Theory. Cambridge: Cambridge University Press. Henslin, J.M. 2008. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Erlangga. Jülich, V. dan P. Jüngst. 1977.”Freizeit und Kommunikation auf dem Marburger Flohmarkt : Ein Beitrag zur Wiederbelebung unserer Innenstädte”. Kasseler Schriften zurGeographie Planung 6: 72-130 Horton, P.B dan Hunt, C.L. 1989. Sosiologi. terjemahan. Jakarta: Erlangga. Lury, C. 1998.Budaya Konsumen. terjemahan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mai, U. dan H. Buchholt.1987. Peasant Pedlars and Professional Traders. Singapore: ISEAS Oberbeil, K.1985. Kaufen und Verkaufen auf dem Flohmark. Düsseldorf: Econ Sunarto, K. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Fleamarket dalam https:en.wikipedia.orgwikiFlea_marketRegional_names diunduh 13-03-2016 496 KOMODIFIKASI DESA WISATA: GERAKAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN DESA WISATA DI BEJIHARJO, GUNUNGKIDUL Victoria Sundari Handoko, S.Sos., M.Si. Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Email: vicndarihayahoo.com Abstract Law of R.I. No. 102009 on Tourism has the vision to realize the development of tourism within the framework of sustainable development. Tourism operation should be able to preserve nature and environmental sustainability, as well as empowering local communities to improve their social economic welfare. Government as a facilitator in empowering rural communities gives fund through the Tourism National Program for Community Empowerment PNPM Mandiri. The number of villages that receive tourism PNMP-Mandiri increased, similarly in the Special Region of Yogyakarta increased from 94 2010 to 127 2013 rural tourism. The development of rural tourism is a community movement to their rural commodification. The Commodification from village to rural tourism is a modern movement of rural communities, what the goal of rural tourism commodification is to reduce poverty and increase employment. Commodification cause rural tourism in Bejiharjo, Gunungkidul, Yogyakarta was awarded the best of rural tourism in 2012 by the Deputy Minister of Tourism and Creative Economy. Nevertheless, the rural commodification contains an oxymoron concept that is on the one hand, community participation in the management of rural tourism able to overcome the problems of poverty population, but on the other hand power conflicts arise between operators with businessmen travel outside the village. It is instructive to analyze how the community deals with the trend of commodification from rural into a rural tourism as well as the reasons why the community commodification has led to conflicts between travel service operators. Keywords : Commodification, Community Movement, and Rural Tourism.

1. PENDAHULUAN