TEMUAN PEMBAHASAN Prosiding Konferensi APSSI Vol 1.compressed

688 3. METODE PENELITIAN Tehnik penelitian yang akan dikembangkan adalah dengan mengeksplorasi dan melakukan asessment atas beragam kebijakan kota dalam pelaksanaan desentralisasi. Argumentasinya adalah studi kasus merupakan teknik riset yang paling fleksibel. Riset studi kasus bisa menggunakan data yang bervariasi, baik kuantitatif, kualitatif, maupun gabungan dari keduanya. Selain itu, pendekatan studi kasus bisa dilakukan secara crosssectional maupun longitudinal. Kedua, riset studi kasus mampu mengeksplorasi secara detail dan mendalam atas suatu permasalahan,baik melalui studi kasus tunggal maupun multikasus. Ketiga, studi kasus dapat membantu peneliti menghubungkan kasus mikro ke dalam kasus makro. Hal ini sangat sesuai untuk membuat suatu kebijakan makro di sektor publik yangdidasarkan pada pengalaman yang terjadi pada kasus mikro Mahmudi, 2003 : 9-10. Penelitian ini mengambil lokasi yang dipilih adalah kota di Surakarta. Berbagai agenda yang dilakukan oleh pemerintah kota, yang terus mulai membangun berbagai infrastruktur sebagai bagian dari jaminan atas komitmen kota untuk mendukung pengembangan kota secara makro, yang berimplikasi pada kota, kampung maupun sungai Ramdhon, 2013. Adapun jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, berupa data- data primer dan sekunder. Data primer yang digunakan diperoleh lewat wawancara mendalam dengan informan di lapangan, terutama berkaitan dengan berbagai pemahaman individu terhadap dinamika disekitarnya. Kombinasi analisis dengan dokumen yang ada akan dilakukan bersamaan dengan tehnik diskusi terbatas untuk membuat analisa pada level makro. Kombinasi dari ketiganya, setidaknya memberi pondasi untuk menyusun kerangka analisa dalam mengkaji dasar-dasar kebijakan, strategi pelaksanaan, target, pelaksanaan hingga implementasi kebijakan yang dirancang sebagai bentuk inovasi tata kelola pemerintahan. Keterlibatan dalam proses dilapangan, dimana penelitian ini merupakan bagian dari kerja-kerja kelas memungkinkan proses dokumentasi yang lebih efektif. Analisa dilakukan secara reguler dalam skema pelaksanaan kegiatan dilapangan, bersamaan dengan mekanisme evaluasi yang dilakukan. Skema analisa yang dapat digunakan untuk melihat dan mengevaluasi dampaknya antara lain, impact evalution model : dimana analisa prosesual akan bermula dari 1 input, dimana kebijakan yang ada akan didefinisikan sebagai jenis program, inisiatif, sumber daya yang dibutuhkan, skema kegiatan dan target dari program tersebut. 2 output untuk melihat apakah rancang program tersebut memberi dampak dalam proses inputnya. 3 intermediate outcomes, digunakan untuk memberi penjelasan apakah program tersebut dinamis oleh kemungkinan-kemungkinan akan perubahan, atau adanya tuntutan yang baru. 4 final outcomes, hendak menjelaskan program yang ada memberi dampak secara langsung pada target program atau tidak dan perubahan tersebut dapat terukur J. Nisbet dan J. Watt, 1994.

4. TEMUAN PEMBAHASAN

Mendiskusikan kembali kampung di kota akan menggiring kita pada program Kampung Improvment Program yang kemudian dilanjutkan Integrated Urban Infrastructure Development Program sebagai sebuah kebijakan yang diharapkan berpihak terhadap kampung sebagai sebuah entitas, sekaligus membedakannya dengan kota. Namun yang kemudian kita ingat adalah maenstrim modernisasi di Indonesia yang menempatkan pembangunan fisik sebagai prioritas utama sekaligus memberikan kesimpulan akhir kepada kita kegagalan program tersebut. Ketidakmampuan untuk mengintegrasikan dimensi fisik, ekonomi dan sosial pada saat yang bersamaan. Kota berubah dalam sebuah kepentingan yang tak terjangkau oleh imaji masyarakat yang tinggal didalamnya Akhmad 689 Ramdhon, 2013. Kota bertransformasi lewat statistik pertumbuhan yang senantiasa naik dan meninggalkan hasil statistik yang berbeda bagi jalannya kehidupan kampung-kampung yang tertinggal terlalu jauh oleh kecepatan serta kemampuan kota untuk tumbuh dan berkembang. Relasi warga kampung semakin teralienasi dalam kehidupan dan dinamika pertumbuhan kota. Kondisi yang berlanjut dengan kesenjangan ekonomi dan memberi dampak secara kentara di perkotaan dimana garis kemiskinan meningkat secara signifikan. Tahun 2012 : 54 penduduknya tinggal di kota, berarti akan mencapai 129,6 jutajiwa yang berdesakan dikota. Dengan rerata pendapatan domestik regional bruto 61.1 pada tahun 1980 menjadi 78.1 pada tahun 2008 Bakdi Setiawan, 2010. Kondisi tersebut menjadi dasar baru bagi dilaunchingnya Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan serta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat sebagai respon atas bacaan statistik kemiskinan perkotaan yang didasarkan pada kehidupan kampung-kampung perkotaan di Indonesia. Program-program tersebut hadir bersamaan dengan kucuran dana yang melimpah dan menyisakan ragam persoalan baru ditengah-tengah warga yang selama ini tak terjangkau oleh peran negara. Ada banyak kegagapan untuk merealisasikan semua proyek negara yang ditawarkan sehingga melahirkan program yang tereduksi oleh kepentingan pragmatis World Bank, 2003. Kebijakan desentralisasi memberi ruang bagi kota Surakarta untuk menginisiasi beberapa program inovatif untuk mengembangkan daerah berbasis kapasitas dan kemampuan daerah. Mekanisme partisipatif menjadi pilihan yang diujicobakan hingga kini, pelaksanaan Musrenbang telah dilaksanakan dalam rentang dekade terakhir. Ada banyak kekurangan dalam pelaksanaannya, terutama pada jalur paling bawah yaitu level komunitas Rukun Tetangga dan Rukun Warga hingga beragam upaya negosiasi pada lini paling akhir perencanaan dan penganggaran. Disisi lain kebijakan yang selaras semangatnya dengan upaya membalik logika pembangunan yang ada, lahir dalam bentuk pengalokasian Dana Pengembangan Kelurahan yang bersumber dari APBD Akhmad Ramdhon, dkk, 2012. Dimana secara otomatis, basis kebijakan tersebut akan mentarget kampung-kampung sebagai target utama program dengan Kelurahan sebagai batas administrasi. Sekalipun belum signifikan namun upaya tersebut mesti diapresiasi dalam kerangka desentralisasi yang menjadi arus utama dalam pengembangan pemerintahan daerah yang baru. Pembentukan LPMK serta merta menjadi penopang secara kelembagaan yang mengikuti pengalokasian dana dari Pemerintah Kota ke komunitas-komunitas yang diadministrasikan Kelurahan. Pada level yang berbeda, tuntutan akan perubahan yang mendera kampung ditengah-tengah arus perubahan kota yang mengemuka harus pula menjadi perhatian. Identitas kampung yang tenggelam oleh laju tumbuh kembangnya kota dan kepentingan ekonomis serta merta dihadirkan kembali Patrick Guinness, 2009. Tanpa harus memaksakan diri dalam tema-tema pariwisata, identitas kampung-kampung di Surakarta sebenarnya punya sejarah panjang kebelakang namun tarikan-tarikan kota yang seakan- akan harus modern memaksa warga untuk menanggalkan semua perangkat sosial, budaya, ekonomi yang selama ini ada. Kampung-kampung yang pada awalnya membangun kota kemudian tenggelam, tertelan dalam agenda pembangunan kota sendiri. Kampung- kampung kemudian terkepung, terjepit diantara belantara kota bahkan beberapa diantaranya tergantikan oleh proyek-proyek kota yang dipaksakan Lea Jellineck, 1999. Konsepsi kita kemudian memaknai kampung sebagai entitas yang terpisah, menjauh, mundur bila dibandingkan dengan entitas kota yang didefinisikan lebih maju, lebih indah dan lebih baik. Penguatan atas karakter dan identitas lokal dilakukan bersamaan dengan tantangan perubahan yang sangat deras bersama tumbuh kembangnya infrastruktur teknologi yang 690 ada. Perda No. 2 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Surakarta 2005-2010 dan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Surakarta 2005-2025. Memberi penegasan tentang Surakarta sebagai kota perdagangan, jasa, pariwisata dan pendidikan. Penguatan sektor pariwisata menjadi bagian dari strategi pengembangan pendidikan karakter budaya kota Surakarta. Orientasi atas pemahaman ruang-ruang yang ada dalam kampung harus mampu membangun kesadaran tentang asal-usulnya. Kondisi tersebut menjadi alasan bagi untuk dapat menggerakkan stakeholder yang lain, untuk terlibat memahami kondisi kampung-kampung di Surakarta, sebagai bagian dari strategi penguatan pendidikan dan harapannya berkontribusi bagi pengembangan pariwisata. Tantangannya kemudian adalah dinamika kota menjadi isu utama dari keseharian warga yang diadopsi dari semua rangkaian informasi yang disediakan oleh media. Isu kota merupakan susbstansi dari praktek relasi kerja-kerja birokrasi, swasta yang menggerakkan roda-roda ekonomi hingga publik yang menjadi simpul diantaranya. Kota kemudian riuh dengan segala bentuk aktivitas ekonomi dengan menempatkan beragam aktivitas kota sebagai subyek utama dari konsentrasi publik. Media menjadi penyangga dari aktivitas kota lewat tajuk Kota Solo, Soloraya, Kosmopolitan, Ekonomi Bisnis, Satelit Solo dan Pagelaran yang memdokumentasikan semua aktivitas dalam bentuk halaman utama di harian Solopos http:solopos.com. Koran harian Joglosemar menyajikan halaman- halaman Solo, Panggung, Ekbis, Market dan Pasang Iklan http:joglosemar.co, Sedangkan Around Solo, Komunikasi Bisnis, Selera dan tentunya Iklan Baris http:www.radarsolo.co.id. Semua eksplorasi atas beragamnya isu kota dalam nalar ekonomi membingkai wajah kota menjadi diskursus nan dominan. Tumbuhnya basis informasi media online dan media sosial mengakselerasi beragam informasi dari media maisntream ke publik via teknologi. Catatan e-Marketer menyebutkan populasi netter tanah air mencapai 83,7 juta orang dan didominasi oleh masyarakat perkotaan Kompas, 2014. Distribusi informasi dengan basis teknologi memungkinkan para penggunanya berbagi, berpartisipasi, dan mengkreasi sendiri informasi yang ada user-generated content. Teknologi informasi media dan media sosial memungkinkan setiap pihak untuk berpartisipasi, berkontribusi dan memberikan feedback secara terbuka, lewat respon, komentar, serta upaya mendistribusikan informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas. Namun efek dari proses terkonsentrasinya aktivitas ruang-ruang kota dalam kepentingan ekonomi, menimbulkan persoalan bagi hilangnya kesempatan warga untuk berpartisipasi dalam keseharian kota Krishna Hill, 2001 : Hill, 2011. Ketidakseimbangan antar ruang, dimana kampung-kampung dalam kota tertinggal eksistensinya dari wajah kota yang utamaprotokol melahirkan bentuk-bentuk ketegangan yang kelak menjadi embrio bagi konflik ditataran kota. Belajar dari sejarah kota Surakarta, dalam satu dekade terakhir maka kita akan disajikan catatan konflik kota berupa kerusuhan massa. Salah satu penjelasan atas kondisi tersebut adalah keterasingan yang dialami oleh warga kota, sebagai efek dari kota yang tumbuh terlalu cepat dan meninggalkan warganya. Fakta tersebut linear dengan kondisi dimana semua lintasan informasi adalah monopoli tentang kota dan pada saat yang bersamaan kampung yang sesungguhnya menopang keberadaan kota tidak mempunyai ruang dalam diskursus tentang kota. Maka upaya mendokumentasikan kampung dikota, sedianya menjadi bagian dari upaya untuk menghadirkan isu kampung dalam riuhnya diskursus kota Ramdhon, 2013. Kampung adalah bagian utama dari keberadaan kota, dimana masyarakat kota merupakan penduduk utama dari kampung-kampung yang hidup dalam kesehariannya. Kota secara administratif lalu mengelolanya lewat batas-batas kewilayahan, untuk memberi batasan secara teritorial maupun administratif. 691 Memahami kampung dalam konteks kota akan memberi bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitasnya Keraf dalam Suhartini, 2009. Komunitas di kampung-kampung mempunyai karakter dalam pola relasi yang komunal memiliki yang eksklusif bagi komunitas atas suatu kawasan sebagai hak kepemilikan bersama communal property resource, sistem pengetahuan masyarakat setempat lokal knowledge system yang memberikan kemampuan kepada masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi, sistem alokasi dan penegakan aturan-aturan adat yang bisa mengamankan sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan, baik oleh masyarakat sendiri maupun oleh masyarakat luar. Dalam hal ini pola masyarakat tradisional sudah memiliki pranata dan hukum adat yang mengatur semua aspek kehidupan bermasyarakat dalam satu kesatuan sosial tertentu Guinnes, 2009. Memahami beragam kekayaan yang bisa ditemu kenali dalam setiap aspek lokalitas masyarakat akan menjadi kekuatan bagi ide-ide pelestarian masyarakat dalam semua aspek kehidupannya. Upaya mendokumentasi kota berawal dari keinginan untuk berkontribusi bagi perubahan kota yang sangat cepat. Kekhawatiran atas perubahan yang terjadi dikota dan meninggalkan warganya dengan situasi yang tak berdaya, memunculkan ide berupa sumbangsih untuk kota dalam wujud dokumentasi kampung kota. Proyek dokumentasi sendiri, berawal dari sesi-sesi mata kuliah, dimana anak-anak muda di kampus Universitas Sebelas Maret berkumpul dan secara intens mendiskusikan beragam isu perkotaan. Ada beragam kajian yang didiskusikan bersamaan dengan agenda pembelajaran yang dilaksanakan dikelas-kelas, secara regular dan imbas dari proses ini adalah kesepakatan untuk mengerjakan agenda berupa dokumentasi kota. Kesadaran tentang kota yang berubah, lokalitas kampung yang mulai terancam, hingga keinginan untuk menempatkan anak-anak muda beserta lokalitasnya sebagai subyek baru dari pengetahuan dan informasi tentang kota. Ide tersebut kemudian dikoneksikan dengan agenda stakholder lainnya, yaitu Kelompok Sadar WisataPokdarwis yang kelembagaanya terdapat diseluruh Kelurahan di Surakarta. Proses dokumentasi kampung yang dilakukan oleh Kampungnesia tersebut berkembang dengan beberapa tahap : mulai dari membangun akses, brainstorming bersama perwakilan warga, proses dokumentasi, penulisan dan upaya publikasi secara lebih luas. Tahapan-tahapan ini dirangkaikan secara bertahap, dimana proses awal adalah mediasi bersama antara anak-anak muda dengan perwakilan tokoh warga. Dari terbukanya akses, proses brainstorming memungkinkan warga memahami lebih baik dari agenda yang telah dirancang oleh anak-anak muda dan warga secara lebih terbuka untuk menerima kedatangan anak-anak muda. Untuk kemudian tahapan selanjutnya dilakukan lewat proses penyusunan dokumentasi kampung-kampung yang telah ditentukan sebagai target Radar Solo, 2014. Proses dokumentasi dilakukan dengan menyusun jadwal untuk berkunjung dilapangan, setelah sebelumnya menyusun instrument. Adapun instumen yang disusun berupa upaya untuk mendalami beberapa isu perkotaan yang ada, terdiri dari : bagaimana sejarah kampung tersebut didefinisikan oleh warga, bagaimana proses dan dinamika sosial budaya yang berkembang dikampung maupun beragam perubahan yang terjadi untuk kemudian didokumentasikan. Kondisi keseharian aktivitas warga kampungpun diurai menjadi bahan dokumentasi yang sedianya direkam dalam rekaman, catatan, foto, maupun sketsa. Tahapan dan proses dokumentasi yang dilakukan oleh anak-anak muda, dilakukan secara berkelompok. Dalam prakteknya kelompok-kelompok ini terbagi ke dalam beberapa titik kampung yang sedianya akan didokumentasikan. Prosesi ini sekaligus menginisiasi dua pendekatan akses ke kampung, pendekatan pertama yaitu kampung target berbasis 692 aktor anak muda yang target dan pendekatan kedua yaitu kampung target dengan basis akses Pokdarwis. Skema tersebut dirancang untuk memastikan proses dan hasil dari dokumentasi tersebut akan kembali ke warga ownership, sebagai bentuk pengetahuan atas kampungnya masing-masing. Mendokumentasikan kampung diharapkan bisa menjadi menjadi media komunitas community media yaitu media yang hadir di dalam lingkungan masyarakat atau komunitas tertentu dan dikelola oleh dan diperuntukkan bagi warga komunitas tertentu Pawito, 2007. Model media dengan karakter utama dari media komunitas memiliki jangkauan terbataslokal, menampilkan isi yang bersifat kontekstual mengacu kondisi komunitas, pola pengelolaan serta target adalah orang-orang dari komunitas yang sama, dan hadir dengan misi melayani sebagai implikasi dari orientasi kapital. Untuk itu, semua hasil dokumentasi tersebut kemudian dirancang untuk dipublikasikan alam beragam bentuk sebagai media untuk mempromosikan kampung sebagai isu maupun media komunitas kampung kota di Surakarta. Ada beragam bentuk publikasi yang telah dihasilkan, mulai dari buku Kampung Kota Kita, yang berisi hasil dokumentasi kampung baik sejarah, proses dan dinamika sosial budaya yang berkembang, perubahan yang terjadi, profil keseharian aktivitas warga yang didokumentasikan dalam bentuk rekaman, catatan, foto, maupun sketsa Ramdhon, 2013. Selain buku, rangkaian informasi tersebut kemudian ddikembangkan lewat media online berupa website http:kampungnesia.org. Website ini berisi beragam narasi kampung yang telah didokumentasikan, selain untuk memperluas hasil dokumentasi kampung yang telah dihasilkan dari riset-riset yang telah dilakukan. Selain disseminasi hasil riset, beragam informasi tentang kota, kampung dan isu berkaitan dengan dinamika kota ikut dishare sebagai bagian dari upaya memperluas komitmen untuk menggandakan isu perkotaan. Website ini dilaunching pada awal tahun 2013 sebagai bagian awal mempromosikan semua aktivitas dan hasil kerja-kerja komunitas Kampungnesia ke publik yang lebih luas Solopos, 2014. Konten perubahan tentang kota dengan segala peruahan yang ada didalamnya, mulai dari isu perubahan kota baik dalam aspek fisik kota karena investasi, kampung yang berubah juga oleh berbagai kebutuhan warga dan implikasinya bagi sungai. Dengan kondisi rumah yang padat dan memiliki luas bangunan yang sempit, membuat kondisi rumah di sepanjang sungai di Surakarta, terlihat kumuh. Sebagian sepadan dipergunakan oleh warga untuk kepentingan mereka, seperti dapur warga, tempat untuk menjemur, maupun sebagai gudang mereka, sehingga jarak antara rumah dan sungai. Hilangnya sempadan sungai juga mengakibatkan terjadinya peningkatan gerusan tebing sungai yang dapat mengancam bangunan atau fasilitas umum lain karena tergerus arus sungai. Sehingga kita terjebak pada kegiatan pembangunan fisik perkuatan tebing sungai yang tidak pernah ada habisnya. Sebagian bangunan bantaran Kali Pepe berdiri diatas bangunan Negara, sehingga banyak warga yang khawatir mengenai isu relokasi. Banyak dari warga yang merupakan warga pendatang yang sebelumnya belum memiliki rumah, kemudian menyewa tanah illegal, dibantaran sungai-sungai kampung untuk membangun rumah. Simpul sosial media yang selama ini familiar dipakai oleh anak-anak muda juga dipakai sebagai media disseminasi oleh Kampungnesia. Semua konten adalah upaya untuk mendistribusikan isu kampung agar menjadi isu yang lebih luas dengan disseminasi lewat http:facebookkampungnesia dan http:twitterkampungnesia. Semua aktivitas tersebut menjadi media untuk mendekatkan kampung bagi publik, khususnya anak-anak muda lebih luas maupun publik kampung itu sendiri. Hastag MemetriKali menjadi salah satu strategi menggunakan sosial media menjadi pilihan paling masuk akal karena akan mudah diakses dan dikelola oleh anak muda pada saat yang bersamaan. Sejauh ini, pemanfaatan media social ini berjalan dengan baik, dimana ragam aktivitas dikampung bisa didokumentasikan 693 dan diupdate secara langsung. Respon balik dari penggunaan sosial media adalah interaktifnya konten yang dibangun, baik dari sisi admin yang mengelola media maupun dari audiens yang mengikuti materi yang diupdate. Dinamika informasi lewat facebook dan twitter mampu menjadi jembatan informasi yang secara aktif pengelolaan sumber informasinya dari berbagai pihak. Dari sisi admin maka informasi yang dishare adalah informasi primer yang telah diperoleh secara langsung, kemudian dari sisi audiens dimana respon publik menjadi bahan informasi yang bisa juga didistribusikan dan yang terakhir bersumber dari media-media online resmi yang mengangkat isu kampung serta memungkinkan diditribusikan informasinya lewat sosial media. Jejaring informasi Kampungnesia dengan konten kota, kampung dan sungai, setidaknya mampu menjadi jembatan informasi tentang dinamika kampung kota di Surakarta. Distribusi informasi tentang kampung oleh kampungnesia, diharapkan mampu memerankan fungsinya sebagai media komunitas dimana titik berat materinya mengusung beberapa tekanan Pawito, 2007: Ketersediaan informasi, peran ini berkenaan dengan peran media komunitas dalam upaya penyebarluasan informasi dan pengetahuan mengenai gerak dan laju pembangunan dengan mengindahkan keragaman perspektif. Ragam peristiwa yang hadir tak lagi dimonopoli oleh media publik yang dominan namun opsi informasi juga disediakan oleh komunitas langsung. Implikasi dari hadirnya pilihan informasi baru maka, yang fungsi media komunitas berikutnya berupa lahirnya forum diskusi bagi publik dengan basis keragaman informasi. Keberadaan media-media komunitas diharapkan memiliki peran dalam memfasilitasi berkembangnya diskusi publik di antara warga komunitas berkenaan dengan persoalan-persoalan penting yang berkenaan dengan warga komunitas serta persoalan-persoalan lain yang lebih luas yakni menyangkut hubungan atau interaksi warga komunitas dengan warga lain. Dalam konteks kampungnesia maka isu kampung, kota maupun sungai akan menjadi diskursus bagi publik, yang secara khusus menyediakan dan menghadirkan dinamika informasi kampung. Ketika informasi didominasi oleh kepentingan kota dan kepentingan ekonomi maka publik hanya menjadi obyek dari kota, sehingga individu tidak mendapat ruang kehadirannya ditengah-tengah sebaran informasi kota. Selain ketersediaan informasi yang menjadi bahan untuk diskursus publik, maka harapan tersebar luasnya isu kampung oleh Kampungnesia adalah membantu memberikan alternatife untuk mengatasi persoalan yang ada dilingkup komunitas. Berbasis kesadaran lokalitas yang kuat, media komunitas lebih mengedepankan proses internal sehingga kepekaan atas persoalan-persoalan yang dihadapi bersama dalam masyarakat problem- solving oriented. Proses penggalian informasi yang dilakukan oleh dan bersama warga kampung, secara otomatis memberikan dampak secara langsung bagi kampung tentang pengetahuan-pengetahuan yang baru maupun lama. Semua proses dokumentasi disusun sebagai upaya penyediaan informasi yang berimbang di antara kelompok-kelompok kepentingan atau kelompok kekuatan dalam komunitas seraya tetap berpijak pada nilai- nilai budaya lokal yng masih dilestarikan Ramdhon, 2013. Dengan proses yang terurai diatas keterlibatan publik dalam proses dokumentasi yang dilakukan oleh Kampungnesia memungkinkan proses partisipasi warga secara langsung. Dengan pendekatan partisipatif, informasi yang dibangun harapannya mampu menjadi medium untuk menyuarakan kepentingan kampung secara luas. Semakin luas informasi yang bisa digaungkan oleh Kampungnesia maka kesadaran publik kota atas kampung juga semakin baik, ujung dari sebaran informasi tersebut adalah respon para pengambil kebijakan untuk benar-benar peduli urusan warga dan kampungnya. Perluasan media untuk mempromosikan dan memberdayakan kampung, secara intens dalam skema dokumentasi kampung kota dilakukan dengan proyek dokumentasi video diary kampung, yang tersusun dan didistribusikan dalam laman 694 http:youtubekampungnesia. Proses pembuatan video, berkolaborasi dengan anak-anak muda di kampung. Keterlibatan anak-anak muda dikampung akan menjadi modal penting bagi proses pembangunan identitas sekaligus memberikan repson terhadap berbagai persoalan yang ada disekitarnya. Sebab lewat aktifitas tersebut, maka anak-anak muda dapat bergaul, saling menghargai, memahami perbedaan dan meletakkan pondasi bagi upaya memahami kota lewat dinamika kampung. Proses ini menempatkan target sasaran anak muda untuk menyusun materi berdasarkan pengalaman yang telah ada. Proses stimulasi ini dilakukan dalam rangkaian untuk menyusun beragam tema yang dibisa dikembangkan terkait dengan skema informasi kampung. Ada beragam pilihan untuk mendalami semua bahan tersebut, anak-anak muda akan mengeksplorasinya dalam diskusi bersama teman-teman sebaya mereka. Pembuatan video dokumenter, komik, mural, open street map maupun workshop sampah di kampung dikerjakan pada beberapa titik. Difasilitasi oleh warga kampung, rangkaian kegiatan workshop, penyusunan materi dan pembuatan materi dilakukan secara kolektif oleh anak-anak muda dan anak-anak kampung agar ada kesadaran baru tentang kampung, sungai dan kota.

5. KESIMPULAN