Tahlil Slametan Prosiding Konferensi APSSI Vol 1.compressed

532 Sementara itu saluran-saluran yang dikembangkan dari Islam dan Jawa yaitu:

1. Tahlil

Kegiatan ini diadakan seminggu sekali oleh dusun-dusun di Kota Batu. Kesatuan warga dalam lingkup RT yang terlibat pada kegiatan ini. Selain pembacaan tahlil yang ditujukan untuk orang-orang yang sudah meninggal, juga dilakukan arisan dengan mengumpulkan uang dan kemudian ada peserta yang mendapat itu. Aktor-aktor gerakan memanfaatkan institusi ini untuk penyebaran informasi gerakan, mempengaruhi publik dan membangun solidaritas sosial. 2. Pengajian dan Istighosah Inti dari pengajian maupun istighosah merupakan kegiatan doa bersama. Doa ini dilakukan secara massal dan diikuti oleh warga tiga desa. Selain membaca doa bersama, ditunjuklah kyai untuk memberikan materi agama dan motivasi untuk keberhasilan gerakan. Kegiatan ini berkontribusi selain menguatkan mental para aktor gerakan juga sanggup memobilisasi massa.

3. Slametan

Slametan diadakan rutin setahun sekali untuk memperingati kelahiran dusun. Tidak sama dengan kampanye-kampanye gerakan di atas, kegiatan ini sebenarnya sudah terlembaga sebelum kemunculan gerakan. Jika sebelum ada gerakan ini, model slametan bersifat konvensional tetapi kali ini dirangkaikan dengan pesan-pesan penyelamatan lingkungan seperti untuk memeriahkan acara dibuat patung-patung bambu dan kertas dimana menggambarkan watak keserakahan manusia yang tidak menghormati alam. Oleh karena itu slametan merupakan kegiatan kolektif untuk menjaga momentum gerakan. 4. Jagongan Jagongan merupakan pertemuan informal warga. Berbeda dengan kegiatan-kegiatan di atas, peserta jagongan lebih sedikit dan tidak menentu. Biasanya mereka berasal dari satu desa maupun satu dusun. Oleh karena itu peserta yang hadir disatukan oleh hubungan ketetanggaan dan kecocokan. Pertemuan ini tidak formal dan cair yang ditunjukkan dari tema-tema yang dibicarakan secara bebas. Pertemuan ini sudah terlembaga jauh sebelum gerakan muncul. Ketika muncul gerakan, jagongan menjadi pertemuan informal untuk membicarakan gerakan. Kerana kebanyakan dilakukan oleh aktor-aktor gerakan, maka jagongan digunakan untuk mengkerangkakan isu gerakan. Tidak sama dengan saluran- saluran sebelumnya, informasi-informasi strategis muncul dan berkembang di jagongan. Baik saluran-saluran yang dikembangkan dari BaratModern maupun dari nilai-nilai Islam dan Jawa dikonstruksi oleh aktor-aktor gerakan untuk menentukan keberhasilan gerakan.

4.KESIMPULAN

Gerakan sosial yang muncul dan berkembang di Kota Batu ini bisa berkelanjutan karena ada dukungan dari faktor- faktor, baik faktor-faktor yang ada dalam organisasi maupun faktor-faktor di luar organisasi. Faktor dalam organisasi melekat pada aktor-aktor gerakan. Tiga diantaranya yaitu modal sosial, jejaring sosial dan identitas kolektif. Ketiganya berperan menggerakkan aktor-aktor dalam gerakan sosial untuk keberlanjutan gerakan. Kemudian identitas kolektif yang dikonstruksi oleh aktor-aktor gerakan berkarakter bervariasi dan dinamis. Bervariasi yang dimaksud yaitu identitas kolektif bukan kesatuan yang utuh dan seragam. Pada kondisi tertentu identitas kolektif utuh tetapi pada kondisi lain tidak utuh. Pada satu kesempatan ia dikonstruksi secara bersama-sama, tetapi pada kesempatan lain dikonstruksi oleh aktor-aktor tertentu saja. Kemudian identitas ini dikonstruksi melalui kehadiran fisik maupun komunikasi jarak jauh dengan teknologi. 533 Dinamis artinya konstruksi identitas kolektif tidak sekali jadi, tetapi terus menerus dan melewati tahapan-tahapan waktu. Pada satu sisi ia dieksekusi dengan semangat, tetapi pada kesempatan lain dengan kurang semangat. Ia melibatkan negosiasi, renegosiasi, evaluasi, refleksi dan revisi. Dengan demikian, bentuk identitas identitas tidak tetap dan sangat ditentukan oleh situasi, kondisi dan dinamika aktor-aktor gerakan. Bisa dikatakan bahwa kemunculan identitas kolektif tidak pada setiap waktu. Ketika ada tantangan-tantangan dari pihak musuh, aktor-aktor dari tiga desa kompak menghadapi tantangan tersebut. Namun ketika tidak ada tantangan-tantangan dari pihak luar, terkesan gerakan tidak terlihat aktivitasnya. Kemudian fenomena penting lain yaitu pemberdayaan nilai-nilai masyarakat yang berkontribusi dalam pembentukan identitas kolektif melalui kegiatan-kegiatan ritual-ritual yang berkonsentrasi pada ruang yang bernama sumber gemulo. Pemanfaatan ruang muncul dengan menjadikan lokasi sumber gemulo sebagai lokasi untuk penguatan isu-isu gerakan. Ritual-ritual ini menjadi sarana efektif baik untuk tujuan internal maupun eksternal. Internal yaitu membangun solidaritas dan mengkampenyakan gerakan. Keberhasilan menyelenggarakan ritualisme-ritualisme ini karena keberhasilan aktor-aktor gerakan dalam mengkonstruksi nilai-nilai yang sudah terlembaga dalam komunitas. Konstruksi nilai-nilai lama digabungkan dengan nilai-nilai baru yang bercorak ekologis. Sekalipun baru tetapi masyarakat tidak canggung dengan perpaduan ini. Studi gerakan sosial ini menarik diteliti karena karakter dinamis dari gerakan ini. Artinya perkembangan gerakan tidak pernah berhenti. Ketika satu aspek tertentu sudah diteliti muncul aspek-aspek lain. Termasuk pada saat artikel ini ditulis, banding di Mahkamah Agung menjadi isu mutakhir pada gerakan. Setelah pihak hotel yang aktif melakukan baik pelaporan maupun gugatan-gugatan, aktor-aktor gerakan berencana melakukan gugatan balik kepada pihak hotel dengan mengajukan peninjuan kembali PK atas kasus ini. Pertimbangannya yaitu keputusan pengadilan belum menemukan keputusan akhir dari kasus hukum dalam gerakan ini. Keputusan hukum setelah PK akan menentukan babak-babak baru gerakan sosial ini. Baik kemenangan yang dialami oleh pihak hotel maupun FMPMA akan memancing reaksi dari kedua belah pihak. Kemudian perkembangan-perkembangan baik yang bersifat hukum maupun non hukum akan melahirkan isu-isu gerakan yang lebih luas. Oleh karena itu, untuk ke depan perlu diteliti masalah-masalah lain seperti proses pembelajaran sosial yang dimainkan oleh gerakan. Pembelajaran sosial ini berkaitan erat dengan pemberdayaan aktivis-aktivis gerakan pada level komunitas. Selain hubungan kolaboratif antarelemen- elemen gerakan, kita bisa mengetahui bagaimana model atau tenik NGO dalam melakukan pemberdayaan untuk masalah-masalah kepedulian lingkungan. Sikap dan tanggapan pemerintah atas gerakan ini juga tema menarik lain mengingat tulisan tentang gerakan ini lebih banyak menjelaskan dari sisi pelaku gerakan. 5.DAFTAR PUSTAKA Benford, Robert D and Snow, David A, 2000. ‘Framing Process and Social Movement: An Overview and Assessment ’, Annual Review of Sociology Vol. 26 No, hal. 611-39. Coleman, James C, 1994, The Foundation of Social Theory, New York: Harvard University Press Kilpatrick, Zue, 2007, Building Social Capital in Group: Facilitating Skill Development for Natural Resource Management, Rural Society, No. 3, Desember 2007 Krinsky, John Nick Crossley, 2014, Social Movements and Social Networks: Introduction, Vol.13, No. 1, hal. 2 Melluci, Alberto, 1988, Getting Involved: Identity and Mobilization in Social Movement, International Social Movement Research. Vol. 1, hal 342-343 534 Melluci, Alberto, 1995, The Process of Collective Identity, in Social Movement and Culture, edited by H. Johnston and B. Klandersman. Minneapolis: MN: University of Minnesota Press. hal. 41-63. Melucci, Alberto, 1996, Challenging Code: Collective Action in the Information Age, New York: Cambridge University Press. Robert MZ Lawang, 2004, Kapital Sosial: Perspektif Sosiologik, Suatu Pengantar 535 MELAWAN ASAP SEBAGAI HAK – HAK DASAR MANUSIA IRSADI ARISTORA., MH FISIP, Universitas Teuku Umar Email : irsadiaristorautu.ac.id Abstract Law Number 39 Year 1999 on Human Rights, article 9, paragraph 3 Every person is entitled to a good environment and healthy. Land and forest fires since the last 6 years in our country is very chronic and disturbing the basic rights of human beings. A lot of human rights of uprooted inadvertently induced burning of the land was the loss of clean air into the primary right for humans. Right to Education was disrupted by the smoke that enveloped so that worry can cause respiratory disease for school children, in addition to the flight disruptions as well as daily activities. Cases occurred in the entire of Sumatera and Kalimantan island have caused panic in this nation should be the troops and billions of rupiah in his handling. Movement Against Smoke through environmental agencies and the community has spread to all in Indonesia for the injustices of the people received the basic rights they were disturbed by the behavior of land fuel companies and individuals in the management of land and plantations in Indonesia. Bondage of the law against the perpetrators of the individual perpetrator is still, but hopes of legal actions against the company must be upheld so that the deterrent effect of the law can give changes in land and forest management in this Nation. Keywords : Fire Land, Human Rights, Environmental Movement 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan telah menjadi bencana nasional yang terus berulang setiap Tahun. Seakan-akan menujukan ketidakberdayaan negara dalam menyelesaikan permasalahan ini. Semakin banyak korban jiwa, harta dan benda terus berjatuhan serta menghasilkan kerugian negara terhadap korban asap maupun yang lahannya terbakar uang mencapai Rp. 221 Triliyun menurut kepala BNPB Sumber : Riau Online.co.id. 28 Oktober 2016. Pesimisme rakyat terhadap pemimpin menjadi bertambah terhadap kasus yang terus berulang karena tidak ada pelaku yang berhasil dijatuhi hukuman yang sebanding dengan apa yang diakibatkan. Segala daya dan upaya telah dikerahkan negara dalam memadamkan api dikawasan gambut yang kini dikuasai oleh pengusaha perkebunan. Pasukan TNI, POLRI, Relawan Lingkungan, Masyarakat dan Tim Pemadam dari Pemerintah setempat, Magala Agni serta negara-negara tetangga ikut membantu memadamkan api didaerah yang telah terbakar. Biaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang dikeluarkan pemerintah pun tak tanggung besarnya mencapai Rp. 385 Milyar seperti yang disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB, Willem Rampangilei kepada media pada tahun 2015 yang lalu, Sumber Okezone.com. 22 September 2015 Akibat besarnya dampak yang ditimbulkan dari pengaruh asap maupun kerusakan alam akibat kebakaran tersebut, sebagaian lembaga dinegara ini saling cuci tangan dan melempar bola panas kepada lembaga lainnya. Lembaga Swadaya Masyarakat LSM baik nasional dan luar negeri menuding kesalahan ada dipihak negara yang telah mengeluarkan izin pada kawasan yang seharusnya tidak dikeluarkan. 536 Sementara lembaga kementarian saling melakukan pembelaan diri dan menyalahkan lembaga kementerian lainya sebagai objek permasalahan yang bertanggungjawab atas kejadian tersebut. Pergerakan masyarakat dalam bertahan hidup berujung kepada kemajemukan, rasa senasib dalam merebut udara segar terbentuk dengan sendirinya. Perlawanan pun mulai terlihat atas ancaman penyakit ispa dan berujung kepada kematian yang dirasakan bersama masyarakat Indonesia dan juga masyarakat luar negeri yang merasakan tidak nyamanan hidup dalam menghirup udara segar yang menjadi hak – hak dasar kita sebagai manusia. Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tegas menjelaskan hak-hak dasar sebagai manusia di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pasal 9 ayat 3 Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Disadari atau pun tidak akan adanya Undang-Undang ini di Indonesia, perlawanan rakyat pun telah terbentuk melawan pelaku pembakar lahan dan mendesak negara ini untuk menghukum seberat-beratnya pelaku pembakaran hutan dan lahan. Perlawanan bersifat individual dan kelompok terus bergerak melawan asap yang dapat kita lihat dari media sosial, surat khusus kepada presiden, puisi, tulisan media dan gerakan secara resmi yang dinamani “Melawan Asap“. Gerakan melawan asap ini dimotori oleh kelompok peduli lingkungan hidup dan LSM Lingkungan yang ada di setiap provinsi dan merayap menjadi gerakan nasional melawan asap. Rumusan Masalah Dalam makalah ini perlu diperhatikan beberapa rumusan masalah yang menjadi arahan yang dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Dasar perlawanan terhadap asap dalam perspektif masyarakat. b. Bentuk Perlawanan Masyarakat terhadap asap karhutla c. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap hak-hak dasar yang dilindungi Undang-Undang dinegara ini. Tinjuan Pembahasan 1. Dasar Perlawanan Asap Dalam Perspektif Masyarakat Asap akibat kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap lingkungan. Kerusakan ekologi sebagai penyangga kehidupan manusia, menurunnya keanekaragaman hayati serta ekosistem yang terbakar. Yang paling buruk adalah penurunan secara drastis kualitas udara yang bersih bagi kehidupan semua makhluk. Secara global terjadi pemanasan akibat pembuangan gas emisi karbon ke udara secara berlebihan sehingga mempengaruhi iklim global pada bumi atau yang sering disebut dengan perubahan iklim. Asap yang dihirup secara berlebihan akan langsung menujukan reaksi terhadap kesehatan yaitu; a Ganguan Pernafasan, b Asma, c Bronchitis, d Pneumonia, e Kulit, dan f Iritasi mata. Yang paling mempengaruhi akibat asap yang terhirup terhadap kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil dan orang tua. Perlawanan terhadap asap yang terjadi karena kebakaran hutan dan lahan secara hukum kausal karena rasa ketidak nyamanan dan ancaman terhadap kehidupan yang aman, nyaman dan tenang. Terganggu nya ketenangan yang dirasa rakyat Indonesia sebagai bentuk survive sebagai bentuk mempertahankan hidup yang terancam akibat asap yang dihirup dapat berkibat buruk bagi dirinya sendiri, keluarga dan kelompok. Kondisi ini membuat gesekan bagaikan bola salju yang terus mengelinding dan semakin besar. Gejolak pribadi menjadi gejolak keluarga membesar menjadi gejolak kelompok dan menjadi besar dalam bentuk gejolak massa yang merasakan kesamaan rasa tersebut. Perlawanan menjadi satu kesatuan karena samanya kepentingan ini akan berakibat terhadap keamanan bagi 537 bangsa dan negara. Karena tingkat perlawanan karena mempertahankan hidup sangat kuat dan dapat berubah menjadi gerakan ideologi.

2. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap hak-hak dasar