Gejala Involusi Gerakan KomunitasPetani Alami

846

III. Gejala Involusi Gerakan KomunitasPetani Alami

Mengingat anggaran terbatas, kajian ini coba dicari jawabannya pada sebuah organisasi non pemerintah NGO Komunitas Petani Alami KPA, yang terletak di Candung, Kab.Agam.KPA mengusung implementasi pertanian organik sebagai basis perjuangan utamanya.Meski, menurut akta pendirian KPA baru terhitung 2014, namun pergerakan telah mulai dirintis sejak tahun 2004. 216 Perintisan, hingga KPA berdiri, disapih oleh LSM Bina Desa.Sebuah organisasi non-pemenrintah yang salah perjuangannya adalah memajukan, mensejahterakan dan memandirikan petani melalui, salah satu upayanya, sistem pertanian organik.Jejaring sosial Bina Desa adalah Asiadhrra.Dapatlah dikatakan bahwa Bina Desa, bagian dari AsiaDHRRA yang merupakan salah satu organisasi non pemerintah di Asia Tenggara, yang perhatian utamanya menjadi promotor dan katalisator, fasilitator dan mobilisator peningkatan keahlian kesejahteraan masyarakat pedesaan di Asia. 217 Salah satu upayanya, adalah merubah sistem pertanian di pedesaan menjadi pertanian organik Natural Farming. Oleh karenanya, dari perspektif jejaring sosial, KPA telah lama mengusung implementasi pertanian organik ± 12 tahun, ketika Bina Desa menjadikan Kanagarian Candung lahan implementasi program pertanian organiknya sejak 2004. Pada akhir tahun 2014 hingga awal tahun 2015, yang didanai oleh Asiadhrra, telah dilakukan penelitian rantai nilai beras awalnya organik pada tujuh kanagarian di Kab.Agam, yang menjadi wilayah kerja KPA. Ketujuh kanagarian tersebut adalah Candung, Palupuh, Koto Gadang, Lubuk Basung, Kamang, Simarasok dan Padang Tarok. 218 Salah satu hasilnya pada 6 kanagarian adalah digambarkan sebagai berikut : Gambar .2. Hasil Pemetaan Rantai Nilai Distribusi dan Perdagang Beras di 6 Kanagarian, Kab.Agam Sumber: Alfiandi, 2015. 216 Hasil wawancara dengan tokoh pergerakan pertanian organik di Padang. 217 Lih. http:asiadhrra.orgwordpress diakses pada tanggal 21 April 2016. 218 Bob Alfiandi, Nining Erlina dan KPA, 2014.Tinjauan Rantai Nilai Usaha Beras Di Kab. Agam, Sumatera Barat. KPA colaraboration with Bina Desa dan AsiaDHRRA.dipublikasi pada kalangan terbatas. 847 Dari gambar 1.2 diatas terlihat bahwa, dari enam sebenarnya tujuh kanagarian, dua diantaranya, yakni Candung dan Simarasok terdapat perdagangan dan distribusi beras organik. Selebihnya, 5 kanagarian yaitu Koto Gadang, Lubuk Basung, Kamang, Padang Tarok dan Palupuh masih di dominasi oleh pertanian padi konvensional. Berdasarkan temuan penelitian tersebut, serta terkait latar belakang diatas, gejala involusi gerakan petanidalam mengusung gerakan pertanian organik dapat pula dilekatkan pada KPA.Maka pertanyaan yang muncul adalah, mengapa KPA mengalami gejala involusi dalam mengimplementasikan gerakan pertanian organik di wilayah Kab.Agam? III.1. Lahirnya Gerakan Komunitas Petani Alami Komuitas Petani Alami, memilih garis pergerakan sebagai organisi yang bertujuan mendinamisir pertanian alami natural farming, popular disebut pertanian organik, di Kab. Agam. Meski, menurut akta, KPA berdiri pada tanggal 9 Juni 2014, namun cikal bakal gerakan ini telah ada sejak awal reformasi politik tahun 1998, di Indonesia. Kronologi berdirinya KPA, menurut data yang berhasil dikumpulkan, telah dimulai dari awal reformasi politik, ketika Nagari Candung menjadi salah satu implementasi progam kerja Bina Desa. Bernaung dibawah organisasi non-pemerintah ORNOP, Bina Desa bagian dari AsiaDHRRA NGO, atau disebut juga DHRRA Indonesia, yaitu kemitraan regional sebelas jaringan sosial dan organisasi yang berada dalam wilayah 11 negara di Asia. AsiaDRRHAmemiliki visi mewujudkan masyarakat Asia pedesaan yang bebas, makmur , hidup dalam damai dan bekerja dalam solidaritas kemandirian. 219 Salah satu program kerja Bina Desa di Nagari Candung, adalah mewujudkan praktik pertanian yang adil dan mandiri melalui metode pertanian organik, terutama pada pertanian padi sawah dan palawija.Seperti telah dijelaskan, program kerja Bina Desa initelah berlangsung sejak 1998.Pada tahun 2009, setelah lama mendapat pelatihan dan mempraktikkan pertanian organik tersebut, sekelompok petani di Kecamatan Canduang IV Angkek dan Sungai Puar, kemudian membentuk dan menyepakati usaha pemasaran bersama produk beras dan sayur organik. Polanya dengan membangun hubungan produsen dan konsumen yang bersepakat baik dalam produk dan harga.Kesepakatan usaha pemasaran bersama tersebut, kemudian, diberi namaKomunitas Pasar Alami. “…Pada awalnya LSM Bina Desa turun ke Canduang untuk melatih petani-petani yang ingin menggunakan sistem pertanian organik, pada saat itu ada beberapa petani yang ingin menggunakan sistem pertanian organik tersebut. Dengan adanya LSM Bina Desa maka petani-petani tersebut didampingi dan dilatih.Kemudian petani-petani yang telah dilatih tersebut mendirikan komunitas pasar alami pada tahun 2009 informan Nini. Meminjam teori struktur kesempatan politik POS Tarrow 1998 sebagai pisau analisis, maka dapat dijelaskan sebagai berikut, pertama, KPA lahir dari konsekuensi rahim euphoria era reformasi dan otonomi daerah, yakni ketika terjadinya perubahan dari sistem politik tertutup, otoritarian rezim orde baru kepada sistem politik yang terbuka, demokratis liberal. Dari sistem kekuasaan politik terpusat, menjadi terdesentralisasi.Liberalisasi politik, sejak 1998, tersebut menyebabkan akses kepada lembaga-lembaga politik mengalami keterbukaan.Pemerintah, dalam hal ini, Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat mulai ikut membuat progam kerja pertanian organik 219 http:asiadhrra.orgwordpressabout . 848 semenjak tahun 2006.Ini tergambar dalam Rencana Strategis Propinsi Sumatera Barat melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Tanaman dan Hortikultura Nomor 5212647KDS2006. Dalam satu misinya untuk mewujudkan rumah tangga petani yang sejahtera, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumbar mengembangkan pertanian organik. 220 Disamping itu, semenjak reformasi dan otonomi daerah, terjadi perubahan undang- undang, berikut turunannya, tentang pemerintah daerah dan pemilahan umum.Kedua aturan tersebut memiliki konsekuensi yang mengharuskan elite politik, politisi, partai politik hingga birokrasi pemerintah, untuk dekat dengan rakyat sebagai konstituennya. Karena, kedekatan kedua kelompok sosia ini akan mempengaruhi jumlah perolehan suara pemilihan Presiden, Kepala Daerah Gubernur, Walikota dan Bupati, Legislatif dan ambang batas suara partai agar dapat bertahan. Kedekatan kedua kelompok tersebut, juga berpengaruh pada program kerja birokrasi pemerintah yang memihak kebutuhan rakyat akibat janji politik politisi, dan agar terpilih kembali. KPA juga mengalami “kemesraan” ini, dimana beberapa anggotanya diangkat menjadi “petani pakar”yang “dipekerjakan” sebagai penyuluh pertanian-pertenakan, khususnya organik, oleh Dinas Pertanian Sumbar. Wilayah kerja “petani pakar” ini, sebagai penyuluh, mencakup hampir seluruh Sumatera Barat di sentra-sentra pertanian organik.Inilah beberapa fakta tingkat akses terhadap lembaga-lembaga politik mengalami keterbukaan, atau bahkan “kemesraan”. Kedua , KPA lahir dari konsekuensi rahim euphoria era reformasi dan otonomi daerah, yakni ketika terjadinya perubahan dari sistem politik tertutup, otoritarian rezim orde baru kepada sistem politik yang terbuka, yang demokratis liberal.Dari sistem kekuasaan politik terpusat, menjadi terdesentralisasi.Liberalisasi politik, sejak 1998, menyebabkan kebijakan pemerintah tidak terintegrasi. Elite politikdan elite birokrasi terbelah, terpisah akibat perubahan kekuasaan sentralisasi menjadi desentralisasi. Perebutan kekuasaan, antara elite pemerintah pusat dengan elite pemerintah daerah.Terganggunya keseimbangan politik ini memunculkan beragam masalah, diantaranyamelahirkan peraturan yang tidak terintegrasi.Sejak era reformasi, laju pertumbuhan perkebunan, terutama sawit, tidak terkendali. Laju pertumbuhan kebun sawit yang berkembang massif tersebut menyebabkan peralihan distribusi pupuk dan pestisida yang semesti untuk pertanian pangan, beralih kepada perkebunan sawit. Akibatnya, pada tingkat petani, sering terjadi kelangkaan pupuk dan pestisida.Sedangkan, petani sangat bergantung dengannya. 221 Masalah lainnya adalah, akibat otonomi daerah, terjadi perubahan struktur pengorganisasian penyuluh pertanian.Pun, etos kerja dan cadangan pengetahuan penyuluh dirasakan petani menurun.Akibat, dalam melakukan usaha tani, petani lebih mengandalkan pengetahuan yang didapat dari kios pupukpestisida, termasuk teknik budi daya dan penggunaan sarana produksinya.Peran penyuluh pertanian kalah penting dibandingkan petugas kios.Akibatnya, usaha tani menjadi sesuatu yang mahal dan semakin tidak menguntungkan. 222 Kondisi inilah yang menjadikan salah satu alasan lahirnya KPA. “…Dengan telah terbukanya ikatan dari pemerintah tersebut gerakan petani memiliki kebebasan dalam melakukan kegiatannya. Petani pun telah bisa mandiri seperti mampu membuat pupuk sendiri akan tetapi petani lainnya juga masih terbiasa dengan pertanian konvensional. Serta adanya kebebasan bagi para petani untuk berinovasi…” informan Rezki. 220 lihat juga : http:www.sumbarprov.go.iddetailsnews388 . diakses 23 Maret 2016. 221 Hasil wawancara dengan informan KPA dan Petani Organik. 222 hasil wawancara dengan informan petani organik yang tergabung dalam KPA. 849 “…Setelah masa orde baru kebjakan pertanian seperti yang telah disebutkan tadi semakin memudar dan menghilang. Pemerintah tidak lagi mengharuskan para petani menggunakan bahan-bahan penunjang pertanian tersebut.Petani lebih mandiri karena tidak hanya menerima saja dari pemerintah.Pada masa setelah orde baru petani menjadi lebih kreatif seperti petani bisa membuat pupuk dan pestisida sendiri dari bahan-bahan alami. Sistem pertanian alami semakin bisa dikembangkan karena keharusan-keharusan yang diterapkan pada masa orde baru telah dihapuska n…” informan Sonny. “…Pada masa orde baru petani terikat oleh pemerintah dikarenakan petani harus menanam, memberikan pupuk dan melakukan semua kegiatan pertanian berdasarkan kebijakan pemerintah. Petani tidak bisa memilih dan hanya menunggu, menerima apa yang dikatakan oleh pemerintah. Di satu sisi petani mendapat kemudahan karena menerima dari pemerintah akan tetapi disisi lain petani menjadi manja dan terikat oleh pemerintah…” informan Endri. Ketiga, terkait penjelasan diatas, lahirnya KPA tidak terlepas dari pertikaian antar elite politik, elite partai, elite birokrasi pemerintahan.Pertikaian para elite tersebut, memperlihatkan wujudnya, pada arena pemilihan presiden, kepala daerah dan legislatif.Konflik yang berkesinambungan tersebut, menyebabkan pengawasan terhadap petani tidak “sekeras” di zaman orde baru. Kondisi generik ini kemudian dimanfaatkan petani organik di Candung, secara leluasa membentuk KPA versi 2009 Kelompok Pasar Alami dan KPA versi 2014 Komunitas Petani Alami. Kondisi generik itu juga menyebabkan KPA leluasa menggalang, mencari donatur dan pendana terhadap kegiatan mereka.Saat ini, pendana utama mereka disalurkan melalui Bina Desa, AsiaDHRRA. Keempat , sejak KPA versi 2009, hingga KPA versi 2014, beberapa anggota utamanya telah digandeng oleh Kepala Dinas Pertanian Sumatera Barat. KPA, secara kelembagaan, dijadikan mitra.Baik, sebagai penyuluh pertanian petani pakar, diikutkan dalam beragam pelatihan pertanian dan perternakan organik.Disamping itu, mendapat bantuan-bantuan dalam bentuk saprodi, alat pertanian dan ternak. 223 Pada komponen kelima, dapat terlekat dengan penjelasan komponen kedua. Penyederhanaan penjelasan kelima komponen variable Tarrow 2008, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini Tabel 1. Lima Dimensi Struktur Peluang Politik Tarrow dan Munculnya KPA No Dimensi Tarrow’s Munculnya KPA 1. Peningkatan akses terhadap lembaga politik 1. Liberalisasi politik, desentralisasiotonomi daerah, Pemilu PresidenKadaLegislatif. Pada masa tertentu. meningkatkan akses pada partai dan Pemda. 2. Pemda, cq.Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat Menetapkan Renstra Nomor 5212647KDS2006. Dalam satu misinya untuk mengembangkan pertanian organik. 2. Keseimbangan politik terganggu 1. Sejak otonomi daerah, kebijakan pemerintah tidak terintegrasi. Diantaranya terlihat, berkembangnya secara massif perkebunan sawit, dll. Saprodi, pupuk dan pestisida untuk tanaman pangan, 223 Terdapat selentingan, mendapat bantuan dana bergulir, namun sulit mendapat bukti otentik. 850 pendistribusiannya menyimpang ke perkebunan sawit. Akibatnya, sering terjadi kelangkaan saprodi, pupuk dan pestisida pada tingkat petani. 3. Elite terbelah  Liberalisasi politik, desentralisasiotonomi daerah, Pemilu PresidenKadaLegislatif. Menyebabkan konflik sumberdaya politik berkepanjangan. Konsekuensinya elite politik, partai dan birokrasi terbelah.  Elite terbelah mengakibat kontrol sosial dan mekanisme kontrol sosial lemah. KPA menjadi leluasa membentuk KPA versi 2009 dan KPA versi 2014. Leluasa menggalang kerjasama dengan Ornop lain, diantaranya Bina Desa. Leluasa pula memperoleh donatur untuk belanja program dalam peningkatan kapasitas organisasi serta mencapai tujuan. 4. Terdapat persekutuan yang berpengaruh antar elite dan pelaku gerakan Komponen satu diatas, memiliki konsekuensi, terjadi persekutuan yang saling menguntung antara Pemda, cq Kadis Dinas Pertanian Sumbar dengan KPA dalam impelementas renstra dinas. diantaranya, beberapa anggota KPA menjadi “petani pakar”, wilayahnya menjadi implementasi program kerja dalam beragam bantuan saprodi, bibit, ternak dan pelatihan. 5. Represi dan fasilitasi Terlekat dalam penjelasan dimensi kedua Sumber : Data Sekunder 2016 diolah. III.2. Proses Pembingkaian Isu Pertanian Organik Dari hasil ovservasi, wawancara mendalam dan data sekunder, pembingkaian bergentayangan dalam kegiatan KPA. Pada umumnya, pembingkaian isu disangkar dalam kalimat ujaran. Namun, terdapat beberapa yang disangkar dalam tulisan.Diasumsikan, hal tersebut terkait dengan budaya Minangkabau yang lebih banyak terdapat pada bahasa ujaran, ketimbang tulisan. Hasil identifikasi bentuk pembingkaian, berdasarkan kriteria Snow and Benford 1988, diperoleh beberapa kalimat yang dipetik dari pelatihan, diskusi dan wawancara.Pertama, pembingkaian isu sebagai upaya pengidentifikasian masalah terlihat dalam wawancara berikut : Komunitas Petani Alami ini didirikan karena terdapatnya dampak negatif dari sistem pertanian konvensional yang diterapkan. Dampak tersebut antara lain : Peningkatan populasi hama dan rendahnya musuh alami hama, tingginya biaya produksi dikarenakan sarana prasarana yang mahal, terciptanya ketergantungan petani terhadap pupuk dan pestisida kimia, Rusaknya lingkungan ekosistem sawah, Penyakit yang didapatkan konsumen yang mengkonsumsi produk pertanian konvensional dan tingginya biaya usaha tani…”informan Sonny Beberapa hasil pembingkaian lainny a, seperti : “Petani tidak baik tergantung dengan pupuk dan pestisida kimia, yang keberadaannya semakin langka karena perkebunan sawit”; “Kerusakan alam lebih banyak dilakukan oleh manusia”; Kesalahan yang dilakukan adalah menggunakan bahan kimia”; Manusia betugas untuk menjaga lingkungan hidup dan lingkungan hidup menghasilkan untuk manusia…” 851 Kedua, kategori framing prognostic,yang akrab di KPA umumnya bersumber dari publikasi Bina Desa, AsiaDHRRA dan IFOAM.Motto IFOAM, bahwa Pertanian organik didasarkan pada; Prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan dan prinsip perlindungan.menjadi inspirasi pengembangan pembingkaian isu prognostic. Gambar 3. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik KPA Disadur Dari IFOAM Adapun pembingkaian motivasi, umumnya dalam bentuk pelatihan. Untuk lebih jelas mengenai pembingkaian isu yang dilakukan KPA, yang berhasil diidentifikasi, terdapat pada tabel berikut; Tabel 2. Hasil Identifikasi Pembingkaian Isu KPA Berdasarkan Metode Framing Snow and Benford 1988. N o Metode Framing Snow and Benford 1988 Metode Framing KPA 1 framing diagnostic analysis. Framing dalam rangka upaya mengidentifikasi masalah. Termasuk, penanggungjawab, target untuk disalahkan atau penyebabnya  Petani tidak baik tergantung dengan pupuk dan pestisida kimia, yang keberadaannya semakin langka karena perkebunan sawit  Pupuk dan pestisida, merusak tanah dan ekologi  Pertanian konvensional tidak sehat, karena pemakaian zat-zat kimia  Kerusakan alam lebih banyak dilakukan oleh manusia. Kesalahan yang dilakukan adalah menggunakan bahan kimia. 852  Manusia betugas untuk menjaga lingkungan hidup dan lingkungan hidup menghasilkan untuk manusia…”  Dampak sistem pertanian konvensional: Peningkatan populasi hama dan rendahnya musuh alami hama; tingginya biaya produksi dikarenakan sarana prasarana yang mahal; terciptanya ketergantungan petani terhadap pupuk dan pestisida kimia; Rusaknya lingkungan ekosistem sawah; Penyakit yang diperoleh konsumen akibat mengkonsumsi produk pertanian konvensional 2. framing prognostic,mengartikulasi solusi dan mengidentifikasi strategi, taktik, dan target gerakan sosial. Pertanian organik didasarkan pada; Prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan dan prinsip perlindungan. 3. Framing motivation; pembingkaian motivasi yaitu elaborasi panggilan untuk bergerak. jika ada ada bahan-bahan pertanian yang berasal dari alam kita yang bermanfaat kenapa masih memakai bahan kimia yang memiliki banyak dampak buruk Sumber: Data Primer 2016 diolah III.3. Strategi Mobilisasi Pertanian Organisasi Menurut McAdam, Tarrow dan Tilly 2001, salah satu tonggak dinamisnya perlawanan gerakan sosial adalah melakukan mobilisasi seluruh sumberdaya yang dimiliki.Jika dalam dua komponen lain, POS dan Framing, semua berjalan relatif sebagaimana mestinya, maka dalam penelitianini menemukan banyak masalah dalam implementasi strategi mobilisasi sumberdaya yang dijalankan KPA.Permasalahan pertama, yang mendasar adalah ketersediaan data. Selama penelitian, tidak diperoleh data sekunder baik dalam bentuk baseline atau benchmark, yang menjelaskan jumlah luas lahan pertanian area wilayah kerja, berapa luas lahan pertanian konvensional, organik dan perbandingannya. Struktur penguasaan lahan, pola tanam, dan perubahan yang telah terjadi akibat dampak pergerakan KPA, dan data lainnya. Pendekatan mobilisasi sumberdaya, menekankan arastindakan rasional sebagai dasar menjalankan organisasi pergerakan.Tindakan rasional adalah tindakan yang tujuan dan alat pencapaian tujuan dipikirkan dan dapat dipertimbangkan. Baik, dalam perencanaan program kerja, implementasi program kerja maupun evaluasi programkerja. Seluruh proses rasionalisasi tersebut, membutuhkan data yang akurat. Dengan demikian mudah pula diukurapa yang perlua dilakukandikerjakan, tingkat keberhasilan atau dampak perubahan yang telah dihasilkan. Keberadaan data yang tidak akurat dan akuntabel dimiliki KPA, memiliki multiplier effect.Perencanaan program kerja, tidak berbasis data.Implementasi programkerja actuating, berdasarkan analisis Rencana Anggaran Biaya KPA, 224 didominasi oleh pelatihan sekolah lapang, pelatihan koperasi, cluster leader, workshop natural farming, namun tidak terdapat landasan rasional berbasis data, mengapa 224 Judulnya saya salin begitu saja, Encanging productivi and collective marketing of rice and other product of 1.500 farming household. KOMUNITAS PETANI ALAMI 2014-2015; 2105-2016 853 program itu harus dilakukan, apa tujuannya outcome, apa hasil evaluasi dari program kerja setelah diimplementasikan. Kelemahan lain, strategi mobilisasi sumberdaya KPA, adalah indikator jaringan sosial dan keterhubungan dengan media massa. Dari data yang berhasildikumpulkan, jaringan sosial kapiler utama KPA adalah LSM Bina Desa, AsiaDhrra.Disamping itu, terdapat jaringan personal antara Kadinas Pertanian Prov.Sumbar dengan KPA. Tidak terlihat relasi yang signifikan dengan jaringan lain, seperti kelompok kerja Kecamatan Baso, Pemda dan DPRD Kab. Agam. Bahkan, dengan perguruan tinggi.Pada hal, jaringan yang luas akan memudahkan praktik strategi mobilisasi sumberdaya KPA. Dari hasil pengumpulan data, juga tidak terlihat relasi dengan media massa. Sehingga, belum terlihat media massa, baik secara langsung maupun tidak langsung, menjadi media KPA untuk dapat mobilisasi massa hingga beralih, menghargai, mendukung, mengkonsumsi hasil pertanian organik. Indikator-indikator inilah, utamanya, kelemahan implementasi strategi mobilisasi sumberdaya KPA.Sehingga, mengalami gejala involusi gerakan. Beberapa hasil analisis data, mengenai implementasi strategi mobilisasi sumberdaya, yang memenuhi syarat untuk dipublikasi, dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3. Identifikasi Kelematan Strategi Mobilisasi Sumberdaya KPA Kompone n Indikator Strategi Mobilisasi KPA Materil Anggaran  Jelas, dan ajek  tidak berbasis data dan capaian hasil Perencanaa, Belanja dan Pengawasan  Tidak berbasis data  tidak berbasis kinerja Hasil atau Capaian  Tidak terukur Kemampuan  Tidak terukur  Tidak ada ukuran Jaringan Sosial  Relasi sedikit  relasi Lemah terhadapkelompok strategis pemeintah, perguruan tinggi Anggota  tidak tetap  silih berganti  Kadang aktif, kadang non aktif Non- Materil Kepemimpinan  Legitimate  Kurang tanggap terhadap pentingnya data Rasionalitas.  Tidak terukur  Tidak berbasis data  Rasional fragmatis Dukungan Media  Lemah 2. Dukungan Elite Pemerintah  Lemah Sumber: Data Primer 2016 diolah 854 Gambar 4. Gambar KPA dan Beberapa Aktivitasnya

IV. Kesimpulan Dan Petikan Pelajaran