Sengketa Lahan Prosiding Konferensi APSSI Vol 1.compressed

284 eskalasi konflik penahanan 3 kunci kendaraan berat milik perusahaan oleh warga. b. Konflik Lahan Perkebunan antara Masyarakat Desa Balai Gemuruh Dengan PT. KSUP Karya Sukses Utama pada tanggal 18 mei 2013, warga melakukan penahanan terhadap 3 buah alat berat jenis buldozer milik PT. KSUP. 4. Pemukulan, penganiayaan dan Pembakaran, contoh kasus seperti: a Konflik antar warga Dusun Beringin Jaya Desa Nanga Jetak Kecamatan Dedai dengan Satgas perkebunan PTPN XIII, dengan eskalasi konflik pemukulan, pembakaran kendaraan bermotor dan pengrusakan pos Satgas Equator, 220908 dan Pontianak Post, 230908 b Konflik antar warga masyarakat Desa Lebak Ubah, Bloyang, Melayang Sari dan Panjernang Kecamatan Sei. Tebelian dengan pihak PT SDK IV Sinar Dinamika Kapuas 4 pada tanggal 9 Maret 2011, dengan eskalasi konflik pengerahan masa dan pembakaran kamp. perusahaan oleh warga sumber: Polres, 081013. 5. Pemberian Sanksi Hukum Adat Pada pihak Perusahaan, contoh kasus : a. Konflik antara warga Dusun Kancing II dan Desa Sepak Tonak Kecamatan Belimbing kabupaten Melawi dengan PT Rafi Kama Jaya, dengan eskalasi tuntutan melakukan prosesi adat dalam melakukan penebangan oleh perusahaan., tahun 2012.

III. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Konflik Perkebunan

1. Sengketa Lahan

Sengketa lahan adalah faktor utama penyebab konflik perkebunan yang sering mengemuka di masyarakat. Tak heran masyarakat yang selalu menjadi korban ketidakadilan. Konflik yang mengiringi pembangunan sektor perkebunan kelapa sawit sangat erat dengan persoalan tanah. Tanah sebagai faktor produksi utama wajib ada sebelum kebun sawit dibangun. Akan tetapi tanah yang dibutuhkan oleh usaha perkebunan kenyataannya berada dalam penguasaan masyarakat, terutama masyarakat adat. Lebih- lebih, masyarakat adat bukan hanya meyakini dirinya sebagai penguasa tanah, tetapi sebagai pemilik tanah atas dasar hukum adat yang mereka jalankan sehari-hari, sehingga cukup kuat untuk dipertahankan kepenguasaan dan atau kepemilikannya. Namun, karena aturan dan kebijakan pemerintah mengatakan sebaliknya, bahwa pembangunan sektor perkebunan kelapa sawit adalah untuk dan demi kepentingan nasional, tanah-tanah yang dipertahankan oleh masyarakat itu, dicarikan ’jalan’ melalui sejumlah peraturan dan kebijakan, Konflik yang mengiringi pembangunan sektor perkebunan kelapa sawit sangat erat dengan persoalan lahan tanah.Tanah sebagai faktor produksi utama wajib ada sebelum kebun sawit dibangun. Akan tetapi tanah yang dibutuhkan oleh usaha perkebunan kenyataannya berada dalam penguasaan masyarakat, terutama masyarakat adat. Lebih- lebih, masyarakat adat bukan hanya meyakini dirinya sebagai penguasa tanah, tetapi sebagai pemilik tanah atas dasar hukum adat yang mereka jalankan sehari-hari, sehingga cukup kuat untuk dipertahankan kepenguasaan dan atau kepemilikannya. Namun, karena aturan dan kebijakan pemerintah mengatakan sebaliknya, bahwa pembangunan sektor perkebunan kelapa sawit adalah untuk dan demi kepentingan nasional, tanah-tanahyang dipertahankan oleh masyarakat itu,dicarikan ’jalan’ melalui sejumlah peraturan dan 285 kebijakan, agarbisa diambil alih untuk pembangunan kebun sawit. Akibatnya, banyak tanah-tanah dalam penguasaan dan atau pemilikan masyarakat yang diambil alih baik melalui cara-cara kekerasan maupun dengan tipu daya informasi. Berbagai skema kerja sama pun dirumuskan untuk memudahkan proses pengambi-alihan tanah dari masyarakat, antara lain skema inti-plasma, koperasi, jual beli, konsolidasi tanah maupun kompensasi.

2. Lemahnya Keadilan dan Penegakan Hukum