Menjadi Pribadi Produktif: Bercermin Kepada Nabi

4. Menjadi Pribadi Produktif: Bercermin Kepada Nabi

  Daud As

  Kata produksi berasal dari bahasa Inggris “production” artinya penghasilan. Secara istilah, kata ini dimaknai dengan tindakan dalam membuat komoditi, barang-barang maupun jasa. Dalam literatur berbahasa Arab, padanan kata produksi adalah “intaj” yang terambil dari kata nataja. Kata ini oleh Muhammad Rawas Qal’aji diterjemahkan dengan, “mewujudkan atau mengadakan sesuatu” atau “pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur- unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas.” Berangkat dari makna literal ini, dapat dipahami bahwa produksi adalah kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Namun menurut Jaribah bin Ahmad Al-Harisi yang menulis Disertasi tentang Fikih Ekonomi Umar Ibn Al-Khattab mengatakan, meskipun terminologi produksi tidak disebutkan secara eksplisit di dalam fikih ekonomi Umar r.a, namun secara implisit diungkapkan dengan beberapa terminologi pada masanya seperti islah al-mal (memperbaiki harta), kasab (berusaha), imarah (memakmurkan) dan ihtiraf (bekerja).

  Sebagaimana yang diketahui, produksi merupakan aktivitas mengelola dan mengombinasikan beberapa faktor produksi sehingga menghasilkan output produk. Seperti mengelola bahan mentah menjadi bahan setengah jadi dan mengelola bahan setengah jadi menjadi bahan jadi. Adapun tujuannya adalah untuk mengoptimalkan faktor produksi sehingga output produk dapat mempermudah terpenuhinya kebutuhan manusia.

  Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan tersebut menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, demikian pula sebaliknya. Di dalam khazanah klasik Islam, istilah produksi seperti yang dikenal di dalam ilmu ekonomi hari ini belumlah ada. Namun kalau produksi dipahami dalam makna kerja dan berusaha dalam menghasilkan sesuatu–bukan membuat barang mentah menjadi barang jadi- tentu produksi sudah ada sejak masa yang paling awal. Bukankah banyak riwayat yang menyebutkan betapa Rasul sangat mengapresiasi sahabatnya yang bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan sesuatu.

  DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS

  Berkenaan dengan hal ini, ada yang menarik dari ungkapan Umar Ibn Al-Khattab, “Aku tetapkan kepada kalian tiga berpergian: haji dan umrah, jihad fi sabil Allah sebagai syahid dan mengendarai unta dalam rangka mencari sebagian karunia Allah. Demi zat yang diriku berada di tangan-Nya! Sungguh bila aku meninggal ketika mencari sebagian karunia Allah lebih aku sukai daripada aku meninggal di atas tempat tidurku. Dan jika aku mengatakan bahwa meninggal dalam jihad fi sabil Allah sebagai syahid, maka aku berpendapat bahwa meninggal dalam rangka mencari sebagian karunia Allah adalah syahid.

  Perbincangan tentang sosok Nabi Daud di dalam berbagai ayat seolah ingin menjelaskan bahwa Nabi Daud AS adalah sosok manusia produktif. Kemampuannya mengolah besi menjadi barang-barang yang bermanfaat meneguhkan gelarnya sebagai manusia produktif tersebut. Berikut firman Allah di dalam Q.S Al-Anbiya: 80 yang artinya, Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).

  Kata labus pada mulanya digunakan untuk segala sesuatu yang dipakai, tetapi makna ini menyempit sehingga ia hanya dipahami dalam arti alat yang terbuat dari besi yang dipakai dalam peperangan sebagai perisai. Tampaknya kaitan ayat tersebut dengan produksi adalah pelajaran yang diberikan Allah kepada Nabi Daud AS untuk membuat baju besi. Tentulah Nabi Daud melaksanakan apa yang diajarkan Allah kepadanya. Proses membuat baju besi itulah yang disebut dengan produksi. Pada mulanya, besi sebagai bahan baku, di olah dan selanjutnya dibentuk perisai yang melindungi tubuh manusia. Bukankah fungsi baju diantaranya adalah melindungi tubuh manusia dari sengatan matahari dan dinginnya cuaca.

  Masih berkaitan dengan keistimewaan Nabi Daud AS dapat dilihat pada ayat berikut ini yaitu, Q.S Saba’ 10-11 yang artinya, Dan Sesungguhnya Telah kami berikan kepada Daud karunia dari kami. (Kami berfirman): “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud”, dan kami Telah melunakkan besi untuknya,

  Pada ayat ini Allah kembali menjelaskan keistimewan atau mu’jizat yang diberikannya kepada Nabi Daud AS. Di dalam Tafsirnya, M. Quraish Shihab menjelaskan sosok Nabi Daud sebagai berikut: