Ekonomi Islam, Ikhtiar Mewujudkan

258 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS peringatan sewindu 2002-2010 prodi yang lahir delapan tahun yang lalu. Peringatan ini memiliki momentum yang cukup penting karena bersamaan dengan itu, IAIN.SU juga segera memasuki usianya yang 36. usia yang sebenarnya masih sangat muda namun telah berkontribusi besar dalam pembangunan bangsa khususnya yang berkaitan dengan aspek agama. Hampir dua dekade terakhir, ekonomi Islam atau ekonomi syari’ah baik pada dimensi peraktik ataupun dimensi teoritik menunjukkan perkembangan yang cukup menggemberikan. Tumbuh suburnya lembaga- lembaga perbankan syari’ah ataupun keuangan non bank, tidak saja di kota-kota besar tetapi juga sudah merambah ke kota-kota kabupaten dan kecamatan semakin memudahkan proses dan akselerasi sosialisasi ekonomi syari’ah kepada umat. Demikian juga lembaga-lembaga bisnis syari’ah, seperti Swalayan atau mini market Syari’ah dan Hotel Syari’ah. Tidak ketinggalan lembaga-lembaga filantrofi Islam seperti Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat, Badan Wakaf dan sebagainya.Pada saat yang sama, beberapa perguruan tinggi umum –menyusul UIN, IAIN dan STAIN yang telah lebih dahulu- juga sudah membukan fakultas dan jurusan ekonomi Islam. Setidak-tidaknya, ekonomi Islam telah menjadi mata kuliah di fakultas ekonomi. Kendati demikian, bukan berarti perkembangan ekonomi Islam di tanah air, berjalan mulus tanpa hambatan dan rintangan. Tidak bisa dipungkiri, hambatan, tantangan dan rintangan selalu menghadang perkembangan ekonomi Islam. Sampai di sini kegigihan pejuang-pejuang atau mujahid al-iqtishad selalu ditantang untuk dapat mengatasi berbagai hambatan tersebut. salah satu persoalan yang serius kita hadapi adalah masalah sumber daya manusia. Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia sesungguhnya belum didukung oleh tersedianya ahli dan tenaga terampil. Untuk itulah lembaga-lembaga pendidikan dari berbagai tingkatan strata semakin signifikan untuk menyediakan tenaga yang tidak saja ahli secara teroritis tetapi juga mahir secara peraktis. IAIN.Sumatera Utara khususnya fakultas Syari’ah termasuk lembaga pendidikan tinggi Islam terdepan dalam menyelenggarakan pendidikan ekonomi Islam. Tahun 2002, Fakultas Syari’ah berketetapan hati untuk membuka Jurusan Ekonomi Islam dan izin pembukaan Jurusan Ekonomi Islam dipertegas dengan SK No. DJ.II1582004 tertanggal 27 Mei 2004. Jurusan Ekonomi Islam telah membuka tiga konsentrasi, Ekonomi 259 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS dan Perbankan Syari’ah, Akuntasi Syari’ah dan Ekonomi dan Manajemen Syari’ah. Prodi Ekonomi Islam sejak dibuka sampai saat ini terus berbenah diri, melakukan evaluasi dan penyempurnaan baik pada sisi kelembagaan ataupun pada sisi kurikulum, silabus, sistem pendidikan dan hal-hal yang terkait dengan itu semua. Tentu saja, fokus pengembangan jurusan ekonomi Islam itu berada pada tingkat jurusan. Adapun visi Prodi Ekonomi Islam adalah “Menjadikan Prodi Ekonomi Islam Sebagai Program Studi Terdepan, Terkemuka dan Unggul dalam Pengkajian, Pendidikan, Penelitian, Pengajaran dan Penerapan Ekonomi Islam bagi Kesejahteraan umat manusia human falah. Adapun yang menjadi misinya diantaranya adalah, menjadikan ilmu-ilmu Syari’ah sebagai basis dalam Pengembangan Ilmu Ekonomi Islam, Melakukan Penguatan Disiplin Keilmuan Syari’ah pada seluruh konsentrasi studi, Membuat diperensiasi pembedaan di setiap konsentrasi studi yang selanjutnya diharapkan sebagai branding bagi alumni Jurusan Ekonomi Islam dan Membangun hubungan dan kerjasama yang harmonis dengan lembaga-lembaga mitra khususnya lembaga perbankan dan lembaga keuangan non bank dan seluruh stakeholder pada umumnya. Visi besar Prodi Ekonomi Islam yang sesungguhnya merupakan visi Ekonomi Islam itu sendiri adalah mewujudkan manusia-manusia sejahtera atau yang di dalam literatur ekonomi Islam disebut dengan human falah manusia sejahtera. Menarik dicermati kata falah itu sendiri memiliki banyak arti. Falah berarti bahagia, berkelimpahan, sejahtera, sukses, menang, berhasil dan unggul. Singkatnya, di dalam kata al-falah terkumpul segala macam kebaikan-kebaikan yang berdimensi jasmani-ruhani, material dan spiritual. Sistem ekonomi yang lahir dari sejarah rahim peradaban dunia, apakah itu ekonomi kapitalis, ekonomi sosialis, ekonomi campuran bahkan ekonomi pancasila yang selalu mengklaim dirinya sebagai aliran tersendiri dan berbeda dengan mazhab ekonomi yang ada di dunia ini, ternyata tidak mampu melahirkan manusia-manusia falah tadi. Banyak pakar yang menyatakan, alih-alih membawa kebahagiaan, sistem ekonomi tertentu yang selama ini diperaktikkan di berbagai negara, malah menyengsarakan kehidupan manusia itu sendiri. Karya Roy Davies dan Glyn Davies yang berjudul, A History of Money From Ancient Time to Present Day 1996 menyebutkan bahwa sepanjang abad 20 telah terjadi lebih dari 20 kali 260 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS krisis yang kesemuanya merupakan krisis di sektor keuangan. Bahkan jauh sebelumnya, Schumpeter telah berteriak di dalam Capitalism, Socialism and Democracy bahwa teori ekonomi modern telah memasuki masa- masa krisis. Pandangan ini diperkuat oleh Daniel Bell dan Irving Kristol dalam bukunya The Cricis in Economi Theory. Sebuah buku kecil karya Paul Ormerod yang berjudul, The Death of Economics telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang berjudul “Matinya Ilmu Ekonomi”, menunjukkan ada persoalan besar pada sistem ekonomi konvensional. Setiawan Budi Utomo seorang pakar ekonomi Syari’ah dengan mengutip Stigliz mengatakan bahwa dampak globalisasi dan peranan IMF sebagai agen utama kebijakan kapitalis ternyata tidak banyak membantu negara miskin. Bahkan dalam karyanya yang terakhir, Toward a New Paradigma in Monetery Economics, Stigliz telah mengkritik keras ekonomi konvensional dan mendesak lahirnya paradigma baru dalam ekonomi moneter. Sisi menarik yang ditemukan dari tulisan Stigliz –masih menurut Setiawan- adalah paradigma baru tersebut tidak berbeda secara prinsif dengan konsep ekonomi Islam. Memang ia tidak menyebut ekonomi Islam, namun prinsif dan nilai yang dikemukakannya sama dengan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh ekonomi Islam. Kenyataan inilah yang sejatinya membuat kita haqq al-yakin bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi masa depan yang menjanjikan. Benar bahwa hari ini, kita belum bisa membuktikan sepenuhnya keunggulan ekonomi Islam, apa lagi merujuk sebuah negara yang benar-benar mem- peraktekkan ekonomi Islam dan sejahtera, namun setidaknya, trend perkembangan ekonomi Syari’ah dalam konteks dunia juga Indone- sia, setidaknya telah memancarkan sinar optimisme. Atas dasar itulah, apa yang dilakukan Prodi Ekonomi Islam Fakultas Syari’ah IAIN.SU, merupakan sebuah ikhtiar kecil untuk mengembangkan ekonomi Islam di Sumatera Utara. Pada masa depan, diperlukan kerja sama yang terintegrasi antar lembaga-lembaga keagamaan dengan melibatkan institusi pengambil kebijakan, dalam upaya memasyarajtkan ekonomi Islam. Diantara langkah yang paling penting adalah mendorong lembaga pendidikan tinggi untuk bersungguh melahirkan manusia-manusia yang memiliki sumber daya insani yang tidak saja unggul dari berbagai sisi tetapi juga mampu bersaing dengan tenaga-tenaga sekuler lainnya. Bagaimanpun juga, 261 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS human falah, manusia sejahtera tidak akan terwujud tanpa ditopang oleh ketersedian sumber daya insani tersebut. Perayaan Sewindu Prodi Ekonomi Islam IAIN.SU yang berlangsung dengan berbagai acara seperti kuliah umum, seminar, bazar kewirausahaan, Seminar, Talk Show, adalah upaya untuk mengelorakan semangat ekonomi syari’ah. Sejatinya, gerakan ekonomi Syari’ah bukanlah gerakan dalam sunyi. Gerakan Ekonomi Syari’ah harus disuarakan dengan keras. Sebabnya adalah karena kita sudah terlalu lama tertidur dan dininabobokkan sistem ekonomi kapitalis yang ternyata tidak membuat kita sejahtera. Mudah-mudahan dengan acara ini, Mahasiswa pada umumnya dan mahasiswa Ekonomi Islam khususnya, tersadarkan bahwa mereka memiliki peran yang penting untuk mengembangkan ekonomi Syari’ah pada masa mendatang. Mereka dibutuhkan bangsa ini sebagai katalisator untuk mempercepat terwujudnya tujuan pembangunan yang juga merupakan tujuan dari penerapan ekonomi Islam.

9. Menggagas Arsitektur Ilmu Ekonomi Islam

Adiwarman A Karim dalam salah satu artikelnya membagi perkem- bangan ekonomi Islam, baik dalam konteks dunia lebih-lebih Indonesia, ke dalam lima fase. Fase Pertama, fase menemukan aspek-aspek ekonomi dalam Alqura’n dan Hadis. Pada fase ini, ahli-ahli fikih sangat berperan dalam membuka wacana ekonomi Islam. Fase kedua adalah ketika ekonomi Islam berusaha dijelaskan dengan model-model ekonomi dan simulasi penerapannya, juga langkah-langkah inisiatif dan program penerapannya. Fase ketiga, fase ekonomi Islam diwujudkan dalam satu kelembagaan bisnis, penyesuaian sistem perundangan yang ada. Fase keempat, adalah fase ketika industri keuangan syari’ah mengalami perkembangan yang begitu pesat, tentu saja dengan segala dinamikanya. Fase kelima, adalah era pendidikan tinggi ekonomi Islam yang pada gilirannya diharapkan dapat mendukung industri keuangan syari’ah. Berangkat dari kerangka di atas, saat ini sebenarnya kita sudah memasuk fase keempat dan kelima sekaligus. Industri keuangan syari’ah kita dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang signifikan. Bayangkan, saat ini Indonesia masuk ke dalam Negara 4 besar yang perkembangan bank syari’ahnya cukup pesat setelah Iran, Malaysia 262 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS dan Saudi Arabia. Pada saat yang sama, pendidikan tinggi ekonomi Islam juga mengalami perkembangan bak cendawan di musmim hujan. Munculnya Program Studi ekonomi Islam ekonomi syari’ah, Prodi Perbankan Syari’ah, Prodi Asuransi Syari’ah, Program Diploma III Manajemen Perbankan Keuangan Syari’ah, di berbagai UIN, IAIN, STAIN dan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta, menegaskan fenomena kebangkitan tersebut. Bahkan baru-baru ini, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta baru saja meluncurkan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam FEBI. Satu terobosan baru dan spektakuler pada tahun 2012. Diperkirakan di masa mendatang, akan banyak FEBI yang lahir baik di UIN, dan IAIN. Tidak itu saja, saat ini perguruan tinggi umum juga sudah banyak membuka program studi Ekonomi Islam, setidaknya membuka konsentrasi perbankan syari’ah. Menariknya, perkembangan ekonomi Islam pada fase kelima tampaknya akan mengalami masa yang cukup panjang. Dengan kata lain, kita sepertinya membutuhkan waktu yang sedikit lama untuk merumuskan model pendidikan tinggi ekonomi Islam yang ideal, yang memadukan kemampuan peserta didiknya dalam menguasai ilmu ekonomi klasik, kontemporer dan Islam. Beberapa kegiatan yang dilakukan UIN, IAIN bekerjasama dengan KEI, seperti, Semiloka RE Orientasi Pembidangan dan Standarisasi Kurikulum Ilmu Ekonomi IsLam UIN Yogyakarta dan KEI dan Workshop Nasional Arsitektur Ilmu Ekonomi Islam UIN Jakarta dan KEI –untuk menyebut dua kegiatan penting dalam sejarah perkembangan pendidikan ekonomi Islam di Indonesia- menunjukkan bahwa pendidikan ekonomi Islam di Indonesia memiliki masalahnya sendiri. Di dalam forum-forum tersebut, kerap muncul beragam masalah yang berkenaan dengan ilmu ekonomi Islam. Secara sederhana, seakan tidak ada persoalan dengan ilmu ekonomi Islam. Semuanya telah selesai, baik dari sisi ontologis maupun epistemologisnya. Dalam kenyataannya, ilmu ekonomi Islam masih menyimpan masalahnya tersendiri. Di antara isu-isu yang kerap muncul adalah dari sisi penamaan atau nomenklatur labelisasi. Apakah nama yang tepat itu “ekonomi Islam” atau “ekonomi Syari’ah”. Jika merujuk pada lembaga-lembaga keuangan syari’ah, nama atau label yang paling banyak digunakan adalah “syari’ah”. Sebut saja, Bank Syari’ah, Asuransi Syari’ah, Reksadana Syari’ah, Pasar Modal Syari’ah, sampai hotel syari’ah. Jika kata syari’ah sudah banyak dipakai, mengapa tidak disebut saja ilmunya, ilmu ekonomi Syari’ah. Ini adalah alasan