Kurikulum Integratif Sebagai Pembeda

240 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS hadapi adalah sumber daya manusia. Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia sesungguhnya belum didukung oleh tersedianya ahli dan tenaga terampil yang benar-benar menguasai ilmu ekonomi Syari’ah. Untuk itulah lembaga-lembaga pendidikan dari berbagai tingkatan strata semakin signifikan untuk menyediakan tenaga yang tidak saja ahli secara teroritis tetapi juga mahir secara peraktis. Pada masa mendatang, tidak tepat jika lembaga keuangan syari’ah bank dan non bank dikelola oleh para muallaf. “Mengislamkan” orang yang semula berpikir kapitalis bukanlah pekerjaan mudah. Perlu upaya-upaya sistematis dan terencana yang bertujuan untuk merubah paradigma dan perilaku bankir muallaf tersebut. IAIN Sumatera Utara khususnya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam FEBI sebelumnya Fakultas Syari’ah merupakan lembaga pendidikan tinggi Islam terdepan di luar Pulau Jawa yang menyelenggarakan pendidikan ekonomi Islam. Pada penghujung tahun 90-an, Fakultas Syari’ah telah membuka program D III Manajemen Perbankan dan Keuangan Syari’ah MPKS. Selanjutnya pada tahun 2002, Fakultas Syari’ah berketetapan hati untuk membuka Jurusan Ekonomi Islam. Setelah berjuang sedemikian rupa, tahun 2004, izin prinsif pembukaan Prodi Ekonomi Islam kembali dipertegas dengan SK No. DJ.II1582004 tertanggal 27 Mei 2004. Per- kembangan terakhir yang tidak kalah menggembirakan adalah, prodi ekonomi Islam Fak. Syari’ah untuk yang pertama kalinya baru saja ter- akreditasi dengan nilai B di BAN PT. Lewat hasil ini kita semakin percaya diri bahwa kita mampu mengelola pendidikan tinggi ekonomi secara baik. Bahkan pada tahun 2015 prodi ini harus mampu mencapai nilai akreditasi A. Pada tahun ajaran 2014-2015, prodi Ekonomi Islam akan membuka beberapa program studi baru. Di antara Program Studi baru yang di- rencanakan tersebut adalah, Prodi Perbankan Syari’ah, Prodi Asuransi Syari’ah, Prodi Akuntansi Syari’ah, Prodi Manajemen Perusahaan, Prodi Manajemen Sumber Daya Insani, Prodi Diploma III Akuntansi Syari’ah. Pembukaan Prodi ini ini dilakukan tidak saja dalam rangka menyahuti permintaan pasar, tetapi lebih dari itu disebabkan tuntutan agama itu sendiri. Penerapan ekonomi syari’ah dalam kehidupan umat Islam sesungguhnya sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hidup bersama syari’ah yang kaffah adalah satu-satunya pilihan yang ada di depan kita. Menyadari tantangan yang akan dihadapi cukup berat, FEBI IAIN.SU 241 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS telah berketetapan hati untuk terus menerus membenahi dirinya. Hal yang sangat penting sesungguhnya adalah kurikulum dan silabus. Kurikulum sejatinya harus mampu menjawab kebutuhan pasar. Sulit membayangkan sebuah perguruan tinggi yang mengelola ratusan atau ribuan mahasiswa, tetapi outputnya sama sekali tidak dibutuhkan pasar. Dari sisi metode pengajaran dan pengembangan basis keilmuan, FEBI akan mengacu kepada pengajaran ekonomi Islam integratif. Selama ini ada kesan transformasi keilmuannya masih sangat dikotomik. Ada ilmu ekonomi konvensional, ada pula ekonomi Islam. Ekonomi mikro- makro konvensional diajarkan lebih dahulu dan setelah itu baru ekonomi mikro-makro Islam disampaikan. Seolah-olah, ekonomi Islam tidak bisa diajarkan tanpa menguasai mikro-makro konvensional. Pada gilirannya, kurikulum dan silabus yang dikembangkan adalah kurikulum yang integratif. Kita haqq al-yakin, ekonomi Islam memiliki masa depan yang sangat cerah. Ekonomi Islam tidak sekedar alternative tetapi perlahan namun pasti menjelma menjadi pilihan utama sistem ekonomi bangsa pada masa mendatang. Kita semakin yakin nilai-nilai syari’ah pasti memberikan kemaslahatan bagi kehidupan berbangsa kita. Ini arus yang tidak bisa lagi dihempang. Tugas kita adalah menyiapkan sumber daya manusia yang tangguh. Dan ini hanya mungkin melalui pendidikan.

4. Sumber Daya Insani dan Era MEA

IAIN.SU sebagai lokomotif perkembangan Ekonomi Syari’ah di Indonesia, terlebih-lebih di Sumatera Utara, kembali dipercaya Bank Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggara Forum Riset Perbankan Syari’ah III FRPS yang akan berlangsung dari tanggal 29-30 September 2011. Forum Riset adalah media berkumpulnya para ahli perbankan syari’ah, apakah itu peraktisi, akademisi, lebih-lebih para peneliti handal dari berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Di dalam forum tersebut, beragam penelitian berkualitas yang berhubungan dengan perbankan syari’ah akan dipresentasikan. Tidak tanggung-tanggung, tema FRPS kali ini adalah, “Meningkatkan Kualitas dan Daya Saing Industri Perbankan Syari’ah Nasional Menyongsong Era Masyarakat Ekonomi Asean MEA. Setidaknya ada empat masalah besar yang dihadapi industri perbankan 242 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS syari’ah di Indonesia. Pertama, Lemahnya Sumber Daya Insani perbankan Syari’ah Nasional. Kedua,Inovasi produk perbankan Syari’ah yang terkesan lamban bahkan hampir mengalami stagnasi. Produk perbankan Syari’ah selama ini dianggap tidak mampu bersaing dengan produk perbankan syari’ah konvensional. Ketiga, pengaturan segmentasi pasar yang belum tegas antara BPRS, BUS Bank Umum Syari’ah dan UUS Unit Usaha Syari’ah. Keempat, pengaturan dan Syari’ah Governance dalam rangka menjaga kepatuhan industri keuanganperbankan Syari’ah terhadap nilai-nilai GCG dan prinsif syari’ah serta menjaga kontribusi yang optimal bank syari’ah terhadap perekonomian nasioanl. Dalam artikel ini penulis akan mendiskusikan persoalan sumber daya insani perbankan syari’ah. Bagi penulis, isu ini masih sangat penting karena berkaitan erat dengan persoalan pendidikan. Tidak berarti isu- isu lain kurang penting. Persoalannya mana yang harus didahulukan. Sebaik apapun inovasi produk yang kita kembangkan, sepanjang tidak ditopang dengan sumber daya insani yang kuat, malah menjadi kontradiktif. Tidak tertutup kemungkinan, produk tersebut akan dipahami secara salah. Harus disadari, perkembangan ekonomi Syari’ah di Indonesia seperti yang tampak pada pesatnya pertumbuhan lembaga keuangan syari’ah LKS bank dan non bank ternyata tidak diikuti dengan ketersediaan SDI yang memadai. Tidaklah berlebihan jika dikatakan, selama ini lembaga keuangan syari’ah khususnya perbankan syari’ah dikelola dan dijalankan oleh “tenaga-tenaga pinjaman” dari bank konvensional. Dengan mengikuti pelatihan beberapa minggu sampai satu dua bulan, mereka langsung terjun payung bergelut dengan sistem perbankan syari’ah. Tidaklah mengherankan jika dalam kasus tertentu, banyak karyawan perbankan syari’ah yang masih mempersamakan bunga bank dengan margin murabahah bahkan dengan nisbah bagi hasil itu sendiri. Hal ini disebabkan karena pendidikan yang instant tanpa didukung oleh pemahaman yang mendalam tentang nash dan filosofinya. Di samping itu, mereka juga tidak dapat melepaskan diri dari paradigma bank konvensionalnya. Kehadiran “tenaga pinjaman” tersebut tentu tidak dapat dipersalahkan. Kenyataannya, pada saat sistem perbankan syari’ah hadir di Indonesia sekitar tahun 1990-an, bangsa ini sesungguhnya tidak memiliki sumber daya insani yang benar-benar memahami dan terlatih dalam bidang perbankan syari’ah terlebih-lebih dalam bidang ekonomi Islam.