Perumahan Syari’ah, Mungkinkah ?

4. Perumahan Syari’ah, Mungkinkah ?

  Setidaknya gagasan membangun perumahan Islami atau hunian Islami telah muncul pada tahun 2000-an seiring dengan berkembangnya sistem ekonomi Syari’ah yang terjelma dalam bentuk lembaga keuangan Syari’ah. Sebenarnya bukan hanya huniah Syari’ah, hotel-hotel Syari’ah juga mulai muncul. Demikian pula halnya dengan bisnis ril Syari’ah. Fenomena ini bisa dibaca dalam dua bentuk. Pertama, tidak lebih dari sekedar trend dan implikasi dari boming ekonomi Syari’ah. Kedua, kecenderungan yang muncul karena didorong oleh kesadaran untuk berislam secara kaffah. Apapun alasannya, hunian Islami tidak lagi menjadi wacana tetapi sudah menjadi fenomena.

  Selanjutnya, tahun 2007, sebuah Majalah Ekononomi Islam menurunkan laporannya yang berjudul “Tren Hunian Islami”. Diberitakan di dalamnya, para pengembang –khususnya di wilayah Jabodetabek, tampaknya menyadari bisnis perumahan Islami memiliki pasar yang sangat menjanjikan. Tidaklah mengherankan jika merekapun masuk di ranah ini. Bak gayung bersambut, perumahan-perumahan yang bercorak Islami semakin diminati masyarakat. Di Sumatera Utara, kendati ada beberapa pengembang yang memasuki bisnis ini, semisal, Perumahan Griya Raihan, Puri Zahara, dan sebagainya, namun konsepnya sama sekali belum diperbincangkan secara luas.

  Bagaimana sebenarnya konsep Perumahan atau Hunian Islami? sepengetahuan penulis, belum ada satu referensi otoritatif yang bisa menjelaskan isu ini dengan cara yang memuaskan. Akibatnya, ada banyak definisi tentang perumahan Islami. Ada yang mendefinisikan perumahan Islami adalah perumahan yang penghuninya seluruhnya muslim. Tidak ada non muslim di sana. Jika rumah tersebut di jual ke tangan ke dua atau di sewakan pemiliknya, mereka sudah menyepakati perjanjian bahwa pihak kedua baik si pembeli atau si penyewa adalah muslim. Sampai di sini, perumahan Islami dipahami sangat ekslusif.

  Ada kecenderungan baru, kelas menengah muslim perkotaan ketika ingin membeli rumah, mereka tidak hanya mempertimbangkan lokasi,

  118 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS model dan harga. Mereka mulai bertanya, jika ia membeli rumah, siapakah

  yang akan menjadi tetangganya. Mereka tentu merasa lebih nyaman jika tetangganya seiman. Ada pula yang menyatakan, perumahan Islami adalah perumahan yang memiliki mushalla di dalamya, WC yang tidak menghadap kiblat, dinding yang bertabur kaligrafi, keran wudhu’ yang tersedia dan bentuk rumah yang tidak membuka aurat penghuninya (rumah yang tamu tidak bisa melihat ruang-ruang privat).

  Sebagian orang melihat perumahan Islami tampak pada lingkungannya yang menonjolkan ghirah Islam. Bukan saja di komplek perumahan tersebut terdapat masjid atau mushalla, Taman Pendidikan Al-Qur’an, tetapi juga maraknya majlis-majlis Ta’lim. Kalau ada kolam renang, maka di kolam tersebut tidak boleh bercampur antara laki-laki dan perempuan. Harus ada pengaturan waktu. Bahkan perumahan Az- Zikra yang digagas Ustaz Arifin Ilham melarang penghuninya merokok.

  Definisi yang lebih substantif tentang hunian Islami adalah, perumahan yang tidak ekslusif, - non muslim juga dibolehkan tinggal sepanjang mereka tidak membuat kebaktian di rumahnya dan tidak pula memelihara anjing. Di samping itu, perumahan Islami adalah perumahan yang nilai- nilai Islam tegak di dalamnya. Setidak-tidaknya, di sana tidak ada peredaran narkoba, tidak ada pula seks bebas dan segala macam kemaksiatan terselubung lainnya.

  Tidak kalah menariknya adalah, perumahan Islami ditinjau dari sisi arsitekturnya. Konsep perumahan Islami itu adalah from follow function yang artinya bentuk mengikuti fungsi. Penataan hunian Islami itu fokus pada fungsi rumah dalam kehidupan. Ia tidak larut terhadap perkembangan seni arsitektur modern apa lagi yang bernuansa Barat. Tidak berarti perumahan Islami berkiblat kepada arsitektur Timur Tengah. Intinya, dalam membangun rumah, yang perlu lebih awal di definisikan adalah fungsi-fungsi apa yang akan dimainkan setiap ruang. Berdasarkan itulah bentuknya, gaya atau arsitekturnya di desain. Bagi sebagian pengembang, perumahan Islami mensyaratkan aqad penjualan dan pembelian haruslah dengan menggunakan akad-akad Syari’ah. Otomatis yang bisa masuk bermain dalam jual beli properti perumahan Islam adalah bank-bank yang berlaber Syari’ah.

  Menurut penulis adalah penting untuk membedakan “rumah fisik”, “rumah rohani” dan “rumah sosial”. Konsep Islami harus mengacu kepada

  DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS

  tiga sisi ini. Rumah fisik adalah bangunan rumah itu sendiri yang sejatinya mencerminkan tegaknya nilai-nilai syari’ah Islam. WC yang tidak boleh menghadap kiblat, penataan ruang yang menjaga “aurat” penghuninya tetap penting diperhatikan. Tidak berarti mewah, tidak pula cukup sangat sederhana. Saya menyebutnya rumah yang wajar bagi penghuninya.

  Adapun “rumah ruhani” adalah rumah yang dapat memenuhi kebutuhan ruhani (spiritual) penghuninya. Itulah rumah yang darinya memancar kasih sayang antar sesama penghuni rumah. Di dalamnya hanya ada kedamaian, ketenteraman, saling menghargai dan lebih penting dari itu saling mengembangkan potensi. Rumah ruhani adalah rumah yang tidak membuat penghuninya menjadi tertindas terlebih lagi tersiksa. Di sinilah arti ungkapan yang cukup populer di dalam agama, baiti jannati (rumahku adalah surgaku). Rumah yang menghantarkan penghuninya semakin dekat kepada Allah SWT.

  Terakhir adalah rumah sosial. Dalam pemahaman saya, rumah sosial adalah rumah yang memberi kemaslahatan bagi orang-orang yang berada disekitarnya. Rumah yang siapa saja yang datang dalam keadaan haus kembali dalam keadaan nyaman tanpa dahaga. Rumah yang siapa saja berkunjung dalam keadaan lapar, kembali dalam keadaan kenyang. Rumah yang siapa saja datang dengan air mata, kembali dengan kondisi tersenyum. Rumah yang dirindukan karena suasana hangat terbangun di dalamnya. Bahkan lebih jauh dari itu, rumah sosial adalah rumah yang menginspirasi siapa saja yang berkunjung ke rumah tersebut.

  Selanjutnya, menurut saya, perumahan atau hunian Islami yang dihuni kelas menengah atas mensyaratkan kepedulian sosial yang tinggi. Perumahan Islami kehadirannya harus memberi manfaat bagi orang- orang yang berada disekitarnya. Itulah rumah yang memberi manfa’at bagi lingkungannya. Jika di komplek perumahan Islami tersedia Masjid, tidak kalah pentingnya di dalamnya juga ada Bait Al-Mal wa Tamwil (BMT) yang dapat memberdayakan ekonomi orang-orang lemah. Di dalamnya juga terdapat pelayanan kesehatan gratis bagi orang yang tak mampu juga fasilitas pendidikan.

  Sejatinya, bicara konsep perumahan Syari’ah, menurut penulis ada dua hal penting yang tak boleh diabaikan. Pertama, Hunian Islami tidak mesti ekslusif. Setiap muslim sejatinya harus membuktikan dirinya bahwa ia bisa bertetangga dengan siapa saja. Tanpa harus membedakan

  120 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS suku, agama dan ras. Ia mampu menunjukkan Islam yang rahmatan

  li al-‘alamin. Rumahnya harus memancarkan teladan bagi tetangganya yang plural. Kendati demikian, jika ada orang muslim yang merasa nyaman tinggal dilingkungan orang Islam, tentu tidak ada yang melarangnya. Kedua, perumahan itu harus mencerminkan keberpihakan kepada alam. Mungkin inilah yang dimaksud dengan perumahan yang ramah lingkungan. Sederhana saja, perumahan Islami tidak akan pernah keberadaannya menyebabkan banjir dihilirnya. Di samping itu, kehadirannya tidak pula merusak ekosistem disekitarnya.