Zakat Dan Kemiskinan MENGGALI POTENSI EKONOMI UMAT
176
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
pemikiran rasional bagaimana mengangkat derajat kehidupan orang miskin menjadi lebih baik. Dengan demikian zakat dipahami sebagai
realokasi sumber-sumber ekonomi. Ketika zakat dilihat sebagai satu bentuk realokasi sumber-sumber ekonomi, maka pengelolaan dan peng-
gunaannya harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan manfaat konsumtif terlebih lagi manfaat produktif yang maksimal.
Seperti yang telah penulis sebutkan di muka, mengapa zakat belum juga berfungsi dengan baik sebagai satu upaya pengentasan kemiskinan
umat ?. Menjawab persoalan ini penulis mengajukan beberapa faktor penyebab.
Pertama, Sebagian Umat Islam masih beranggapan bahwa zakat hanyalah urusan teologis semata dengan Allah SWT. Implikasi dari
pandangan ini zakat diyakini sebagai urusan privat pribadi saja dan tidak boleh dicampuri oleh pemerintah atau lembaga-lembaga zakat.
Dalam bentuk pelaksanaannya terlihat zakat seringkali diserahkan langsung kepada orang yang berhak menerimanya.
Kedua, Belum terumuskannya konsep-konsep pemberdayaan zakat secara baik dan teruji. Jika zakat disebut dapat memberdayakan ekonomi
umat atau zakat dapat mengentaskan kemiskinan, operasionalnya bagaimana ?. jika zakat dijadikan sebagai sumber pendapatan Asli Daerah
PAD rumusan konsepsionalnya seperti apa ?. Akibat belum terumuskannya konsep-konsep pemberdayaan zakat yang teruji, seringkali zakat lebih
diretorikakan ketimbang diteorisasikan. Benarlah jika Dawam Rahardjo menyatakan bahwa, di Indonesia zakat lebih banyak dipraktekkan dari
pada diteorisasikan ?.
Ketiga, Belum terbangunnya kepercayaan yang utuh dan solid terhadap lembaga-lembaga zakat yang resmi seperti BAZNAS atau LAZNAS.
Akar masalahnya bisa bermuara pada pengelola-pengelola lembaga zakat tersebut yang tidak memiliki akar yang kuat dalam struktur kehidupan
umat Islam. Mau tidak mau, syarat yang paling utama untuk menjadi pengelola lembaga zakat adalah siddiq jujur, amanah terpercaya
dan Profesional. Dan yang menentukan kreteria ini haruslah ummat Islam itu sendiri bukan ditunjuk oleh pemerintah.
Ada yang harus diperhatikan secara serius oleh ummat Islam, bagai- manapun pemberian zakat secara manual, langsung kepada mustahaqnya
orang yang berhak menerimanya tidak akan membawa pengaruh apa-
177
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
apa kepada pemberdayaan kehidupan ekonominya. Bisa saja kesan sementara si miskin akan terbantu namun masanya hanya sesaat, ketika harta
yang diterimanya habis dikonsumsi maka ia akan kembali dalam kesusahan. Umat Islam harus menyadari bahwa, zakat yang diserahkan secara pribadi
tidak akan merubah hidup orang lain. Kewajibannya kepada Tuhan telah selesai, namun pelaksanaannya tidak berpengaruh apa-apa. Padahal
semestinya zakat harus mampu merubah orang dari mustahaq penerima zakat menjadi muzakki pemberi zakat dan inilah yang dapat dijadikan
ukuran bahwa zakat berhasil memberdayakan ekonomi ummat.
Memang merubah cara berpikir ini diakui terasa sulit. Umat Islam terbiasa berpikir instans serba cepat, dan sulit berpikir secara kelembagaan
dan prospektif melihat masa depan yang lebih jauh. Betapapun sulit cara-cara konvensional penyerahan zakat harus dirubah.
Disadari sepenuhnya, melalui BAZ ini diharapkan agar harta zakat umat Islam bisa terkonsentrasi pada sebuah lembaga resmi, dari lembaga
inilah mengalir kebijakan-kebijakan pemberdayaan ekonomi ummat, sehingga zakat bisa disalurkan tidak hanya kepada yang bersifat konsumtif
sesaat, tetapi lebih penting dari itu bagaimana zakat bisa memberdayakan pengusaha kecil dengan suntikan-suntikan dana qard al-hasan, atau
yang bersifat peningkatan sumber daya manusia melalui pemberian bea siswa pendidikan dan sebagainya.
Menurut Didin Hafidhuddin Setidaknya ada beberapa pertimbangan pentingnya penyaluran zakat melalui BAZ atau LAZ menjadi sangat
penting. Pertama, menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat. Kedua, menjaga perasaan rendah diri para mustahiq apabila berhadapan
langsung untuk menerima haknya dari muzakki. Ketiga, untuk mencapai efisiensi dan efektifitas dan sasaran yang tepat dalam penggunaan
harta zakat menurut skala prioritas yang ada di suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syiar Islam dan semangat penyelenggaraan
negara dan pemerintahan yang Islami.
5
Sedangkan apabila penyerahan zakat langsung diberikan kepada mustahiqnya, dikhawatirkan terjadi ketidakadilan dalam penerimaan
zakat. Bisa saja terjadi sebagian fakir miskin telah mendapatkan haknya
5
M. Didin Hafiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Pers, 2002, h. 96-97.
178
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
sedangkan sebagian lain tidak memperolehnya. Tentu saja hal ini bertentangan dengan cita keadilan sosial yang dikandung zakat.
Penutup Para pengelola BAZ harus menyadari bahwa mereka tidak akan
bisa bekerja sendiri. Untuk itu perlu dilakukan kerja sama dengan ber- bagai pihak seperti para ulama, akademisi, praktisi-paraktisi ekonomi
dan pihak-pihak yang berhubungan dengan pengelolaan zakat. Pada sisi lain pengelola zakat harus benar-benar jujur dan amanah. Lebih
dari itu profesionalisme harus menjadi sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Penjelasan ini hanya ingin menunjukkan, bahwa nilai-nilai keadilan, persaudaraan, kepeduliaan antar sesama yang dikandung pada perintah
zakat harus diikuti dengan pengelolaan zakat yang baik dan profesional. Tanpa upaya seperti ini, cita sosial yang dikandung zakat tidak akan
berfungsi dengan baik. Mengentaskan kemiskinan Ummat Islam tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri tetapi harus dikerjakan secara bersama-
sama, terencana dan terprogram dengan baik.