Konsep Perdagangan Dalam Islam
60
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
halal, yang dalam bahasa syara’ disebut dengan al-ba’i jual beli dan perdagangan yang haram yang disebut riba. Masing-masing –baik ba’i
ataupun riba- adalah termasuk dalam kategori perdagangan. Alquran dengan jelas menyatakan, Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Al-Baqarah:275.
Ayat di atas menjelaskan laranga Allah Swt mengkonsumsi harta dengan cara-cara yang batil. Kata batil oleh Al-Syaukani diterjemahkan
ma laisa bihaqqin segala apa yang tidak benar hak. Bentuk batil ini sangat banyak. Dalam konteks ayat di atas, sesuatu disebut batil dalam
jual beli jika dilarang oleh syara’. Adapun perdagangan yang batil jika di dalamnya terdapat unsur MAGHRIB yang merupakan singkatan
dari maisir, gharar, riba dan batil itu sendiri. lebih luas dari itu perbuatan yang melanggar nash-nash syari’, juga dipandang sebagai batil seperti
mencuri, merampok, korupsi dan sebagainya.
Alih-alih melakukan perbuatan yang batil, Alquran menawarkan satu cara untuk memperoleh atau mendapatkan harta yaitu lewat
perdagangan tijarah. Perdagangan yang dimaksud bukan sekedar menjual dan membeli barang dengan harga tertentu, tanpa memperdulikan
kondisi pembeli. Apa lagi perdagangan yang didalamnya ada penipuan atau pemaksaan. Oleh sebab itu perdagangan yang dilakukan harus
memenuhi prinsip suka sama suka ‘an taradin minkum. Kata ‘an taradin merupakan sifat dari tijarah. Segala bentuk perdagangan yang dilakukan
atas dasar suka sama suka dibolehkan atau dihalalkan. Penyebutan tijarah pada ayat sebelumnya yang tidak disebut secara spesifik, sesungguhnya
mencakup segala bentuk transaksi yang sah. Biasanya, ketika disebut tijarah, pembaca dan pendengar segera paham apa yang dimaksud dengan
kata ini.
Allah tawarkan sebuah aktivitas jual beli yang harus dilakukan dengan suka sama suka. Kalimat ‘an taradin minkum menunjukkan
antara kedua belah pihak sama-sama rela untuk melakukukan aktivitas perdagangan, semisal jual beli, sewa menyewa, kerja sama dan sebagainya.
Dalam fikih ukuran suka sama suka adalah terlaksananya ijab dan qabul. Artinya, ijab adalah sebuah pernyataan kesediaan dari pemilik
barang atau jasa untuk melepas atau mentasarrufkan miliknya kepada orang lain. Sedangkan qabul adalah pernyataan kesediaan menerima
61
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
barang atau jasa dari orang lain. Ketika ijab dan qabul dinyatakan di dalam satu majlis, maka kedua belah pihak sama-sama ridha suka.
Ayat ini melarang manusia untuk mengumpulkan harta dengan jalan yang batil dan sebaliknya memerintahkan kepada manusia untuk
mengumpulkan harta dengan jalan perdagangan yang didasari suka sama suka. Berkaitan dengan ini , Muhammad al-Bahiy dalam karyanya
yang berjudul Al-Fikr al-Islamy wa al-Mujtama‘ al-Islami menyatakan, ungkapan “ illa an takuna tijaratan ‘an taradin minkum”, menunjukkan
wujud keseimbangan dan kerelaan antara penjual dan pembeli tanpa adanya unsur penindasan atau paksaan.
Di dalam ayat di atas terdapat frasa, wala taqtulu anfusakum. Menurut Al-Syaukani, tafsir ayat ini adalah janganlah ada sebagian kamu membunuh
sebagian yang lain, kecuali dengan sebab-sebab yang dibenarkan oleh syari’at. Makna lain ayat ini adalah, janganlah kamu membunuh
dirimu sendiri dengan cara mendekati kemaksiatan. Sedangkan menurut An-Nasafi makna kalimat tersebut adalah janganlah kamu membunuh
dirimu dalam arti siapapun dari jenismu sendiri dari orang-orang mukmin karena orang mukmin itu seperti satu saudara. Tidak diperbolehkan
membunuh saudara sendiri seperti yang dilakukan orang-orang bodoh. Makna lain dari kata membunuh al-qatl adalah memakan harta dengan
cara yang zhalim. Samalah artinya ia menzhalimi diri sendiri atau mencelakai dirinya. Oleh sebab itu, Allah melarang kita untuk mengikuti
hawa nafsu keserakahan yang membuat kita terdorong untuk menzhalimi orang lain.
Muhammad Fethullah Ghulen menafsirkan penggalan ayat, wa la taqtulu anfusakamu dengan penjelasan sebagai berikut, “Pertama,
Siapa saja yang menerima hasil riba, hasil judi, hasil suap menyuap dari sumber-sumber yang tidak halal lainnya, maka ia termasuk orang
yang membunuh dirinya sendiri. Kedua, Siapa saja yang berpihak kepada bisnis yang batil dan zhalim, termasuk juga mengeluarkan harta secara
berlebihan atau menerima paham kapitalis atau liberalis atau komunis atau paham apa saja yang membolehkan mendapat sumber rezeki
dari cara-cara yang tidak halal, maka menurut agama ia dinilai sebagai orang yang membunuh dirinya. Perlu diketahui, dari sejak semula ketika
seorang telah menganut salah satu idiologi dari sejumlah idiologi yang kami sebutkan di atas, maka ia akan menghalalkan berbagai cara untuk
62
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
mendapatkan sumber rezeki, sehingga Islam menganggapnya sebagai seorang yang telah membunuh dirinya sendiri. Apa lagi dewasa, semua
idiologi saling bermunculan dengan pesatnya di hadapan kita, seperti yang disebutkan dalam firman Allah di atas. Ketiga, Ayat di atas meng-
isyaratkan dengan jelas bahwa siapapun yang membunuh dirinya, maka ia termasuk orang yang telah sesat. Misalnya, menyamakan semua
tingkatan dan semua ideologi dalam suatu masyarakat dan menimbulkan berbagai pertentangan secara mendalam, seperti kaum sebagian orang
bodoh yang menerima ideologi yang membatasi diri dari kesenangan dunia yang dihalalkan oleh agama dan ia lebih mengutamakan hidup
miskin, sehingga umat Islam dipandang sebagai umat yang hina dan lemah. Demikian pula, siapapun yang menguasai harta orang lain atau
barang orang lain dengan cara yang tidak sah atau menyuruh orang lain untuk merampok, mencuri dan menguasai harta orang lain secara
tidak sah, maka menurut Alquran orang semacam itu dimasukkan dalam kategori orang yang membunuh dirinya sendiri. itulah yang
dapat kami simpulkan dari firman Allah di atas.
Ayat ini sesungguhnya dapat dikontekstualisasikan lebih luas lagi. Misalnya siapa saja yang melakukan transaksi bisnis dengan cara-cara
yang jahat dan keji, sesungguhnya ia tidak saja membunuh dirinya sendiri tetapi juga dapat membunuh orang lain. Makna membunuh
tidak selamanya harus diterjemahkan dengan menghilangkan nyawa. Terputusnya akses ekonomi dapat bermakna kematian. Kehilangan
kepercayaan dari klain, juga bagian dari kematian bisnis dan sebagainya. Oleh sebab itu, bisnis yang dilakukan atas dasar suka sama suka adalah
kata lain dari sebuah bisnis yang win win solution. Zahir ayat menunjukkan tentang kebolehan melakukan seluruh jenis perdagangan selama dihasilkan
melalui mekanisme suka sama suka di antara dua pihak yang ber‘aqad. Namun penting di catat, pada sisi lain, nas Alquran dan Hadis juga
telah mengharamkan jual beli khamar, bangkai, daging babi dan segala yang diharamkan. Atas dasar itulah, di dalam kajian fikih Mu‘amalah
Islam ditemukan transaksi terlarang.
Namun pada sisi lain, ayat ini memberi pelajaran berharga yaitu, 1 Seorang pedagang ketika menjalankan dagangnya sejatinya tetap
dalam bingkai keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. 2 Sebagai pedagang, termasuk dari amal saleh jika ia mampu melayani pedagang
63
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
dengan baik, memberikan produk yang terbaik dan menghindarkan diri dari perbuatan mal bisnis, seperti gharar dan batil. Pendek kata,
perdagangan itu sendiri menjadi ladang amal setiap pedagang. 3 Perdagangan sesungguhnya bagian dari jihad. Setidaknya, seorang
pedagang berjihad untuk menghidupi keluarganya.
‘Ala kulli hal, di dalam perdagangan ada keberkatan. Bahkan Rasul yang mulia bersabda, 99 pintu rizki kebaikan ada di dalam perdagangan.
Semoga perdagangan dapat menjadi media yang mendekatkan diri kita kepada Allah Swt. Wallahu a’lam bi al-Shawab.
64
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS