Pesan Moral-Spiritual Al-Qur’an dalam Kehidupan Ekonomi

39 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS Memahami sebuah konsep dalam al-Qur’an tidaklah utuh jika penelusuran makna hanya dilakukan pada terma pokok dan term yang semakna. Agaknya diperlukan untuk menelusuri kontra lawan kata dari term pokok tersebut. Sampai disini memahami kontra ‘adl menjadi satu kemestian. Di dalam al-Qur’an kata ‘adl selalu dihadapkan dengan kata zulm. Seringkali ketika Allah memerintahkan berbuat adil pada saat yang sama Allah melarang untuk bersikap zalim. Kata al-zulm bermakna meletakkan sesuatu tidak pada tempat yang semestinya, baik dengan cara melebihkan atau mengurangi maupun menyimpang dari waktu dan tempatnya. Melalui pendekatan tafsir maudu‘i tematik ditemukan bahwa konsep keadilan dalam al-Qur’an mengandung makna yang serba melingkupi. Pengertian keadilan itu berkisar pada makna perimbangan atau keadaan seimbang atau tidak ekstrim, persamaan atau tidak adanya diskriminasi dalam bentuk apapun, dan penunaian hak kepada siapa saja yang berhak atau penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya. Keadilan Ekonomi Keadilan ekonomi economic Justice mengandung pengertian bahwa al-Qur’an sangat menekankan persamaan manusia egalitarianisme dan menghindarkan segala bentuk kepincangan sosial yang berpangkal dari kepincangan ekonomi, seperti eksploitasi, keserakahan, konsentrasi harta pada segelintir orang dan lain-lain. Dengan demikian konsep keadilan sosial-ekonomi dalam perspektif Islam didasarkan pada ajaran persaudaraan yang melampaui batas- batas geografis seperti yang dicanangkan oleh al-Qur’an Q.S. Al-Hujurat 13 dan al-Maidah8. Tegasnya manusia dihadapan Allah memiliki derajat yang sama, tanpa ada yang boleh merasa lebih mulia dari yang lain. Kesadaran setara dihadapan Allah ini harus menjadi kesadaran internal bagi setiap manusia untuk berwawasan egalitarian al-musawah dengan tidak membeda-bedakan orang berdasarkan primordial yang dimilikinya seperti ras, agama, dan suku. Manusia hanya bisa diperlakukan secara berbeda hanya berdasarkan kualitas-kualitas objektif yang dimilikinya atau berdasarkan perbuatan-perbuatan yang dilakukannya. Wawasan 40 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS terhadap manusia yang seperti inilah yang memungkinkan keadilan sosial-ekonomi dapat ditegakkan. Dalam buku The Rise and Fall of Economic Justice, MacPherson seperti dikutip oleh Mubyarto, menjelaskan yang dimaksud dengan keadilan ekonomi adalah, “aturan main tentang hubungan ekonomi yang didasarkan pada prinsip-prinsip etika, prinsip-prinsip mana pada gilirannya bersumber pada hukum-hukum alam, hukum Tuhan atau pada sifat-sifat sosial manusia. 15 Keadilan ekonomi pada dasarnya adalah konsekuensi logis dari konsep persaudaraan Islam. Dengan keadilan ekonomi setiap individu akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi yang diberikannya. Masing-masing individu juga harus terbebaskan dari eksploitasi orang lain. Keadilan ekonomi paling tidak mengacu pada dua bentuk. Pertama, keadilan dalam distribusi pendapatan dan kedua, persamaan egali- tarian yang menghendaki setiap individu harus memiliki kesempatan yang sama terhadap akses-akses ekonomi. Mubyarto membedakan keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Keadilan sosial sangat berkaitan dengan keadilan distribusi atau pembagian hasil yang adil dari produksi atau pendapatan nasional itu sendiri. Sedangkan keadilan ekonomi adalah memberikan kesempatan yang sama pada setiap orang untuk melakukan produksi. Berkaitan dengan keadilan ekonomi, dalam konteks hubungan majikan dan buruh sering terjadi ketidakadilan, karena buruh berada pada posisi yang lemah karena tidak memiliki dan menguasai alat-alat produksi, sedangkan majikan berada pada posisi yang kuat karena mereka memiliki kapital dan menguasai alat-alat produksi. 16 Berbeda dengan Mubyarto, dalam konsep ekonomi Islam keadilan ekonomi tidak hanya berkaitan dengan produksi tetapi juga berhubungan dengan distribusi. Menurut Syafi‘i Antonio pakar ekonomi Islam, kesenjangan pendapatan dalam masyarakat berlawanan dengan semangat serta komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi. 17 Untuk itu kesenjangan harus diatasi dengan menggunakan cara 15 Mubyarto, Sistem Dan Moral Ekonomi Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1998, h. 20 16 Ibid., 17 Ibid., 41 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS yang ditekankan Islam. Diantaranya adalah : Menghapuskan monopoli, kecuali oleh pemerintah untuk bidang-bidang tertentu, Menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam proses ekonomi, baik produksi, distribusi, sirkulasi, maupun konsumsi, Menjamin basic needs fulfillment pemenuhan kebutuhan dasar hidup setiap anggota masyarakat, Melaksanakan amanah “al-takaful al-ijtima’ social economic security insurance di mana yang mampu menanggung dan membantu yang tidak mampu. Dengan cara ini diharapkan, strandar kehidupan setiap individu akan lebih terjamin. Sisi manusiawi dan kehormatan setiap individu akan lebih terjaga sesuai dengan harkat dan martabat yang telah melekat pada manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Konsep keadilan Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta konsep keadilan ekonomi menghendaki setiap individu mendapatkan imbalan sesuai dengan amal dan karyanya. Kendati demikian ketidaksamaan pendapatan dimungkinkan dalam Islam karena kontribusi yang berbeda dari masing-masing individu. Namun yang paling fundamental adalah bagaimana seseorang mendapatkan apa yang menjadi haknya sesuai dengan kewajiban yang telah dipenuhinya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari konsep keadilan ekonomi adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ziauddin Ahmad, “Salah satu hak dari hak-hak dasar ekonomi adalah bahwa setiap individu harus memiliki kesempatan untuk mengembangkan kecakapan pembawaan sejak lahir sepenuh mungkin dan memilih profesi yang sesuai dengan bakatnya. Berdasarkan pengakuan prinsip inilah sehingga struktur pasar yang bersaing, menjamin kebebasan setiap individu untuk mengakses kepada sumber daya alam dan juga mendapatkan kebebasan dari berbagai bentuk diskrimanis. Lebih jauh menurut Ziauddin Ahmad, akses yang merata pada fasilitas pendidikan merupakan salah satu faktor dalam meningkatkan kesempatan yang sama. Pendidikan yang sama akan mampu menghindari munculnya strata sosial kelas sosial dan mencegah segmentasi pasar tenaga kerja, kemudian menahan pertumbuhan ketidakmerataan pendapatan. Pentingnya mendapatkan pendidikan ini menjadi salah satu tema sentral ajarana Islam. 42 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS Berkaitan dengan penegakan keadilan ekonomi seperti yang telah dijelaskan di atas, paling tidak ada tiga bentuk prilaku manusia yang dapat memicu timbulnya ketidakadilan sosial ekonomi. Pertama, Keserakahan Manusia. Manusia itu memiliki sifat serakah, tidak pernah merasa cukup terhadap apa yang telah dimilikinya. Keinginan untuk selalu menumpuk harta sampai berlebih-lebihan, berimplikasi pada munculnya sifat kikir, tidak peduli dengan orang lain dan ia hanya mementingkan dirinya sendiri. Kedua, Menggunakan Harta Tanpa Perhitungan. Manusia cenderung untuk menggunakan harta sesuka hatinya. Dalam surah Hud11:87, Allah melarang menggunakan harta sesuka hati karena hal itu dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Penggunaan harta itu semestinya haruslah mempertimbangkan rasa keadilan sehingga tidak merusak rasa keadilan umum. Berangkat dari pemikiran ini, Islam sangat mencela perilaku mubazir dan israf berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi harta Q.S.7:31. Dalam perspektif ekonomi disadari bahwa keadilan ekonomi menjadi penting karena kelangkaan barang-barang yang dibutuhkan manusia. Atas dasar ini Umer Chafra menyatakan, karena sumber-sumber daya itu relatif terbatas, tujuan ini tidak dapat diwujudkan melainkan pemakaian- pemakaian atas sumber-sumber daya yang ada di buat hanya “dalam batas-batas kemanusiaan” dan kesejehteraan umum. Pemenuhan kebutuhan hidup harus dilakukan dalam kerangka hidup sederhana dan, sementara ia harus mencakup kesenangan, ia tidak boleh memasukkan dimensi pemborosan dan kemegahan. Ketiga, Menumpuk-numpuk Harta. Manusia itu memiliki sifat yang senang menumpuk-numpuk harta sehingga harta itu berputar untuk kalangan tertentu saja. Al-Qur’an melarang konsentrasi harta pada segelintir orang karena dapat menimbulkan ketidakstabilan harga dan hilangnya barang dari pasar. Tentu saja hal ini menimbulkan kesusahan bagi orang lain yang membutuhkannya. Barang tersebut menjadi sulit di dapat dan kedua, harganya menjadi tinggi karena kelangkaan barang. Penutup Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa keadilan ekonomi dalam al-Qur’an sangat berkaitan erat dengan kebutuhan intrinsik manusia. 43 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS Berangkat dari kebutuhan inilah al-Qur’an memandang perlu untuk memberikan apresiasi yang besar dan tegas terhadap persoalan keadilan ekonomi yang ditunjukkan dengan motivasi al-Qur’an untuk menegakkan keadilan dan celaannya terhadap orang-orang yang mengabaikan keadilan ini. Begitu pentingnya keadilan, wajarlah jika Allah menempatkannya sebagai syarat untuk menjadi taqwa. 44 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS

BAB III MEMBANGUN SIKAP POSITIF

TERHADAP HARTA

1. Model Pengembangan Harta Yang Di Larang.

1 P ada dasarnya Islam sangat mendorong terjadinya pengembangan harta dengan usaha-usaha yang halal, terutama hal-hal yang berkenaan dengan pemberdayaan sektor riil. Pada saat Allah SWT melarang riba dan menghalalkan jual beli, sebenarnya Ia melarang segala bentuk pengembangan harta yang tidak berangkat dari sektor riil seperti riba yang hanya mengandalkan masa waktu dan sebagai alternatif mendorong terjadinya jual beli sebagai satu bentuk pengembangan harta yang absah. Oleh sebab itu, Al-Qur‘an menuntun umatnya agar menjauhi segala bentuk aktivitas pengembangan harta dengan cara yang tidak bisa dibenarkan. Berikut ini akan dijelaskan model pengembanan harta yang dilarang. a. Judi maisir Kata maisir dalam bahasa Arab berarti memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Judi dilarang terlepas apakah seseorang terlibat secara penuh atau berperan sedikit. Di samping judi dikenal juga istilah azlam yang juga bermakna peraktek perjudian. Biasanya azlam digunakan untuk menyebut peraktek perjudian yang menggunakan berbagai macam bentuk taruhan, undian atau lotere. Larangan kedua bentuk peraktek perjudian ini disebabkan karena 44 1 Ulasan lengkap tentang tema ini dapat dilihat dalam Azhari Akmal Tarigan dkk, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Bandung: Cita Pustaka, 2006, h. 187-206. Untuk keperluan buku ini, topik tersebut diringkas seperti di atas. 45 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS seseorang akan mendapatkan uang yang diperoleh dari untung-untungan, spekulasi, ramalan atau terkaan. Dan sekali lagi bukan di dapat dari sebuah kerja yang riil. Allah SWT telah melarang perjudian dengan larangan yang cukup tegas dan keras. Bahkan syari‘at memposisikan harta yang diperoleh dari perjudian sebagai harta yang bukan termasuk hak milik. Di dalam surah al-maidah Allah SWT berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, perjudian, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Di dalam ayat di atas, dengan tegas Allah mengharamkan jual beli dan minuman keras. Bahkan larangan tersebut dipertegas dengan penekanan seperti yang terlihat di dalam penggunaan kata innama yang bermakna “hanya saja”. Biasanya bentuk ini digunakan untuk penegasan dan pembatasan objek. Lebih keras dari itu Allah menempatkan perbuatan tersebut sebagai perbuatan syetan dan digolongkan sebagai najis. Dari sinilah Allah memerintahkan untuk menjauhi kedua perbuatan tersebut. Kebaikan hanya diperoleh dengan menjauhinya dan keburukan akan di dapat dengan mendekati keduanya. Ramalan atau terkaan dalam bisnis sering dilakukan oleh masyarakat Arab pra Islam. Di antara jual beli yang dikenal pada masa itu adalah jual beli habal al-habla, yaitu membayar seekor unta betina dengan cara menebak jenis kelamin yang ada di dalam kandungan unta. Ada juga jual beli muzabanah dan muhaqalah. Muzabanah adalah tukar menukar buah yang masih segar dengan yang kering yang sudah dapat dipastikan jumlahnya sedangkan buah segar yang ditukarkan hanya dapat ditebak karena masih berada di pohon. Demikian juga halnya dengan muhaqalah, yaitu penjualan gandum ditukar dengan gandum yang masih di dalam bulirnya yang jumlahnya juga harus diterka. Ada juga penjualan mukhafrabah, yaitu jual beli padi-padian atau sayur-sayuran sebelum masa panen. Biasanya di dalam jual beli ini terjadi terkaan tentang hasilnya. Pada- hal bisa saja seiring dengan perjalanan waktu, padi tersebut misalnya, diserang badai atau hasilnya jauh lebih baik dari apa yang diramal sebelumnya. Larangan jual beli ini adalah untuk menjaga kepentingan petani itu sendiri. Jika dianalisi dengan pendekatan filosofis, larangan judi sebenarnya