Menjadi Pribadi Produktif: Bercermin Kepada Nabi Daud As
35
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
Berkenaan dengan hal ini, ada yang menarik dari ungkapan Umar Ibn Al-Khattab, “Aku tetapkan kepada kalian tiga berpergian: haji dan
umrah, jihad fi sabil Allah sebagai syahid dan mengendarai unta dalam rangka mencari sebagian karunia Allah. Demi zat yang diriku berada di
tangan-Nya Sungguh bila aku meninggal ketika mencari sebagian karunia Allah lebih aku sukai daripada aku meninggal di atas tempat tidurku.
Dan jika aku mengatakan bahwa meninggal dalam jihad fi sabil Allah sebagai syahid, maka aku berpendapat bahwa meninggal dalam rangka
mencari sebagian karunia Allah adalah syahid.
Perbincangan tentang sosok Nabi Daud di dalam berbagai ayat seolah ingin menjelaskan bahwa Nabi Daud AS adalah sosok manusia
produktif. Kemampuannya mengolah besi menjadi barang-barang yang bermanfaat meneguhkan gelarnya sebagai manusia produktif
tersebut. Berikut firman Allah di dalam Q.S Al-Anbiya: 80 yang artinya, Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu,
guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur kepada Allah.
Kata labus pada mulanya digunakan untuk segala sesuatu yang dipakai, tetapi makna ini menyempit sehingga ia hanya dipahami dalam
arti alat yang terbuat dari besi yang dipakai dalam peperangan sebagai perisai. Tampaknya kaitan ayat tersebut dengan produksi adalah pelajaran
yang diberikan Allah kepada Nabi Daud AS untuk membuat baju besi. Tentulah Nabi Daud melaksanakan apa yang diajarkan Allah kepadanya.
Proses membuat baju besi itulah yang disebut dengan produksi. Pada mulanya, besi sebagai bahan baku, di olah dan selanjutnya dibentuk
perisai yang melindungi tubuh manusia. Bukankah fungsi baju diantaranya adalah melindungi tubuh manusia dari sengatan matahari dan dinginnya
cuaca.
Masih berkaitan dengan keistimewaan Nabi Daud AS dapat dilihat pada ayat berikut ini yaitu, Q.S Saba’ 10-11 yang artinya, Dan Sesungguhnya
Telah kami berikan kepada Daud karunia dari kami. Kami berfirman: “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang
bersama Daud”, dan kami Telah melunakkan besi untuknya,
Pada ayat ini Allah kembali menjelaskan keistimewan atau mu’jizat yang diberikannya kepada Nabi Daud AS. Di dalam Tafsirnya, M. Quraish
Shihab menjelaskan sosok Nabi Daud sebagai berikut:
36
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
Nabi Daud As lahir di Bait Lahem Palestina sekitar 1085 SM dan waat di Qudus Yerussalem 1015 SM atau sekitar 1626 sebelum Hijrah.
Pada masa mudanya, beliau adalah pengembala kambing ayahnya. Beliau memiliki keistimewaan dalam seni suara. Beliau dianugerahi
Allah kitab Zabur yang dari segi bahasa berarti tulisan. Dalam Kitab perjanjian lama – sampai dewasa ini- adalah salah sat bagiannya yang
dianggap sebagai bagian dari Zabur Nabi Daud AS. Beliau juga sangat pandai menggunakan ketapel. Keahliannya ini mengantar beliau berhasil
membunuh Jalut sebagaimana dikisahkan oleh Al-Qur’an dalam Al- Baqarah:251. Sedangkan nabi Sulaiman adalah putra Nabi Daud As,
yang merupakan Nabi dan Raja yang sangat agung. Beliau wafat sekitar 1975 sebelum hijrah.
Pada ayat di atas, Allah SWT kembali menegaskan keistimewaan Nabi Daud As. Kalimat wa alanna lahu al-hadid kami juga telah melunakkan
untuknya besi mengandung makna pengkhususan yakni bagi Nabi Daud as. Sementara ulama memahami pelunakan tersebut dalam
arti besi yang sedemikian kukuh, dapat menjadi lunak di tangan Nabi Daud as. “besi menjadi seperti lilin atau adonan makanan, sehingga
beliau tidak memerlukan api atau martil guna membentuk besi tersebut menjadi benda yang lebih bermanfaat, seperti membuat baju besi
dan perisai yang dapat digunakan di dalam peperangan.
Dalam konteks hari ini, kemampuan Nabi Daud As dalam melembutkan besi tanpa harus menggunakan besi atau martil sesungguhnya adalah
metafor dari ilmu pengetahuan dan teknologi. IPTEK tidak saja akan memudahkan sesuatu tetapi lebih dari itu, IPTEK juga dapat membuat
sesuatu memiliki nilai tambah. Produksi hakikatnya adalah membuat sesuatu memiliki nilai tambah. Sesuatu yang mungkin kurang berharga
menjadi lebih berharga. Sesuatu yang kurang berdaya guna menjadi lebih berguna bahkan bisa melipatgandakan daya guna tersebut.
Menurut M.A. Mannan, prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi.
Bahkan dalam sistem kapitalis terdapat seruan untuk memproduksi barang dan jasa yang didasarkan pada asas kesejateraan ekonomi.
Keunikan konsep Islam mengenai kesejateraan ekonomi terletak pada kenyataan bahwa hal itu tidak dapat mengabaikan pertimbangan
kesejahteraan umum lebih luas menyangkut persoalan-persoalan tentang
37
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
moral, pendidikan, agama dan banyak hal-hal lainnya. Perbedaan konsep produksi dalam ekonomi Islam dan ekonomi kapitalis, lebih jelas ketika
M.A. Mannan membahas tentang faktor-faktor produksi. Ia menyebut unsur-unsur yang menjadi faktor produksi tidak berbeda dengan apa
yang ada di dalam konsep ekonomi kapitalis. Pembedaan tampaknya terletak pada pemaknaan unsur-unsur tersebut.
Pertama, Tanah. Islam mengakui tanah sebagai satu faktor produksi tetapi tidak setepat dalam arti sama yang digunakan di zaman mod-
ern. Dalam tulisan klasik, tanah yang dianggap sebagai faktor produksi penting mencakup semua sumber daya alam yang digunakan dalam
proses produksi, umpamanya permukaan bumi, kesuburan tanah, sifat- sifat sumber daya udara, air, mineral dan seterusnya. Memang benar
tidak ada bukti bahwa Islam tidak menyetujui definisi ilmu ekonomi modern Islam mengakui tanah sebagai faktor produksi, ia hanya mengakui
diciptakannya manfaat yang dapat memaksimalkan kesejahteraan ekonomi masyarakat – suatu kesejahteraan yang memperhatikan prinsip-
prinsip dasar etika ekonomi. Kedua, Tenaga Kerja. Islam tidak pernah memandang buruh karena statusnya menjadi rendah dan karenanya
dapat diperlakukan semena-mena. Relasi buruh dan majikan harus mengacu pada nilai-nilai syari’at Islam. Majikan harus memperhatikan
perkembangan jiwa, emosi dan kehidupan sosial para buruh. Majikan harus membayar upah buruhnya sebelum kering keringatnya. Sebaliknya
buruh harus memberikan hasil kerja yang maksimal sebagai konsekuensi kontrak yang telah disepakati bersama. Ketiga, modal. Aturan di dalam
konsep ekonomi Islam dalam hal bunga sangat jelas. Modal harus bebas dari bunga. Bunga tidak diperkenankan memainkan pengaruhnya yang
merugikan pekerja, produksi dan distribusi.
Alquran sesungguhnya sangat memperhatikan masalah produksi ini. Afzalur Rahman mengatakan, “mengingat produksi merupakan
bagian yang paling berarti dalam menentukan kemakmuran suatu bangsa dan taraf penghidupan penduduknya, Alquran meletakkan
penekanan yang sangat besar atas produksi kekayaan. Banyak contoh dapat diberikan, baik dari Alquran maupun sunnah, yang menunjukkan
betapa kaum muslim dianjurkan agar bekerja keras dalam memproduksi harta benda agar mereka tidak gagal atau ketinggalan dari orang lain
dalam memperjuangkan keberadaan mereka.
38
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah, nilai-nilai Islam dalam produksi adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kemaslahatan. Dalam
ekonomi Islam, para produsen dilarang keras untuk memproduksi barang dan jasa yang menimbulkan kemafsadatan dan kerusakan
bagi manusia. Produsen harus memastikan bahwa produknya akan membawa kemaslahatan bagi manusia. Bahkan bukan saja kemaslahatan
untuk manusia tetapi juga bagi alam semesta dengan segala isinya.