Model Pengembangan Harta Yang Di Larang.
45
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
seseorang akan mendapatkan uang yang diperoleh dari untung-untungan, spekulasi, ramalan atau terkaan. Dan sekali lagi bukan di dapat dari
sebuah kerja yang riil. Allah SWT telah melarang perjudian dengan larangan yang cukup tegas dan keras. Bahkan syari‘at memposisikan
harta yang diperoleh dari perjudian sebagai harta yang bukan termasuk hak milik. Di dalam surah al-maidah Allah SWT berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, perjudian, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan.
Di dalam ayat di atas, dengan tegas Allah mengharamkan jual beli dan minuman keras. Bahkan larangan tersebut dipertegas dengan
penekanan seperti yang terlihat di dalam penggunaan kata innama yang bermakna “hanya saja”. Biasanya bentuk ini digunakan untuk
penegasan dan pembatasan objek. Lebih keras dari itu Allah menempatkan perbuatan tersebut sebagai perbuatan syetan dan digolongkan sebagai
najis. Dari sinilah Allah memerintahkan untuk menjauhi kedua perbuatan tersebut. Kebaikan hanya diperoleh dengan menjauhinya dan keburukan
akan di dapat dengan mendekati keduanya.
Ramalan atau terkaan dalam bisnis sering dilakukan oleh masyarakat Arab pra Islam. Di antara jual beli yang dikenal pada masa itu adalah
jual beli habal al-habla, yaitu membayar seekor unta betina dengan cara menebak jenis kelamin yang ada di dalam kandungan unta. Ada juga
jual beli muzabanah dan muhaqalah. Muzabanah adalah tukar menukar buah yang masih segar dengan yang kering yang sudah dapat dipastikan
jumlahnya sedangkan buah segar yang ditukarkan hanya dapat ditebak karena masih berada di pohon. Demikian juga halnya dengan muhaqalah,
yaitu penjualan gandum ditukar dengan gandum yang masih di dalam bulirnya yang jumlahnya juga harus diterka. Ada juga penjualan mukhafrabah,
yaitu jual beli padi-padian atau sayur-sayuran sebelum masa panen. Biasanya di dalam jual beli ini terjadi terkaan tentang hasilnya. Pada-
hal bisa saja seiring dengan perjalanan waktu, padi tersebut misalnya, diserang badai atau hasilnya jauh lebih baik dari apa yang diramal
sebelumnya. Larangan jual beli ini adalah untuk menjaga kepentingan petani itu sendiri.
Jika dianalisi dengan pendekatan filosofis, larangan judi sebenarnya
46
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
disebabkan bahwa keuntungan yang diperoleh melalui cara judi tidak bergantung pada keahlian, kepiawaian dan kesadaran melainkan
digantungkan pada sesuatu atau pihak luar yang tidak terukur. Tidak ada rasionalitas di dalam perjudian yang ada hanya untung-untungan.
b. Penipuan al-Ghabn Al-Ghabn menurut bahasa bermakna al-khada‘ penipuan. Di dalam
bahasa Arab ada ungkapan “Ghabanahu Fulanan; naqashahu fi ast- staman wa ghayyarahu fahuwa ghabin wa dzaka maghbun” yang artinya,
Dia menipu si pulan, yaitu mengurangi dan merubah harganya. Maka dia adalah penipu dan si fulan adalah orang yang tertipu. Dengan demikian,
secara sederhana dapat dipahami bahwa ghabn adalah membeli sesuatu dengan harga yang lebih tinggi dari harga rata-rata atau dengan harga
yang lebih rendah dari rata-rata.
Jadi di dalam ghabn, penipuan terjadi pada harga bukan pada materibenda yang diperjualbelikan. Ghabn yang dilarang adalah yang
sudah sampai pada tarap keji, sedangkan yang tidak dilarang adalah yang didasarkan pada kemampuan melakukan penawaran dan tidak
sampai merugikan salah satu pihak.
c. Penipuan Tadlis Pada dasarnya transaksi jual-beli itu bersifat mengikat. Apabila
transaksi tersebut telah sempurna dengan adanya ijab dan qabul antara penjual dan pembeli, lalu majlis jual-beli tersebut berakhir, maka transaksi
tersebut telah mengikat dan wajib dilaksanakan oleh pembeli dan penjual tersebut.
Persoalannya adalah bagaimana jika sebelum berakhir majelis aqad, sebenarnya telah terjadi penipuan tadlis. Di dalam jenis penipuan
ini ada dua bentuk yang bisa terjadi; penipuan itu terjadi pada sisi penjual dan pada sisi lain bisa juga terjadi pada sisi pembeli.
Adapun jenis penipuan yang terjadi pada penjual adalah apa yang disebut dengan tadlis. Penipuan ini terjadi apabila si penjual menyembunyikan
cacat barang dagangannya dari pembeli, padahal dia jelas-jelas mengetahuinya; atau apabila si penjual menutupi cacat tersebut dengan sesuatu yang
dapat mengelabui si pembeli, sehingga terkesan tidak cacat atau menutupi
47
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
barangnya dengan sesuatu yang bisa menampakkan seakan-akan barangnya semua baik.
Sedangkan penipuan dari si pembeli adalah jika ia memanipulasi alat pembayarannya atau menyembunyikan manipulasi tersebut, padahal
dia jelas-jelas tahu. Bahkan untuk mengelabui penjual, tidak jarang pembeli juga mengiming-imingi untuk memberikan barang tertentu.
Karena yang paling penting bagi pembeli adalah bagaimana barang tersebut bisa dimilikinya.
d. Al-Gharar Al-gharar di dalam bahasa Arab bermakna akibat, bencana, bahaya,
resiko dan sebagainya. Di dalam kontrak bisnis, gharar berarti melakukan sesuatu secara membabibuta tanpa pengetahuan yang mencukupi;
atau mengambil resiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis apa akibatnya atau memasuki
resiko tanpa mengetahui apa konsekuensinya.
Al-gharar resiko atau uncertainty menurut Ibn Taimiyyah adalah, things with unknown fate, akibatnya transaksi tersebut menjadi sell-
ing such things is maysir or gambling. Senada dengan ungkapan tersebut, Ibn Qayyim juga menyatakan bahwa gharar adalah kemungkinan ada
dan tidak ada. Jual beli yang seperti ini dilarang karena mengandung unsur judi maysir.
Jika dianalisis, bisnis pada hakikatnya adalah keberanian untuk menempuh suatu resiko. Resiko malah menjadi sebuah keniscayaan
sehingga dalam bisnis dikenal istilah, no risk, no return. Yang menjadi persoalan adalah apakah setiap resiko disamakan dengan uncertainty
ketidakpastian. Sampai disini agaknya perlu kembali mendefinisikan pengertian resiko yang disamakan dengan gharar.
Dengan mengutip analisis yang diberikan oleh Van Deer Heidjen 1996, Iggi A Achsien membagi uncertainty itu dalam makna ketidakpastian
ke dalam tiga bentuk. Pertama adalah risk, memiliki preseden historis dan dapat dilakukan estimasi probabilitas untuk tiap hasil yang mungkin
muncul. Kedua, structural uncertainty adalah kemungkinan terjadinya suatu hasil bersifat unik, tidak memiliki preseden di masa lalu, tetapi
terjadi dengan logika kausalitas. Ketiga, unknowables menunjuk kejadian
48
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
yang secara ekstrem kemunculannya tidak terbayangkan sebelumnya. Dengan demikian kasus gharar sebenarnya banyak terjadi pada yang
terakhir, unknowables.
Model identifikasi resiko lainnya dapat dilihat pada dua tipe yang ditawarkan oleh Al-Suwailem 1999. Pertama, risiko pasif, seperti game
of chance, yang hanya mengandalkan keberuntungan semata. Kedua, resiko responsif yang memungkinkan adanya distribusi probabilitas
hasil keluaran dengan hukum kausalitas yang logis. Kalau yang pertama dipersamakan dengan game of chance, maka yang kedua dapat dipersamakan
pula dengan game of skill. Agaknya gharar terjadi pada yang pertama.
Gharar dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, Kelompok pertama adalah unsur resiko yang mengandung keraguan, probabilitas
dan ketidakpastian secara dominan. Kedua, Kelompok kedua unsur meragukan yang dikaitkan dengan penipuan atau kejahatan oleh salah
satu pihak terhadap pihak lainnya.
Menurut Karim, sebenarnya terjadinya tadlis dan gharar disebabkan adanya incomplete information. Bedanya dalam tadlis, incomplete in-
formation hanya dialami satu pihak saja unknown to one party, misalnya pembeli saja atau penjual saja, sedangkan dalam gaharar incom-
plete information dialami oleh kedua belah pihak baik pembeli ataupun penjual. Karena itu, kasus taghrir terjadi bila ada unsur ketidakpastian
yang melibatkan kedua belah pihak uncertain to both parties.
Lebih jauh menurut Karim, dalam perspektif ilmu ekonomi, taghrir gharar ini lebih dikenal sebagai ketidakpastian atau risiko. Dalam
situasi kepastian, hanya ada satu hasil atau kejadian yang akan muncul dengan probabilitas sebesar 1 Satu. Pada lain pihak, dalam situasi
ketidakpastian uncertainty lebih dari satu hasil atau kejadian yang mungkin akan muncul dengan probabilitas. Karim, 162-163.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gharar timbul karena dua sebab. Pertama, kurangnya informasi atau pengetahuan jahala,
ignorance pada pihak yang melakukan kontrak. Jahala ini menyebabkan tidak dimilikinya kontrol skill pada pihak yang melakukan transaksi.
Kedua, karena tidak adanya non exist obyek. Kedua bentuk inilah yang disebut dengan gharar.
Sebagaimana yang telah disebut, al-gharar biasanya terjadi pada
49
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
jual beli. Jual beli yang mengandung gharar adalah jual beli yang tidak dapat dipastikan adanya atau tidak dapat dipastikan jumlah
dan ukurannya atau karena tidak mungkin dapat diserahterimakan.
Adapun conotoh-contoh yang sering dikemukakan dalam pembahasan al-gharar adalah menjual ikan di dalam air, menjual burung di udara,
menjual tangkapan yang masih di dalam perangkap. Lebih lengkapnya di bawah ini ada beberapa bentuk jual beli yang dilarang.
Pertama, Jual beli dengan cara Hashah. Orang Jahiliyah dulu melakukan jual beli tanah yang tidak jelas luasnya. Mereka melemparkan hashah
batu kecil. Pada tempat akhir di mana batu tersebut jatuh, itulah tanah yang dijual. Kedua, Jual beli “Tebakan Selam” Dharbatul Ghawwash.
Orang-orang Jahiliyah juga melakukan jual beli dengan cara menyelam. Barang yang ditemukan di laut waktu menyelam itulah yang dijual-
belikan. Mereka bisa melakukan akad. Si pembeli menyerahkan harga bayaran sekalipun tak mendapat apa-apa. Si penjualpun terkadang
menyerahkan barang yang berlipat ganda walaupun dengan harga yang tidak pantas. Ketiga, Jula beli Nitaj. Akad untuk hasil binatang
ternak sebelum memberikan hasil, diantaranya menjualbelikan susu yang masih berada di mammae kantung susu binatang tersebut. Keempat,
Jual beli mulamasah. Yaitu dengan cara si penjual dan si pembeli melamas menyentuh baju salah seorang dari mereka saling menyentuh atau
barangnya. Setelah itu jual beli harus dilaksanakan tanpa diketahui keadaannya atau saling ridha. Kelima, Jual-beli munazabah. Yakni kedua
belah pihak saling mencela barang yang ada pada mereka dan ini dijadikan dasar jual beli; yang tak saling ridha. Keenam, Jual-beli Habalul Habalah
anak unta yang masih di dalam perut.
Diakhir pembahasannya, Iggi H.Achasien memberikan kesimpulan. Kesediaan menaggung resiko merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan
dalam bisnis. Namun penting untuk di catat, resiko yang dibolehkan tersebut adalah resiko yang melibatkan pengetahuan, sebagai game
of skill dan bukan game of chance. Jika game of skill dibenarkan maka konsekuensinya siapa saja yang terlibat dalam bisnis harus menguasai
manajemen resiko.
Dengan mengutip Bernstein 1996, Iggi menuliskan di dalam bukunya tentang apa yang dimaksud dengan manajemen resiko yaitu,
50
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
The essence of risk management lies in maximizing the areas where we have some control over the out come while minimizing the areas where
we have absolutely no control over the outcome and the linkage between effect and cause is hidden from us.
Dengan demikian, kekhawatiran-kekhawatiran dari ketidakpastian tersebut dapat diminimalisir.
e. Ihtikar Menimbun Al-ihtikar secara bahasa bermakna bertindak sewenang-wenang.
Secara sederhana diterjemahkan dengan Penimbunan. Dalam makna terminologinya ihtikar berarti membeli barang dalam jumlah yang
banyak kemudian disimpan dengan maksud untuk dijual kepada penduduk ketika mereka sangat membutuhkannya dengan harga yang tinggi.
Ihtikar bisa juga berarti menimbun kekayaan untuk diri sendiri dan keluarga tanpa memikirkan nasib orang lain.
Ada kesan kuat ihtikar merupakan satu aktivitas bisnis untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memanfaatkan kesulitan
dan kesusahan orang lain. Ihtikar biasanya terjadi pada saat barang melimpah dan tentu saja harganya menjadi murah. Ketika barang tersebut
langka, maka harganya akan naik. Pada saat yang sama, karena barang tersebut dibutuhkan bagaimanapun tingginya masyarakat akan membelinya.
Dalam perekonomian modern penimbunan ini dapat terjadi dalam bentuk individual dan kolektif. Dalam bentuk individual bentuknya
terjadi dalam model trust, di mana antara pengusaha pabrik dan bertindak bersama-sama untuk membeli sebagian besar saham perusahaan sehingga
akhirnya mampu mempengaruhi harga untuk dunia luar. Para anggota trust tidak dibenarkan untuk menjual barang dengan harga di bawah
harga yang telah disepakati. Bentuk yang lain adalah Holding Company, yaitu perusahaan yang menyimpan, memegang atau mengurus sero-
sero perusahaan lain. Dengan demikian perusahaan ini bisa mengendalikan perusahaan yang seronya dikuasai. Terakhir adalah merger yaitu peng-
gabungan antara dua perusahaan atau lebih menjadi satu. Dengan demikian posisi perusahaan menjadi kuat dan bisa mengendalikan
perekonomian masyarakat.
Sebenarnya yang paling berbahaya adalah yang dilakukan dalam
51
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
bentuk multi unit monopoli. Modelnya ada empat, pertama, price agreement, adalah kesepakatan harga di antara perusahaan-perusahaan besar,
sehingga setiap perusahaan yang mengikat kesepakatan tersebut memperoleh keuntungan besar walaupun pada hakikatnya perusahaan tersebut
tidak bersatu. Dengan adanya kesepakatan tersebut mereka dapat mengendalikan harga sesuai dengan keinginan mereka. Kedua, Price
Leadership, adalah perusahaan-perusahaan kecil yang menyepakati ketetapan harga yang diinginkan oleh perusahaan besar. Apabila perusahaan
kecil tidak mematuhi kemauan perusahaan besar, maka perusahaan kecil akan ambruk. Ketiga, Pool adalah gabungan para pekerja untuk
memperkuat barisan mereka dalam memproduksi barang. Satu sama lain tidak boleh melampaui produksi atau harga jual dari yang lain.
Keempat, cartel yang berarti persekutuan para pengusaha untuk saling membantu dalam mengumpulkan atau membeli barang-barang yang
ada pada anggota, kemudian membuat kesepakatan untuk memasarkan barang tersebut dengan harga yang telah mereka tetapkan. Labanya
mereka bagikan sesuai dengan kesepakatan, modal dan peran anggota tersebut. Akibatnya seringkali perusahaan kecil tidak dapat bersaing
dengan perusahaan besar yang menggunakan sistem cartel ini.
Penimbunan ini dilarang di dalam Islam berdasarkan hadis yang artinya, dari Ma‘mar bin Abdullah, Rasulullah bersabda, tidaklah menimbun
melainkan orang yang berdosa H.R.Muslim. Pada hadis yang lain juga ada dinyatakan, Sejelek-jelek hamba adalah si penimbun, jika ia mendengar
barang murah ia murka dan jika barang mahal ia gembira.
Semangat larangan ini didasarkan pada nilai moral Islam. Kita dilarang mengambil keuntungan dengan memanfaatkan kesusahan
dan kesulitan orang lain. Mencari keuntungan tidak dilarang selama dilakukan dengan cara yang fair.
f. Monopoli dan Oligopoli
Satu bentuk aktivitas bisnis yang dilarang dan ada kemiripan secara substansial dengan ihtikar adalah monopoli. Monopoli adalah suatu
situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak memiliki
pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk ke dalam bidang industri atau bisnis tersebut. Monopoli
52
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
menyebabkan tidak terjadinya persaingan yang sehat dalam bisnis. Monopoli biasanya terjadi dengan adanya koalisi antara pengusaha
dengan penguasa.
Oligopoli adalah satu bentuk monopoli tetapi agak berbeda sifatnya. Jika monopoli merupakan kolusi antara pengusaha dan penguasa,
maka oligopoli merupakan kolusi antara pengusaha dengan pengusaha lainnya. Jika oligopoli terjadi, maka pasar dapat dikuasai dan mereka
dapat menentukan harga dan dapat pula mendikte pasar.
Larangan Islam praktek bisnis seperti ini karena keduanya menolak satu bentuk persaingan bebas dan sehat. Keuntungan dan kemajuan
diperoleh tidak disebabkan oleh kepandaian dan keahlian dalam menjalankan bisnis melainkan disebabkan oleh kekuatan-kekuatan lain.