FEBI dan Kado Besar 40 Tahun IAIN.SU
254
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
dan cara mengatasinya. Ekonomi dimengerti hanya bertautan dengan produksi, konsumsi dan distribusi. Ekonomi absen dan terisolasi dari
persoalan ketuhanan. Ekonomi tidak berhubungan sama sekali dengan keyakinan dan moralitas. Ekonomi menolak keterlibatan Allah SWT.
Sebagai akibatnya, manusia tidak pernah menemukan kebahagiaan yang hakiki karena tercerabut dari asalnya.
Penting diingat, kehadiran FEBI bukanlah “hadiah” yang didapatkan begitu saja dari Kementerian Agama. FEBI sesungguhnya merupakan
hasil dari sebuah perjuangan panjang setidaknya dari tahun 1993. Di saat PTAI lainnya di Indonesia masih tertidur pulas, IAIN.SU dengan
bermodalkan keberanian, berhasil menggelar acara Seminar dan Workshop Ekonomi Islam bekerja sama dengan Universitas Islam antar Bangsa
Malaysia. Persitiwa itu sesungguhnya menjadi tonggak bersejarah bagi kajian ekonomi Islam di IAIN.SU khususnya dan di Indonesia pada
umumnya. Acara ini digelar bukannya tanpa hambatan. Tidak saja dari pemerintah yang masih fobi dengan bau Islam tetapi juga dikalangan
cendikiawan muslim sendiri. Kendati jumlahnya kecil. Resiko siap menghadang di tengah jalan. Namun karena niat pimpinan dan dosen-dosen IAIN.SU
saat itu, seperti Drs. H. Nazri Adlani, Prof. Amiur Nuruddin, Prof. M.Yasir Nasution dan tokoh-tokoh lainnya, Seminar itu sukses diselenggarakan.
Sejak saat itulah IAIN.SU memantapkan dirinya untuk mengembangkan kajian ekonomi Islam dengan melakukan terobosan-terobosan yang tidak
biasa. Mulai dari penyelenggaraan pendidikan dan latihan, membuka program studi Manajemen Perbankan Syari’ah Diploma II yang kemudian
berubah menjadi Diploma III. Tanpa harus menunggu izin dari kementerian agama, Fakultas Syari’ah membukan program Strata 1 S1. Harus dikatakan,
keputusan membukan S1 Ekonomi Islam adalah keputusan gila. Tidak ada izin yang dikantongi kecuali persetujuan lisan dari pejabat kemenag
yang tentu tidak bisa dijadikaan dasar hukum. Lagi-lagi Allah al-musta’aan maha penolong, akhirnya Prodi tersebut mendapatkan izin resmi dari
Kemenag RI. Tanpa menyisakan masalah. Selang dua tahun berikutnya dibukalah program S2 Magister di PPS dan diikuti dengan program
S3 Doktor dalam bidang ekonomi Islam.
Berhentikah perjuangan IAIN.Su dalam pengembangan ekonomi Islam ? tentu saja tidak. Secara kelembagaan, posisi Prodi Ekonomi
Islam yang berada di Fakultas Syari’ah dipandang tidak ideal. Masalahnya
255
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
bukan dari sisi epistemologik keilmuannya. Ada tiga hal yang membuat posisi Prodi Ekonomi Islam tidak terlalu menguntungkan jika berada
di Fak. Syari’ah. Pertama, pengembangan keilmuan ekonomi Islam yang berjalan lambat. Ekonomi Islam harus berbeda dan memang berbeda
dari Mu’amalat atau hukum ekonomi bisnis. Kedua, daya serap pasar terhadap alumni. Status lulusan Fakultas Syari’ah Prodi Ekonomi Islam
dengan lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam dengan Prodi Akuntansi Syari’ah, untuk menyebut contoh, tentu berbeda. Bukan saja dari sisi
penyebutannya tetapi juga menyangkut otoritas dan identitasnya. Ketiga, pengembangan jaringan keilmuan dan kelembagaan. FEBI tidak bisa
bersunyi-sunyi dengan dirinya sendiri. Lebih-lebih jika FEBI mengisolasi dan menutup diri. FEBI harus bekerja lebih keras membangun jaringan
kerjasama, bukan saja dengan lembaga keuangan syari’ah tetapi juga ke dalam berbagai institusi bisnis dan simpul-simpul ekonomi lainnya.
Tegas bahwa ketiga hal di atas akan mudah dilakukan melalui wadah FEBI. Geraknya akan terasa sulit jika statusnya masih prodi dan berada
dalam lingkup fakultas Syari’ah. Lebih dari itu, bagi Fakultas Syari’ah sendiri, keberadaan FEBI satu sisi menjadi signifikan dan menjadikannya
fakultas yang favorit, namun di sisi lain, Fakultas Syari’ah juga sulit mengem- bangkan keilmuannya. Konsentrasi pimpinan terpecah antara pengembangan
ekonomi Islam ataua hukum Islam. Bukankah sulit meraih kesuksesan di antara dua hal yang berada dalam satu genggaman. Intinya, dengan
lahirnya FEBI, fak. Syari’ah akan lebih fokus mengembangkan keilmuan hukum Islamnya sendiri.
Demikianlah. setiap orang ada zamannya. Setiap masa memiliki dinamikanya sendiri. Perkembangan ekonomi Islam di IAIN.SU saat
ini sedang dikendalikan oleh generasi keduanya. Lebih kurang 20 tahun generasi pertama berjuang, memperkenalkan ekonomi Islam, mengkaji
dan belajar secara otodidak. Prof. M. Yasir, Prof. Amiur dan dalam tingkat tertentu Prof. Nur A Fadhil, adalah al-sabiquna aal-awwalun dalam
pengembangan ekonomi Islam di IAIN.SU. Dari satu seminar ke seminar berikutnya, mereka belajar dan terus belajar. Kemudian apa yang mereka
peroleh di sampaikan hingga akhirnya ekonomi Islam mewujud dalam semua strata pendidikan. Padahal mereka tidak pernah belajar ekonomi
secara khusus, apalah lagi belajar ekonomi Islam. Hemat saya, bagi generasi pertama, keyakinan mendahului ilmu. Ekonomi Islam adalah
256
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
bagian dari ajaran Allah yang harus diperjuangkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan keseharian umat. Ekonomi Islam hakikatnya adalah
ekonomi ketuhanan.
Perbedaan dengan generasi pertama adalah, generasi kedua lahir dari rahim ekonomi Islam itu sendiri. Mereka adalah orang-orang yang
khusus belajar ekonomi Islam. Bahkan ada di antara mereka yang lahir dari rahim ekonomi konvensional lalu belajar dan mendalami ekonomi
Islam. Kelahiran FEBI sesungguhnya dibidani oleh generasi kedua. Mereka yang berada di kelompok ini adalah Sri Sudiarti, MA, Dr. M. Yafiz, Dr.
M. Ridwan, Dr. Andre Soemitra, Dr. Saparuddin, Isnaini Harahap, MA, Ahmad Syakir, MA, Zuhrinal M Nawawi, MA, Yusrizal, MSi, Nurlaila
Harahap, Hendra Harmain, SE, M.Pd, Sugianto, MA, Marliyah, MA, Hotbin Hasugian, M.Si dan beberapa nama lainnya. Tentu saja bimbingan
dan arahan dari generasi pertamanya, tidak dapat diabaikan. Justru semangat yang terus dialirkan generasi pertama inilah yang membuat
kerja besar mereka menjadi mungkin dan akhirnya berhasil.
Namun harus diakui, kerja besar melahirkan FEBI tidak berhasil tanpa dukungan dari berbagai pihak. Saya harus mencatat, dukungan
Rektor IAIN.SU Prof. Dr. Nur A Fadhil Lubis dan wakil-wakil rektor cukup besar. Saya merasakan betul dukungan yang beliau berikan dalam proses
kelahiran FEBI ini. Dalam beberapa pertemuan baik dalam acara Konsorsium Ekonomi Islam KEI, IAEI, MES atau pertemuan lainnya, IAIN.SU selalu
aktif, tidak saja lewat fisik tetapi juga melalui pemikiran. Tidak berlebihan, FEBI adalah prestasi besar yang ditorehkan Prof. Nur A Fadhil Lubis selama
menjabat sebagai rektor pada priode pertamanya. Bayangkan dari sekian UIN, IAIN, dan STAIN di Indonesia, hanya enam yang FEBI-nya diterima
Kemenag dan menjadi generasi pertama; IAIN Sumatera Utara, IAIN. Raden Fatah Palembang, IAIN. Walisongo Semarang, UIN Jogjakarta
dan UIN Makasar.
Sosok lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah keberadaan Drs. H. Syahman Sitompul, SE, Ak. Saat itu beliau menjadi Kabiro Ortala
Kemenag RI. Perhatiannya terhadap IAIN.SU tidak dapat dikatakan kecil. Ia memperlekukan IAIN.SU berbeda dengan kelima UIN-IAIN yang mendapatkan
FEBI. “Teror” beliaulah yang membuat proses alih status Prodi Ekonomi Islam itu menjadi mungkin. Tidak jarang, beliau sendiri yang membawa
surat atau bahan yang diperlukan untuk proses itu.
257
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
Garda terakhir yang menjadi kunci lahirnya FEBI adalah, keberadaan Dekan Fak. Syari’ah dan Ekonomi Islam, Dr. Saidurrahman, MA dan
seluruh pimpinan jurusan dan dosen-dosen di Fak. Syari’ah IAIN.SU. Kearifan dan kebijaksanaan sivitas akademika Fak. Syari’ah, pelepasan
Prodi Ekonomi Islam dan Prodi D III Perbankan Syari’ah akan berjalan mulus tanpa harus melahirkan konflik intern. Di beberapa UIN dan
IAIN. Pendirian FEBI ini menimbulkan masalah besar. Fakultas induknya, fak. Syari’ah tidak rela bahkan menolak untuk melepas mahasiswa dan
prodinya beralih ke FEBI atau FEB. Akhirnya konflik internal setidaknya perang dingin, menjadi tak terelakkan. Keputusan Dr. Saidurrahman
penting di saat banyak dekan yang bertahan pada prinsifnya. Pertanyaan besarnya adalah, Jika ekonomi Islam disapih, masihkan Fak. Syari’ah tetap
menarik bagi mahasiswa baru pada masa mendatang ? Dr. Saidurrahman tidak ragu sedikitpun. Justru ketika Ekonomi Islam di sapih, beliau merasa
tertantang untuk mengembangkan Fak. Syari’ah agar tetap besar. Bagi saya, pada taraf ini beliau berbeda dengan dekan-dekan syari’ah lainnya
di Indonesia.
Saya hanya ingin mengatakan, kelahiran FEBI sesungguhnya adalah berkat kerjasama semua pihak. Masih banyak nama lain yang kontribusinya
tidak kecil. Jujur harus diakui, kerelaan fakultas-fakultas lainnya, untuk menerima “adik” barunya sekaligus menjadi ikon bagi IAIN.SU adalah
sikap legowo dan kedewasaan yang pantas diacungkan jempol. Syukur alhamdulillah. Semua sivitas akademika IAIN.SU setuju dan legowo
untuk menjadikan ekonomi Islam sebagai pusat keunggulan IAIN.SU. ucapan terimakasih pantas diberikan kepada fakultas-fakultas senior
di IAIN.SU.
Kelahiran FEBI di lingkungan IAIN.SU merupakan hadiah terbesar di saat usia IAIN.SU menempuh angka 40 tahun. Semoga ekonomi Islam
mampu menjadi kiblat kajian ekonomi Islam di Asia. Dan itu ditentukan oleh kerjasama kita semua. Semoga.