Spiritualitas dan Etika: Kebutuhan Baru Bisnis Modern

3 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS Qur’an. Adapun pendiri mazhab tasawuf adalah Uways al-Qarni. Ia tinggal di Yaman. Walau tidak pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw, Hazrat Uways menerima ajaran-ajaran Islam melalui hati-nuraninya dan melaksanakan asas-asas yang diajarkan olehnya. Semasa hidupnya, Nabi pernah menyebutkan tentang Hazrat, “Saya merasakan napas Sang Maha Pengasih datang kepadaku dari arah Yaman. Haidar Baqir dalam buku saku Tasawuf mengatakan bahwa, sebagai- mana filsafat, tasawuf memiliki dua aspek: aspek teoritis nazhari dan aspek peraktis ‘amali. Aspek praktis tasawuf meliputi tata cara hubungan manusia terhadap dirinya sendiri, dunia dan Tuhan. Dalam aspek ini, tasawuf memiliki persamaan dengan etika – di samping perbedaannya dengan akhlak etika. Aspek praktis tasawuf ini disebut dengan sair wa suluk perjalanan dan perlintasan atau suluk saja. Dalam perjalanan tersebut ia memilik tahap maqam dan keadaan jiwa hal. 2 Sedangkan secara teoritis, tasawuf berkaitan dengan pemahaman tentang wujud, yakni tentang Tuhan, manusia dan alam semesta. Sebagai- mana di dalam filasafat ontologis wujud dipahami qua wujud sebagai wujud itu sendiri. yakni wujud sebagaimana adanya dan bukan sekedar sebagai atribut bagi keberadaan segala sesuatu, Tuhan, manusia, dan alam semesta selebihnya. Bedanya, filsafat mendasarkan argumentasinya pada prinsif-prinsif rasional, sedangkan tasawuf mengandalkan pada pencerahan intuitif isyraq, kasyf atau pengalaman perasaan spiritual zauq. Bahkan jika dikaitkan dengan penemuan mutakhir dalam riset mengenai otak, maka tasawuf bukan saja mengandalkan pada proses otak kanan, melainkan –melampaui proses yang bersifat seberal itu– ia mengandalkan pada hati qalb atau fu’ad. Kata spiritual berasal dari bahasa Inggris dan maknanya mirip untuk tidak mengatakan sama dengan tasawuf. Di samping kedua kata tersebut terdapat satu kata lagi yang maknanya berdekatan dengan tasawuf 2 Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf, Bandung: Arasy, 2005. Berkaitan dengan terminologi yang kerap dipakai dalam ilmu tasawuf dapat dilihat dalam bukunya, Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf untuk Kita Semua, Jakarta, Republika, 2013. Di dalam buku ini akan dikaji makna tasawuf, sufi, taubah, inabah, dan aubah, muhasabah, tafakkur, firar dan i’tisham, khalwat dan ‘uzlah, hal dan maqam, hati qalb, khauf dan khasyah, raja’, zuhud, wara’muraqabah, ikhlas, tawaddhu’, futuwwah, iradah, dll. 4 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS yaitu gnostisism. Berbeda dengan agnostik yang artinya tidak tahu dan ragu akan Tuhan. Kata gnostisism bermakna orang yang tahu tentang Tuhan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ini bermakna semangat, jiwa, sukma atau ruh. Kata spiritual di dalam bahasa Indonesia berarti berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan ruhani-batin. Kendatipun tasawuf memiliki kedekatan makna bahkan persamaan dengan spiritual, namun keduanya tidak sama. Seperti apa yang disebut oleh Najib Burhani, banyak kelompok humanis dan atheis yang memiliki kematangan spiritual dan mengajarkan pengalamannya kepada orang lain. Inilah yang disebut dengan lahirnya fenomena new age. Suatu zaman baru atau “konspirasi baru dalam melihat dunia” –istilah Marilyn Forguson-yang ditandai dengan pesatnya mistik spiritualitas dengan menawarakan pencapaian atau perhubungan diri manusia kepada sumber diri the source. Baik spiritualisme maupun tasawuf atau an islamic mysticism sama- sama memanfaatkan semacam potensi-potensi inner self diri lebih dalam, indera keenam, qalb, dan intuisi. Potensi-potensi itulah yang bisa memberikan makna tertentu dari suatu tindakan, enlightenment pencerahan, keindahan “to forge new paths, to find some fresh expression of meaning, something the “touches” us and that can guide us from within.” Tasawuf dengan spiritualitas non Islami tetap berbeda. Spiritualitas tidak mesti memiliki hubungan dengan Tuhan. Bisa saja sekedar berfungsi sebagai pelarian psikologis, obsesi dan kebutuhan rohaniyah sesaat, sekedar memenuhi ambisi untuk mencari keuntungan sementara. Di sinilah terjadi apa yang disebut dengan “korupsi” dan “komoditi” spiritual. Spiritual bukan lagi untuk penyadaran diri terhadap realitas manusia yang sesungguhnya dan membimbing diri untuk menikmati hidup ini sebagai tarian eksistensial. Ia juga dijajakan di pasar-pasar untuk memenuhi ambisi, obsesi dan selera sesaat konsumen. Maka sampai di sini, spiritualitas menjadi termatrialisasi. Jika dihubungkan dengan etika, pertanyaannya adalah apa perbedaan tasawwuf dengan etika? Tasawuf praktis –sebagai tasawuf- tidak pernah melepaskan perhatian pada hubungan manusia dengan Tuhan. Pembahasan tentang hubungan manusia dengan manusia lain dan dengan alam tak pernah lepas dari konsentrasi tasawuf dalam menyuburkan hubungan manusia dengan Tuhan. Selain itu, masih menurut Bagir, perbedaan 5 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS yang lebih esensial, berbeda dengan akhlak, Tasawuf bersifat dinamis. Ini terkait dengan berbagai tahap dan keadaan kejiawaan yang harus dilakoni dalam tahap demi tahap dan tingkat demi tingkat oleh setiap salik penempuh suluk. Dengan kata lain, tidak seperti akhlak, tasawuf meliputi juga disiplin yang bersifat dinamis, bukan saja disiplin dalam makna ketaatan terhadap sesuatu aturan yang baku, tetapi juga ketaatan terhadap suatu metode khas untuk mencapainya. Lalu apa yang dimaksud dengan spiritualitas bisnis ? Secara hakiki, bisnis merupakan urusan khas manusia. sebagai urusan khas manusia, bisnis menjaring semua orang tanpa terkecuali. Bisnis selalu berhubungan dengan apa yang paling bernilai atau yang paling berharga pada manusia. Hal yang bernilai dan berharga itu yang selalu ingin ditingkatkan kualitasnya tiada lain adalah hidup. Agar tetap hidup, terlebih agar hidupnya semakin bermutu atau semakin sejahtera, manusia tentu akan menggerakkan segala daya dan kemampuan yang dimiliki. Terkadang ia harus memergunakan berbagai taktik dan strategi untuk meningkatkan kualitas hidupnya, minimal mempertahankan hidupnya. Pada tataran ini, bisnis lalu merupakan verba, bukan nomina. Bisnis merupakan upaya manusia untuk menjauhi penderitaan atau kemelaratan dan mendekatkan diri kepada kenyamanan atau kesejahteraan ekonomis. Bisnis merupakan kata kerja, gerakan dari kemelaratan menuju kesejahteraan. Itulah hakikat bisnis. 3 Apakah yang menggerakkan manusia sehingga ia bekerja untuk meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik? penggerak itu bisa macam-macam. Ada yang bersumber dari dalam diri manusia tetapi bisa juga bersumber dari luar diri manusia. dengan bahasa yang berbeda, 3 Buku-buku yang membahas tentang tema-tema Spiritualitas Bisnis belum banyak terbit. Beberapa diantaranya dapat disebutkan; Gay Hendricks dan Kate Ludeman, The Corporate Mystic, Bandung, Kaifa, 2002. Danah Zohar dan Ian Marshall, SC, Spiritual Capital: Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis, Bandung: Mizan, 2005. Sanerya Hendrawan, Spiritual Management: From Personal Enlightenment Towards God Corporate Governance, Mizan, Bandung: 2009. Muhammad Gunawan Yasni, Ekonomi Sufistik, Adil dan Membahagiakan,Bandung: Mizan, 2007. Richard Branson, Screw Business as Usual, Berbuat Baik itu Bagus untuk Bisnis, Bandung: Kaifa, 2013. Muhammad Abdul Ghani, The Spirtualiuty in Business,Jakarta: Penerbit Pundi Aksara, 2005. Gay Hendricks, Five Wishes, Bandung: Kaifa, 2010. Joko Syahban, Berbisnis bersama Tuhan; Membentuk Spiritual Entrepreneur yang Melibatkan sang Maha Pemberi dalam Setiap Aktivitas Bisnisnya, Jakarta: Hikmah, 2008. Buku yang tidak dapat di abaikan adalah M.Quraish Shihab, Berbisnis dengan Allah, Lentera, 2008. 6 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS motivasi dalam diri manusia bisa berasal dari diri sendiri tetapi bisa juga dari orang lain. Jika kita mengikuti pelatihan motivasi, hakikatnya kita sedang dimotivasi oleh trainer, pelatih atau motivator. Akibatnya, kita bisa saja terbakar dan termotivasi. Namun setelah acara selesai, motivasi itupun kembali hilang. Ini menunjukkan bahwa motivasi yang berasal dari luar kendati perlu namun tidak terlalu signifikan. Motivasi itu sejatinya harus muncul dari dalam diri manusia. Penggerak yang terbaik itu adalah, jika ia muncul dari dalam diri manusia sendiri. manusia itu sendiri sebagaimana yang kerap dijelaskan para filosof, sebagai makhluk hidup, manusia ditentukan oleh adanya keinginan, hasrat, naluri, pikiran, kehendak dan kesadaran. Dengan kata lain, keinginan, hasrat, naluri, berpikir, kehendak bebas dan kesadaran mencirikan manusia sebagai makhluk hidup yang berbeda dengan makhluk-makhluk hidup lainnya. Dengan demikian, spiritualitas bisnis dalam makna tasawuf untuk bisnis, adalah sebuah dorongan yang bersumber dari dalam diri manusia yang termanifestasi dalam praktik bisnisnya. Pelakunya tidak saja berbuat sesuai dengan standar etika umum, namun lebih dari itu, laku bisnisnya sesungguhnya merupakan upaya menterjemahkan sifat dan asma Allah SWT. Ia tidak saja berbisnis untuk mencari keuntungan material semata, tetapi sudah bergerak untuk mencari kepuasan batin dan kedamaian jiwa. Aktivitas bisnis dilihat tidak lagi dari aspek horizontal tetapi dilihat dari aspek vertikal. Pertanyaan yang muncul dalam dirinya, tidak lagi apakah sebuah perilaku telah sesuai dengan ukuran moral dan benar secara hukum. Lebih dari itu pertanyaannya adalah, apakah aktivitas bisnisnya atau keputusan bisnisnya diridhai Allah atau tidak. Ia tidak lagi bertumpu pada akalnya tetapi mengacu pada suara hatinya yang selalu memancarkan kebenaran, kebaikan dan keindahan. Jadilah bisnis sebagai aktivitas yang bertujuan untuk memperkaya dan memperdalam spiritualitas diri. Singkatnya, keuntungan bisnis dilihat seberapa kaya ia dengan pengalaman spiritual bukan seberapa banyak keuntungan material. Wallahu a’lam bi al-sahwab.

2. Etika Bisnis dan The Corporate Mystic

Adalah Dr. Gay Hendricks dan Dr. Kate Goodeman dalam bukunya 7 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS yang cukup terkenal The Corporate Mystic, 4 menuliskan bahwa, pada pasar global nanti, anda akan menemukan orang-orang suci, mistikus atau sufi, di perusahaan-perusahaan besar atau organisasi-organisasi modern, bukan di wihara, biara, kuil, gereja atau masjid. 5 Jika prediksi Hendricks dan Goodeman di atas benar, tentu saja hal tersebut cukup mengejutkan kita. Bukankah selama ini kegiatan bisnis-tanpa bermaksud mengeneralisir-merupakan kegiatan yang sangat jauh dari nilai-nilai etika terlebih lagi nilai-nilai spritualitas. Ternyata gagasan Hendricks dan Goodeman ini bukan hanya sekedar gagasan apa lagi sekedar khayalan. Mark Moody, pimpinan senior di Shell, salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia telah mencoba gagasan tersebut. Ia memanggil seorang pendeta Budhha guna memberikan trapi spritual kepada 550 eksekutif perusahaan tersebut. Langkah ini diambilnya untuk meningkatkan kinerja karyawannya sekaligus membangun paradigma dalam perusahaannya agar lebih canggih dan menguntungkan. 6 The Corporate Mystic mendasarkan diri pada integritas, passing and compassion, dan nilai nilai mistik-spritual. Paling tidak ada dua belas karakteristik penting dari the corporate mystic yang harus diamalkan pemimpin perusahaan dan karyawannya jika perusahaannya ingin maju. 7 Sebagian diantaranya yang paling penting adalah: 4 Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Kaifa salah satu line Mizan. Buku ini diberi pengantar oleh Haidar Bagir. Lihat, Gay Hendricks dan Kate Ludeman, The Corporate Mystic, Sukses Berbisnis dengan Hati, terj. Fahmy Yamani, Bandung: Kaifa, 2002. 5 Pernyataan ini dikutip oleh Ahmad Najib Burhani dalam bukunya, Sufisme Kota. Buku ini sengaja ditulis dalam konteks merespon trend sufisme kota atau gerakan-gerakan sejenis di dunia kontemporer. Lihat, Ahmad Najib Burhani, Sufisme Kota,Jakarta: Serambi, 2001, h. 63. Bandingkan dengan Sukidi, New Age: Wisata Spiritual Lintas Agama, Jakarta: Gramedia, 2001. Lihat juga, Sukidi, Kecerdasan Spiritual, Jakarta: Gramedia, 2002. 6 Ibid., 7 Pokok-pokok pikiran Gay Hendirck dan Kate Ludeman telah diringkas oleh Haidra Bagir ketika memberi Kata Pengantar untuk buku tersebut. Lihat Haidra Bagir, “Dari Etika ke Mistisisme: Trend Baru Manajemen Perubahan, dalam, Gay Hendrick dan Kate Ludeman, The Corporate Mystic, h. Xi-xx. Ulasan panjangnya dapat dilihat di buku tersebut yang tertera dari halaman 1-23 yang isinya merupakan pengantar 12 ciri khas kepemimpinan.