DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS Nabi Daud As lahir di Bait Lahem Palestina sekitar 1085 SM dan

36 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS Nabi Daud As lahir di Bait Lahem Palestina sekitar 1085 SM dan

  waat di Qudus Yerussalem 1015 SM atau sekitar 1626 sebelum Hijrah. Pada masa mudanya, beliau adalah pengembala kambing ayahnya. Beliau memiliki keistimewaan dalam seni suara. Beliau dianugerahi Allah kitab Zabur yang dari segi bahasa berarti tulisan. Dalam Kitab perjanjian lama – sampai dewasa ini- adalah salah sat bagiannya yang dianggap sebagai bagian dari Zabur Nabi Daud AS. Beliau juga sangat pandai menggunakan ketapel. Keahliannya ini mengantar beliau berhasil membunuh Jalut sebagaimana dikisahkan oleh Al-Qur’an dalam Al- Baqarah:251. Sedangkan nabi Sulaiman adalah putra Nabi Daud As, yang merupakan Nabi dan Raja yang sangat agung. Beliau wafat sekitar 1975 sebelum hijrah.

  Pada ayat di atas, Allah SWT kembali menegaskan keistimewaan Nabi Daud As. Kalimat wa alanna lahu al-hadid (kami juga telah melunakkan untuknya besi) mengandung makna pengkhususan yakni bagi Nabi Daud as. Sementara ulama memahami pelunakan tersebut dalam arti besi yang sedemikian kukuh, dapat menjadi lunak di tangan Nabi Daud as. “besi menjadi seperti lilin atau adonan makanan, sehingga beliau tidak memerlukan api atau martil guna membentuk besi tersebut menjadi benda yang lebih bermanfaat, seperti membuat baju besi dan perisai yang dapat digunakan di dalam peperangan.

  Dalam konteks hari ini, kemampuan Nabi Daud As dalam melembutkan besi tanpa harus menggunakan besi atau martil sesungguhnya adalah metafor dari ilmu pengetahuan dan teknologi. IPTEK tidak saja akan memudahkan sesuatu tetapi lebih dari itu, IPTEK juga dapat membuat sesuatu memiliki nilai tambah. Produksi hakikatnya adalah membuat sesuatu memiliki nilai tambah. Sesuatu yang mungkin kurang berharga menjadi lebih berharga. Sesuatu yang kurang berdaya guna menjadi lebih berguna bahkan bisa melipatgandakan daya guna tersebut.

  Menurut M.A. Mannan, prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Bahkan dalam sistem kapitalis terdapat seruan untuk memproduksi barang dan jasa yang didasarkan pada asas kesejateraan ekonomi. Keunikan konsep Islam mengenai kesejateraan ekonomi terletak pada kenyataan bahwa hal itu tidak dapat mengabaikan pertimbangan kesejahteraan umum lebih luas menyangkut persoalan-persoalan tentang

  DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS

  moral, pendidikan, agama dan banyak hal-hal lainnya. Perbedaan konsep produksi dalam ekonomi Islam dan ekonomi kapitalis, lebih jelas ketika M.A. Mannan membahas tentang faktor-faktor produksi. Ia menyebut unsur-unsur yang menjadi faktor produksi tidak berbeda dengan apa yang ada di dalam konsep ekonomi kapitalis. Pembedaan tampaknya terletak pada pemaknaan unsur-unsur tersebut.

  Pertama, Tanah. Islam mengakui tanah sebagai satu faktor produksi tetapi tidak setepat dalam arti sama yang digunakan di zaman mod- ern. Dalam tulisan klasik, tanah yang dianggap sebagai faktor produksi penting mencakup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses produksi, umpamanya permukaan bumi, kesuburan tanah, sifat- sifat sumber daya udara, air, mineral dan seterusnya. Memang benar tidak ada bukti bahwa Islam tidak menyetujui definisi ilmu ekonomi modern Islam mengakui tanah sebagai faktor produksi, ia hanya mengakui diciptakannya manfaat yang dapat memaksimalkan kesejahteraan ekonomi masyarakat – suatu kesejahteraan yang memperhatikan prinsip- prinsip dasar etika ekonomi. Kedua, Tenaga Kerja. Islam tidak pernah memandang buruh karena statusnya menjadi rendah dan karenanya dapat diperlakukan semena-mena. Relasi buruh dan majikan harus mengacu pada nilai-nilai syari’at Islam. Majikan harus memperhatikan perkembangan jiwa, emosi dan kehidupan sosial para buruh. Majikan harus membayar upah buruhnya sebelum kering keringatnya. Sebaliknya buruh harus memberikan hasil kerja yang maksimal sebagai konsekuensi kontrak yang telah disepakati bersama. Ketiga, modal. Aturan di dalam konsep ekonomi Islam dalam hal bunga sangat jelas. Modal harus bebas dari bunga. Bunga tidak diperkenankan memainkan pengaruhnya yang merugikan pekerja, produksi dan distribusi.

  Alquran sesungguhnya sangat memperhatikan masalah produksi ini. Afzalur Rahman mengatakan, “mengingat produksi merupakan bagian yang paling berarti dalam menentukan kemakmuran suatu bangsa dan taraf penghidupan penduduknya, Alquran meletakkan penekanan yang sangat besar atas produksi kekayaan. Banyak contoh dapat diberikan, baik dari Alquran maupun sunnah, yang menunjukkan betapa kaum muslim dianjurkan agar bekerja keras dalam memproduksi harta benda agar mereka tidak gagal atau ketinggalan dari orang lain dalam memperjuangkan keberadaan mereka.