FEBI dan Kado Besar 40 Tahun IAIN.SU

7. FEBI dan Kado Besar 40 Tahun IAIN.SU

  Perayaan 40 Tahun IAIN.SU (19 November 1973-19 November 2013) menjadi istimewa dengan lahirnya Fakultas baru, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (disingkat FEBI). Tidak terpikirkan sebelumnya, selama

  40 Tahun IAIN.SU dan juga IAIN-IAIN lainnya hanya berkutat di 4 atau

  5 Fakultas saja; Fakultas Tarbiyah, Fakultas Syari’ah, Fakultas Dakwah, Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Adab untuk sebagian IAIN. Seolah- olah tidak ada ilmu baru yang bisa dikembangkan. Lebih parah dari itu, kesan yang muncul, ilmu-ilmu agama hanya berputar-putar diwilayah empat atau lima bidang saja. Wajarlah, menurut sebagian kecil orang memandang IAIN dan lulusannya tidak bisa berkembang. Tidak bisa memasuki wilayah-wilayah yang profan. Jika tidak menjadi guru agama, pendakwah dan tukang do’a. Paling-paling jadi birokrat dalam bidang agama dan bekerjanya di kementerian agama. Sedikit lebih baik dari itu menjadi hakim agama.

  Sebenarnya, melalui PMA No 14 tentang 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja IAIN.SU sudah ada pengembangan ilmu-ilmu keagamaan yang selama ini berada di dalam kelolaan IAIN.SU. Setidaknya itu terlihat pada perubahan nama Fakultas. Misalnya, Fakultas Syari’ah berubah menjadi Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam. Fakultas Tarbiyah berubah menjadi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Fakultas Dakwah berubah menjadi Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Adapun Fakultas Ushuluddin masih memakai nama lama. Namun harus jujur diakui, sampai saat ini perubahan signifikan sebagai akibat dari perubahan nama fakultas itu belumlah tampak. Agaknya perlu waktu sedikit panjang bagi fakultas untuk memberi respon positif dan kreatif terhadap perubahan nama itu. Apapun itu, tetap saja IAIN.SU memiliki empat Fakultas. Sama seperti pertama sekali ia didirikan.

  Kehadiran FEBI sebagai fakultas termuda membuat wajah IAIN.SU berubah. IAIN.SU seakan mendapat energi baru dan darah segar untuk lebih berperan dalam kehidupan bangsa dan negara. Lewat FEBI, IAIN.SU akan memasuki wilayah yang selama ini diyakini –setidaknya bagi sebagian besar umat- bukan bagian dari ajaran agama. Bukankah sudah lama umat ini dikotori dengan pemikiran sekuler, bahwa persoalan ekonomi bukanlah persoalan keagamaan. Ekonomi dipahamai hanya berurusan dengan kebutuhan duniawi-fisik-material semata. Kelangkaan barang

  254 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS dan cara mengatasinya. Ekonomi dimengerti hanya bertautan dengan

  produksi, konsumsi dan distribusi. Ekonomi absen dan terisolasi dari persoalan ketuhanan. Ekonomi tidak berhubungan sama sekali dengan keyakinan dan moralitas. Ekonomi menolak keterlibatan Allah SWT. Sebagai akibatnya, manusia tidak pernah menemukan kebahagiaan yang hakiki karena tercerabut dari asalnya.

  Penting diingat, kehadiran FEBI bukanlah “hadiah” yang didapatkan begitu saja dari Kementerian Agama. FEBI sesungguhnya merupakan hasil dari sebuah perjuangan panjang setidaknya dari tahun 1993. Di saat PTAI lainnya di Indonesia masih tertidur pulas, IAIN.SU dengan bermodalkan keberanian, berhasil menggelar acara Seminar dan Workshop Ekonomi Islam bekerja sama dengan Universitas Islam antar Bangsa Malaysia. Persitiwa itu sesungguhnya menjadi tonggak bersejarah bagi kajian ekonomi Islam di IAIN.SU khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Acara ini digelar bukannya tanpa hambatan. Tidak saja dari pemerintah yang masih fobi dengan bau Islam tetapi juga dikalangan cendikiawan muslim sendiri. Kendati jumlahnya kecil. Resiko siap menghadang di tengah jalan. Namun karena niat pimpinan dan dosen-dosen IAIN.SU saat itu, seperti Drs. H. Nazri Adlani, Prof. Amiur Nuruddin, Prof. M.Yasir Nasution dan tokoh-tokoh lainnya, Seminar itu sukses diselenggarakan.

  Sejak saat itulah IAIN.SU memantapkan dirinya untuk mengembangkan kajian ekonomi Islam dengan melakukan terobosan-terobosan yang tidak biasa. Mulai dari penyelenggaraan pendidikan dan latihan, membuka program studi Manajemen Perbankan Syari’ah Diploma II yang kemudian berubah menjadi Diploma III. Tanpa harus menunggu izin dari kementerian agama, Fakultas Syari’ah membukan program Strata 1 (S1). Harus dikatakan, keputusan membukan S1 Ekonomi Islam adalah keputusan gila. Tidak ada izin yang dikantongi kecuali persetujuan lisan dari pejabat kemenag yang tentu tidak bisa dijadikaan dasar hukum. Lagi-lagi Allah al-musta’aan (maha penolong), akhirnya Prodi tersebut mendapatkan izin resmi dari Kemenag RI. Tanpa menyisakan masalah. Selang dua tahun berikutnya dibukalah program S2 (Magister) di PPS dan diikuti dengan program S3 (Doktor) dalam bidang ekonomi Islam.

  Berhentikah perjuangan IAIN.Su dalam pengembangan ekonomi Islam ? tentu saja tidak. Secara kelembagaan, posisi Prodi Ekonomi Islam yang berada di Fakultas Syari’ah dipandang tidak ideal. Masalahnya

  DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS

  bukan dari sisi epistemologik keilmuannya. Ada tiga hal yang membuat posisi Prodi Ekonomi Islam tidak terlalu menguntungkan jika berada di Fak. Syari’ah. Pertama, pengembangan keilmuan ekonomi Islam yang berjalan lambat. Ekonomi Islam harus berbeda dan memang berbeda dari Mu’amalat atau hukum ekonomi (bisnis). Kedua, daya serap pasar terhadap alumni. Status lulusan Fakultas Syari’ah Prodi Ekonomi Islam dengan lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam dengan Prodi Akuntansi Syari’ah, untuk menyebut contoh, tentu berbeda. Bukan saja dari sisi penyebutannya tetapi juga menyangkut otoritas dan identitasnya. Ketiga, pengembangan jaringan keilmuan dan kelembagaan. FEBI tidak bisa bersunyi-sunyi dengan dirinya sendiri. Lebih-lebih jika FEBI mengisolasi dan menutup diri. FEBI harus bekerja lebih keras membangun jaringan kerjasama, bukan saja dengan lembaga keuangan syari’ah tetapi juga ke dalam berbagai institusi bisnis dan simpul-simpul ekonomi lainnya.

  Tegas bahwa ketiga hal di atas akan mudah dilakukan melalui wadah FEBI. Geraknya akan terasa sulit jika statusnya masih prodi dan berada dalam lingkup fakultas Syari’ah. Lebih dari itu, bagi Fakultas Syari’ah sendiri, keberadaan FEBI satu sisi menjadi signifikan dan menjadikannya fakultas yang favorit, namun di sisi lain, Fakultas Syari’ah juga sulit mengem- bangkan keilmuannya. Konsentrasi pimpinan terpecah antara pengembangan ekonomi Islam ataua hukum Islam. Bukankah sulit meraih kesuksesan di antara dua hal yang berada dalam satu genggaman. Intinya, dengan lahirnya FEBI, fak. Syari’ah akan lebih fokus mengembangkan keilmuan hukum Islamnya sendiri.

  Demikianlah. setiap orang ada zamannya. Setiap masa memiliki dinamikanya sendiri. Perkembangan ekonomi Islam di IAIN.SU saat ini sedang dikendalikan oleh generasi keduanya. Lebih kurang 20 tahun generasi pertama berjuang, memperkenalkan ekonomi Islam, mengkaji dan belajar secara otodidak. Prof. M. Yasir, Prof. Amiur dan dalam tingkat tertentu Prof. Nur A Fadhil, adalah al-sabiquna aal-awwalun dalam pengembangan ekonomi Islam di IAIN.SU. Dari satu seminar ke seminar berikutnya, mereka belajar dan terus belajar. Kemudian apa yang mereka peroleh di sampaikan hingga akhirnya ekonomi Islam mewujud dalam semua strata pendidikan. Padahal mereka tidak pernah belajar ekonomi secara khusus, apalah lagi belajar ekonomi Islam. Hemat saya, bagi generasi pertama, keyakinan mendahului ilmu. Ekonomi Islam adalah

  256 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS bagian dari ajaran Allah yang harus diperjuangkan dan diaktualisasikan

  dalam kehidupan keseharian umat. Ekonomi Islam hakikatnya adalah ekonomi ketuhanan.

  Perbedaan dengan generasi pertama adalah, generasi kedua lahir dari rahim ekonomi Islam itu sendiri. Mereka adalah orang-orang yang khusus belajar ekonomi Islam. Bahkan ada di antara mereka yang lahir dari rahim ekonomi konvensional lalu belajar dan mendalami ekonomi Islam. Kelahiran FEBI sesungguhnya dibidani oleh generasi kedua. Mereka yang berada di kelompok ini adalah Sri Sudiarti, MA, Dr. M. Yafiz, Dr. M. Ridwan, Dr. Andre Soemitra, Dr. Saparuddin, Isnaini Harahap, MA, Ahmad Syakir, MA, Zuhrinal M Nawawi, MA, Yusrizal, MSi, Nurlaila Harahap, Hendra Harmain, SE, M.Pd, Sugianto, MA, Marliyah, MA, Hotbin Hasugian, M.Si dan beberapa nama lainnya. Tentu saja bimbingan dan arahan dari generasi pertamanya, tidak dapat diabaikan. Justru semangat yang terus dialirkan generasi pertama inilah yang membuat kerja besar mereka menjadi mungkin dan akhirnya berhasil.

  Namun harus diakui, kerja besar melahirkan FEBI tidak berhasil tanpa dukungan dari berbagai pihak. Saya harus mencatat, dukungan Rektor IAIN.SU Prof. Dr. Nur A Fadhil Lubis dan wakil-wakil rektor cukup besar. Saya merasakan betul dukungan yang beliau berikan dalam proses kelahiran FEBI ini. Dalam beberapa pertemuan baik dalam acara Konsorsium Ekonomi Islam (KEI), IAEI, MES atau pertemuan lainnya, IAIN.SU selalu aktif, tidak saja lewat fisik tetapi juga melalui pemikiran. Tidak berlebihan, FEBI adalah prestasi besar yang ditorehkan Prof. Nur A Fadhil Lubis selama menjabat sebagai rektor pada priode pertamanya. Bayangkan dari sekian UIN, IAIN, dan STAIN di Indonesia, hanya enam yang FEBI-nya diterima Kemenag dan menjadi generasi pertama; IAIN Sumatera Utara, IAIN. Raden Fatah Palembang, IAIN. Walisongo Semarang, UIN Jogjakarta dan UIN Makasar.

  Sosok lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah keberadaan Drs. H. Syahman Sitompul, SE, Ak. Saat itu beliau menjadi Kabiro Ortala Kemenag RI. Perhatiannya terhadap IAIN.SU tidak dapat dikatakan kecil. Ia memperlekukan IAIN.SU berbeda dengan kelima UIN-IAIN yang mendapatkan FEBI. “Teror” beliaulah yang membuat proses alih status Prodi Ekonomi Islam itu menjadi mungkin. Tidak jarang, beliau sendiri yang membawa surat atau bahan yang diperlukan untuk proses itu.

  DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS

  Garda terakhir yang menjadi kunci lahirnya FEBI adalah, keberadaan Dekan Fak. Syari’ah dan Ekonomi Islam, Dr. Saidurrahman, MA dan seluruh pimpinan jurusan dan dosen-dosen di Fak. Syari’ah IAIN.SU. Kearifan dan kebijaksanaan sivitas akademika Fak. Syari’ah, pelepasan Prodi Ekonomi Islam dan Prodi D III Perbankan Syari’ah akan berjalan mulus tanpa harus melahirkan konflik intern. Di beberapa UIN dan IAIN. Pendirian FEBI ini menimbulkan masalah besar. Fakultas induknya, fak. Syari’ah tidak rela bahkan menolak untuk melepas mahasiswa dan prodinya beralih ke FEBI atau FEB. Akhirnya konflik internal setidaknya perang dingin, menjadi tak terelakkan. Keputusan Dr. Saidurrahman penting di saat banyak dekan yang bertahan pada prinsifnya. Pertanyaan besarnya adalah, Jika ekonomi Islam disapih, masihkan Fak. Syari’ah tetap menarik bagi mahasiswa baru pada masa mendatang ? Dr. Saidurrahman tidak ragu sedikitpun. Justru ketika Ekonomi Islam di sapih, beliau merasa tertantang untuk mengembangkan Fak. Syari’ah agar tetap besar. Bagi saya, pada taraf ini beliau berbeda dengan dekan-dekan syari’ah lainnya di Indonesia.

  Saya hanya ingin mengatakan, kelahiran FEBI sesungguhnya adalah berkat kerjasama semua pihak. Masih banyak nama lain yang kontribusinya tidak kecil. Jujur harus diakui, kerelaan fakultas-fakultas lainnya, untuk menerima “adik” barunya sekaligus menjadi ikon bagi IAIN.SU adalah sikap legowo dan kedewasaan yang pantas diacungkan jempol. Syukur alhamdulillah. Semua sivitas akademika IAIN.SU setuju dan legowo untuk menjadikan ekonomi Islam sebagai pusat keunggulan IAIN.SU. ucapan terimakasih pantas diberikan kepada fakultas-fakultas senior di IAIN.SU.

  Kelahiran FEBI di lingkungan IAIN.SU merupakan hadiah terbesar di saat usia IAIN.SU menempuh angka 40 tahun. Semoga ekonomi Islam mampu menjadi kiblat kajian ekonomi Islam di Asia. Dan itu ditentukan oleh kerjasama kita semua. Semoga.