Meniru Allah yang Al-Mughni dan Al-Ghaniy

1. Meniru Allah yang Al-Mughni dan Al-Ghaniy

  S Qur’an terulang sebanyak 20 kali. Dua kali merujuk kepada manusia

  alah satu sifat Allah adalah al-ghaniy yang bermakna kaya. Allah juga disebut dengan al-mughniy yang berarti pemberi kekayaan (yang mengayakan). Kata al-ghaniyy di dalam Al-

  dan selebihnya berkaitan dengan sifat Allah SWT. Sebenarnya arti asal dari ghaniyy adalah cukup. Di dalam surat Al-Taubah ayat 28 Allah SWT berfirman. Jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti yang akan memberi kecukupan kepadamu dari karuniayanya. Jika ia menghendaki. 1

  Menarik untuk dicermati ternyata ghaniy yang berarti kaya, tidak terbatas hanya pada kekayaan yang bersifat material. Tetapi juga mencakup kekayaan non material atau apa yang dikenal dengan kekayaan jiwa. Nabi pernah bersabda, “Bukannya ghina (kekayaan) dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati (jiwa).

  Meneladani sifat ghaniy Allah menuntut kita untuk mencari harta secukupnya atau sebanyak-banyaknya, kendati ukuran kepuasaan sebenarnya tidak mengenal titik henti. Untuk itu kita tidak hanya disuruh menjadi ghaniy tetapi juga harus mughniy (memberi kekayaan). Artinya, memiliki harta yang banyak tidaklah berarti untuk dinikmati sendiri tetapi bagaimana kita dapat berbagi dengan orang lain.

  Sampai di sini kita menemukan relevansi ajaran Islam tentang ZISWAF (zakat, infaq, sadaqah dan wakaf) adalah dalam konteks meneladani

  1 M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi: Asma’ al-Husna dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2004, h. 396-400.

  DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS

  sifat Allah yang maha mughni. Berinfaq atau bersadaqah bermakna membagi kekayaan atau mendistribusikan pendapatan kepada orang lain. Bahkan lebih dari itu, tingkatan yang paling tinggi adalah, ketika infaq, sadaqah dan wakaf adalah media untuk memberdayakan orang lain.

  Kehidupan Rasulullah

  Bagaimana sebenarnya kehidupan Rasul SAW ? Apakah Nabi Muhammad SAW termasuk orang kaya atau tidak ? Jujur harus diakui, keyakinan sebagian umat Islam selalu menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai orang miskin. Riwayat-riwayat yang mengatakan, kerap sahabat melihat badan Rasul berbekas karena tidur di atas papan keras, di pelepah kurma dan sebagainya, cukup menunjukkan keadaan Rasul yang miskin.

  Rasul yang miskin juga kerap ditunjukkan dengan do’a yang disebut- sebut sebagai ajaran Rasul. Bunyinya, allahumma ahyina miskinan wa amitna miskinan wahsyurna yaum al-qiyamati ma’a al-masakin (Ya Allah, hidupkan aku dalam keadaan miskin, matikan aku dalam keadaan miskin dan kumpulkan aku pada hari kiamat nanti bersama orang-orang miskin). Hadis yang menurut sebagian ulama lemah ini, dipahami sebagai bukti bahwa Rasul tidak saja miskin tetapi juga mencintai kemiskinan itu. Tidak kalah menariknya, beberapa pakar menyebutkan, sejarah sebenarnya tidak pernah menginformasikan kepada kita bahwa Rasul pernah memiliki harta yang sangat berlimpah. Justru sebaliknya, istrinya pernah mengeluh akibat sulitnya kehidupan material mereka, sampai-sampai Rasul mem- persilahkan mereka hidup sederhana atau diceraikan secara baik. 2

  Pada sisi lain, kita juga menemukan beberapa riwayat yang menunjukkan betapa Rasul telah menabuh gendering perang dengan kemiskinan dan kefakiran. Rasul pernah berdo’a yang isinya meminta perlindungan dari kemiskinan dan kekufuran. Misalnya do’a Nabi , Allahumma inni ‘azubika min al-kufr wal-faqr (Ya Allah Sungguh aku berlindung kepadaMu dari segala jenis kekufuran dan kefaqiran). Hadis ini diriwayatkan oleh Al-baihaqi dan Al-Hakim. Ada juga hadis Nabi yang berkenaan dengan Sa’ad bin Abi Waqqash yang berbunyi, Inna Allah yuhub al-’abda al-

  2 Berkenaan dengan hal ini dapat dilihat pada surat Al-Ahzab : 28.