DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS pada bagian ini akan diperbincangkan hal-hal yang berkaitan dengan

86 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS pada bagian ini akan diperbincangkan hal-hal yang berkaitan dengan

  larangan riba, larangan mengurangi timbangan, memberi infaq dan sadaqah, kewajiban membayar zakat dan lainnya. Tema-tema ini memiliki landasn nash yang jelas di dalam Al-Qur’an. Berangkat dari perspektif yang ketiga ini, seolah-olah ketika bicara tentang ekonomi Islam sama artinya berbicara tentang apa yang boleh dan apa yang terlarang.

  Keempat, ekonomi Islam hanya dilihat dari kelembagaan atau industri, seperti perbankan syari’ah, asuransi syari’ah, pegadaian syari’ah, hotel syari’ah dan industri lainnya. Bahkan belakangan ini isu-isu ekonomi Islam yang dipandang penting dan perlu mendapat perhatian yang lebih luas lagi adalah berkaitan dengan citizen finance, lembaga keuangan mikro seperti BMT, Koperasi Syari’ah, yang mulai menunjukkan geliatnya sedemikian rupa. Bahkan beberapa kasus di Jawa, keberadaan BMT yang dikelola Pinbuk lebih dapat diterima dibanding dengan BPRS itu sendiri. 3

  Dari penjelasan sederhana di atas, jelas terlihat bahwa ekonomi Islam itu sebenarnya sangat luas. Tampak juga bahwa perbankan syari’ah hanyalah sub dari sebuah sistem ekonomi yang besar. Begitu besarnya, hampir tidak ada persoalan kehidupan ini yang tidak bersentuhan dengan masalah ekonomi. Sekali lagi, adalah keliru jika ada yang menyempitkan makna ekonomi Islam hanya berhubungan dengan industri keuangan seperti perbankan.

  Di antara hal yang perlu kita luruskan berkaitan dengan munculnya kesan, berekonomi Islam dimaknakan dengan berinteraksi dengan perbankan syari’ah, menjadi nasabah apakah sebagai shahib al-mal (penabung) atau sebagai mudharib (pihak ketiga). Padahal terlibat di dalam ekonomi Islam tidak bisa dibuktikan dengan ATM salah satu bank syari’ah. Walaupun berinteraksi dengan lembaga perbankan syari’ah tetap niscaya namun tidak boleh dijadikan satu-satunya ukuran. Lebih parah lagi, jika ada yang mendefinisikan berekonomi Islam sama dengan menggunakan produk

  3 Berturut-turut sejak tahun 2006 sampai 2007 Gatra menurunkan edisi khusus lebaran yang memuat tentang perkembangan ekonomi Syari’ah di Indonesia dari

  segala segi. Lebih luas lihat, tahun 2006 dengan judul, Spirit Ekonomi Islam dan pada tahun 2007, Booming Bisnis Syari’ah. Menariknya laporan ini tidak saja memuat institusi bisnis yang berkembang tetapi juga memuat tentang tokoh atau pengusaha yang berhasil.

  DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS

  yang di buat oleh orang Islam, berbelanja di warung atau super market milik orang Islam dan selainnya menjadi terlarang. Pada hal berekonomi syari’ah menghendaki maknanya yang utuh dan komprehensif (kaffah).

  Aktivitas ekonomi kita sehari-hari sejatinya harus dilihat sebagai bagian dari aktivitas ekonomi yang harus sesuai dengan konsep ekonomi Islam. Bagaimana pola konsumsi yang kita terapkan baik dalam kehidupan pribadi atau berumahtangga (ekonomi rumah tangga), haruslah berdasarkan syari’ah. Bagaimana kita memanfa’atkan sumber daya yang ada pada kita, apakah sudah sesuai dengan ekonomi Islam atau belum. Demikian juga halnya ketika kita membayar zakat, mendayagunakannya, sejatinya adalah bagian dari praktik ekonomi Islam. Demikian pula halnya dengan praktik wakaf juga harus dilihat sebagai bagian dari aktivitas ekonomi.

  Lepas dari semua itu, kekeliruan yang disebut di atas, tidaklah semata- mata disebabkan kesalahan masyarakat. Sepertinya, penyebab munculnya kekeliruan itu didasarkan atas sikap sebagian ulama kita, ustaz dan da’i yang ketika menjelaskan Islam cenderung masih terpecah-pecah. Lebih parah dari itu, dimensi ibadah lebih kuat dibanding dari sisi mu’amalahnya. Dengan kata lain, Islam hanya dijelaskan dari dimensi ibadah semata dan tidak berkaitan sama sekali dengan persoalan mu’amalat apa lagi politik, sosial dan budaya. Beban ini juga harus dipikul perguruan tinggi Agama Islam itu sendiri. Bagaimana mungkin dalam waktu yang relative panjang, ternyata Islam telah dijelaskan, dikaji dan dibahas tidak secara komprehensif. Islam masih dipahami parsial dan terpilah-pilah. Islam tidak diuraikan sebagai sebuah konsep universal. Padahal kata al-Jami’ah sebagai arti dari Universitas sudah lama dikenal. Hal itu seharusnya menjadi bukti universal keilmuan Islam.

  Setelah kita memperbincangkan makna ekonomi Islam, diskusi berikutnya adalah berkaitan dengan ketahanan ekonomi masyarakat. Sebelum berbicara tentang ketahanan ekonomi masyarakat, satu pertanyaan mendasar penting untuk diajukan. Apakah ekonomi Islam dapat bertahan dari gempuran krisis keuangan global. Tahun 2008 kendati menjadi tahun krisis dalam perjalanan ekonomi dunia, namun bagi ekonomi Islam, tahun itu memiliki makna tersendiri. Masyarakat dunia semakin yakin, bahwa ekonomi Islam memiliki ketahanan terhadap gempuran krisis global. Mengapa bisa terjadi? jawabnya bisa dilihat dari tiga perspektif. Pertama, Ekonomi Islam menolak sistem bunga dari segala bentuk transaksi