Mempertanyakan Spiritualitas para Bankir
18
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
FAST fathanan, amanah, siddiq dan tabligh yang diderivasi dari sifat mulia Rasul dapat diteladani.
12
Jelaslah bahwa salah satu hal yang membedakan bank syari‘ah dengan bank konvensional adalah budaya kerja. Untuk itu menurut
Antonio setiap bankir syari‘ah harus memiliki akhlak yang baik seperti sifat siddiq dan amanah yang dilengkapi dengan profesionalitas kerja.
Demikian pula halnya dalam hal reward and punishment diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syari‘ah.
Tanpa bermaksud menjustifikasi prilaku bankir yang seringkali menabrak etika, menurut informasi Adiwarman A Karim ada penelitian
yang dilakukan oleh Gallup Poll pada tahun 1983 di Amerika Serikat yang menempatkan para bankir pda urutan ke-8 dari 26 jenis profesi
dalam hal kejujuran dan standar etika kerja. Selanjutnya pada tahun 1966 Harris Poll melaporkan 55 responden menaruh rasa hormat
kepada para pemimpin bisnis, namun pada tahun 1988 hanya tinggal 20 . Survei lain dilakukan oleh Yakelonvich, Skelly dan White Poll pada
tahun 1968 bahwa 70 responden meyakini para pelaku bisnis berusaha menyeimbangkan antara mencari motif keuntungan dengan motif
kepentingan publik, tetapi pada tahun 1978 hanya tinggal 15 . Sementara New York Times Poll yang dilaksanakan pada tahun 1986 melaporkan
55 responden meyakini sebagian besar eksekutif perusahaan adalah orang yang tidak jujur.
13
Data-data di atas setidaknya menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang terus berlangsung berkenaan dengan etika dan budaya kerja para
pemimpin bisnis. Dengan kata lain sampai tahun 1980-an kecenderungan dunia bisnis termasuklah di dalamnya dunia perbankan, dapat dikatakan
semakin tidak memperdulikan nilai-nilai etika dan budaya kerja yang positif.
Untuk itu para pelaku bisnis termasuklah di dalamnya bisnis perbankan, seharusnya memperhatikan masalah ini dengan serius. Terlebih lagi
para bankir Islam. Jika bankir konvensional saja ditunut agar menjunjung etika perbankan dan budaya kerja yang luhur, maka bankir syari‘ah
12
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 29-34.
13
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 165
19
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
sejatinya juga harus memiliki hal yang sama. Bahkan tuntutannya jauh lebih besar, karena bankir syari‘ah di samping dituntut oleh profesinya
untuk menunjukkan budaya kerja yang baik, status lembaga bisnis Islam juga menuntutnya memiliki nilai lebih. Kegagalan menunjukkan
budaya kerja yang baik, tidak saja menyebabkan lembaga bisnis yang dikelolanya akan ditinggalkan nasabahnya tetapi yang lebih berat lagi
ia tidak akan dipercaya lagi. Bahkan lebih dari itu ia dianggap turut menciderai lembaga bisnis Islam. Masalahnya sekarang adalah bagaimana
seharusnya etika kerja yang dipraktekkan bankir Islam tersebut.
Bank Lembaga Amanah Sejatinya bank adalah lembaga kepercayaan. Masyarakat harus
percaya bahwa simpanannya akan aman di bank tersebut. Tentu saja kepercayaan masyarakat sangat erat kaitannya dengan perilaku kehidupan
bankir bank. Artinya, para bankir harus menunjukkan etika yang sesuai dengan profesinya.
Di antara faktor yang paling menentukan dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat terletak pada etika yang ditampakkan oleh
bankirnya dalam kegiatan bisnis perbankan sehari-hari. Disinilah pentingnya etika perbankan yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis perbankan. Etika
perbankan didefinisikan sebagai suatu kesepakatan para bankir yang merupakan suatu norma sopan santun dalam menjalankan usahanya,
dan merupakan prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai values mengenai hal-hal yang dianggap baik dan mencegah yang tidak baik.
Syed Nawab Haider Naqvi menyebutkan landasan-landasan etik yang harus dimiliki setiap praktisi ekonomi Islam bankir Islam yang
berlandaskan empat prinsip pokok, tauhid, keseimbangan, kehendak bebas dan pertanggungjawaban.
14
Muhammad Yusuf Al-Qardhawi juga menjelaskan bahwa di dalam Islam aktivitas ekonomi tidak pernah
berpisah dari etika. Prinsif etik yang ditawarkannya adalah tauhid, istikhlaf, keseimbangan dan keadilan. Bahkan lebih dari itu, dalam
aktivitas ekonomi yang lebih luas, Qardhawi bahkan merincinya lebih
14
Syed Nawab Haidar Naqvi, Etiak dan Ilmu Ekonomi: Suatu Sistem Islami, Bandung: Mizan, 1985, h. 7.
20
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
jauh yaitu etika dalam bidang produksi, konsumsi dan distribusi, tiga aktivitas pokok dalam kegiatan ekonomi.
15
Adiwarman A Karim menyebut setidaknya ada enam etika yang harus dimiliki para Bankir. Pertama, etika untuk selalu menyampaikan
yang benar jujur. Kedua, etika untuk dapat dipercaya. Ketiga, etika untuk mengerjakan sesuatu dengan ikhlas. Keempat, etika menjunjung
tinggi persaudaraan. Kelima, etika untuk menguasai ilmu pengetahuan. Keenam, etika untuk selalu berlaku adil.
16
Mahmoedin juga menjelaskan beberapa prinsif etika perbankan yang harus dimiliki para bakir. Prinsip tersebut adalah, Prinsip kepatuhan
peraturan, Prinsip kerahasiaan, Prinsip kebenaran pencatatan, Prinsip kesehatan persaingan, Prinsip kejujuran wewenang, Prinsip keselarasan
kepentingan, Prinsip keterbatasan keterangan, Prinsip kehormatan profesi, Prinsip pertanggungjawaban sosial, Prinsip persamaan perlakuan,
Prinsip kebersihan pribadi.
Etika bankir yang diuraikan di atas, bagaimanapun pentingnya, namun masih normatif dan belum praktis. Tugas selanjutnya adalah
menterjemahkan nilai-nilai tersebut dalam bentuk yang lebih aplikatif. Agaknya kita perlu melihat teori-teori yang dikembangkan ahli-
ahli etika kontemporer. Studi yang dilakukan oleh Bobbi De Porter dan Mike Hernacki dalam Quantum Bisnisnya, menunjukkan bahwa bisnis
yang etis dan sehat akan memajukan perusahaan. Setidaknya menurut mereka ada delapan kunci karakter yang harus dimiliki para pebisnis,
hidup dalam integritas, mengakui bahwa kegagalan membawa keberhasilan, bicara dengan niat baik, tidak menghayal dan harus merasa hidup saat
ini, menegaskan komitmen, bertanggungjawab, bersikap fleksibel dan menjaga keseimbangan dalam hidup. Bobbi De Porter dan Mike Hernacki,
2002: 378-80.
Selanjutnya studi yang paling akhir dilakukan oleh Gay Hendricks dan Kate Ludeman dalam The Corporate Mystic juga menunjukkan hal
yang sama. Akhir-akhir ini fenomena dunia bisnis mengarah kepada
15
Muhammad Yusuf Al-Qaradhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta; Gema Insani Pers, 1975, h. 51
16
Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam, h. 165
21
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
pentingnya nilai-nilai etis dalam aktivitas sehari-hari. Paling tidak menurutnya ada tujuh aturan radikal yang harus dimiliki pebisnis;
selalu jujur, selalu mengambil tanggungjawab 100 untuk setiap kegiatan yang diikuiti, selalu menepati perjanjian, tidak bergosip dan
tidak ikut campur dalam komunikasi dengan orang lain, menyisihkan waktu untuk berpikir kreatif, memiliki daftar sebagai aktivitas yang
harus dilakukan dan selalu diperbaharui dan menemui sumber jika menemukan sesuatu yang tidak enak.
17
Penjelasan dua pakar terakhir sangat konkrit dalam menjelaskan etika apa yang seharusnya diperaktekkan oleh pebisnis termasuklah
di dalamnya bankir Islam. Kendatipun rumusan etikanya bisa jadi tidak mengutip ayat-ayat Qur‘an namun kita bisa pastikan bahwa ajaran
tersebut kompatibel dengan pesan normatif al-Qur‘an. Lebih dari itu kesemuanya dapat diperaktekkan dalam aktivitas sehari-hari. Jika bankir
Islam benar-benar mempraktekkannya, maka tegaslah perbedaan bank Islam dan bank Konvensional dari sisi etika bankirnya. Amin.
17
Gay Hendricks dan Kate Ludeman, The Corporate Mystic, h. 237-239.
22
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS