DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS hukum. Tegasnya, ia ingin mengatakan manusia ekonomi itu adalah

98 DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS hukum. Tegasnya, ia ingin mengatakan manusia ekonomi itu adalah

  cerdas. 9

  Konsep al-insani al-iqtisady (manusia ekonomi yang cerdas) inilah

  yang perlu dielaborasi lebih lanjut. 10 Pertanyaan mendasar yang dapat

  kita ajukan adalah, manusia ekonomi seperti apa yang ingin dibentuk oleh ekonomi Islam. Pertanyaan ini penting karena selama ini fokus kita berat sebelah. Artinya, yang kita perjuangkan adalah bagaimana sistem ekonomi syari’ah serta lembaganya dapat tegak di tengah-tengah kehidupan ekonomi umat. Tidak hanya itu, kita juga berjuang bagaimana agar aturan-aturan syari’ah dapat dipositivisasi sehingga memiliki payung hukum yang kuat. Sejauh ini upaya-upaya itu telah berhasil dengan baik kendati masih banyak lobang-lobang yang perlu ditutupi. Kehadiran UU perbankan Syari’ah, UU Wakaf, dan sebagainya adalah contoh kemajuan hukum ekonomi syari’ah.

  Adapun yang terlupakan untuk tidak mengatakan terabaikan adalah pembangunan manusia ekonomi Islam itu sendiri. Tidak terbayangkan, pada saat kita ingin menerapkan ekonomi Islam secara kaffah, tetapi manusia-manusianya (sumber dayanya) masih kapitalis atau sosialis. Bisa jadi mereka mengenakan pakaian muslimah, tetapi cara berpikirnya masih kapitalis. Bisa jadi akadnya diawali dengan bismillah, namun qalbunya sepi dari semangat atau ruh jihad al-iqtishad (jihad ekonomi).

  Manusia ekonomi Islam sejatinya bukan hanya mereka yang memiliki skill khusus, seperti kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, marketing, akuntansi, perencanaan, tetapi lebih dari itu mereka juga harus menguasai ilmu-ilmu syari’ah dengan baik. Mereka paham tentang fikih ekonomi dan mengerti tentang tafsir ayat-ayat ekonomi. Mereka tidak saja memiliki akhlak yang terpuji tetapi juga memiliki tauhid yang tangguh. Inilah yang disebut dengan homoislamicus.

  Seorang penulis muda dalam bidang ekonomi Islam, Arif Hoetoro di dalam bukunya yang berjudul, Ekonomi Islam: Pengantar Analisis

  9 Rafiq Muhammad Yunus, Al-Ijaz al-Iqtishad li Al-Qur’an Al-Karim, Damasyqus, Dar Al-Qalam, 2005,

  10 Lihat kembali penjelasannya lebih luas dalam, Azhari Akmal Tarigan, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi AL-Qur’an, h. 50-62.

  DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS

  Kesejarahan dan Metodologi, membedakan antara apa yang disebutnya dengan homo economicius dan homo islamicus. 11

  Dalam kapitalisme homo economicus telah diposisikan ke dalam keyakinan modern sebagai entitas ekonomi yang mengokohkan individualitas dan eksploitasi apa saja yang dianggap penting dari motif-motif dasar manusia, hasrat dan self interest, untuk dapat memproduksi standar kehidupan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, homo economicus merepresentasekan manusia rasional yang diformalkan dalam model-model ekonomi tertentu yang mengaktualsiasikan pemuasan self interest sebagai cara untuk meraih tujuan-tujuan ekonomi.

  Dalam perspektif Ekonomi kapitalis terdapat lima asumsi dasar yang menjadi asas bangunan ekonominya sekaligus menjadi paradigma manusia- manusianya. Pertama, Manusia pada dasarnya bersifat mementingkan diri sendiri (selfish) dan bertindak secara rasional. Kedua, kemajuan material adalah tujuan yang utama. Ketiga, setiap orang cenderung untuk memaksimalkan kesejahteraan materialnya. Keempat, manusia mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya. Kelima, nilai guna (utility) setiap orang adalah independen dari nilai guna orang lain. 12

  Homo islamicus mengacu kepada prilaku individu yang dibimbing oleh nilai-nilai Islam. Setidaknya ada dua nilai yang penting dalam konsep

  homo islamicus ini. Pertama, self interest. Sama dengan nilai yang dibangun dalam konsep ekonomi konvensional bahwa manusia sesungguhnya tidak dapat melepaskan diri dari kepentingan dirinya. Adalah tidak mungkin untuk menghindari keinginan dan kesenangan. Kita berhak untuk memperolehnya. Berbeda dengan ekonomi kapitalis yang menempatkan,

  self interest sebagai fokus manusia, dalam Islam, kendatipun Islam sangat memperhatikan kesejahteraan individual maupun masyarakat namun Islam juga menegaskan bahwa setiap orang haruslah berprilaku altruistik dan menyesuaikan seluruh tindakan ekonominya berdasarkan norma- norma agama.

  11 Arief Heotoro, Ekonomi Islam: Pengantar Analisis Kesejarahan dan Metodologis, Malang: Bayu Media, 2007, h. 227

  12 Nur A Fadhil Lubis dan Azhari Akmal Tarigan, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Hijri, 2001, h. 144-166.