Riba Versus Bunga Bank, Samakah?
131
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya Bank Syari’ah :Wacana Ulama dan Cendikiawan telah membantah argumen-argumen tersebut
Menurutnya menjadikan darurat sebagai alasan pembenaran riba tidak tepat. Dalam Ushul fiqh yang disebut darurat adalah suatu keadaan
emergency dimana jika seseorang tidak segera melakukan tindakan cepat, maka akan membawanya kejurang kehancuran atau kematian.
Jika demikian pertanyaannya adalah, apakah jika tidak menabung atau meminjam uang ke bank konvensional akan menjadikan perekonomian
hancur sehingga manusia akan mengalami kesengsaraan.
Beberapa waktu yang lalu, Prof.Ali Yafi ketua MUI pernah menyatakan bolehnya mengambil bunga yang rendah karena pada waktu itu tidak
ada bank yang tidak menggunakan sistem bunga. Padahal masyarakat perlu rasa aman untuk menitipkan uangnya. Namun sejak berdirinya
Bank Muamalat Indonesia BMI tahun 1992 alasan untuk menyebut darurat itu menjadi hilang. Tegasnya saat ini terlebih lagi setelah berdirinya
Bank Syari’ah Mandiri 1999, BNI Syari‘ah, Danamon Syari‘ah, BPRS Bank Perkreditan Rakyat Syari‘ah dan bank-bank Islam lainnya,
alasan darurat tidak lagi dapat dibenarkan.
Mengenai alasan bunga yang berlipat ganda saja yang diharamkan, sedangkan tingkat suku bunga bank yang rendah tidak dipandang riba,
didasarkan pada argumentasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Memahami ayat 130 surah Ali–Imran yang telah disebut,
tidak dapat dipisahkan dari ayat riba lainnya. Ayat terakhir tentang riba telah menegaskan bahwa tambahan terlepas besar atau kecil tetap dilarang.
Dengan demikian tidak ada satu ruangpun yang membedakan antara riba usury dengan bunga interest karena keduanya sama-sama mempresentasikan
tambahan atau peningkatan dari pokok modal yang ada.
Kemudian kata “berlipat ganda” pada ayat 130 surah ali imran dalam ilmu tata bahasa Arab nahu disebut hal yang menggambarkan sifat
riba bukan sebagai syarat. Maksud bukan syarat adalah, apabila terjadi pelipat-gandaan yang besar baru disebut riba. Jika kecil tidak termasuk riba.
Berkenaan dengan hal ini Yusuf al-Qardhawi juga mengomentari persoalan adh‘afan mudha‘afah dengan menyatakan, “Orang yang memiliki
kemampuan memahami cita rasa bahasa Arab yang tinggi dan memahami retorikanya, sangat memaklumi bahwa sifat riba yang disebutkan dalam
ayat ini dengan kata adh‘afan mudha‘afah adalah dalam konteks menerangkan
132
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
kondisi objektif dan sekaligus mengecamnya. Mereka orang-orang Mekah telah sampai pada tingkat ini dengan cara melipatgandakan
uang yang berlebihan. Pola berlipat ganda ini tidak dianggap sebagai kreteria syarat dalam pelarangan riba. Dalam arti yang tidak berlipat
ganda menjadi boleh.
5
Alasan ketiga yang menyebut bank bukan taklif juga keliru. Dalam tradisi hukum, perseroan atau badan hukum sering disebut sebagai
juridical personality atau sakhsiyah hukmiyah dan dipandang sah serta dapat mewakili individu-individu secara keseluruhan. Ditinjau dari sisi
mudharat dan manfaat, perusahan dapat menimbulkan kemudharatan yang lebih besar dari perorangan. Bank yang menggunakan sistem bunga
dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar dibanding rentenir.
Dengan demikian ketika Allah mengharamkan riba melalui ayat- ayatnya, yang dituju bukan hanya individu-individu saja melainkan
institusi yang melaksanakan praktek riba. Sampai di sini, pakar ekonomi Islam kontemporer berkesimpulan bahwa bunga bank terlepas dari
tinggi rendahnya suku bunga yang diterapkan tetap haram.
Mendiskusikan riba dari sisi hukum, akan diwarnai dengan perbedaan pendapat. Untuk itu adalah menarik untuk melihat sisi lain mengapa
al-Qur’an melarang praktek riba, atau dengan kata lain apa motivasi al-Qur’an ketika melarang riba?
Pada intinya riba sangat bertentangan secara langsung dengan semangat kooperatif yang ada dalam ajaran Islam. Orang yang kaya,
seharusnya memberikan hak-hak orang miskin dengan membayar zakat dan memberi sedekah sebagai tambahan dari zakat tersebut.
Islam tidak mengizinkan kaum muslimin untuk menjadikan kekayaannya sebagai alat untuk menghisap darah orang-orang miskin. Maulana
Maududi-seperti yang dikutip Mustaq Ahmad- menjelaskan kejahatan- kejahatan riba sebagai berikut:
6
5
Lihat Nur A Fadhil Lubis dan Azhari Akmal Tarigan, Etika Bisnis dalam Islam, h. 207. Lebih luas lihat, Yusuf Al-Qaradhawi, Bunga Bank Haram, Jakarta:
Akbar Media Eka Sarana, 2001, h. 74-75.
6
Lihat, Nur A Fadhil Lubis dan Azhari Akmal Tarigan, Etika Bisnis dalam Islam, h. Lihat lebih lanjut dalam Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam,
Jakarta: Al-Kaustar, 2000, h. 128.
133
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
Pertama, Riba akan meningkatkan rasa tamak, menimbulkan rasa kikir yang berlebihan dan mementingkan diri sendiri, keras hati dan menjadi
pemuja uang. Kedua, Riba akan menimbulkan kebencian, permusuhan dan bukan sikap simpati dan koorporasi. Ketiga, Riba mendorong terjadinya
penimbunan dan akumulasi kekayaan dan akan menghambat adanya investasi langsung dalam perdagangan. Jika ia melakukan investasi, maka
itu akan dilakukan demi kepentingan dirinya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat. Kelima, Riba akan mencegah terjadinya sirkulasi
kekayaan karena kekayaan itu hanya berada di dalam tangan pemilik- pemilik modal.
Umer Chapra setelah membahas persoalan Riba sampai pada sebuah kesimpulan, alasan pokok mengapa al-Qur’an memberi penjelasan larangan
riba yang cukup keras, adalah karena Islam ingin menegakkan sistem ekonomi yang didalamnya semua bentuk eksploitasi dibatasi. Ketidakadilan
yang terjadi dalam bentuk, penyandang dana yang dijamin memperoleh keuntungan tanpa melakukan sesuatu atau ikut menanggung risiko,
sementara pengusaha, meskipun telah melakukan kerja keras, tidak mempunyai jaminan serupa. Islam ingin menegakkan keadilan diatara
pengusaha dan pemilik modal.
Dalam tinjauan ekonomi, para pakar menyebut bahwa riba banyak mengandung kerugian. Anwar Iqbal menyatakan riba adalah sumber
segala bentuk kejahatan ekonomi, dan dia amat bertanggungjawab dalam melahirkan konsentrasi kekayaan pada satu tangan. Sistem bunga
yang menjadikan penambahan dan akumulasi kekayaan tanpa usaha dan keringat akan melahirkan kebencian dan permusuhan.
Syekh Mahmud Ahmad menyatakan bahwa sistem bunga adalah berbanding terbalik dengan keputusan investasi, dan sepanjang sistem
bunga mendominasi sistem perekonomian maka pengangguran akan muncul. Qutub menyatakan bahwa praktek riba akan menimbulkan
matinya kesadaran moralitas pelaku bisnis.
Dilihat dari uraian terdahulu, jelaslah larangan al-Qur’an terhadap praktek riba karena aktivitas ini hanya menguntungkan sebelah pihak
dan merugikan pihak lain, terutama orang yang ekonominya lemah. Dalam perjanjian itu mereka tidak punya pilihan lain kecuali harus menerima
perjanjian berat sebelah tersebut. Tegasnya riba bunga bank mengandung
134
DARI ETIKA KE SPIRITUALITAS BISNIS
unsur eksploitasi manusia terhadap manusia lain sesuatu yang sangat bertentangan dengan prinsip ekonomi Islam yaitu ta‘awun dan win-
win solution.