Beberapa teori tentang tempat asal Islam yang berkembang di Nusantara

Materi PAI untuk MIMTsMA | 401 mempercepat perkembangan Islam di kawasan ini. Apalagi, para tokoh sufi ini banyak pula yang mahir dalam hal-hal yang bersifat magis serta punya kekuatan-kekuatan tertentu, seperti dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. A.H. Johns menyatakan bahwa para sufi berhasil mengislamkan jumlah besar penduduk Nusantara, setidaknya sejak abad ke-13 M. Konversi penduduk Nusantara kepada Islam, secara signifikan, merupakan hasil usaha para sufi pengembara. Kemampuan para sufi menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif sangat menarik bagi penduduk lokal. 4. Saluran Pendidikan Islamisasi melalui pendidikan dilakukan, baik di pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, para kiyai, dan ulama. Keluaran dari pondok pesantren inilah yang kemudian berperan banyak dalam menyiarkan Islam ke berbagai daerah. Bahkan, keluaran pesantren Giri yang diasuh oleh Sunan Giri banyak yang melaksanakan tugas dakwah ke Maluku. Pengaruh saluran pendidikan semacam ini pada masa-masa belakangan semakin berkembang. Lembaga-lembaga pendidikan Islam dengan berbagai formatnya muncul dan berhasil melahirkan tokoh-tokoh pengembang Islam di berbagai daerah dan lapisan masyarakat. 5. Saluran Kesenian Pada dasarnya, kesenian merupakan media dakwah. Melalui kesenian, terutama wayang, para ulama melancarkan kegiatan dakwahnya. Hal ini dimungkinkan karena kesenian dalam berbagai bentuknya memang selalu menarik. Sunan Kalijaga dikenal sebagai seorang ulama yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Melalui wayang yang sudah dimodifikasi dengan cerita-cerita tentang ajaran dan pahlawan-pahlawan Islam, beliau menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. Pertunjukan diberikan secara gratis. Penonton hanya diminta untuk mengikutinya mengucapkan syahadat. 6. Saluran Politik Dakwah Islam melalui politik terjadi terutama setelah para raja dan bangsawan setempat memeluk Islam.Hal seperti ini terjeadi misalnya di Maluku dan Sulawesi selatan.Karena pemimpin panutan mereka sudah masuk Islam, maka rakyatnya kemudian berbondong-bondong mengikuti raja atau tokoh idolanya. Di sisi lain, kemenangan kerajaan Islam di berbagai daerah membuat masyarakat tertarik juga untuk bergabung menjadi Muslim.

D. Pusat-pusatPerkembangan Islam di Nusantara

Telah dikemukakan di atas, bahwa salah satu jalur pengenalan dan pengembangan Islam di Kepulauan Nusantara bermula dari kegiatan perdagangan.Seiring dengan itu, tentu saja, pusat-pusat perkembangan Islam di kawasan ini juga berada di sekitar pusat- pusat perdagangan yang terdapat di hampir semua pulau-pulau yang ada. Secara singkat, dapat disebutkan misalnya, Barus di pantai barat Sumatera, Samudera dan Pasai di pantai utara Sumatera, Palembang di Sumatera selatan, Malaka di pantai barat semenanjung Malaya, Demak dan Gresik di pantai utara pulau Jawa, Ternate dan Tidore di Maluku, Makasar di Sulawesi Selatan, dan Banjar di Kalimantan Selatan, dan seterusnya. Cikal bakal masyarakat Islam di Nusantara telah muncul sejak abad 1 H7 M. Di masa jayanya Kerajaan Sriwijaya, Palembang merupakan salah satu pusat perdagangan 402 | Modul Pendidikan Agama Islam yang disinggahi oleh pedagang yang datang dari Timur Jauh Cina dan Timur Tengah Arab dan Parsi. Penduduk Sriwijaya telah berinteraksi dengan kaum Muslim yang datang dari Timur Tengah, dan dalam batas tertentu mereka juga sudah mengenal ajaran Islam. Para pemimpin Sriwijaya sering menggunakan orang-orang Islam ini sebagai petugas-petugas negara. Kronik Cina yang berjudul Sung Shih melaporkan bahwa pada 293904, penguasa Sriwijaya mengirim utusan bernama P’u Ho-li Abu Ali ke istana T’ang. Namun, hegemoni maritim Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan Singasari beserta Majapahit di Jawa Timur membuat proses islamisasi dan pembentukan kekuasaan Islam, pada masa itu, masih tertahan. Pada periode ini, para pedagang dan muballigh Muslim lebih fokus dalam membentuk komunitas-komunitas Muslim. Mereka mampu menarik perhatian masyarakat dengan ajaran toleransi dan persamaan derajat manusia dalam pandangan Islam di tengah-tengah masyarakat Hindu yang berkasta- kasta. Tentu saja, hal ini mempermudah dan mempercepat masyarakat Nusantara menerima Islam. Tome Pires, seorang pengembara Perancis, yang melakukan perjalanan sekitar 1512-1515 M menceritakan bahwa di pesisir utara pulau Sumatera dan di timur Selat Malaka, sampai ke Palembang, sudah banyak terdapat masyarakat dan kerajaan Islam. Proses islamisasi di berbagai daerah semakin intensif ketika Kerajaan Sriwijaya mulai melemah di akhir abad ke 12 M. Para pedagang Muslim memanfaatkan situasi tersebut, baik untuk keuntungan dagang maupun untuk penyebaran Islam. Dalam situasi seperti inilah, pada pertengahan abad ke-13 M, Kerajaan Samudera Pasai berdiri dan menjadi pusat pengembangan ajaran Islam di kawasan ini. Di Jawa, proses islamisasi sudah berlangsung setidaknya sejak abad ke-11 M. Hal itu dibuktikan dengan adanya makam Siti Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik yang pada batu nisannya terdapat angka tahun 475 H1082 M. Tome Pires memberi gambaran tentang bagaimana wilayah-wilayah pesisir Jawa berada di bawah pengaruh muslim: Pada waktu terdapat banyak orang kafir di sepanjang pesisir Jawa, banyak pedagang yang biasa datang: orang Persia, arab, Gujarat, Bengali, Melayu, dan bangsa-bangsa lain. Mereka berhasil mendirikan mesjid-mesjid.Mereka datang dalam jumlah yang semakin meningkat dan menetap di daerah ini.Anak-anak orang kaya Muslim sudah menjadi orang Jawa karena mereka telah menetap di daerah ini sekitar 70 tahun. Di beberapa tempat, raja-raja Jawa yang kafir menjadi Muslim, sementara para mullah dan para pedagang Muslim mendapat posisi di sana. Pada abad ke-13 M, ketika Majapahit mencapai puncak kebesarannya, bukti-bukti adanya proses islamisasi sudah banyak, dengan ditemukannya beberapa puluh nisan kubur di Troloyo, Trowulan, dan Gresik. Bahkan, menurut berita Ma Huan tahun 1416 M, di pusat Majapahit ataupun di pesisir, terutama di kota-kota pelabuhan, telah terjadi proses islamisasi dan sudah pula terbentuk masyarakat muslim. Demikian pula, akselarasi perkembangan Islam di pulau Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja Majapahit. Kelemahan dan instabilitas politik dalam Kerajaan Majapahit memberi peluang bagi pemimpin-pemimpin Islam untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Salah satu pusat perkembangan Islam yang penting ketika itu adalah Demak. Di sinilah muncul kerajaan Islam pertama di Jawa Materi PAI untuk MIMTsMA | 403 sebagai hasil perjuangan para wali songo yang telah berhasil membentuk komunitas Muslim sejak lama. Sementara itu, Maluku yang merupakan sumber komoditas dagang yang penting ketika itu juga tak luput dari kunjungan pedagang-pedagang Muslim. Raja Ternate ke-12, Molomatea 1350-1357 M bersahabat karib dengan orang Arab yang memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal. Meskipun, ketika itu raja Ternate belum masuk Islam, namun ini menandakan bahwa pada pertengahan abad ke-14 M, sudah ada masyarakat Islam di sana. Orang-orang Islam menyebarkan Islam di Maluku, terutama, melalui interaksi perdagangan, dakwah, dan perkawinan. Perkembangan Islam di Sulawesi juga tidak dapat dilepaskan dari perdagangan. Sulawesi selatan sudah didatangi oleh pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-15 M. Mereka datang dari berbagai penjuru, Sumatera, Malaka, Jawa, dll.Pada abad ke-16 M, di Gowa, salah satu kerajaan yang terkenal di Sulawesi selatan ketika itu, telah terdapat masyarakat muslim. Proses islamisasi pada awalnya dilakukan secara damai oleh dua orang tokoh yang dikenal dengan nama Dato` Ri Bandang dan Dato` Sulaeman. Mereka mengajarkan Islam kepada masyarakat dan rajanya.Menurut catatan yang ada, raja Gowa dan Tallo secara resmi masuk Islam pada 22 September 1605 M. Tidak lama setelah itu, daerah-daerah Soppeng, Wajo, dan Bone pun menerima Islam.

E. Tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan Islam di Nusantara

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa tokoh-tokoh yang berperan dalam proses islamisasi di Kepulauan Nusantara adalah: 1. Para pedagang Muslim yang telah memperkenalkan Islam kepada penduduk setempat. Para pedagang, apalagi pedagang internasional, merupakan salah kelompok elit dalam suatu masyarakat. Mereka ini memiliki keunggulan- keunggulan khusus, setidaknya dalam bidang ekonomi. Gaya hidup mereka sering diidolakan dan ditiru oleh masyarakat lingkungannya. Di sisi lain, sebagai seorang Muslim, mereka senantiasa merasa terpanggil untuk menjalankan dakwah Islam di mana pun mereka berada. Interaksi sosial mereka sering berlanjut dengan perkawinan, yang sebagian besarnya tentu juga dengan kalangan elit setempat. 2. Para guru agama Islam, yaitu para muballigh dan da`i yang secara khusus datang ke wilayah ini untuk mengajarkan Islam. Mereka, terutama, adalah para sufi. Di pulau Jawa, tokoh-tokoh seperti ini dikenal dengan sebutan Wali Songo Dewan Guru yang terdiri atas 9 orang ulama. Kegigihan dan metode dakwah yang mereka gunakan dalam menjalankan misinya sangat efektif. Mereka memiliki kepribadian dan ilmu yang mumpuni sehingga dengan mudah masyarakat tertarik untuk mengikutinya. Di antara ulama yang berperan dalam proses islamisasi di Kepulauan Nusantara ini dapat disebutkan misalnya; Hamzah al-Fansuri, Syamsuddin as-Sumaterani, Nuruddin ar-Raniri, dan `Abdurrauf as-Singkili. Semuanya berkiprah di Kerajaan Aceh pada abad ke-16 dan 17 M. Berikutnya, `Abdus Samad al-Falimbani Palembang, Syekh Yusuf al-Makassari Makassar, ulama Padri Sumatera Barat, dll.