Janji Kepada Allah dan Janji Kepada Sesama Manusia

172 | Modul Pendidikan Agama Islam memiliki sifat-sifat tersebut. Maka kemunafikannya dirasakan oleh orang yang mengajaknya berbicara, diberi janji olehnya, dan yang memberinya amanat. Kemunafikan seperti ini adalah munafik perbuatan bukan munafik dalam hal akidah. Kemunafikan seperti ini tidak diancam dengan kekal berada di dasar api neraka. Mengenai jumlah sifat-sifat munafik yang berbeda pada dua hadis di atas, hal itu tidak menjadi persoalan, karena suatu sifat bisa melahirkan sifat-sifat lainnya. Seperti sifat ingkar janji, dapat terbentuk darinya sifat menghindar dari kesepakatan yang telah dibuat. Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang dari segi perbuatan- perbuatannya disebut munafik adalah orang yang sebagian besar perbuatannya berupa dusta, ingkar janji, dan khiyanat. Adapun orang yang hanya sesekali melakukan perbuatan tersebut tidak termasuk munafik. Menurut al-Turmudzi, orang-orang munafik pada zaman Rasulullah menyatakan keimanan mereka tetapi mereka berdusta, mereka diberi amanat untuk menjalankan agama tetapi mereka mengkhiyanatinya, dan mereka berjanji untuk menolong agama tetapi mereka mengingkarinya. Karena itu al-Khattaby mengatakan bahwa hadis ini merupakan peringatan atas kaum Muslimin agar tidak terbiasa mengamalkan sifat-sifat tersebut yang dikhawatirkan akan menyeretnya kepada kemunafikan yang sebenarnya. 21 Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita dengar kata munafik. Kata munafik mungkin kita anggap tidak begitu kasar di telinga kita, karena kata itu jarang dipublikasikan di media massa. Namun sebenarnya munafik adalah suatu sifat seseorang yang sangat buruk yang bisa menyebabkan orang itu dikucilkan dalam masyarakat. Hadits Nabi Muhammad saw diatas menegaskan bahwa tanda-tanda munafik adalah: 1. Apabila berkata maka dia akan berkata bohong dusta; 2. Jika membuat suatu janji atau kesepakatan dia akan mengingkari janjinya; 3. Bila diberi kepercayaan amanat maka dia akan mengkhianatinya; Seseorang dapat dikatakan sebagai orang munafik tulensejati apabila memenuhi semua sifat di atas yaitu pembohong, penghianat dan pengingkar janji ada pada dirinya, dan selalu nampak dalam kebanyakan perbuatannya. Kalau hanya satu atau dua sifat itu ada padanya, atau hanya sesekali saja melakukan perbuatan-perbuatan itu tidak dapat dikatakan munafik. Diatas telah disebutkan bahwa Hadis ini merupakan peringatan dari Rasulullah agar umat Islam tidak membiasakan sifat-sifat tersebut yang dapat menyeretnya menjadi seorang munafik sesungguhnya, yaitu orang kafir yang mengingkari Islam tetapi berpura- pura menjadi Muslim. Ketiga sifat itu harus dihindari mengingat bahaya yang dapat timbul darinya. 1. DustaBohong Berdusta adalah mengatakan sesuatu yang tidak benar kepada orang lain. Berdasarkan hadis di atas, apabila kita tidak jujur kepada orang lain maka kita telah memiliki satu ciri orang yang munafik. Berdusta sering dilakukan dalam kehidupan sehari- hari pada perkara-perkara yang sepele. Kebiasaan dusta seperti ini meskipun tampak 21 Sampai pada paragraph ini, penjelasan hadis dikutip dari al-Nawawy, Shahih Muslim bi Syarh al- Nawawy, CD Barnamaj al-Hadis al-Nabawy. Materi PAI untuk MIMTsMA | 173 ringan akibatnya, tetapi kalau dibiasakan akan merembet kepada dusta-dusta pada perkara-perkara penting, dan berakibat pada bahaya besar. 2. Ingkar Janji Perjanjian atau kesepakatan dengan orang lain terkadang harus kita lakukan. Apabila janji yang telah disepakati tidak kita penuhi tanpa alasan yang dapat dibenarkan, maka kita telah ingkat janji. Kemajuan di bidang ekonomi yang telah diraih oleh negara- negara maju, antara lain didukung oleh komitmen yang tinggi dari warganya untuk melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan yang telah disepakati. Sebaiknya bangsa- bangsa yang rendah komitmennya untuk menepati perjanjian atau kesepakatan kerja akan jatuh sebagai bangsa yang terbelakang. 3. Khianat Di antara ketiga sifat munafik yang tersebut dalam hadis di atas, khianat dapat dikatakan paling berat akibat buruknya dibandingkan dengan sifat dusta dan tukang ingkar janji. Orang yang berkhianat akan dihukum oleh masyarakat dengan dijauhi atau dikucilkan serta tidak akan mendapatkan kepercayaan lagi, bahkan bisa dikenai hukuman penjara, apabila pengkhianatannya menimbulkan kerugian atau bahaya pada negara seperti menjadi mata-mata bagi pihak asing, atau seperti seorang pegawai yang dipercaya sebagai pejabat pajak, namun dalam pekerjaannya orang itu menyalahgunakan jabatanya untuk menyelewengkan uang pajak. Dalam al-Qur’an terdapat satu surat yang dinamai al-Munafiqun. Dinamai demikian karena surat yang hanya terdiri dari 11 ayat itu, 8 ayat diantaranya membicarakan sikap dan perilaku orang-orang munafik. Pada ayat pertama Allah swt mengungkap kebohongan orang-orang munafik yang berpura-pura mengakui kerasulan Muhammad saw. Dalam ayat itu dikatakan: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. 22 Ayat kedua menjelaskan kelicikan mereka berpura-pura memberikan pengakuan bahwa Nabi Muhammad adalah Rasululah. Dalam ayat tersebut dikatakan “Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi manusia dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan“. Yang dimaksud perisai adalah sumpah mereka bahwa mereka beriman hanyalah siasat untuk menjaga harta dan diri mereka supaya tidak dibunuh atau ditawan atau dirampas harta mereka. Kemudian al-Qura’an menggambarkan hati orang-orang munafik yang teah terkunci sehingga mereka tidak dapat menangkap kebenaran dan mengimaninya. Al- Qur’an berujar: “Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir lagi lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti“. Lalu al-Qur’an mengingatkan orang-orang yang beriman agar tidak terjebak oleh pesona lahiriyah orang-orang munafik, dengan mengatakan “Dan apabila kamu melihat 22 Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Beirut: Dar al-Fikr, 1992 Jilid 4, h.442