Rukun nikah mencakup adanya calon suami dan istri, wali dari pihak calon

Materi PAI untuk MIMTsMA | 273 Wanita pada masa Yunani kuno selalu dianggap minor dibandingkan pria. Dalam tradisi agama Hindu lama, terdapat pemahaman bahwa orang tua boleh menjual anak perempuannya, perempuan tidak mendapat warisan, mengorbankan gadis kepada para dewa sebagai persembahan, kalau suaminya mati perempuan dianjurkan ikut membakar diri di dalam kayu yang membara bersama suaminya, dan perempuan tidak boleh mencari kebebasan. Dalam tradisi dan hukum Romawi Kuno bahkan disebutkan bahwa wanita adalah makhluk yang selalu tergantung kepada laki-laki. Jika seorang wanita menikah, maka dia dan seluruh hartanya secara otomatis menjadi milik sang suami. Ini hampir sama dengan yang tertulis dalam English Common Law, …all real property which a wife held at the time of a marriage became a possession of her husband. Kemudian dalam agama Yahudi lama, perempuan dianggap kutukan dewa, selalu berdosa sejak lahir dan harus dihukum. Disamping itu, perempuan hanyalah sebagai budak, sehingga orang tuanya berhak menjualnya kepada siapa saja. Dalam tradisi Arab Jahiliyah, kondisi wanita bahkan lebih memprihatinkan. Arab jahiliyah terkenal dengan tradisi mengubur bayi wanita hidup-hidup dengan alasan hanya akan merepotkan keluarga dan mudah ditangkap musuh yang pada akhirnya harus ditebus. Dalam dunia Arab jahiliyah juga dikenal tradisi tidak adanya batasan laki-laki mempunyai isteri. Kepala suku berlomba-lomba mempunyai isteri sebanyak-banyaknya untuk memudahkan membangun hubungan famili dengan suku lain. Ada pula pernikahan istibdha’, Rahthun poliandri, dimana setelah hamil si wanita akan memanggil para suaminya lalu menunjuk salah satu, dan yang ditunjuk tak boleh menolak. Bahkan berlaku pula Maqthu’, yaitu anak tiri menikahi ibu tirinya ketika ayahnya meninggal. Juga ada Badal alias tukar-menukar istri tanpa ada perceraian terlebih dahulu. Begitu pula kebiasaan Sighar, seorang wali menikahkan anaksaudara perempuannya dengan laki-laki lain tanpa mahar, dengan kompensasi si wali sendiri menikahi anaksaudara perempuan si laki tersebut. Termasuk tradisi Khadan, laki-laki dan perempuan hidup bersama tanpa ikatan nikah.. Kedatangan Islam justru menghapus segala bentuk diskriminasi tersebut, dan menempatkan wanita pada tepat yang mulia. Kedudukan perempuan dalam pandangan Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktekkan masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan. Islam telah berhasil mengangkat derajat kemuliaan kaum wanita yang sebelumnya cenderung terpinggirkan marjinalisasi.

2.. DASAR HUKUM HAK DAN KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM BERDASAR AL-

QUR’AN, HADIS, DAN UU HUKUM POSITIF INDONESIA BAIK UU PERKAWINAN MAUPUN UU PERLINDUNGAN ANAK a. Hak dan kedudukan wanita dalam Islam berdasarkan al-Quran dan Sunnah Al-Quran membicarakan berbagai masalah keperempuanan pada lebih dari sepuluh surat, diantaranya dua surat yang terkenal yaitu al-Nisa’ al-Kubra surat al-Nisa’, sedangkan yang lainnya adalah surat al-Nisa’ al-Sughra surat al-Thalaq. Selain itu masalah wanita juga banyak dibahas dalam surat al-Baqarah, al-Maidah, al-Nur, al-