Talak Bid’i Talak haram yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai dengan tuntutan

Materi PAI untuk MIMTsMA | 265 1 Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam. Hukumnya dilarang haram. Dalilnya QS. al-Baqarah: 221 dan QS. al-Mumtahanah: 10. ˵Τ˶Ϝ˸Ϩ˵Ηϻ ˴ϭ˸Ϣ˵Ϝ˸Θ˴Β˴Π˸ϋ˴΃ ˸Ϯ˴ϟ˴ϭ˳Δ˴ϛ ˶ή˸θ˵ϣ˸Ϧ˶ϣ˲ή˸ϴ˴Χ˲Δ˴Ϩ˶ϣ˸Ά˵ϣ˲Δ˴ϣϷ˴ϭ͉Ϧ˶ϣ˸Ά˵ϳϰ͉Θ˴Σ˶ΕΎ˴ϛ ˶ή˸θ˵Ϥ˸ϟ΍΍Ϯ˵Τ˶Ϝ˸Ϩ˴Ηϻ ˴ϭ ϰ͉Θ˴Σ˴Ϧϴ˶ϛ ˶ή˸θ˵Ϥ˸ϟ΍΍Ϯ ˶έΎ͉Ϩϟ΍ϰ˴ϟ˶·˴ϥϮ˵ϋ˸Ϊ˴ϳ˴Ϛ˶Ό˴ϟϭ˵΃˸Ϣ˵Ϝ˴Β˴Π˸ϋ˴΃ ˸Ϯ˴ϟ˴ϭ˳ϙ ˶ή˸θ˵ϣ˸Ϧ˶ϣ˲ή˸ϴ˴Χ˲Ϧ˶ϣ˸Ά˵ϣ˲Ϊ˸Β˴ό˴ϟ˴ϭ΍Ϯ˵Ϩ˶ϣ˸Ά˵ϳ ˶Ϫ˶ϧ˸Ϋ˶Έ˶Α˶Γ˴ή˶ϔ˸ϐ˴Ϥ˸ϟ΍˴ϭ˶Δ͉Ϩ˴Π˸ϟ΍ϰ˴ϟ˶·Ϯ˵ϋ˸Ϊ˴ϳ˵ ͉๡΍˴ϭ ˴ϥϭ˵ή͉ϛ˴ά˴Θ˴ϳ˸Ϣ˵Ϭ͉Ϡ˴ό˴ϟ ˶αΎ͉ϨϠ˶ϟ˶Ϫ˶ΗΎ˴ϳ΁˵Ϧ˷˶ϴ˴Β˵ϳ˴ϭ Khitab pada ayat tersebut ditujukan kepada para wali nikah untuk tidak menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki bukan Islam. Keharamannya bersifat mutlak, baik laki-laki Musyrik atau Ahlul Kitab. Hadits Jabir bahwa Nabi bersabda: Ύ˴Ϩ˴΋Ύ˴δ˶ϧ˴ϥ ˸Ϯ˵Ο ͊ϭ˴ΰ˴Θ˴ϳ˴ϻ ˴ϭ˶ΏΎ˴Θ˶Ϝ˸ϟ΍˶Ϟ˸ϫ˴΃˴˯Ύ˴δ˶ϧ˵Ν ͉ϭ˴ΰ˴Θ˴ϧ “Kita boleh menikah dengan wanita ahli kitab, tetapi mereka tidak boleh nikah dengan wanita kita”. 2 Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam. Kategori ini ada 2 macam: a Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang dimaksud dengan Ahli Kitab adalah agama asli Nasrani dan Yahudi agama samawi, karena berasal dari sumber yang sama dengan Islam. Walau ada ikhtilaf, jumhur ulama memperbolehkan pernikahan jenis ini sesuai dengan QS. al-Maidah: 5 ͇Ϟ ˶Σ ˸Ϣ˵Ϝ˵ϣΎ˴ό˴ρ˴ϭ ˸Ϣ˵Ϝ˴ϟ ͇Ϟ ˶Σ ˴ΏΎ˴Θ˶Ϝ˸ϟ΍ ΍Ϯ˵Ηϭ˵΃ ˴Ϧϳ˶ά͉ϟ΍ ˵ϡΎ˴ό˴ρ˴ϭ ˵ΕΎ˴Β˷˶ϴ͉τϟ΍ ˵Ϣ˵Ϝ˴ϟ ͉Ϟ ˶Σ˵΃ ˴ϡ ˸Ϯ˴ϴ˸ϟ΍ ˶ΕΎ˴Ϩ˶ϣ˸Ά˵Ϥ˸ϟ΍ ˴Ϧ˶ϣ ˵ΕΎ˴Ϩ˴μ˸Τ˵Ϥ˸ϟ΍˴ϭ ˸Ϣ˵Ϭ˴ϟ ˴δ˵ϣ ˴ή˸ϴ˴Ϗ ˴Ϧϴ˶Ϩ ˶μ˸Τ˵ϣ ͉Ϧ˵ϫ˴έϮ˵Ο˵΃ ͉Ϧ˵ϫϮ˵Ϥ˵Θ˸ϴ˴Η΁΍˴Ϋ˶· ˸Ϣ˵Ϝ˶Ϡ˸Β˴ϗ ˸Ϧ˶ϣ ˴ΏΎ˴Θ˶Ϝ˸ϟ΍΍Ϯ˵Ηϭ˵΃ ˴Ϧϳ˶ά͉ϟ΍ ˴Ϧ˶ϣ ˵ΕΎ˴Ϩ˴μ˸Τ˵Ϥ˸ϟ΍ ˴ϭ ϱ˶ά ˶Ψ͉Θ˵ϣϻ ˴ϭ ˴Ϧϴ ˶Τ˶ϓΎ ˴ϭ˵Ϫ˵Ϡ˴Ϥ˴ϋ˴ς˶Β˴Σ˸Ϊ˴Ϙ˴ϓ˶ϥΎ˴ϤϳϹΎ˶Α˸ή˵ϔ˸Ϝ˴ϳ˸Ϧ˴ϣ˴ϭ˳ϥ΍˴Ϊ˸Χ˴΃ ˴Ϧϳ ˶ή˶γΎ˴Ψ˸ϟ΍˴Ϧ˶ϣ˶Γ˴ή ˶Χϵ΍ϲ˶ϓ ˴Ϯ˵ϫ b Lelaki Muslim dengan perempuan bukan Ahli Kitab. Yang dimaksud dengan musyrik adalah penyembah berhala, api, dan sebagainya. Hukumnya haram, sesuai ayat QS. al-Baqarah: 221. Agama Hindu, Budha, Konghuchu tidak termasuk agama samawi langit tapi agama ardhi bumi. Imam Syafi’i dalam Al-Umm, mendefinisikan, “Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, maka mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.” Adapun yang menjadi ikhtilaf ulama: Perkawinan beda agama antara laki-laki muslim dengan wanita non-muslim dari ahli Kitab, ada 3 pendapat: x Pendapat yang membolehkan dengan wanita Yahudi dan Nasrani, yaitu pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal. x Membolehkan dengan syarat, yaitu boleh mengawini perempuan Yahudi Nasrani dengan syarat orang tua nenek moyang perempuan itu harus orang YahudiNasrani juga, bukan penyembah berhala. Ini qaul mu’tamad mazhab Syafi’i. Karena dalam QS. Al-Maidah ayat 5 ada kata ϢϜϠΒϗ Ϧϣ dari sebelum kalian yang menjadi qayid pengikat bagi ahlul kitab yang dimaksud. x Pendapat yang melarang atau mengharamkan pernikahan beda agama Kitabiyah, seperti diungkapkan oleh DR. Yusuf Qardhawi. Ibnu Umar termasuk golongan ini. Dalilnya QS. Al-Baqarah: 221. 266 | Modul Pendidikan Agama Islam Meskipun DR. Yusuf Qardhawi mengharamkan menikahi wanita ahli kitab, tapi beliau membolehkan dalam keadaan tertentu dengan syarat yang ketat: R Kitabiyah itu benar-benar berpegang pada ajaran samawi, tidak atheis, tidak murtad, tidak musyrik. R Kitabiyah yang muhshanah memelihara kehormatan diri dari perbuatan zina. R Perempuan itu bukan kitabiyah yang kaumnya berada pada status permusuhan dan peperangan dengan kaum muslimin. Dzimmiyah boleh dinikahi, tetapi harbiyah dilarang untuk menikahinya. R Dibalik pernikahan dengan kitabiyah itu tidak akan terjadi fitnah, yaitu mafsadah atau kemadharatan. Makin besar kemungkinan terjadinya kemadharatan, makin besar tingkat larangan, sesuai kaidah έ΍ήοϻϭέήοϻ MUI mengharamkan perkawinan laki-laki muslim dengan perempuan non-muslimah termasuk ahli kitab dengan tujuan sadd li al-dzari’ah. Pada Munas VII MUI di Jakarta 29 Juli 2005, MUI menfatwakan perkawinan beda agama: - Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. - Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlul Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah. Dalilnya QS. al-Baqarah: 221, QS. Al-Mumtahanah: 10. Juga hadis Rasulullah Saw bahwa: Wanita itu boleh dinikahi karena 4 hal : i karena hartanya; ii asal-usul keturunannya; iii kecantikannya; iv karena agama. Maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan perempuan yang menurut agama Islam; jika tidak akan binasalah kedua tangan-mu muttafaq ‘alaih dari Abi Hurairah r.a. Selain itu ada ka’idah fiqh : ΢ϟΎμϤϟ΍ΐϠΟϰϠϋϡΪϘϣΪγΎϔϤϟ΍˯έΩ menolak keburukan lebih didahulukan daripada mecapai kebaikan. Perkawinan beda agama akan menimbulkan berbagai konflik dalam pelaksanaan ibadah, pendidikan anak, pengaturan makanan, pembinaan tradisi keagamaan, muamalah dengan keluarga kedua belah pihak, dan sebagainya.

c. Poligami dan Poliandri

Istilah poligami berasal dari bahasa Inggris polygamy, dalam bahasa Arab disebut ΕΎΟϭΰϟ΍ ΩΪόΗ yang berarti beristeri lebih dari seorang wanita. Sedangkan istilah poliandri juga berasal dari Inggris. Dalam bahasa Arab disebut Ν΍ϭίϷ΍ΩΪόΗ atau ϝϮόΒϟ΍ΩΪόΗ yang berarti bersuami lebih dari seorang pria. Ayat yang berbicara tentang poligami dalam QS. al-Nisa’ [4]: 3 ˸ϥ˶Έ˴ϓ˴ωΎ˴Α˵έ ˴ϭ ˴Ιϼ˵Λ ˴ϭϰ˴Ϩ˸Μ˴ϣ ˶˯Ύ˴δ˷˶Ϩϟ΍ ˴Ϧ˶ϣ ˸Ϣ˵Ϝ˴ϟ ˴ΏΎ˴ρΎ˴ϣ΍Ϯ˵Τ˶Ϝ˸ϧΎ˴ϓϰ˴ϣΎ˴Θ˴ϴ˸ϟ΍ϲ˶ϓ΍Ϯ˵τ˶δ˸Ϙ˵Ηϻ˴΃ ˸Ϣ˵Θ˸ϔ ˶Χ ˸ϥ˶· ˴ϭ ˴΃ ˸Ϣ˵Θ˸ϔ ˶Χ ΍Ϯ˵ϟ˶Ϊ˸ό˴Ηϻ ΍Ϯ˵ϟϮ˵ό˴Ηϻ˴΃ϰ˴ϧ˸Ω˴΃˴Ϛ˶ϟ˴Ϋ˸Ϣ˵Ϝ˵ϧΎ˴Ϥ˸ϳ˴΃ ˸Ζ˴Ϝ˴Ϡ˴ϣΎ˴ϣ ˸ϭ˴΃˱Γ˴Ϊ ˶Σ΍ ˴Ϯ˴ϓ Perkatan adil yang bergaris bawah dalam ayat ini adalah adil dalam bentuk zahir, seperti adil dalam memberi makanan, pakaian dan tempat tinggal. Bukan adil dalam bentuk bathiniyah kecondongan batin, karena bagaimanapun hati manusia tidak mampu sepenuhnya adil QS. Al-Nisa`: 129. Tapi suami dilarang membiarkan isterinya terkatung-katung ΔϘϠόϤϟΎϛΎϫϭέάΘϓ, tidak digauli dan tidak ditalak. Poligami menurut Mahmud Syaltut, mantan Syekh Al-Azhar, hukumnya mubah. Poligami dibolehkan selama tidak dikhawatirkan terjadinya penganiayaan terhadap para istri.