Definisi Ihsan 1. Definisi Secara Etimologi

Materi PAI untuk MIMTsMA | 363 mengambil air. Kemudian dia menarik sepatunya kembali, lantas meminumkan air kepada anjing tersebut. Allah pun mengampuninya. HR Bukhari dan Muslim Jadi, semua fondasi agama dan cabang-cabangnya serta semua adab pergaulan dalam berinteraksi dan bermasyarakat, dikembalikan kepada hakikat ihsan itu sendiri. Bagian dari sikap ihsan yaitu memaafkan kesalahan orang lain. Menurut Ibnu Qayyim, ihsan itu memiliki tiga tingkatan. 1. Ihsan ketika berniat, yaitu dengan cara meluruskan niat sesuai ilmunya, mengukuhkannya dengan kemantapan hati, dan memurnikannya saat itu juga. 2. Ihsan dalam kondisi apa pun, yaitu berupaya agar semangat berihsan tetap terpelihara, selalu menyala, dan memperbaruinya sebagai suatu pengukuhan jalan hidup. Adapun yang dimaksud dengan pemeliharaan ihsan, yakni menjaga ihsan tetap ada dalam diri seorang mukmin dan tidak mengubahnya karena ihsan dalam kondisi apa pun bisa lewat begitu saja layaknya awan berjalan. Dan pemeliharaan ihsan tersebut harus dilakukan secara terus-menerus dan tidak boleh terlupa barang sejenak pun. 3. Ihsan dalam memanfaatkan waktu, yaitu dengan tidak kehilangan kesempatan sedetik pun untuk bermusyahadah dan tanpa ada seorang pun yang mengusik. Artinya, konsentrasi kita harus dipusatkan kepada Allah swt. saja dan tidak boleh dipusatkan kepada sesuatu yang lain.

E. Kedudukan Ihsan

Ibnu Qayyim berkata, Ihsan adalah salah satu kedudukan yang terdapat dalam firman Allah, “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Kedudukan ihsan ini adalah inti, roh, kesempurnaan keimanan, dan mencakup seluruh kedudukan. Salah satu yang menguatkan kedudukan ini adalah firman Allah, Tidak ada balasan untuk kebaikan ihsan selain kebaikan [ihsan] pula. QS. ar-Rahman : 60 Ihsan meliputi semua pintu hakikat kebenaran. Hendaknya kita menyembah Allah seakan kita melihat-Nya. Menurut Ibnu Abbas dan ulama tafsir, maksud kebaikan ihsan yang pertama pada ayat di atas adalah mengucapkan kalimat tauhid, yaitu La Ilaha Illallahu. Kebaikan ihsan yang kedua, maksudnya adalah surga Allah swt. Jadi, makna global dari ayat tersebut adalah, apakah ada balasan lain bagi orang yang mengatakan kalimat La Raba Illallahu dan mempraktikkan apa yang dibawa oleh Rasulullah saw selain balasan surga? Sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah membaca ayat tersebut, lalu bersabda, Apakah kalian tahu apa yang difirmankan oleh Tuhan kalian? Para sahabat lalu menjawab, Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Kemudian Rasulullah menjelaskan kepada sahabat apa yang difirmankan oleh Allah pada ayat di atas, Apakah ada balasan lain bagi orang yang telah Aku beri nikmat kepadanya dengan nikmat tauhid, selain balasan surga? Hadits ini mengandung isyarat kesempurnaan rasa kebersamaan dengan Allah, muraqabah-Nya, rasa cinta kepada-Nya, pengenalan terhadap zat-Nya, tobat kepadaNya, dan ikhlas karena-Nya dalam melaksanakan seluruh amalan keimanan. Madarijus Salikin, jilid II:480 364 | Modul Pendidikan Agama Islam

F. Orang yang Berharga Adalah orang yang Berbuat Ihsan

Ali bin AbuThalib r.a. mengatakan bahwa nilai seseorang terdapat pada perbuatan baiknya, bukan pada dagingnya, darahnya, dan pakaiannya yang tidaklah berharga sama sekali. Jadi, nilai seseorang itu terdapat pada ihsan, kreasi, dan prestasinya. Barangkali, tentang nilai manusia ini bisa lebih diperinci lagi dan terletak pada ilmu, kerarnahan, kelemahlembutan, keimanan, kesungguhan jihadnya, adab, kecerdasan, dan semua sifat, gelar serta label terpuji lainnya. Jika demikian, mengapa manusia tidak berusaha untuk menambah nilainya? Dan mengapa juga tidak membuat dirinya lebih berharga? Semestinya dia mengerahkan semua usahanya untuk terus menggapai nilai lebih. Kewajiban orang yang berilmu adalah terus mencari dan membaca semua literatur, berdiskusi dengan para penulis, berlomba-lomba dengan para ulama, menekuni dunia tulis-menulis, dan menyelami bahasa. Kewajiban ahli ibadah abid adalah bermunajat kepada Tuhannya setiap saat, memanfaatkan semua kesempatan untuk beribadah, dan membiasakan dirinya mengulurkan bantuan kepada orang lain. Hada’iq Dzatu Bahjah, 98-99 Kehidupan ini tidak akan mengakui orang-orang yang hanya mendekam dirumahnya dan bersembunyi di kamarnya. Akan tetapi, mereka harus terus bergerak untuk maju sehingga mereka mampu menjalani risalah hidupnya, mampu menjawab pertanyaan Tuhannya, dan mampu menyambut tujuan awal penciptaannya serta tuntutan dari perbuatannya, Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja tanpa per- tanggungjawaban? QS. al-Qiyamah : 36

G. Kondisi yang Tepat untuk Berbuat Ihsan

Pada dasarnya, kewajiban bersikap ihsan mencakup semua kondisi dan dimensi kehidupan. Sejatinya, seseorang memulai bersikap ihsan kepada dirinya sendiri kemudian kepada keluarganya, tetangganya, dan masyarakat umum. Bahkan seseorang diperintahkan juga untuk bersikap ihsan pada tumbuh-tumbuhan, binatang, dan benda mati sekalipun. Begitulah Islam menganjurkan setiap muslim untuk berbuat ihsan kepada siapa pun dan apa pun, hal itu selaras dengan sabda Rasulullah saw. di dalam hadits berikut ini. Sesungguhnya Allah mewajibkan kepada kalian untuk berbuat baik bersikap lemah lembut pada setiap perkara. Apabila kalian membunuh maka baikkanlah caranya dan apabila kalian menyembelih maka baikkanlah caranya, hendaknya salah satu dari kalian mengasah pisaunya terlebih dahulu Baru sembelihlah dalam keadaan tenang. HR Muslim

I. Ihsan kepada Diri Sendiri

Ada orang yang bertanya, Bagaimana seseorang bersikap ihsan kepada dirinya sendiri? Jawabannya adalah bila seorang hamba mampu mengendalikan dirinya dan mengarahkannya untuk taat kepada Allah swt. serta mengikuti jejak Rasulullah saw. maka dia telah berbuat ihsan kepada dirinya. Sebab itu, Allah swt. berfirman, ‡ÙÝW5XT WXT \IˆS\y §°¨ \I\-RNÚU VÙ \FXqSÉIÊÚ \IXSÙVXT §±¨ ÕiV \ZQ ÙÙU CW \IŠ\w §²¨ ÕiVXT ]V] CW