Arborea Roxb dengan variabel respon volume pohon m
3
dan variabel prediktor diameter
pohon cm. Pada
tulisan  ini  akan  dibahas  estimasi  model  regresi  nonparametrik dengan
error  lognormal  berdasarkan  estimator  Kernel,  selanjutnya,  model tersebut
diimplementasikan  pada  OSS  Statistika  R.  Sebagai  ilustrasi,  model diaplikasikan
pada  data  pohon  Gmelina  Arborea  Robx  dengan  variabel  respon adalah
volume pohon m
3
dan variabel prediktor adalah tinggi pohon m.
2. Estimator Kernel
Diberikan n  data  pengamatan  berpasangan
mengikuti model regresi sebagai berikut:
, ,
. .
. ,
, ,
,
2 2
1 1
n n
y x
y x
y x
3 1 2
, , , ...,
i i
i
y f x
i ε
= =
n
i
dengan .
Persamaan  regresi  pada  model  3  ditransformasi dengan
mengambil  nilai  logaritma  alam    ln    dari  kedua  ruas  persamaan, sehingga
diperoleh
, ~
2
σ ε
LN
i
i i
y f
x ε
= +
4 dengan
2
~ ,
i
N
ε σ
,
i i
i ,
i i
ln x
f ln
x f
y ln
y
ε ε
= =
=
∗ ∗
i
,
Kurva regresi  f
x
i
tidak  diketahui  dan  dapat  diestimasi  dengan pendekatan
estimator Kernel. Dalam mengestimasi kurva regresi, f x
i
, dengan
pendekatan Kernel, digunakan fungsi bobot
, x
w
nr
r = 1,2,…,n. Menurut
teori, fungsi regresi didefinisikan sebagai berikut:
[ ]
∗ ∞
∞ −
∗ ∗
∞ ∞
− ∗
∗ ∗
∫ ∫
= =
= =
dy x
f y
, x
f y
dy x
y f
y x
X Y
E x
f
5 Pada
persamaan 5, ,
dapat diestimasi dengan perkalian multiple Kernel  : y
x f
,
∑ ∑
= =
∧
− −
= ⎟⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎝
⎛ − ⎟⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎝
⎛ − =
n i
i i
h i
h 2
i n
1 i
1 i
2 1
y y
K x
x K
n 1
h y
y K
h x
x K
h nh
1 y
, x
f
2 1
Matematika
873
Pembilang pada persamaan  5  dapat dinyatakan sebagai :
dy y
y K
x x
K y
n 1
dy y
, x
f y
i h
n 1
i i
h
2 1
∫ ∑ ∫
− −
=
=
∑ ∫
=
− −
=
n 1
i i
h i
h
dy y
y K
y x
x K
n 1
2 1
dy h
y y
K h
y x
x K
n 1
n 1
i 2
i 2
i h
1
∑ ∫
=
⎟ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎜
⎝ ⎛ −
− =
Selanjutnya, dimisalkan
ds h
dy sh
y y
2 2
i
= →
+ =
, sehingga diperoleh :
∫ ∫
∑
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
+ −
=
=
ds h
h h
s K
h h
s y
x x
K n
1 y
, x
f y
2 2
2 2
2 i
n 1
i i
h
1
ds s
K sh
y x
x K
n 1
n 1
i 2
i i
h
1
∑ ∫
=
+ −
=
∑ ∫
∫
=
+ −
=
n 1
i 2
i i
h
, ds
s K
s h
ds s
K y
x x
K n
1
1
i n
1 i
i h
y x
x K
n 1
1
∑
=
− =
Dari uraian di atas diperoleh estimator Kernel sebagai berikut :
∑ ∑
∑
= =
=
= −
− =
n i
i h
n i
i h
n i
i i
h h
y x
w x
x K
n y
x x
K n
x fˆ
1 1
1
1 1
6
dengan
∑
=
− −
=
n 1
i i
h i
h h
x x
K x
x K
w 7
Oleh karenanya, estimasi untuk kurva regresi pada model 1 adalah :
∑
=
=
n i
i h
y x
w h
e x
fˆ
1
8
3. Algoritma dan Program R
a. Algoritma  untuk  menentukan  nilai  bandwidth  h  yang  optimal  dengan
kriteria GCV.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
874
1.
Mendefinisikan vektor Y dan  X,  dimana X dan Y diurutkan dari yang
terkecil berdasarkan nilai X.
2. Menentukan
fungsi Kernel
Gaussian ,
2
1 1
exp ,
2 2
K x x
x π
= −
−∞   ∞ 3.
Menghitung x
fˆ
i ∗
dari persamaan 6
4. Menghitung
[ ]
2 1
1 2
1
1 h
W I
tr n
x f
y n
h GCV
n i
i h
− −
=
− =
∗
∑
dengan  mengiterasikan  nilai bandwidth
awal  sampai  diperoleh  GCVh  yang  paling  minimum. Bandwidth
h optimal adalah nilai h yang bersesuaian dengan nilai GCV yang
minimum. b.
Algoritma untuk menentukan nilai estimasi  adalah :
i
y 1.  Menentukan
Fungsi  Kernel  yang  akan  digunakan  untuk  menghitung bobot.
2.  Memasukkan nilai bandwidth   yang optimal dengan kriteria GCV dari
algoritma 3.a
h
3.  Hitung nilai
i i
n i
h
y h
x x
K nh
x f
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ −
=
∑
=1
1 dengan
i =1,2…n,   j =1,2…n  ,  n = banyaknya data pengamatan. 4.  Diulang
langkah ke 3 sampai seluruh nilai
i
x Berdasarkan
algoritma  a,  untuk  memilih  bandwidth  optimal  dengan  kriteria GCV
diimplementasikan program R sebagai berikut : kernel
‐functionu {
exp‐0.5u2sqrt2pi }
GCV ‐functionrespon,varbas,hlamda
{ yk‐respon
tk‐varbas hl‐hlamda
Matematika
875
n‐lengthyk catʺ====================ʺ
catʺ\n  lamda     GCVʺ catʺ\n====================ʺ
whilehl  hlamda + 1.1 {
u‐matrix0,ncol=n,nrow=n fori in 1:n
{ for j in 1:n
{ u[j,i]‐tk[j]‐tk[i]hl
} }
jumlah‐matrix0,ncol=1,nrow=n for i in 1:n
{ forj in 1:n
{ jumlah[i,1]‐jumlah[i,1]+kernelu[i,j]
}
} H‐matrix0,ncol=n,nrow=n
for  i in 1:n {
for j in 1:n {
H[i,j]‐kernelu[i,j]jumlah[i,1] }
} mhlamda‐Hyk
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
876
atas‐tyk‐mhlamdayk‐mhlamdan bawah‐1‐sumdiagHn2
GCV‐atasbawah catʺ\n  ʺ,formathl
catʺ    ʺ,formatGCV hl‐hl + 0.05
} }
Sedangkan program  R  untuk  menentukan  nilai  estimasi
berdasarkan algoritma
b. adalah sebagai berikut : x
f
i
estimasikernel ‐functionrespon,varbas,hlamda
{ data‐cbindrespon,varbas
dataurut‐data[ordervarbas,1:2] yk‐dataurut[,1]
tk‐dataurut[,2] hl‐hlamda
n‐lengthyk u‐matrix0,ncol=n,nrow=n
fori in 1:n {
for j in 1:n {
u[i,j]‐tk[i]‐tk[j]hl }
} w‐matrix0,ncol=n,nrow=n
for i in 1:n {
Matematika
877
forj in 1:n {
w[i,j]‐kernelu[i,j] }
} H‐matrix0,ncol=n,nrow=n
for  i in 1:n {
for j in 1:n {
H[i,j]‐w[i,j]sumw[i,] }
} mhlamda‐Hyk
mse‐tyk‐mhlamdayk‐mhlamdan for  i in 1:n
{ catʺ\n ʺ, formatmhlamda[i]
} catʺ\n Nilai MSE =ʺ,formatmse
plottk,mhlamda,type=ʺlʺ,xlim=cmintk,maxtk,ylab=ʺVolume
Pohon ʺ,xlab=ʺTinggi Pohonʺ,ylim=c‐5,0
parnew=T plottk,yk,xlim=cmintk,maxtk,ylab=ʺVolume Pohonʺ,xlab=ʺTinggi
Pohon ʺ,ylim=c‐5,0
} 4.
Aplikasi pada data pohon Gmelina Arborea Roxb.
Salah satu  hasil  hutan  yang  ada  di  Indonesia  adalah  Gmelina  Arborea
Roxb ,
yang berasal dari famili Verbenacea, dengan nama lokaldaerah : Jati putih
Indonesia, gamari,  gumadi  India,  gamar  Bangladesh,  dan  yemane
Myanmar. Pohon Gmelina Arborea Roxb, tumbuh sangat cepat, tingginya bisa
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
878
mencapai 40 meter. Batangnya kurus dan permukaannya halus, dan berwarna
abu ‐abu gelap, yang semakin lama akan berwarna coklat. Daunnya berbentuk
seperti hati  dan  bunganya  berwarna  oranye  dan  kuning,  dan  menghasilkan
madu. Kayu dari pohon ini memiliki banyak kegunaan, di dunia industri kayu
Gmelina Arborea  Roxb  digunakan  untuk  furniture,  bahan  untuk  pulp
pengepakan, chipboard,  kano,  alat  musik  dan  lain‐lain.  Jika  dibandingkan
dengan jenis  kayu  yang  lain  Gmelina  Arborea  Roxb  sangat  baik  untuk  industri
kertas. Para pemeluk agama hindu juga biasa menggunakan akar, kulit batang
dan buahnya  untuk  obat‐obatan.  Sebagai  ilustrasi,  model  diaplikasikan  pada
data pohon  Gmelina  Arborea  Robx  di  areal  HTI  Wanakasita  Jambi,  dengan
variabel respon adalah volume pohon m
3
dan variabel prediktor adalah tinggi pohon
m.  Berdasarkan  hasil  dari  program  R  yang  diimplementasikan  pada data
pohon  tersebut,  diperoleh  nilai  bandwidth  optimal  yaitu  0,3  dengan  nilai MSE
=  0,0675  dan  R
2
=  0,99  dan  estimasi  modelnya  adalah  :
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎜
⎜ ⎜
⎜ ⎜
⎜
⎝ ⎛
∑ =
⎟⎟ ⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎜
⎝ ⎛
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
∑ =
⎟⎟ ⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎜
⎝ ⎛
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
=
− −
− −
93 1
93 1
2 3
2 1
2 1
2 3
2 1
2 1
i i
Y i
Y
. i
X x
exp .
i X
x exp
exp
π π
Plot antara observasi dan hasil estimasi model tampak pada Gambar 1 berikut
ini :
6 8
10 12
14 16
18 -5
-4 -3
-2 -1
V ol
um e P
ohon
6 8
10 12
14 16
18
T in g g i  Po h o n
-5 -4
-3 -2
-1
Gambar 1. Plot Estimasi Model berdasarkan Estimator Kernel
Selanjutnya dilakukan  pengujian  asumsi  error  berdistribusi  lognormal
menggunakan uji Kolmogorov diperoleh nilai  p‐value adalah 0,56482, dengan
α = 5  diperoleh kesimpulan bahwa errornya berdistribusi lognormal.
Matematika
879
Ucapan terima kasih
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang dibiayai DP2M Ditjen
DIKTI melalui Program HIBAH PEKERTI  Nomor Kontrak :
016SP2HPPDP2MIII2007, tertanggal 29 Maret 2007.
5.
Daftar Pustaka
Anonim, 2006,  The  Lognormal  Distribution,  http:limnology.wisc.edu  Akses  :
Maret 2007
Chamidah, N., Saifudin, T., Tirta, I.M., dan Lestari, B., 2007, Implementasi OSS
StatistikaR Pada  Model    Regresi  Nonparametrik  Dengan  Error  Lognormal
Berdasarkan Estimator  Penalized‐Spline,  Makalah  Seminar  Nasional
Statistika VIII, 3 Nopember 2007, ITS, Surabaya.
Eubank, R.M.,  1988,  Spline  Smoothing  and  Nonparametric  Regression,  Marcel
Dekker, New York.
Limpert, E,  Werner  A,  Stahel,  and  Abbt,  M.,  2001.  Log‐normal  Distribution
Across
the Sciences : Keys and Clues. Bio Science, 515, 341‐352.
Ronitua, M.,  2002,  Kajian  Fenomena  Hurst  dan  Uji  Statistik  Debit  Input  Waduk
Kaskade Citarum, http:digilib.ampl.or,id Akses: Maret 2007.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
880
Keterkendalian Sistem Linear Atas Ring Komutatif
Melalui Pendekatan Model Polinomial
Primastuti Indah Suryani
Sri Wahyuni
Jurusan Matematika FMIPA UGM
Sekip Utara Yogyakarta 55281
Abstrak
Dalam teori  sistem  abstrak  atas  ring  komutatif  A.  Jika  diberikan  sistem  linear  quintuple
di mana modul state X dipandang sebagai modul yang dibangun secara berhingga atas A
dengan  F∈End
, ,
, ;
J H
G F
X
A
X, G  dan  H  merupakan  A‐homomorfisma  modul,  maka  pemetaan  inklusi
beserta  endomorfisma  F  membangkitkan  struktur  modul  atas  ring  polinomial ,
sehingga diperoleh  bahwa  A‐modul  X  membangkitkan
‐modul  berhingga  X
] [
: s
A A
i →
] [s
A ]
[s A
F
. Selain  itu,
endomorfisma F juga membangkitkan
‐homomorfisma modul, G
] [s
A
F
dan H
F
, yang menentukan suatu
sistem linear  quadruple
melalui ring  polinomialnya.  Selanjutnya  karakterisasi
keterkendalian sistem  linear  quintuple
dan  sistem  linear  quadruple dapat  ditentukan  dengan  menyelidiki
‐homomorfisma  modul  dan  sifat coprime
‐kirinya.
, ,
; J
H G
X
F F
F
, ,
, ;
J H
G F
X
, ,
; J
H G
X
F F
F
] [s
A
Kata ‐kata kunci : keterkendalian, coprime‐kiri.
I. Pendahuluan
Selama ini  telah  dipelajari  beberapa  teori  mengenai  sistem  linear  dan
keterkendaliannya, baik sistem linear atas lapangan maupun sistem linear atas
ring komutatif.  Perkembangan  teori  sistem  dengan  pendekatan  model
polinomial pada  sistem  linear  atas  lapangan  telah  dibahas  [5]  yang  berhasil
digeneralisasi oleh [4] pada sistem linear atas daerah ideal utama. Pada tahun
2000, Lomadze berhasil melakukan pendekatan model polinomial pada sistem
linear atas ring komutatif. Hal inilah yang menjadi ketertarikan penulis untuk
dapat mengikuti ide dalam [7] untuk menentukan karakterisasi keterkendalian
pada sistem  atas  ring  komutatif  melalui  pendekatan  model  polinomial.
Beberapa paper  pendukung  menunjukkan  peran  aljabar  yang  banyak
digunakan dalam  teori  sistem  sehingga  diperlukan  dukungan  teori  aljabar,
khususnya teori  modul.  Selanjutnya  akan  ditentukan  bahwa  keterkendalian
Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang
diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24  Nopember 2007
sistem linear  atas  ring  komutatif  menentukan  keterkendalian  sistem  atas  ring
polinomialnya. Berdasar
latar  belakang  di  atas,  tujuan  dari  penelitian  adalah  sebagai berikut
: 1.  Memperoleh
penyajian  sistem  linear  atas  ring  polinomial  yang bersesuaian
dengan sistem linear atas ring komutatifnya. 2.  Mengetahui
hubungan  pemetaan  linear  atas  ring  komutatif  dengan pemetaan
linear atas ring polinomialnya. 3.  Menentukan
karakterisasi  keterkendalian  sistem  linear  atas  ring komutatif
dan  hubungannya  dengan  keterkendalian  sistem  linear  atas ring
polinomialnya.
II.  Metode Penelitian
Uraian secara terpadu dan sistematis disampaikan dalam tahapan‐tahapan
sebagai berikut :
1.  Menyajikan sistem  linear  atas  ring  polinomial  yang  bersesuaian  dengan
sistem linear atas ring komutatifnya.
2.  Menentukan karakterisasi keterkendalian sistem linear atas ring komutatif
dengan membentuk pemetaan linear atas ring komutatif.
3.  Membentuk pemetaan  linear  atas  ring  polinomial  yang  bersesuaian
dengan butir2 dan menentukan karakterisasi keterkendaliannya.
4.  Mendefinisikan sistem  linear  quintuple  atas  ring  komutatif  dan  sistem
linear quadruple atas ring polinomialnya.
5.  Menunjukkan bahwa  keterkendalian  sistem  linear  quintuple  atas  ring
komutatif menentukan  keterkendalian  sistem  linear  atas  ring
polinomialnya.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
882
III.  Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada tahap awal penelitian dipelajari tentang keterkendalian sistem linear
abstrak, baik  sistem  linear  atas  lapangan  maupun  sistem  linear  atas  ring
komutatif. Definisi keterkendalian sistem linear abstrak dapat dijumpai dalam
[2], [3], dan [9].
III.1. Keterkendalian Sistem Linear Abstrak
Menurut Olsder,  keterkendalian  dapat  ditentukan  melalui  matriks
polinomial dalam  hubungannya  dengan  sifat  coprime‐kiri,  yang  disajikan
dalam definisi dan teorema lengkap dengan pembuktiannya dalam [9] sebagai
berikut :
Definisi 3.1.1.
Diberikan sistem Σ  :  Psξ = Qsu  dan  y = Rsξ  dimana ξ adalah state parsial dan
P s
nonsingular. Sistem Σ terkendali controllable jika matriks Ps dan Qs coprime‐ kiri.
Mengingat sistem yang dipelajari dalam tulisan ini dinyatakan sebagai :
t Ju
t Hx
t y
t Gu
t Fx
t x
+ =
+ =
3.1 dan
menggunakan  transformasi  Laplace  persamaan  3.1  dapat  dinyatakan dalam
bentuk :
s uˆ
J s
xˆ H
s y
ˆ s
uˆ G
x s
xˆ F
sI +
= +
= −
3.2 di
mana sI – F, F, G, H, dan J masing‐masing adalah matriks polinomial. Berikut
ini  disajikan  teorema  keterkendalian  controllable  disertai  bukti lengkapnya
dalam referensi [9]  sebagai berikut :
Teorema 3.1.2.
Sistem 3.2 terkendalicontrollable jika dan hanya jika
F sI
−
dan G coprime‐kiri Teorema
di  atas  nantinya  akan  menjadi  teorema  acuan  dalam menentukan
keterkendalian  sistem  linear  atas  ring  komutatif  melalui
Matematika
883
pendekatan model polinomial. Tentu saja, dengan mendefinisikan
, ,
dan H  yang sesuai untuk sistem linear atas ring komutatif.
F sI
−
G
Selain teorema di atas, penelitian yang dilakukan [5] juga menghasilkan
lemma ‐lemma  yang  berkaitan  dengan  keterkendalian  sistem  linear  atas
lapangan K  melalui  pembentukan  model  polinomialnya,  yaitu  terbentuknya
K [z]
dengan indeterminate z, dinyatakan sebagai berikut : Diberikan
sistem  Σ =  X;F,G,H  dimana  X  adalah  ruang  linear  atas
lapangan K.  Jika  K[z]  merupakan  ring  polinomial  dalam  indeterminate  z
dengan koefisien di K dan bilangan bulat positif m dan p sebagai banyak input
dan banyak output, maka pemetaan keterkendalian
R : K
m
[z] X dari sistem Σ  didefinisikan sebagai : R
→
∑ ∑
= =
= ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛
n i
i i
n i
i i
Gu F
z u
Pemetaan keterkendalian  pada  sistem  linear  atas  lapangan  melalui
pendekatan model  polinomial  di  atas  akan  digeneralisasi  menjadi  pemetaan
keterkendalian pada  sistem  linear  atas  ring  komutatif  melalui  pendekatan
model polinomial.
Berikutnya diberikan  lemma  berkaitan  dengan  keterkendalian  sistem
linear atas  lapangan  melalui  model  polinomial  yang  melibatkan
‐ homomorfisma
modul  sebagai berikut :
] [z
K
Lemma 3.1.3.
Sistem Σ  terkendali controllable jika dan hanya jika pemetaan keterkendalian R dari
sistem Σ  yang dipandang sebagai K[z]‐homomorfisma modul adalah surjektif.
Selain karakterisasi  keterkendalian  sistem  linear  atas  lapangan  yang
disajikan di atas, hal tersebut dapat digeneralisasi pada sistem linear atas ring
komutatif yang  selanjutnya  disebut  juga  sistem  linear  quintuple.  Beberapa
definisi dan karakterisasi keterkendalian sistem linear atas ring komutatif telah
dibahas dalam [10] dan [2] yang disajikan sebagai berikut :
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
884
Definisi 3.1.4.
Diberikan ring  komutatif  A.  Sistem  dinamik  linear  bebas  Σ  berwaktu  diskret  dan
konstan atas  ring  komutatif  A  dinyatakan  sebagai  triple  F,G,H  dimana  F∈A
nxn
, G∈A
nxm
dan H∈A
pxn
untuk suatu bilangan bulat n,m,p dengan n adalah rank dari  Σ, banyak
input  m  dan  banyak  output  p.  Secara  khusus  jika  m  =  p  =  1,  maka  sistem  Σ disebut
sistem skalar. Jika
X, U, dan Y masing‐masing dinotasikan sebagai A‐modul bebas A
n
, A
m
, dan
A
p
yang dibangun
secara berhingga,
maka adalah A‐pemetaan modul dan definisi sistem
di mana modul state, modul input dan modul outputnya diberikan oleh X, U,
dan Y diberikan sebagai:
Y X
H X
U G
X X
F →
→ →
: ,
: ,
:
t Hx
t y
t Gu
t Fx
1 t
x =
+ =
+
3.3 dengan
t∈Z, state xt∈A
n
, input ut∈A
m
, dan output yt∈A
p
untuk semua t. Berikutnya
jika diberikan ring komutatif A dan indeterminate s sehingga diperoleh
ring  polinomial  A[s].  Konsep  teori  sistem  linear  abstrak  dan  teori modul
memegang  peranan  penting  dalam  membangkitkan  sistem  linear  baru atas
ring polinomial A[s] dari sistem linear atas ring komutatif A.
III.2. Pendekatan  Model  Polinomial  Pada  Sistem  Linear  Atas  Ring
Komutatif
Pada bagian  ini  akan  dibahas  mengenai  peranan  teori  modul  dalam
melakukan pendekatan  model  polinomial  pada  sistem  linear  atas  ring
komutatif yang  digeneralisasi  dari  pendekatan  model  polinomial  pada  sistem
linear atas  daerah  ideal  utama  yang  telah  dibahas  oleh  [4].  Sebelumnya  telah
diperoleh bahwa ring A dan indeterminate s membentuk ring polinomial
dan melalui lokalisasi T pada
diperoleh ring fungsi rasional ,
di mana T
adalah himpunan semua polinomial monik .
Salah satu bagian penting yang
mendasari pendekatan model polinomial adalah karakterisasi dari modul
] [s
A ]
[s A
s A
] [s
A
Matematika
885
faktor yang  diperoleh  dari    hubungan
dan dalam  membentuk
struktur modul  faktor  sehingga  diperoleh
] [s
A s
A ]
[ s
A s
A
‐modul  faktor yang
diasumsikan merupakan modul bebas yang dibangun secara berhingga atas A.
Berikutnya akan  ditunjukkan  bahwa  A‐modul  X  bersama  dengan  operasi
pergandaan skalar
x X   X akan membentuk struktur ‐modul dalam
lemma berikut :
] [s
A
] [s
A
→
] [s
A
Lemma 3.2.1.
Jika X  adalah  modul  yang  dibangun  secara  berhingga  atas  A,  tuliskan  himpunan
membangun X dan F adalah A‐endomorfisma dari X, maka A‐modul X dapat
dipandang  sebagai ‐modul  X  dengan  operasi  pergandaan  skalar  yang
didefinisikan sebagai :
} ,...,
, {
n 2
1
x x
x
] [s
A
] [s
A
x
X    X , a,x  aFx
→
a
Selanjutnya dalam tulisan ini, A‐modul X yang membangkitkan struktur
‐modul  melalui  suatu  endomorfisma  F  ,  dinotasikan  sebagai  X
] [s
A
F
. Dengan
mengingat pengertian  modul  torsi  dalam  teori  modul  dan  berdasarkan
pendekatan aljabar pada teori sistem, modul state X
F
yang merupakan modul atas
ring  polinomial  harus  merupakan  modul  berhingga,  yaitu  :  modul  torsi yang
dibangun secara berhingga.
III.2.1. Modul Berhingga atas Ring Polinomial
] [s
A
Diketahui bahwa  X  adalah  modul  atas  A  yang  dibangun  secara
berhingga dan  X
F
adalah  modul  atas yang  juga  dibangun  secara
berhingga, lebih  lanjut  akan  diselidiki  bahwa  X
] [s
A
F
adalah  modul  berhingga. Berikut
diberikan lemma yang menyatakan bahwa X
F
adalah modul berhingga.
Lemma 3.2.2.
X
F
adalah modul berhingga atas
] [s
A
Bukti :
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
886
Cukup dengan menunjukkan bahwa X
F
adalah modul torsi atas .
Dibentuk M
] [s
A
T
X
F
adalah himpunan semua elemen torsi dari X
F
dan diketahui F∈End
A
X. Misalkan
polinomial  monik  ps=det
F sI
−
sehingga    M
T
X
F
={x∈X
F
| ∃ps∈A[s]
‐{0}a.x=0}. Jika
T  adalah  himpunan  semua  polinomial  monik,  maka ‐{0}=  T  dan
diperoleh :
] [s
A
M
T
X
F
= {x∈X
F
| ∃ps∈T ps.x = 0}
def
= {x∈X
F
| ∃ps∈T pFx = 0}. Telah
diketahui  bahwa  polinomial  monik  ps  adalah  polinomial  karakteristik dari
F,  yaitu  :  ps  =  det ,
maka    menurut  Teorema  Cayley‐Hamilton diperoleh
pF = 0 dengan F∈M
F sI
−
n
A, sehingga diperoleh M
T
X
F
= X
F
. Terbukti
X
F
modul torsi atas A[s]. Jadi,
X
F
modul berhingga atas .
□
] s
[ A
Selanjutnya dengan  menerapkan  pembentukan  produk  tensor  dalam
[11] diperoleh  penyajian
⊗
] [s
A
A [s]
X dan  mengingat  bahwa
merupakan modul
bebas atas dengan basis {1, s, s
] [s
A ]
[s A
2
, ... }, Rotman menyatakan bahwa
⊗ X
] [s
A
F
≅
C
F i
X As
⊗ dengan   menyatakan jumlah langsung dari As
C
i
dan X
F
, sehingga  untuk  setiap  x∈
⊗ X
] [s
A
F
dapat  dipandang  sebagai  vektor  yang mempunyai
penyajian  tunggal  berbentuk  x= di  mana    x
∑
=
⊗
n i
i i
x s
i
∈X
F
. Dari
penyataan di  atas,  karena
adalah  ring  polinomial  yang  komutatif,  maka diperoleh
⊗X
] [s
A ]
[s A
F
≅ X
F
⊗ .
Selanjutnya X
] [s
A
F
⊗ dinotasikan sebagai X[s]
dan untuk  setiap  x∈X[s]  dapat  disajikan  secara  tunggal  dalam  bentuk    x  =
di mana x
] [s
A
∑
=
⊗
n i
i i
s x
i
∈X
F
. III.2.2.
Penyajian Model Polinomial
Menurut Rotman 1979 dikatakan bahwa dapat dikonstruksikan sebuah
‐modul  X[s]  dari  suatu  A‐modul  X.    Berdasarkan  konstruksi  di  atas,  jika
] [s
A
Matematika
887
] [
] [
s A
X s
X
F
⊗ =
dipandang  sebagai  modul  atas dalam  indeterminate  s,
maka pengaitan
dapat didefinisikan sebagai :
∑
. Selanjutnya  akan  diberikan  suatu  lemma  yang  menyatakan
bahwa pengaitan
merupakan ‐homomorfisma modul.
] [s
A ]
[ ]
[ :
s X
s X
F sI
→ −
=
⊗
n i
i i
s x
a
∑
=
⊗ −
⊗
n i
i i
s 1
s s
1 x
] [
] [
: s
X s
X F
sI →
− ]
[s A
Lemma 3.2.3.
Diberikan A‐modul X dan A[s]‐modul X[s]. Jika F∈EndX dan indeterminate s, maka
pengaitan yang didefinisikan sebagai  :
] [
] [
: s
X s
X F
sI →
−
1 n
n n
1 i
i i
1 i
def n
i i
i
s x
s Fx
x 1
Fx s
x F
sI
+ =
− =
⊗ +
⊗ −
+ ⊗
− =
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⊗ −
∑ ∑
merupakan ‐homomorfisma modul.
] [s
A
Bukti :
i.  Akan ditunjukkan bahwa sI – F adalah pemetaan,
dengan menggunakan  sifat  produk  tensor  diperoleh  :
⇔
⇔ ,
sehingga diperoleh 3.4
∑ ∑
= =
⊗ =
⊗
n i
n i
i i
i i
s y
s x
∑
=
⊗ −
n i
i i
i
s y
x
i ,
y x
i i
∀ =
− i
, y
x
i i
∀ =
Akibatnya, ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ⊗
− =
−
∑
= n
i i
i
s x
F sI
x F
sI
1 n
n n
1 i
i i
1 i
def
s x
s Fx
x 1
Fx
+ =
−
⊗ +
⊗ −
+ ⊗
− =
∑
Menurut persamaan 3.4 diperoleh :
1 n
n n
1 i
i i
1 i
s y
s Fy
y 1
Fy
+ =
−
⊗ +
⊗ −
+ ⊗
−
∑
y F
sI s
y F
sI
n i
i i
def
− =
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⊗ −
=
∑
=
. Terbukti,
F sI
− pemetaan.
ii.  Akan ditunjukkan : ∀x,y∈X[s]sI
– Fx + y = sI – Fx + sI – Fy Ambil
sebarang x,y∈X[s] sehingga ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ⊗
+ −
= +
−
∑
= n
i i
i i
s y
x F
sI y
x F
sI
1 n
n n
n 1
i i
i i
1 i
1 i
def
s y
x s
y x
F y
x 1
y x
F
+ =
− −
⊗ +
+ ⊗
+ −
+ +
⊗ +
− =
∑
3.5
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
888
Diketahui ,
maka  F  dapat  dipandang  sebagai  homomorfisma modul.
X End
F ∈
Akibatnya, dengan menggunakan sifat produk tensor, persamaan 3.5 menjadi
: ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ⊗
+ ⊗
− ⊗
− +
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⊗ +
⊗ −
+ ⊗
−
+ =
− =
+ −
∑ ∑
1 n
n n
1 i
i i
1 i
n 1
i 1
n n
i i
1 i
s y
s Fy
y 1
Fy s
x s
Fx x
1 Fx
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⊗ −
+ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ⊗
− =
∑ ∑
= =
n i
i i
n i
i i
def
s y
F sI
s x
F sI
y F
sI x
F sI
− +
− =
Terbukti,
y F
sI x
F sI
y x
F sI
− +
− =
+ −
. iii.  Akan
ditunjukkan : ∀x∈X[s]∀p∈A[s] sI – Fpx = psI – Fx Ambil
sembarang x∈X[s] dan  p∈ dengan p
] [s
A
i
∈A sehingga diperoleh :
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⊗ −
∑
= n
i i
i
s px
F sI
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⊗ +
⊗ −
+ ⊗
− =
∑
= +
− n
1 i
1 n
n i
i 1
i def
s px
s px
F px
1 px
F dengan
mengingat maka diperoleh :
X End
F ∈
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⊗ +
⊗ −
+ ⊗
−
+ =
−
∑
1 n
n i
n 1
i i
1 i
s x
s Fx
x 1
Fx p
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⊗ −
=
∑
= n
i i
i def
s x
F sI
p
x F
sI p
− =
Terbukti sI – Fpx = psI – Fx
Dari i, ii dan iii terbukti  sI – F merupakan homomorfisma atas A[s]. □
Selain lemma di atas, dapat dibentuk pula pengaitan dari X[s] ke X
F
yang ditunjukkan
dalam lemma berikut :
Lemma 3.2.4.
Jika diberikan ϕ : X[s] Æ X
F
yang didefinisikan ,
maka
∑ ∑
= =
= ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ⊗
n i
i i
n i
i i
x F
s x
ϕ ϕ  merupakan
‐homomorfisma modul
] [s
A
Bukti :
Cukup dengan menunjukkan
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
∈ ⊗
⊗ ∀
∑ ∑
= =
n i
n i
i i
i i
s X
s y
s x
] [
, ]
[s A
p ∈
∀ ,
berlaku :
Matematika
889
1. =
+ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ⊗
+ ⊗
∑ ∑
= =
n i
n i
i i
i i
s y
s x
ϕ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ⊗
∑
= n
i i
i
s x
ϕ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ⊗
∑
= n
i i
i
s y
ϕ
2. = p.
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⊗
∑
= n
i i
i
s x
. p
ϕ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ⊗
∑
= n
i i
i
s x
ϕ Dari
1 dan 2 terbukti bahwa ϕ adalah homomorfisma modul atas A[s].□ Dari
lemma‐lemma di atas diperoleh bahwa X[s] modul atas dan X
] [s
A
F
modul atas
dengan  sI  –  F  dan  ϕ  masing‐masing  merupakan ‐
homomorfisma modul. Lemma berikut menyajikan dimana barisan modul dan
homomorfismanya membentuk suatu barisan eksak, yaitu:
] [s
A ]
[s A
Lemma 3.2.5.
Jika diberikan X
F
adalah ‐modul, maka terdapat barisan
] [s
A
X[s] X[s]
X
⎯→ ⎯
⎯ ⎯ →
⎯
−F sI
⎯→ ⎯
ϕ
F
3.6
⎯→ ⎯
yang merupakan barisan eksak atas A[s].
Bukti :
Didefinisikan ϕ
:  X[s] X
→
F
sebagai .
Menurut  Rotman 1979,
terdapat barisan eksak atas ,
yaitu : 0 K
X[s] X
∑
=
⊗
n i
i i
s x
a
∑
= n
i i
i
x F
] [s
A
→ →
⎯→ ⎯
ϕ
F
dengan →
] [
s X
K Ker
≅ =
ϕ sebagai    A[s]‐modul.  Pandang    β  :  X[s]
K  yang didefinisikan
∑
→
=
⊗
n i
i i
s x
a
∑
=
⊗ −
⊗
n i
i i
s 1
s s
1 x
1.  Akan ditunjukkan bahwa β
adalah pemetaan atas A[s] Ambil
sebarang ,
∈X[s] dengan
= sehingga
diperoleh: .
Dari  sini  diperoleh sehingga
= .Mengingat
∑
=
⊗
n i
i i
s x
∑
=
⊗
n i
i i
s y
∑
=
⊗
n i
i i
s x
∑
=
⊗
n i
i i
s y
n n
1 n
n 1
s y
... s
y 1
y s
x ...
s x
1 x
⊗ +
+ ⊗
+ ⊗
= ⊗
+ +
⊗ +
⊗ i
, y
x
i i
∀ =
def n
i i
i
s x
= ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ⊗
∑
=
β
∑
=
⊗ −
⊗
n i
i i
s 1
s s
1 x
...
n n
1 n
n
s s
x s
x 1
s x
s x
⊗ −
⊗ +
+ ⊗
− ⊗
+
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
890
i ,
y x
i i
∀ =
maka diperoleh
: ...
n n
1 n
n 1
n 1
n n
1 n
s s
y s
y s
s y
s y
1 s
y s
y ⊗
− ⊗
+ ⊗
− ⊗
+ +
⊗ −
⊗
+ −
− −
=
∑
. Terbukti, β
merupakan pemetaan.
=
⊗ −
⊗
n i
i i
s 1
s s
1 y
def
=
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⊗
∑
= n
i i
i
s y
β 2.  Akan
ditunjukkan  bahwa  Imβ  ⊆  K.  Ambil  sebarang  y∈  Imβ  maka y
x s
X x
= ∈
∃ ]
[ β
Akan ditunjukkan y∈K.
Dengan mengambil x = x maka x
= x ⊗ 1 ∈ X[s] maka
diperoleh y
= βx = βx =
βx ⊗ 1   x
def
=
1⊗s – s⊗11 = x ⊗
s – x s
⊗1⇔  y = x ⊗s
– x s
⊗1∈K. Terbukti Imβ ⊆ K.
Dari 1 dan 2 bahwa β adalah pemetaan atas A[s] dengan Imβ ⊆ K.
3.  Akan ditunjukkan β
injektif. Pandang β : ,
dengan
∑
=
⊗
n i
i i
s x
a
∑
=
⊗ −
⊗
n i
i i
s 1
s s
1 x
∑
=
⊗ −
⊗
n i
i i
s 1
s s
1 x
= Fx
⊗ 1+ ‐ x
∑
= −
⊗ −
n 1
i i
1 i
i
s x
Fx
n
⊗ s
n+1
. Untuk menunjukkan β
injektif cukup ditunjukkan bahwa Kerβ = {0}. Mengingat 0∈K artinya 0 = 0 ⊗ s
i
, ∀i  sehingga Kerβ =
{ }
x s
X x
= ∈
| ]
[ β
= ⎭
⎬ ⎫
⎩ ⎨
⎧ ⊗
= ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ⊗
⊗
∑ ∑
∑
+ =
= =
1 n
i i
n i
i i
n i
i i
s s
x |
s x
β
def
=
⎭ ⎬
⎫ ⎩
⎨ ⎧
⊗ =
⊗ −
⊗ ⊗
∑ ∑
∑
+ =
= =
1 n
i i
n i
i i
n i
i i
s s
1 s
s 1
x s
x |
def
=
⎭ ⎬
⎫ ⎩
⎨ ⎧
⊗ +
+ ⊗
+ ⊗
= ⊗
− ⊗
− +
⊗ ⊗
+ +
= −
=
∑ ∑
1 n
1 n
n n
1 i
i 1
i i
n i
i i
s s
1 s
x s
x Fx
1 Fx
s x
... |
. Secara
rekursif dapat diperoleh : x = 0;  x
1
= 0 ; ... ; x
n ‐1
= 0;  x
n
= 0 . Akibatnya
diperoleh : x
i
= 0, ∀i . Dari sini, kerβ = = {0}.
⎭ ⎬
⎫ ⎩
⎨ ⎧
∀ =
⊗
∑
=
i ,
x |
s x
i n
i i
i
Terbukti,
β  injektif
4.  Akan ditunjukkan β surjektif.
Matematika
891
Karena Kerϕ = K, maka untuk setiap
∈ K diperoleh :
= 0 ∈X
∑
=
⊗
n i
i i
s y
∑
= n
i i
i
y F
F
sehingga persamaan y
= Fx ,
y
1
= Fx
1
– x ,
... , y
n
= –x
n ‐1
dapat diselesaikan secara rekursif
sehingga terbukti β surjektif. Dari 3 dan 4 terbukti β  isomorfisma. Mengingat
pendefinisian dalam β = sI – F, maka terbukti bahwa barisan  0
X[s] X[s]
X →
⎯ ⎯ →
⎯
− F sI
⎯→ ⎯
ϕ
F
→ 0 merupakan barisan eksak atas .
□
] s
[ A
Beberapa hal yang dapat diperoleh dalam hubungannya dengan Lemma 3.2.5.
di atas, yaitu :
] s
[ X
F sI
] s
[ X
−
≅ X
F
3.7
III.3. Hubungan G dan G
F
Pembentukan pemetaan yang menghubungkan ring komutatif A dengan
ring polinomial  A[s]  sebagai  bagian  dari  sistem  linear  atas  ring  komutatif
diasumsikan bahwa m adalah bilangan bulat positif tertentu yang  menyatakan
banyak input. Hubungan G dan G
F
diberikan dalam diagram berikut :
F
X
p
A
s Re
F
H
H
G
p p
s A
s A
] [
F
G
m
s A ]
[
m
A i
Berdasarkan diagram  di  atas,  apabila  diberikan  X  modul  atas  A  yang
dibangun secara berhingga dan
merupakan endomorfisma dari A‐ modul
X, maka melalui inklusi diperoleh bahwa setiap pemetaan
linear menentukan  pemetaan
didefinisikan sebagai
:
X X
: F
→
m m
s A
A i
] [
: →
X A
: G
m
→
F m
F
X s
A G
→ ]
[ :
∑ ∑
≥ ≥
= ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛
i i
i i
i i
F
u G
F s
u G
.
Lebih lanjut, G
F
merupakan homomorfisma modul
atas A[s] yang disajikan dalam lemma berikut :
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
892
Lemma 3.3.1.
Jika G
F
: A[s]
m
Æ X
F
yang didefinisikan sebagai : G
F
⎟ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎜
⎝ ⎛
∑
≥0 i
i i
s u
=
∑
≥0 i
i i
u G
F ,
maka G
F
merupakan A[s]‐homorfisma.
Bukti :
Mengingat diagram hubungan G, G
F
dan i, maka G
F
jelas merupakan pemetaan yang
dijamin karena .
i G
G
F
o =
Cukup ditunjukkan  bahwa  G
F
merupakan  A[s]‐homomorfisma,  yaitu  : ,
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
∈ ∀
∑ ∑
≥ ≥
m i
i i
i i
i
s A
s v
s u
] [
, ]
[ s
A s
p ∈
∀ berlaku :
1. =
+ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ +
∑ ∑
≥ ≥
i i
i i
i i
F
s v
s u
G ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛
∑
≥0 i
i i
F
s u
G ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛
∑
≥0 i
i i
F
s v
G
2. = ps.
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
∑
≥0 i
i i
F
s u
. s
p G
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
∑
≥0 i
i i
F
s u
G Dari
1 dan 2 , terbukti G
F
adalah ‐homomorfisma modul.□
] [s
A
Berikutnya disajikan lemma yang menyajikan hubungan korespondensi
satu satu antara A‐homomorfisma G dan A[s]‐homomorfisma G
F
.
Lemma 3.3.2.
Jika diberikan  pemetaan
yang didefinisikan
sebagai θG = G
X ,
] s
[ A
Hom X
, A
Hom :
F m
] s
[ A
m A
→ θ
F
, maka θ merupakan pemetaan bijektif.
Bukti :
Didefinisikan θ
: Hom
A
A
m
,X → Hom
A[s]
A[s]
m
,X
F
sebagai θG = G
F
Mengingat diagram hubungan G dan G
F
dan Lemma 3.3.1. diperoleh bahwa G dan
G
F
masing‐masing  merupakan  pemetaan  linear  dan  G
F
merupakan ‐
homomorfisma modul, selanjutnya akan ditunjukkan bahwa θ  bijektif
] [s
A
1.  Akan ditunjukkan θ injektif
Ambil sebarang G
1
,G
2
∈Hom
A
A
m
,X. Akan ditunjukkan θ G
1
= θ G
2
⇒ G
1
= G
2
Matematika
893
Untuk setiap u
i
∈A
m
dapat dibentuk
∑
≥0 i
i i
s u
∈A[s]
m
. Diketahui θ G
1
= θ G
2
dan menurut
definisinya maka G
1F
= G
2F
sehingga untuk setiap
∑
≥0 i
i i
s u
∈A[s]
m
dapat diperoleh
: ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛
∑
≥0 i
i i
1
s u
G
F
= ⇔
= ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛
∑
≥0 i
i i
2
s u
G
F
∑
≥0 i
i 1
i
u G
F
∑
≥0 i
i 2
i
u G
F Mengingat
bahwa F∈ EndX dan  G adalah pemetaan linear maka diperoleh :
u G
G F
i i
2 1
i
= −
∑
≥
s u
s u
G G
i i
i i
i i
F 2
1 def
∑ ∑
≥ ≥
= −
⇔ G
G
2 1
= −
⇔
2 1
G G
= ⇒
, untuk
∑
∈A[s]
≥0 i
i i
s u
m
. Terbukti bahwa θ injektif
2.  Akan ditunjukkan θ surjektif
Dibentuk pemetaan θ
: Hom
A
A
m
,X Æ Hom
A [s]
A[s]
m
,X
F
yang didefinisikan : θGu
i
=  G
F
. Ambil  sebarang  G
∑
≥0 i
i i
s u
F
∈Hom
A
A[s]
m
,X
F
, untuk  setiap
∈A[s]
∑
≥0 i
i i
s u
m
, maka  G
F
∑
≥0 i
i i
s u
def
=
∑
≥0 i
i i
u G
F ∈X
F
. Mengingat
∈A[s]
∑
≥0 i
i i
s u
m
maka u
i
∈A
m
dan  dengan mengambil suatu G∈Hom
A
A
m
,X diperoleh  Gu
i
∈X untuk
setiap u
i
∈A
m
. Mengingat
F : X  → X, untuk Gu
i
∈X dan i≥0 berlaku :
∑
≥0 i
i i
u G
F ∈X.
Dari sini diperoleh  θ Gu
i
=
∑
≥0 i
i i
u G
F
def
= G
F
∑
≥0 i
i i
s u
. Jadi terbukti θ  surjektif.
Dari 1 dan 2 terbukti bahwa θ bijektif.□
III.4. Keterkendalian Sistem Linear Melalui Pendekatan Model Polinomial
Berdasarkan pembicaraan di atas terlihat bahwa sistem linear quintuple
menentukan suatu  pendekatan  untuk  sistem  linear  quadruple
melalui  pembentukan  modul  berhingga  atas  ring  polinomial yang
didefinisikan sebagai berikut :
, ,
, ;
J H
G F
X
, ,
; J
H G
X
F F
F
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
894
Definisi 3.4.1.
Diberikan ring polinomial
dan m,p adalah bilangan bulat positif yang menyatakan banyaknya
input dan output. Pendekatan model polinomial pada sistem linear atas ring komutatif
yaitu dengan memandang modul statenya sebagai modul berhingga atas ring polinomial
. Selanjutnya  dinotasikan  sebagai  bentuk  quadruple
] [s
A
] [s
A ,
, ,
J Q
ψ φ
di mana
Q adalah modul berhingga atas ,
, dan
] [s
A
Q s
A
m
→ ]
[ :
φ
p p
s A
s A
Q ]
[ :
→ ψ
. Dengan
mengingat bahwa keterkendalian model polinomial pada sistem atas
ring  komutatif  dapat  ditentukan  dari  kesurjektifan  pemetaan di mana X
F m
F
X s
A G
→ ]
[ :
F
merupakan modul berhingga atas .
Berikut ini diberikan
definisi coprime‐kiri menurut [7].
] [s
A
Misalkan X,  X
1
dan  X
2
masing‐masing  merupakan  modul  atas  A  yang dibangun
secara  berhingga.  Tinjau  A[s]‐homomorfisma  sebagai dan
H
1 2
1
H ,
G ,
G
2
dengan dan
, maka berikut merupakan definisi coprime‐kiri.
], [
] [
: s
X s
X G
1 1
→ ],
[ ]
[ :
s X
s X
G
2 2
→ ],
[ ]
[ :
s X
s X
H
1 1
→ ]
[ ]
[ :
s X
s X
H
2 2
→
Definisi 3.4.2.
G
1
dan G
2
dikatakan coprime kiri jika G
1
X
1
[s] + G
2
X
2
[s] = X[s]
Teorema berikut  menyatakan  keterkendalian  dari  sistem  linear
quintuple yang bersesuaian dengan keterkendalian sistem linear
quadruple dinyatakan dalam pernyataan yang saling ekuivalen
sebagai berikut :
, ,
, ;
J H
G F
X
, ,
; J
H G
X
F F
F
Teorema 3.4.3.
Pernyataan ‐pernyataan berikut saling ekuivalen :
a. n
X G
F FG
G
n
≥ ∀
= +
+ +
, Im
... Im
Im b.
surjektif
F m
F
X s
A G
→ ]
[ :
c. dan
adalah coprime‐kiri
] [
] [
: s
X s
A G
m
→
] [
] [
: s
X s
X F
sI →
−
Bukti :
Matematika
895
Untuk menunjukkan  pernyataan‐pernyataan  yang  saling  ekuivalen  di  atas,
dengan menunjukkan bahwa a⇔b dan b⇔c sebagai berikut :
1. Akan ditunjukkan a ⇔ b
⇒ Diketahui : ImG + ImFG + ... + ImF
n
G = X ,
n ≥
∀ Akan
ditunjukkan : G
F
: A[s]
m
X →
F
surjektif. Mengingat pemetaan G
F
: A[s]
m
→ X
F
didefinisikan  sebagai  :  G
F
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
∑
= n
i i
i
s u
= .
Ambil  sebarang  y∈X
∑
= n
i i
i
u G
F
F
dan mengingat
bahwa y
elemen  di  X
F
, maka  y  =
, untuk  setiap  x
∑
≥0 i
i i
x F
i
∈X. Menurut  diketahui
bahwa ImG  +  ImFG  +  ...  +  ImF
n
G =  X,  maka  untuk  setiap  x
i
∈X dapat
dinyatakan sebagai :  x
i
∈ ImG + ImFG + ... + ImF
n
G .
Akibatnya, untuk suatu x
i
dapat dinyatakan sebagai x
i
= x
i
+ 0 + 0 + ... + 0 sehingga x
i
∈ImG. Mengingat
pemetaan linear G : A
m
X, maka untuk suatu x →
i
∈ImG, ∃a
i
∈A
m
sedemikian sehingga
G a
i
= x
i
. Mengingat a
i
∈A
m
maka dapat dibentuk a=
∑
∈A[s]
= n
i i
i
s a
m
dan mengingat pemetaan G
F
membawa dari A[s]
m
ke X
F
diperoleh: G
F
a = G
F
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
∑
= n
i i
i
s a
def
=
∑
= n
i i
i
a G
F
= = y. Terbukti, G
∑
= n
i i
i
x F
F
surjektif. ⇐
Diketahui : G
F
: A[s]
m
→ X
F
surjektif Akan
ditunjukkan : ImG + ImFG + ImF
2
G + ... + ImF
n
G = X. Mengingat X
F
adalah himpunan X tetapi X dan X
F
merupakan modul atas ring yang berbeda, yaitu
: X modul atas A  dan X
F
modul atas .
Mengingat pemetaan G
] [s
A
F
: A[s]
m
→ X
F
mendefinisikan  G
F
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
∑
= n
i i
i
s u
= ,
untuk  setiap ∈A[s]
∑
= n
i i
i
u G
F
∑
= n
i i
i
s u
m
dan
diketahui bahwa  G
F
surjektif,  maka  untuk  setiap ∈A[s]
∑
= n
i i
i
s u
m
diperoleh  : Im
G
F
= X
F
. Di lain pihak untuk setiap n≥0, F
n
selalu dapat dinyatakan sebagai
kombinasi linear dari I,F, ..., F
n ‐1
, yaitu : F
n
= a I
+ a
1
F +... + a
n ‐1
F
n ‐1
. Karena
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
896
G
F
surjektif,  maka  untuk  setiap ∈X
∑
= n
i i
i
u G
F
F
dan  dengan  mengingat pemetaan
G  :  A
m
X    dimana  Gu →
i
∈ImG⊆ X  dengan  u
i
∈A
m
. Dari  sini,  maka  untuk
setiap u
i
∈A
m
diperoleh  :    ImG
F
= =
Gu
∑
= n
i i
i
u G
F
i
+  FGu
i
+  F
2
G u
i
+  ...  + F
n
G u
i
, dengan Gu
i
∈ ImG⊆
X  sehingga diperoleh :  ImG
F
= ImG + ImFG + ...
+ ImF
n
G = X , untuk setiap u
i
∈A
m
. Terbukti, ImG + ImFG +  ... + ImF
n
G .
2. Akan ditunjukkan b ⇔ c
⇒ Diketahui : G
F
: A[s]
m
→ X
F
surjektif Akan
ditunjukkan : G : A[s]
m
→ X[s] dan sI – F : X[s]   X[s] coprime‐kiri
→ Menurut
definisi  coprime‐kiri,  untuk  menunjukkan  G  dan  sI  –  F  coprime‐kiri dengan
menunjukkan bahwa :   GA[s]
m
+ sI – FX[s] = X[s] Menurut
persamaan  3.7  dan  G
F
surjektif,  maka  pemetaan surjektif.
Akibatnya, ImG = X[s] dan ImsI – F = X[s]. Dari sini, terlihat  bahwa Im
G+ ImsI–F =X[s].
] [
] [
: s
X s
A G
→
Dengan kata  lain,  GA[s]
m
+  sI  –  FX[s]  =  X[s].  Terbukti  G  dan  sI  –  F  adalah coprime
kiri ⇐
Diketahui : dan sI – F : X[s]   X[s] coprime‐kiri
] [
] [
: s
X s
A G
→
→ Akan
ditunjukkan bahwa G
F
: A[s]
m
X →
F
surjektif. Mengingat diketahui G dan sI
–  F    adalah  coprime  kiri,  artinya  :      GA[s]
m
+  sI  –  FX[s]  =  X[s].  Dibentuk pemetaan
γ :  A[s]
m
→ X
F
. Menurut  persamaan  3.7  bahwa  maka  pemetaan  γ
dapat dipandang sebagai pemetaan dari
A [s]
m
→
] [
] [
s X
F sI
s X
−
. Menurut diketahui bahwa pemetaan G : A[s]   X[s]
yang didefinisikan sebagai : u   Gu. Dengan memandang pemetaan γ
: A[s] →
a
m
Æ
] [
] [
s X
F sI
s X
−
yang didefinisikan sebagai  u  Gu mod sI – FX[s].
a
Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa γ surjektif.
Matematika
897
Ambil sebarang y∈
] [
] [
s X
F sI
s X
−
, katakan y = Gu mod sI – FX[s]
Mengingat diketahui
, maka
untuk u∈A[s] ]
[ ]
[ :
s X
s A
G
m
→
m
diperoleh : Gu∈X[s] Mengingat
suatu  pemetaan  γ  :  X[s] →
] [
] [
s X
F sI
s X
−
adalah  pemetaan surjektif
yang dijamin oleh barisan eksak, maka untuk Gu∈X[s] diperoleh :  γ Gu
= Gu mod sI – FX[s] = y. Terlihat
γ  surjektif  dengan  γ  :  X[s]→
] [
] [
s X
F sI
s X
−
dan  diketahui
F
X s
X F
sI s
X ≅
− ]
[ ]
[
, maka diperoleh pemetaan X[s]  ke X
F
juga surjektif. Namakan
G
F
sebagai pemetaan dari X[s] ke X
F
. Terbukti, G
F
surjektif. Dari
1  dan  2  terbukti  bahwa  pernyataan‐pernyataan  dalam  Teorema  3.4.3. saling
ekuivalen.□
IV.  Simpulan
Pembahasan yang  telah  disampaikan  pada  bagian‐bagian  sebelumnya
memberi kesimpulan  awal  mengenai  keterkendalian  sistem  linear  atas  ring
komutatif melalui pendekatan polinomial sebagai berikut :
1.  Sistem linear  atas  ring  komutatif  membangkitkan  sistem  linear  atas  ring
polinomialnya. 2.  Pemetaan
linear  atas  ring  komutatif  yang  menentukan  karakterisasi keterkendalian
pada  sistem  linear  quintuple  membangkitkan  pemetaan linear
atas ring polinomialnya. 3.  Hubungan
korespondensi  1‐1  antara  pemetaan  linear  atas  ring  komutatif dengan
pemetaan  linear  atas  ring  polinomialnya  menunjukkan  bahwa
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
898
sistem linear atas ring komutatif bersesuaian dengan sistem linear atas ring
polinomialnya. 4.  Karakterisasi
keterkendalian  dari  sistem  linear  atas  ring  komutatif  dan sistem
linear  atas  ring  polinomialnya  dapat  disajikan  sebagai  pernyataan yang
saling  ekuivalen,  artinya  :  keterkendalian  sistem  linear  atas  ring komutatif
menentukan  keterkendalian  sistem  linear  atas  ring polinomialnya.
V.  Daftar Pustaka
[1]  Adkins, A.W. and Weintraub, S.H., Algebra: An Approach via Module Theory,
Springer
‐Verlag, Inc., New York, 1992.
[2]  Brewer, J.W.,  Bunce,  J.W.,  and  Van  Vleck,  F.S.,  Linear  System  Over
Commutative Rings, Marcel Dekker, Inc., New York, 1986.
[3]  Chen, C.T.,  Linear  System  Theory  and  Design,  CBS  College  Publishing,
Japan, 1984.
[4]  Conte, G.,  and  Perdon,  A.M.,  Systems  Over  A  Principal  Ideal  Domain.  A
Polynomial Model  Approach,  SIAM  J.  Control  and  Optimization,  20  1982,
112 – 124.
[5]  Fuhrmann, P.A., Algebraic Methods in System Theory ‐ The Influence of R.E.
Kalman ,
A. C. Antoulas Ed., Springer‐Verlag, Berlin, 1991, 233‐265. [6]  Kalman,
R.E.,  Falb,  P.L.  and  Arbib,  M.A.,  Topics  in  Mathematical  System Theory,
McGraw‐Hill, 1969. [7]  Lomadze,
V., On Kalman Model Over A Commutative Ring, Proceedings of MTNS
Symposium in Perpignan, 2000. [8]  Nielsen,
H.A.,  Elementary  Commutative  Algebra,  Lecture  Notes,  University of
Aarhus, Spring, 2005.
Matematika
899
[9]  Olsder, G.J.,  Mathematical  Systems  Theory,  Delftse  Uitgevers  Matschappij
b.v., The Netherlands, 1994.
[10]  Sontag, E.D., Linear System Over Commutative Rings : A survey, Ricerche di
Automatica 7 1976, 1 – 34.
[11]  Rotman, J.J., An Introduction To Homological Algebra, Academic Press, New
York, 1979.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
900
Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang
diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24  Nopember 2007
Pengaruh Misspesifikasi Desain Survey Pada Pendugaan Area Kecil
Dengan Pendekatan Generalized Regression
Anang Kurnia
1
, Bagus Sartono, dan Rahayu Wulandari
Departemen Statistika – Institut Pertanian Bogor
Jl. Meranti Wing 22 Level 4
Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680
1
e‐mail : anangkipb.ac.id Abstrak
Pendugaan area  kecil  merupakan  konsep  terpenting  dalam  pendugaan  parameter  di  suatu  area  yang
relatif kecil  dalam  percontohan  survei.    Berbagai  inisiasi  dan  permasalahan  yang  dihadapi  dalam
mengaplikasi konsep pendugaan area kecil pada data BPS di Indonesia, seperti yang disajikan dalam seri
paper Kurnia  dan  Notodiputro  2005  –  2007  menunjukkan  ada  permasalahn  serius  khsususnya  pada
beberapa hal : besarnya rasio keragaman antar area kecil dibandingan dengan keragaman di dalam setiap
area kecil,  kemungkinan  misspesifikasi  model,  serta  pengaruh  desain  survey  yang  sering  kali  kurang
mendapat perhatian.  Dalam paper ini, penulis fokus pada pendekatan generalized regression GREG dan
pengembanganannya model based design estimator, MBDE sebagai upaya untuk mengeliminir pengaruh
desain survey serta mendapatkan penduga yang robust.  Di akhir paper disajikan aplikasi pada data ril
Survey Sosial  Ekonomi  Nasional  SUSENAS  2005  dengan  peubah  penyerta  dari  data  Potensi  Desa
PODES 2005.
Kata
kunci : generalized regression, model based design estimator
1.  Pendahuluan