Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual a dan b berturut‐turut dibagi t hasilnya c dan d c dan d berturut‐turut dibagi y hasilnya e dan f e dan f berturut‐turut dibagi z hasilnya p dan q a, b, dan c berturut‐turut dibagi t hasil

derajad kebebasan penyebut = 41 diperoleh kesimpulan ada korelasi yang positif antara sikap dan minat, serta pengetahuan penunjang terhadap kemampuan koneksi matematik yang pembelajarannya melalui pendekatan kontekstual maupun secara tradisional. Tingkat korelasi di kelas eksperimen tinggi, sedangkan kelas kontrol sedang.

3. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual

Hasil skala sikap siswa kelas eksperimen rata‐ratanya bersikap positif, dengan persetujuan yang tinggi. Keadaan seperti ini, dapat menjadi modal untuk menciptakan suasana belajar yang efektif. Hal tersebut, sesuai dengan pendapat Berlin dan Hillen Ruspiani, 2000:68 menyatakan bahwa sikap positif siswa akan menjadi awal untuk menuju lingkungan belajar yang efektif, dengan lingkungan belajar yang efektif menuntut guru bertindak kreatif, dengan kreatifitas guru dan keaktifan siswa dalam belajar, akan meningkatkan keberhasilan prestasi belajar matematik pada umumnya. Hasil analisis hubungan antara sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan kontesktual dan pengetahuan penunjang terhadap kemampuan koneksi matematik, diperoleh koefisien korelasinya R = 0,7374. Berdasarkan pengujian signifikasi korelasi dengan uji F ternyata terdapat hubungan yang signifikan kuat antara ketiga unsur tersebut. Jadi dapat dikatakan, bahwa sikap siswa setelah mengikuti pembelajaran kontekstual dapat mempengaruhi secara positif terhadap prestasi belajarnya.

4. Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran dengan Pendekatan

Kontekstual Aktivitas siswa secara umum meningkat, antusiasisme belajar matematika semakin besar. Siswa terlibat aktif dalam menyelesaikan semua permasalahan dalam LKS yang diberikan, siswa merasa belajar serius tapi santai, tidak tegang dan menyenangkan. Pend. Matematika 191 Setiap sub pokok bahasan selesai dibahas, siswa diberi LKS tanpa disertai petunjuk penyelesaian. Dengan model LKS ini, diharapkan siswa dapat menerapkan materi yang telah diterima sebelumnya. Untuk soal yang berhubungan dengan aspek K1 dan K2, kadang‐kadang beberapa kelompok siswa masih perlu mendapat bimbingan dari guru. Untuk itu, siswa dibimbing agar dapat mengkonstruksi pengetahuannya, melalui interaksi siswa pada umunya dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Berdasarkan hasil observasi, ternyata aktivitas siswa yang paling dominan adalah mempelajari materi dalam LKS, membaca buku atau bahan ajar yang relevan dengan materi pembelajaran. Artinya mereka akan mengkoneksikan informasipengetahuan yang ada atau yang sudah dimiliki siswa sebelumnya dalam mengkonstruksi pengetahuan baru untuk menyelesaikan permasalahan soal yang dihadapinya. Dari hasil observasi diketahui bahwa aktivitas siswa untuk mempelajari materi, berdiskusi, mengemukakan pendapatnya serta menyimpulkan materi yang telah dipelajari adalah sangat baik. Kesimpulan Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa dibandingkan dengan pembelajaran secara tradisional, begitu pula kemampuan aspek koneksi matematiknya. Peningkatan kemampuan koneksi matematik yang berasal dari siswa kelompok tinggi secara signifikan lebih baik dibandingkan kelompok lainnya, sedangkan siswa kelompok sedang lebih baik dibandingkan kelompok rendah. Hubungan antara sikap dan minat serta pengetahuan penunjang siswa terhadap kemampuan koneksi matematiknya adalah positif tinggi. Sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menunjukkan arah positif. Sikap positif ini merupakan suatu modal dasar SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 192 untuk menciptakan proses belajar yang efektif sehingga kemampuan koneksi matematik siswa masih dapat terus ditingkatkan. Saran Mengingat bahwa sekolah kejuruan bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar dapat menerapkan semua pengetahuan yang didapat dari sekolah pada kehidupan nyata sehingga siswa akan siap bekerja sesuai dengan bidang yang digelutinya, maka pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sangatlah potensial untuk segera diimplementasikan di lapangan. Agar dapat mencapai hasil yang memuaskan, maka kerangka teoritik model pembelajaran kontesktual yang sudah ada dapat dijadikan acuan yang utama. Pengimplementasian pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, perlu memperhatikan kesesuaian materi pembelajaran, sarana dan prasarana sekolah serta pembagian waktu dalam pembelajaran secara seksama. Untuk para pengambil kebijakan pendidikan, kiranya pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menjadi salah satu model pembelajaran yang ditindak lanjuti dengan pelatihan‐pelatihan yang lebih intensif tentang pembelajaran ini. Guru dan praktisi pendidikan sudah sepantasnya segera merubah kebiasaan pembelajaran yang didominasi oleh guru, dengan demikian believe pembelajaran yang terkini adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. DAFTAR PUSTAKA Berns, R.G and Erickson, P.M. 2001. Contextual Teaching and Learning. The Highlight Zone : Research a Work No. 5 Online Available: http: www.ncte.orgpublicationsinfosyntesishighlight 05index.asp ?dirid = 145 dspid =1. Departemen Pendidikan Nasional 2004. Kurikulum SMK Edisi 2004. Jakarta : Dirjen Dikmenjur Pend. Matematika 193 Nurgana 1993. Statistika Penelitian. Bandung: C.V Permadi Ratnaningsih, N. 2003. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis : UPI Bandung : Tidak diterbitkan. Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika CBSA. Bandung: Tarsito. ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung : IKIP Bandung Pres. Ruspiani. 2000. Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematik. Tesis : UPI. Bandung : Tidak diterbitkan. Sugiyono 2002, Statistika untuk Penelitian, C V Alfabeta, Bandung. Suherman, E. 2001. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Pusat Penerbitan UT. ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ 2003. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika. Makalah. Bandung : Depdiknas Pemda Jabar. Sumarmo,U. 2004. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah. Bandung : PPS UPI. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 194 Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24 Nopember 2007 Menentukan FPB dan KPK Menggunakan Tabel Pembagian Bertingkat Pengajaran Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Suprapto SMP 1 BANGUNTAPAN Jl. Karangturi Baturetno Banguntapan Bantul E ‐mail : suprapto_72yahoo.com Fax Telp 0274 377822 Abstrak Tulisan ini membahas metode teknik menentukan FPB dan KPK menggunakan tabel pembagian bertingkat. Pada tulisan sebelumnya [5] telah dibahas teknik menentukan FPB dan KPK yaitu pasangan bilangan dua atau lebih bilangan dimasukkan pada kolom‐kolom pada baris pertama. Kemudian dilakukan pembagian dengan bilangan prima dari yang terkecil membentuk baris‐baris pada tabel. Pembagian akan berhenti jika pasangan bilangan tidak dapat dibagi secara bersama relative prima. Bilangan yang tidak dapat dibagi secara bersama disebut sisa pembagian. Menentukan FPB sama dengan mengkalikan semua bilangan pada kolom pertama. Menentukan KPK sama dengan mengkalikan semua bilangan pada kolom pertama dan baris terakhir. Pada tulisan ini menentukan FPB sama dengan mengkalikan semua bilangan pada kolom pertama sebelum tanda lingkaran. Kata Kunci: FPB, KPK, Relative prima, Bilangan prima, Tabel pembagian bertingkat

I. Pendahuluan

Pada sekolah dasar SD dan sekolah menengah pertama SMP, mengajarkan FPB dan KPK, terutama untuk menentukan nilai FPB dan KPK biasanya yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan pohon faktor dan faktor prima dari suatu bilangan. Syarat agar dapat menentukan FPB dan KPK, siswa harus menghafalkan; menentukan FPB sama dengan mengkalikan semua faktor prima yang sama dengan pangkat yang paling kecil, menentukan KPK sama dengan mengkalikan semua faktor prima baik sama maupun tidak sama dengan pangkat yang paling besar. Kesalahan yang sering dilakukan siswa adalah menentukan pangkat, karena harus menghafal pangkat yang paling besar dan sekaligus menghafal pangkat yang paling kecil. Dengan metode atau teknik pembagian bertingkat, siswa tidak perlu menghafal faktor prima, pohon faktor, pangkat yang sama, pangkat paling besar ataupun pangkat paling kecil. Tetapi siswa cukup membagi bilangan‐ bilangan dua atau lebih dengan bilangan yang mereka tentukan.

II. Definisi ‐definisi

Definisi 1; Relatif prima: Bilangan s relatif prima terhadap t faktor bersekutunya hanya bilangan 1 Contoh 1; Bilangan 5 dan 4: 5 = 1 x 5 4 = 1 x 2 x 2 = 1 x 4 5 dan 4 mempunyai faktor bersekutu 1, maka 5 relatif prima terhadap 4 Contoh 2; Bilangan 4; 5 dan 6: 4 = 1 x 2 x 2 = 1 x 4 5 = 1 x 5 6 = 1 x 2 x 3 = 1 x 6 5 relatif prima terhadap 4 dan 5 relatif prima terhadap 6 tetapi 4 tidak relative prima terhadap 6 Definisi 2; FPB Faktor Persekutuan terBesar; Jika; a = p x s b = p x t ; dengan s dan t relative prima, maka FPB dari a dan b = p Contoh 3; Menentukan FPB dari 18 dan 24 18 = 6 x 3 24 = 6 x 4 FPB dari 18 dan 24 = 6 Definisi 3; KPK Kelipatan Persekutuan terKecil; Jika; seperti definisi 2, maka; KPK dari a dan b = p x s x t SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 196 Contoh 3; Menentukan KPK dari 18 dan 24 18 = 6 x 3 24 = 6 x 4 KPK dari 18 dan 24 = 6 x 3 x 4 = 72 Definisi 4; Bilangan prima; p bilangan prima p mempunyai tepat dua faktor yaitu 1 dan p sendiri Contoh 4; 2 = 1 x 2 9 = 1 x 3 x 3 = 1 x 9 3 = 1 x 3 11 = 1 x 11 5 = 1 x 5 13 = 1 x 13 7 = 1 x 7 15 = 1 x 3 x 5 = 1 x 15 Karena bilangan 2; 3; 5; 7; 11; 13 mempunyai faktor 1 dan dirinya sendiri, maka bilangan 2; 3; 5; 7; 11; 13 disebut bilangan prima. Dan karena bilangan 9 dan 15 mempunyai lebih dari dua faktor, maka bilangan 9 dan 15 bukan bilangan prima.

II. Tabel Pembagian Bertingkat

2.1. Kasus Dua Bilangan

Misalkan menentukan FPB dan KPK dari sebarang bilangan a dan b, maka tabel pembagiannya; : a b x c d y e f z p q Tabel 1 KPK FPB Pend. Matematika 197 Membaca tabel 1.

1. a dan b berturut‐turut dibagi t hasilnya c dan d

2. c dan d berturut‐turut dibagi y hasilnya e dan f

3. e dan f berturut‐turut dibagi z hasilnya p dan q

4. p relative prima terhadap q

FPB dari a dan b = perkalian semua bilangan pembagi = perkalian semua bilangan pada kolom pertama = t x y x z KPK dari a dan b = perkalian semua bilangan pembagi dan bilangan sisa pembagian = perkalian semua bilangan pada kolom pertama dan baris terakhir = t x y x z x p x q Contoh 5; Menentukan FPB dan KPK dari 36 dan 48 : 36 48 2 18 24 2 9 12 3 3 4 KPK FPB FPB dari 36 dan 48 = 2 x 2 x 3 = 12 KPK dari 36 dan 48 = 2 x 2 x 3 x 3 x 4 = 144 Contoh 6; Menentukan FPB dan KPK dari 12 dan 16; SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 198 FPB dari 12 dan 16 = 2 x 2 : 12 16 2 6 8 2 3 4 KPK FPB = 4 KPK dari 12 dan 16 = 2 x 2 x 3 x 4 = 48

2.2. Kasus Tiga Bilangan atau Lebih

Misalkan menentukan FPB dan KPK dari sebarang bilangan a, b, dan c, maka tabel pembagiannya; FPB dari a, b dan c = perkalian semua bilangan pada kolom pertama sebelum tanda lingkaran. KPK dari a, b dan c = perkalian semua bilangan pada kolom pertama dan baris terakhir. Membaca tabel 2.

1. a, b, dan c berturut‐turut dibagi t hasilnya d, e, dan f

2. d, e , dan f berturut‐turut dibagi y hasilnya g, h, dan i

: a b c t d e f y g h i z 1 j k s 1 p q : a b c t d e f y g h i s p h q : a b c t d e f y g h i z 1 j k Tabel Tabel Tabel 2 3 4 KPK KPK KPK FP FP FP B B B Pend. Matematika 199 3. Jika salah satu g, h, atau i relative prima terhadap kedua lainnya, misal h relative prima terhadap g dan i, maka hasilnya pada table 3.

4. g, h, dan i berturut‐turut dibagi z hasilnya 1, j, dan k