KESIMPULAN Level 4 Ketatrigor: Siswa pada tingkat ini memahami aspek‐aspek formal

III. KESIMPULAN

1. Dalam upaya membelajarkan siswa khususnya siswa SD, dalam pembelajaran matematika, minimal ada dua hal yang harus di perhatikan, yaitu l hakikat anak didik siswa SD masih berada dalam tahap operasional konkret, dan 2 hakikat matematika yang mempelajari hal‐hal abstrak. 2. Metoda Mengajar dan Teori Belajar yang tepatsesuai, sangat mendukung keberhasilan pembelajaran matematika 3. Teori Van Hiele tahap berfikir geometrik siswa dan tahap pembelajaran , merupakan teori yang berkonsentrasi pada geometri. 4. Tahap Pembelajaran Van Hiele terbukti sangat membantu siswa SD khususnya dalam memahami konsep dasar geometri. DAFTAR PUSTAKA Crowley,M.L .1987. The Van Hiele Model of the Development of Geometric Thought.In M Lindquist,ed.,Learning and Teaching Geometry, K‐12,l987 year book.Reston.National Council of Teachers of Mathematics,l987. Mason Marguerite,” The Van Hiele Levels of Geometric Understanding “, In Professional Handbook for Teachers,Geometry:Exploration and Application. Copyright Mc Dougal Littell Inc.All right reserved. Nur’aeni .2000. Model Pembelajaran Untuk Memahami Konsep Unsur‐Unsur Bangun Ruang Kubus Dan Balok Berdasarkan Kesalahan Siswa Kelas V Sekolah Dasar .Tesis tidak diterbitkan.Malang:PPS IKIP Malang Matematika 555 Nur’aeni dkk. 2002. Implementasi Model Pembelajaran Dengan Tahap Belajar Van Hiele Untuk Membantu Siswa Kelas V SD Dalam memahami Konsep Bangun‐ Bangun Geometri Datar.:Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 2 N0.1 April 2002.Lembaga Penelitian UPI. Bandung. Olkun Sinan.Geometric Explorations with Dynamic Geometry Applications Based on Van Hiele Levels. International Journal for Mathematics Teaching online http:www.ex.ac.ukcimtijmtijmenu.html . Ruseffendi.l985. Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua Murid dan SPG: Tarsito . Bandung. Yazdani.A.Mohammad. ”Correlation Between Students’ Level of Understanding Geometry According to the Van Hieles’ Model and Students’ Achievement in Plane Geometry . Journal of Mathematical Sciences. Mathematics Education. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 556 Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24 Nopember 2007 Metode Pendeteksian Multi Komponen Oleh : Erfiani Departemen Statistika, FMIPA – IPB erfianiipb.ac.id erfiani_ipbyahoo.com ABSTRAK Perkembangan instrumen kimia dan proses analisisnya yang semakin maju serta menghasilkan data dengan cepat menyebabkan peningkatan kebutuhan metode analisis data. Pada percobaan kimia sampel yang digunakan umumnya terdiri dari beberapa komponen kimia Multikomponen. Pada multikomponen seringkali tidak tersedia informasi komposisi kimia yang terdapat dalam sampel. Kondisi ini antara lain ditemui pada obat herbal. Sedikit sekali informasi yang tersedia tentang komposisi kimia serta khasiat masing‐masing bahan penyusun, sehingga menyulitkan dalam hal kontrol kualitas untuk konsistensi khasiat obat herbal. Penelitian ini akan mengkaji metode‐metode untuk mendeteksi jumlah komponen yang terkandung dalam suatu bahan penyusun obat herbal di Indonesia. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah komponen dalam suatu multikomponen, yaitu analisis komponen utama PCA, plot korelasi, jarak Euclid, plot derivative dari suatu fungsi pemulus smoothing, pendekatan proyeksi ortogonal OPA, dan SIMPLISMA SIMPLe‐to‐use Interactive Self‐modelling Mixture Analysis Kata kunci: Pendeteksisn jumlah komponen, PCA, Korelasi, Jarak Euclid, Fungsi Pemulus, OPA, SIMPLISMA LATAR BELAKANG Pada bidang industri seringkali dijumpai produk yang disusun dari lebih satu komponen multikomponen. Pada beberapa produk multikomponen ditemukan kesulitan untuk melakukan pendeteksian jumlah komponen penyusun. Padahal berkurangnya salah satu diantara komponen penyusun produk, dapat berakibat pada penurunan kualitas produk tersebut. Salah satu produk yang bersifat multikomponen adalah obat‐obatan baik obat herbal maupun non herbal. Pendeteksian jumlah komponen penyusun salah satunya dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium secara kimia. Perkembangan instrumen kimia dan proses analisisnya yang semakin maju serta menghasilkan data dengan cepat menyebabkan peningkatan kebutuhan metode analisis data. Beberapa tahun terakhir percobaan kimia yang dilakukan seringkali melibatkan banyak peubah multivariate yang saling berkorelasi. Sehingga pendekatan univariate yang umum dilakukan tidak dapat berhasil guna Hopke 2003. Pada percobaan kimia sampel yang digunakan umumnya terdiri dari beberapa komponen kimia. Kimiawan analitik mengklasifikasikan sampel ini dalam tiga kategori yaitu sampel dengan sistem multikomponen “putih”, “abu‐abu”, dan “hitam”, bergantung pada tingkatan informasi yang tersedia tentang komponen kimia penyusunnya, seperti konsentrasi dan beberapa sifat lainnya. Pada multikomponen “hitam” tidak tersedia informasi komposisi kimia yang terdapat dalam sampel Mok Chau 2006. Pada tulisan ini dilakukan kajian pustaka beberapa metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mendeteksi jumlah komponen penyusun suatu produk dengan menggunakan alat ukur DAD‐HPLC PEMBAHASAN Beberapa metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah komponen dalam suatu multikomponen, yaitu analisis komponen utama PCA, plot korelasi, jarak Euclid, plot derivative dari suatu fungsi pemulus smoothing, pendekatan proyeksi ortogonal OPA, dan SIMPLISMA SIMPLe ‐to‐use Interactive Self‐modelling Mixture Analysis. Metode‐metode ini pernah dikaji dan dibandingkan oleh Wasim, Hasan, dan Brereton 2003. Plot derivative dan SIMPLISMA dapat mendeteksi dengan lebih baik untuk data HPLC ‐NMR, sedangkan OPA lebih baik digunakan untuk data DAD‐HPLC. Selain itu dikatakan bahwa metode plot korelasi, jarak Euclid, dan plot SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 558 derivative berpotensi digunakan untuk data on‐flow HPLC‐NMR dan juga DAD ‐HPLC. Analisis Komponen Utama AKU Analisis Komponen Utama AKU adalah sebuah pendekatan statistika yang dapat digunakan untuk menganalisa hubungan inter‐relasi antar banyak peubah dan dapat digunakan untuk meringkas jumlah peubah asal menjadi komponen ‐komponen yang lebih sedikit komponen utama berdasarkan hubungan inter‐relasi tersebut. Tujuan dari AKU ini adalah untuk mendapatkan jumlah komponen yang lebih sedikit tanpa terlalu banyak mengorbankan keragaman data asal. Plot Korelasi Koefisien korelasi adalah ukuran keeratan hubungan atau kesamaan antara dua vektor. Koefisien korelasi antara dua vektor spektral pada perjalanan waktu ke i dan ke i‐1 dapat didefinisikan sebagai berikut: ∑ ∑ ∑ = − − = = − − − − − − − = J j i j i J j i j i J j i j i i j i i i x x x x x x x x x x r 1 2 1 , 1 1 2 , 1 1 , 1 , 1 , Koefisien korelasi antara dua spektra yang berurutan yang diplotkan dengan waktu dapat memberikan informasi yang sangat berharga mengenai perubahan yang terjadi pada data, yang pada gilirannya berhubungan dengan jumlah komponen dalam suatu campuran Wasim, M. et al. 2003. Koefisien korelasi antara dua spektra yang mirip akan mendekati 1 sedangkan koefisien korelasi antara dua spektra yang secara total berbeda akan mendekati 0. Matematika 559 Wilayah dimana koefisien korelasinya mendekati 1 mengindikasikan sebuah wilayah kromatografik yang terpilih. Secara umum, logaritma dari koefisien korelasi digunakan sebagai sumbu vertikal, biasanya seluruh angka koefisien korelasi adalah positif, dan sumbu horizontalnya adalah waktu. Jarak Euclidean Ternormalisasi JET Jarak Euclidean Ternormalisasi JET adalah jarak geometris antara dua obyek dan merupakan ukuran kesamaan dimana makin kecil jaraknya maka makin besar kesamaannya. JET memiliki analogi dengan koefisien korelasi dimana makin besar koefisien korelasinya maka makin besar kesamaannya. Jarak antara dua vektor spektral pada perjalanan waktu ke i dan ke i‐1 dapat didefinisikan sebagai berikut: ∑ = − − − − − − = − + + − + − = J j j i j i J i J i i i i i i i x x x x x x x x x x d 1 2 , 1 , 2 , 1 , 2 2 , 1 2 , 2 1 , 1 1 , 1 ... , Seperti halnya koefisien korelasi, JET diukur untuk jarak antara dua spektra yang berurutan dan diplotkan dengan waktu. Wilayah dimana komponen atau spektra dikatakan sama digambarkan dalam wilayah yang memiliki jarak minimum dan gangguan noise atau komponen yang tidak sama digambarkan dalam wilayah yang memiliki jarak besar. Wilayah dimana spektra dianggap sama akan membentuk lembah jika digambarkan dalam bentuk grafik Wasim, M. et al. 2003. Fungsi Turunan Fungsi turunan menggambarkan pendekatan lain untuk menemukan perubahan dalam karakteristik spektra selama perjalanan waktu pengamatan. Tetapi fungsi turunan juga memperbesar efek gangguan noise sehingga sangat SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 560 penting untuk mengkombinasikannya dengan fungsi‐fungsi penghalusan smoothing. Saringan Savitsky Golay A. Savitsky and M.J.E. Golay. 1964 memberikan bentuk kombinasi yang sangat baik antara teknik penghalusan dengan fungsi‐fungsi turunan dalam satu langkah. Satu fungsi turunan pertama dengan teknik penghalusan kuadratik 5‐titik dapat didefinisikan sebagai berikut: 10 2 2 , 2 , 1 , 1 , 2 j i j i j i j i ij x x x x di dx + + − − + + − − ≈ Dalam proses penghitungan turunan, data dibuat dalam bentuk skala baris panjang gelombang, turunan pertama Savitsky Golay dihitung dan ditampilkan sebagai fungsi dari waktu. Puncak‐puncak terendah minima dalam plotnya mengambarkan titik‐titik kemurnian tertinggi yang dilambangkan dengan angka turunan yang mendekati 0. Jumlah puncak‐ puncak terendah minima biasanya melambangkan jumlah komponen dalam suatu campuran. DAFTAR PUSTAKA Dharmaraj S et al. 2006. The classification of Phyllanthus niruri Linn, according to location by infrared spectroscopy. Vibrational Spectrosc siap terbit. Hopke PK. 2003. The evolution of chemometrics. Anal Chim Acta 500: 365‐377. Mok DKW, Chau FT. 2006. Chemical information of Chinese medicines: A challenge ti chemist. Chemom Intell Lab Syst 82: 210‐217. Sim CO, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad MN. 2004. Assessment of herbal medicine by chemometrics‐assisted interpretation of FTIR spectra. Penang: University Sains Malaysia. Matematika 561 Wasim, M, Hassan, MS, Brereton, RG. 2003. Evaluation of chemometic methods for determining the number and position of componentsin high‐ performance liquid chromatography detected by diode array detector and on ‐flow 1H nuclear magnetic resonance spectroscopy. Analyst, 128, 1082‐ 1090. Zou HB et al. 2005. Progress in quality control of herbal medicine with IR fingerprint spectra. Anal Lett 38: 1457‐1475. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 562 Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24 Nopember 2007 Beberapa Metode Pemodelan Pada Data Deret Waktu Yang Mengandung Pencilan Erfiani Departemen Statistika, FMIPA – IPB erfianiipb.ac.id erfiani_ipbyahoo.com ABSTRAK Pada data deret waktu seringkali ditemui pengamatan yang tidak konsisten atau dinamakan pencilan outlier. Beberapa jenis pencilan antara lain adalah Aditif Outlier AO, Inovatif Outlier IO, Level Change LC, Transient Change TC dan Variance Change VC. Penanganan data deret waktu yang memiliki pencilan memerlukan penanganan tersendiri dalam analisisnya. Beberapa pemodelan khusus dikembangkan untuk menangani data deret waktu yang memiliki pencilan. Metode tersebut antara lain Intervention Analysis dan Mixture Transition Distributions. Kata kunci: AO, IO, LC, TC, VC, Intervention Analysis,Mixture Transition Distributions. LATAR BELAKANG Deret waktu time series merupakan barisan tataan menurut waktu yang teramati dari suatu peubah. Pada data deret waktu umumnya ditemukan korelasi antar pengamatan atau pengamatan yang tersusun menurut suatu tataan tertentu. Adanya unsur korelasi antar pengamatan mengakibatkan prosedur dan teknik analisis yang mendasarkan asumsi saling bebas antar pengamatan tidak dapat diterapkan, oleh sebab itu diperlukan suatu metode pendekatan yang berbeda dengan metode‐metode yang berdasar pada aspek saling bebas. Metode analisis statistika untuk mengatasi data yang seperti ini adalah analisis data deret waktu Wei 1989. Wei 1989 juga mengemukakan bahwa pengamatan deret waktu kadangkala dipengaruhi oleh peristiwa yang tidak terduga seperti adanya pemogokan, perang, kerusuhan politik, krisis ekonomi, kebijakan pemerintah, maupun kejadian ‐kejadian eksternal yang lain. Peristiwa‐peristiwa tersebut menimbulkan konsekuensi adanya pengamatan yang tidak konsisten dalam deret waktu tersebut. Pengamatan yang tidak konsisten ini dinamakan pencilan outlier. Fox 1972 memperkenalkan dua jenis pencilan dalam data deret waktu. Dua pencilan tersebut adalah pencilan aditif dan pencilan inovatif Fox 1972, diacu dalam Barnett Lewis 1994. Pada pengamatan deret waktu, pengamatan yang merupakan pencilan dalam data deret waktu tidak dapat dihilangkan begitu saja disebabkan eratnya korelasi antar amatan dalam deret tersebut, sehingga kemungkinan pencilan akan berpengaruh terhadap beberapa pengamatan sesudahnya. Keberadaan pencilan juga dapat menyebabkan hasil pendugaan menjadi tidak valid. Pencilan dalam data deret waktu akan berpengaruh pada peramalan di masa mendatang. Keberadaan pencilan ini seringkali tersamar, dalam arti tidak semua pencilan dalam data deret waktu dapat terlihat secara langsung dari plot deret waktunya Barnett Lewis 1994, oleh sebab itu diperlukan prosedur untuk mendeteksi dan menghilangkan pengaruh adanya pencilan Wei 1989. Chang, Tiao, dan Chen 1988 mengembangkan suatu metode untuk mendeteksi keberadaan pencilan dalam data deret waktu melalui metode pendeteksian pencilan secara iteratif. Tulisan ini menyajikan uraian tentang metode pendeteksian pencilan dalam data deret waktu menggunakan metode iteratif serta beberapa model spesifik yang banyak digunakan pada kasus data deret waktu yang memiliki pencilan. PEMBAHASAN Menurut Barnett dan Lewis 1994, pencilan adalah sebuah atau suatu sub‐ gugus pengamatan yang tidak konsisten dengan pengamatan‐pengamatan yang lain dalam sebuah gugus data. Cryer 1986 juga memberikan definisi yang serupa untuk data pencilan pada data deret waktu. Fox 1972 dalam Tolvi 2000, mendefinisikan dua buah jenis pencilan yaitu: 1. Pencilan Aditif AO SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 564 Pencilan aditif atau yang dikenal dengan pencilan model AO merupakan pencilan yang mempengaruhi suatu observasi tunggal dimana nilainya lebih besar atau lebih kecil dari yang diharapkan. Setelah gangguan tersebut, deret menjadi normal seolah tidak terjadi gangguan. 2. Pencilan Inovatif IO Pencilan inovatif yang dikenal dengan pencilan model IO, merupakan pencilan yang mempengaruhi beberapa atau sederet observasi melalui pola dinamis. Selain kedua jenis pencilan tersebut, Tsay 1988 dalam Tolvi 2000 juga mendefinisikan tiga jenis pencilan sebagai berikut: 1. Level Change LC Level Change dikenal juga sebagai Level Shift LS, merupakan perubahan yang terjadi pada level rataan suatu deret dengan magnitude tertentu. Perubahan ini dapat positif maupun negative, serta bersifat permanen. 2. Transient Change Transient Change dikenal juga sebagai Temporary Change TC, merupakan generalisasi dari AO dan LC, dalam pengertian menyebabkan efek langsung eperti AO tetapi diteruskan kepada observasi berikutnya. Efek TC tidak bersifat permanen serta berkurang secara eksponensial. 3. Variance Cange VC VC biasanya tidak dikategorikan sebagai pencilan. VC tidak mempengaruhi level dari suatu deret secara langsung seperti pencilan lain, hanyaa mengubah ragam dari deret yang diamati pada saat tertentu. Matematika 565 Salah satu metode pendekatan yang dapat digunakan untuk pendeteksian pencilan adalah Prosedur Iteratif Iterative Procedure. Prosedur Iteratif Iterative Procedure Prosedur iteratif yang diperkenalkan oleh Tiao et al. 1988 merupakan suatu prosedur untuk mengatasi terjadinya pencilan tipe AO maupun IO. Prosedur ini dirancang untuk mendeteksi keberadaan pencilan serta mengidentifikasi jenis atau tipe pencilan secara simultan. Jika ... 1 2 2 1 − − − = = B B B B B π π θ φ π dan t t Z B e π = Untuk AO: dan IO: t T t t a I B e + = ωπ t T t t a I e + = ω Penduga bagi ω untuk tipe AO adalah ˆ AT ω ∑ ∑ − = − = − = + T n j j t n j j t j t AT e e 2 1 ˆ π π ω 2 τ π t e F = dimana , merupakan forward shift operator sehingga ... 1 2 2 1 t n t n F F F F − − − − − − = π π π π F 1 t t Fe e + = dan . Penduga bagi ∑ = − = t n j j 2 2 π τ ω untuk tipe IO adalah ˆ IT ω t IT e = ω ˆ Penerapan ... 1 2 2 1 − − − = = B B B B B π π θ φ π pada deret MAq dijabarkan sebagai berikut: t t q t a Z B Z B = = 1 θ π ; 1 ... 1 2 2 1 B B B B q θ π π π = − − − = sedangkan pada MA1 menjadi: 1 1 1 B B θ π − = 1 ... 1 2 1 1 1 3 3 2 2 1 = − − − − − − B B B B B θ π θ π π π ; sehingga: untuk . Adapun penduga untuk tipe AO pada deret MA1 adalah: 1 ... 1 2 1 1 2 1 1 = − + − + − B B θ π π θ π j j 1 θ π − = 1 ≥ j w ˆ AT ω ∑ ∑ − = − = − = + T n j j t n j j t j t AT e e 2 1 ˆ π π ω 2 1 2 1 1 θ θ − + − − = + j t t e e 2 1 1 1 θ θ + + = + j t t e e Statistik uji untuk tipe AO dan IO adalah: AO: dan IO: a AT T σ ω τ λ ˆ , 1 = a IT T σ ω λ ˆ , 2 = SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 566 Erfiani 2007 mengkaji penerapan prosedur iteratif dengan menggunakan data simulasi untuk data deret waktu stasioner MA1 dengan parameter 1 . = θ dan tiga macam ukuran data, yaitu n=50, n=100, dan n=150 yang masing‐ masing ditambahkan dengan 2 pencilan AO, 2 pencilan IO, 2 pencilan AO dan 1 IO, 1 pencilan AO dan 2 IO, serta 2 pencilan AO dan 2 IO. Pemberian pencilan dilakukan dengan menambahkan konstanta ω pada deret. Besaran ω yang ditambahkan ada lima macam, yaitu , , , , dan k 5 . 1 = ω k = ω k 9 . = ω k 8 . = ω k 75 . = ω , dengan k adalah kisaran range data yang dirumuskan k=max‐min. Masing‐ masing gugus data diulang sebanyak sepuluh kali. Penambahan konstanta dilakukan secara acak random pada gugus data. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketepatan prosedur dalam mendeteksi pencilan pada berbagai kombinasi n dan ω secara umum semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya nilai n. Demikian pula dengan nilai ω yang ditambahkan, semakin besar nilai ω maka secara umum persentase ketepatan pendeteksian juga semakin meningkat. Tolvi 2000, menguraikan beberapa metode pemodelan pencilan pada data deret waktu, yaitu: 1. Intervention Analysis IA Diperkenalkan pertama kali oleh Box dan Tiao 1975. Model intervensi ini secara umum adalah sebagai berikut: , , t f Z Y t t ξ κ + = ; t t a B Z B θ φ = ; 1 , , , T t d d d t I B B t I f ∑ = = κ δ ω ω δ Y t adalah deret yang diamati, Z t adalah deret ARMA, dan f. merupakan fungsi yang memperlihatkan efek deterministik waktu t atau peubah eksogen ξ dengan parameter κ 2. Mixture Transition Distribution MTD Matin dan Raferty 1987 mengemukakan model MTD untuk data deret waktu yang merupakan kasus khusus dimana komponen bersyarat dari fungsi sebaran kumulatif G adalah Gaussian, yaitu ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − Φ = − − i t i t t t t y y y y G σ φ 1 1 | Model diatas mampu memodelkan perilaku non‐Gaussian seperti pencilan, burst dan flat stetches. Perkembangan selanjutnya dari model tersebut menyertakan Matematika 567 model AR p baku sebagai kasus khusus, dan dikenal dengan nama Gaussian Mixture Transition Distributions GMTD. ∑ ∑ = − = − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + ⎟⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − = − p i i i t i t i p j j t j t t y y y y y y F t 1 1 0 | 1 σ φ φ α σ φ φ α Generalisasi GMTD selanjutnya menyertakan komponen bebas lain. Pada pemodelan ini pencilan dapat diterangkan dengan menspesifikasikan model, didefinisikan sebagai persamaan berikut: ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − = + + = − − ∑ ∑ − 1 1 1 | 1 p t p p i i i t i t i j j t j t t y y y y y y y F t σ φ α σ φ φ α σ φ φ α Daftar Pustaka Barnett V, Lewis T. 1994. Outliers in Statistical Data. New York: J Wiley. Chang I, Tiao GC, and Chen C. 1988. Estimation of time series parameters in the presence of outliers. Technometrics 30:193‐204. Cryer JD. 1986. Time Series Analysis. Boston: Duxburry Press. Erfiani. 2007. Pendeteksian Pencilan pada Data Deret Waktu. Lokakarya Akurasi Prakiraan Musim, , Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta, 7–8 November 2007 Fox AJ. 1972. Outliers in time series. J R Statist Soc B 43:350‐363. Tolvi, J. 2000. Outliers in Time Series, a Review . http:aws.tt.utu.fitolvi2.pdf Wei WWS. 1989. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods. Canada: Addison‐Wesley. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 568 Penerapan Kestabilan Titik Equilibrium Sistem Reaksi Difusi Pada Masalah Epidemik Model Sir Himmawati Puji Lestari Caturiyati Kana Hidayati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Abstrak Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kestabilan titik ekuilibrium suatu sistem reaksi difusi. Kestabilan sistem reaksi difusi ini dikaji melalui matriks Jacobiannya. Selanjutnya akan dikaji penerapan kestabilan titik ekuilibrium sistem reaksi difusi ini pada masalah epidemiologi model SIR dengan vital dynamics. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi pustaka, untuk mengkaji konsep‐konsep yang diperlukan untuk menentukan kestabilan titik ekuilibrium sistem reaksi difusi yang selanjutnya diterapkan pada masalah epidemiologi SIR dengan vital dynamics. Hasil yang diperoleh menujukkan bahwa titik ekuilibrium sistem reaksi difusi stabil asimtotis jika matriks Jacobiannya stabil dan memenuhi kondisi minor. Titik ekuilibrium sistem reaksi difusi masalah epidemiologi model SIR dengan vital dynamics stabil asimtotis untuk semua konstanta , , γ β dan μ . Hal ini berarti proporsi masing‐masing kelompok S, I, dan R pada saat tidak terjadi perubahan proporsi akan tidak berubah untuk jangka waktu lama. Kata kunci : titik ekuilibrium, sistem reaksi difusi, model SIR dengan vital dynamics

1. PENDAHULUAN