III. KESIMPULAN
1. Dalam upaya membelajarkan siswa khususnya siswa SD, dalam
pembelajaran matematika, minimal ada dua hal yang harus di perhatikan,
yaitu l hakikat anak didik siswa SD masih berada dalam tahap
operasional konkret, dan 2 hakikat matematika yang mempelajari hal‐hal
abstrak. 2. Metoda
Mengajar dan Teori Belajar yang tepatsesuai, sangat mendukung keberhasilan
pembelajaran matematika 3. Teori
Van Hiele tahap berfikir geometrik siswa dan tahap pembelajaran , merupakan
teori yang berkonsentrasi pada geometri. 4. Tahap
Pembelajaran Van Hiele terbukti sangat membantu siswa SD khususnya
dalam memahami konsep dasar geometri.
DAFTAR PUSTAKA
Crowley,M.L .1987. The Van Hiele Model of the Development of Geometric
Thought.In M Lindquist,ed.,Learning and Teaching Geometry, K‐12,l987
year book.Reston.National Council of Teachers of Mathematics,l987.
Mason Marguerite,” The Van Hiele Levels of Geometric Understanding “, In
Professional Handbook for Teachers,Geometry:Exploration and
Application. Copyright Mc Dougal Littell Inc.All right reserved.
Nur’aeni .2000. Model Pembelajaran Untuk Memahami Konsep Unsur‐Unsur
Bangun Ruang Kubus Dan Balok Berdasarkan Kesalahan Siswa Kelas V Sekolah
Dasar .Tesis
tidak diterbitkan.Malang:PPS IKIP Malang
Matematika
555
Nur’aeni dkk. 2002. Implementasi Model Pembelajaran Dengan Tahap Belajar Van
Hiele Untuk Membantu Siswa Kelas V SD Dalam memahami Konsep Bangun‐
Bangun Geometri Datar.:Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 2 N0.1 April
2002.Lembaga Penelitian UPI. Bandung.
Olkun Sinan.Geometric Explorations with Dynamic Geometry Applications Based on
Van Hiele Levels. International Journal for Mathematics Teaching online
http:www.ex.ac.ukcimtijmtijmenu.html .
Ruseffendi.l985. Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua Murid dan
SPG: Tarsito
. Bandung. Yazdani.A.Mohammad.
”Correlation Between Students’ Level of Understanding Geometry
According to the Van Hieles’ Model and Students’ Achievement in Plane
Geometry . Journal of Mathematical Sciences. Mathematics Education.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
556
Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang
diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24 Nopember 2007
Metode Pendeteksian Multi Komponen
Oleh :
Erfiani Departemen
Statistika, FMIPA – IPB erfianiipb.ac.id
erfiani_ipbyahoo.com
ABSTRAK
Perkembangan instrumen kimia dan proses analisisnya yang semakin maju serta menghasilkan
data dengan cepat menyebabkan peningkatan kebutuhan metode analisis data. Pada percobaan kimia
sampel yang digunakan umumnya terdiri dari beberapa komponen kimia Multikomponen. Pada
multikomponen seringkali tidak tersedia informasi komposisi kimia yang terdapat dalam sampel.
Kondisi ini antara lain ditemui pada obat herbal. Sedikit sekali informasi yang tersedia tentang komposisi
kimia serta khasiat masing‐masing bahan penyusun, sehingga menyulitkan dalam hal kontrol kualitas
untuk konsistensi khasiat obat herbal.
Penelitian ini akan mengkaji metode‐metode untuk mendeteksi jumlah komponen yang
terkandung dalam suatu bahan penyusun obat herbal di Indonesia. Beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menentukan jumlah komponen dalam suatu multikomponen, yaitu analisis komponen
utama PCA, plot korelasi, jarak Euclid, plot derivative dari suatu fungsi pemulus smoothing,
pendekatan proyeksi ortogonal OPA, dan SIMPLISMA SIMPLe‐to‐use Interactive Self‐modelling Mixture
Analysis Kata
kunci: Pendeteksisn jumlah komponen, PCA, Korelasi, Jarak Euclid,
Fungsi Pemulus, OPA, SIMPLISMA
LATAR BELAKANG
Pada bidang industri seringkali dijumpai produk yang disusun dari lebih satu
komponen multikomponen. Pada beberapa produk multikomponen
ditemukan kesulitan untuk melakukan pendeteksian jumlah komponen
penyusun. Padahal berkurangnya salah satu diantara komponen penyusun
produk, dapat berakibat pada penurunan kualitas produk tersebut. Salah satu
produk yang bersifat multikomponen adalah obat‐obatan baik obat herbal
maupun non herbal.
Pendeteksian jumlah komponen penyusun salah satunya dapat dilakukan
melalui pemeriksaan laboratorium secara kimia. Perkembangan instrumen
kimia dan proses analisisnya yang semakin maju serta menghasilkan data
dengan cepat menyebabkan peningkatan kebutuhan metode analisis data.
Beberapa tahun terakhir percobaan kimia yang dilakukan seringkali melibatkan
banyak peubah multivariate yang saling berkorelasi. Sehingga pendekatan
univariate yang umum dilakukan tidak dapat berhasil guna Hopke 2003.
Pada percobaan kimia sampel yang digunakan umumnya terdiri dari beberapa
komponen kimia. Kimiawan analitik mengklasifikasikan sampel ini dalam tiga
kategori yaitu sampel dengan sistem multikomponen “putih”, “abu‐abu”, dan
“hitam”, bergantung pada tingkatan informasi yang tersedia tentang
komponen kimia penyusunnya, seperti konsentrasi dan beberapa sifat lainnya.
Pada multikomponen “hitam” tidak tersedia informasi komposisi kimia yang
terdapat dalam sampel Mok Chau 2006.
Pada tulisan ini dilakukan kajian pustaka beberapa metode pendekatan
yang dapat digunakan untuk mendeteksi jumlah komponen penyusun suatu
produk dengan menggunakan alat ukur DAD‐HPLC
PEMBAHASAN
Beberapa metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan
jumlah komponen dalam suatu multikomponen, yaitu analisis komponen
utama PCA, plot korelasi, jarak Euclid, plot derivative dari suatu fungsi
pemulus smoothing, pendekatan proyeksi ortogonal OPA, dan SIMPLISMA
SIMPLe ‐to‐use Interactive Self‐modelling Mixture Analysis. Metode‐metode ini
pernah dikaji dan dibandingkan oleh Wasim, Hasan, dan Brereton 2003. Plot
derivative dan SIMPLISMA dapat mendeteksi dengan lebih baik untuk data
HPLC ‐NMR, sedangkan OPA lebih baik digunakan untuk data DAD‐HPLC.
Selain itu dikatakan bahwa metode plot korelasi, jarak Euclid, dan plot
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
558
derivative berpotensi digunakan untuk data on‐flow HPLC‐NMR dan juga
DAD ‐HPLC.
Analisis Komponen Utama AKU
Analisis Komponen Utama AKU adalah sebuah pendekatan statistika
yang dapat digunakan untuk menganalisa hubungan inter‐relasi antar banyak
peubah dan dapat digunakan untuk meringkas jumlah peubah asal menjadi
komponen ‐komponen yang lebih sedikit komponen utama berdasarkan
hubungan inter‐relasi tersebut. Tujuan dari AKU ini adalah untuk
mendapatkan jumlah komponen yang lebih sedikit tanpa terlalu banyak
mengorbankan keragaman data asal.
Plot Korelasi
Koefisien korelasi adalah ukuran keeratan hubungan atau kesamaan
antara dua vektor. Koefisien korelasi antara dua vektor spektral pada
perjalanan waktu ke i dan ke i‐1 dapat didefinisikan sebagai berikut:
∑ ∑
∑
= −
− =
= −
− −
− −
− −
=
J j
i j
i J
j i
j i
J j
i j
i i
j i
i i
x x
x x
x x
x x
x x
r
1 2
1 ,
1 1
2 ,
1 1
, 1
, 1
,
Koefisien korelasi antara dua spektra yang berurutan yang diplotkan
dengan waktu dapat memberikan informasi yang sangat berharga mengenai
perubahan yang terjadi pada data, yang pada gilirannya berhubungan dengan
jumlah komponen dalam suatu campuran Wasim, M. et al. 2003. Koefisien
korelasi antara dua spektra yang mirip akan mendekati 1 sedangkan koefisien
korelasi antara dua spektra yang secara total berbeda akan mendekati 0.
Matematika
559
Wilayah dimana koefisien korelasinya mendekati 1 mengindikasikan
sebuah wilayah kromatografik yang terpilih. Secara umum, logaritma dari
koefisien korelasi digunakan sebagai sumbu vertikal, biasanya seluruh angka
koefisien korelasi adalah positif, dan sumbu horizontalnya adalah waktu.
Jarak Euclidean Ternormalisasi JET
Jarak Euclidean Ternormalisasi JET adalah jarak geometris antara dua
obyek dan merupakan ukuran kesamaan dimana makin kecil jaraknya maka
makin besar kesamaannya. JET memiliki analogi dengan koefisien korelasi
dimana makin besar koefisien korelasinya maka makin besar kesamaannya.
Jarak antara dua vektor spektral pada perjalanan waktu ke i dan ke i‐1 dapat
didefinisikan sebagai berikut:
∑
= −
− −
− −
− =
− +
+ −
+ −
=
J j
j i
j i
J i
J i
i i
i i
i i
x x
x x
x x
x x
x x
d
1 2
, 1
, 2
, 1
, 2
2 ,
1 2
, 2
1 ,
1 1
, 1
... ,
Seperti halnya koefisien korelasi, JET diukur untuk jarak antara dua spektra
yang berurutan dan diplotkan dengan waktu. Wilayah dimana komponen atau
spektra dikatakan sama digambarkan dalam wilayah yang memiliki jarak
minimum dan gangguan noise atau komponen yang tidak sama digambarkan
dalam wilayah yang memiliki jarak besar. Wilayah dimana spektra dianggap
sama akan membentuk lembah jika digambarkan dalam bentuk grafik Wasim,
M. et al. 2003.
Fungsi Turunan
Fungsi turunan menggambarkan pendekatan lain untuk menemukan
perubahan dalam karakteristik spektra selama perjalanan waktu pengamatan.
Tetapi fungsi turunan juga memperbesar efek gangguan noise sehingga sangat
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
560
penting untuk mengkombinasikannya dengan fungsi‐fungsi penghalusan
smoothing. Saringan Savitsky Golay A. Savitsky and M.J.E. Golay. 1964
memberikan bentuk kombinasi yang sangat baik antara teknik penghalusan
dengan fungsi‐fungsi turunan dalam satu langkah. Satu fungsi turunan
pertama dengan teknik penghalusan kuadratik 5‐titik dapat didefinisikan
sebagai berikut:
10 2
2
, 2
, 1
, 1
, 2
j i
j i
j i
j i
ij
x x
x x
di dx
+ +
− −
+ +
− −
≈ Dalam
proses penghitungan turunan, data dibuat dalam bentuk skala baris
panjang gelombang, turunan pertama Savitsky Golay dihitung dan ditampilkan
sebagai fungsi dari waktu. Puncak‐puncak terendah minima dalam
plotnya mengambarkan titik‐titik kemurnian tertinggi yang dilambangkan
dengan angka turunan yang mendekati 0. Jumlah puncak‐ puncak
terendah minima biasanya melambangkan jumlah komponen dalam suatu
campuran.
DAFTAR PUSTAKA
Dharmaraj S et al. 2006. The classification of Phyllanthus niruri Linn, according
to location by infrared spectroscopy. Vibrational Spectrosc siap terbit.
Hopke PK. 2003. The evolution of chemometrics. Anal Chim Acta 500: 365‐377.
Mok DKW, Chau FT. 2006. Chemical information of Chinese medicines: A
challenge ti chemist. Chemom Intell Lab Syst 82: 210‐217.
Sim CO, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad MN. 2004. Assessment of herbal
medicine by chemometrics‐assisted interpretation of FTIR spectra. Penang:
University Sains Malaysia.
Matematika
561
Wasim, M, Hassan, MS, Brereton, RG. 2003. Evaluation of chemometic methods
for determining the number and position of componentsin high‐
performance liquid chromatography detected by diode array detector and
on ‐flow 1H nuclear magnetic resonance spectroscopy. Analyst, 128, 1082‐
1090. Zou
HB et al. 2005. Progress in quality control of herbal medicine with IR fingerprint
spectra. Anal Lett 38: 1457‐1475.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
562
Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang
diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24 Nopember 2007
Beberapa Metode Pemodelan Pada Data Deret Waktu Yang
Mengandung Pencilan
Erfiani Departemen
Statistika, FMIPA – IPB erfianiipb.ac.id
erfiani_ipbyahoo.com
ABSTRAK
Pada data deret waktu seringkali ditemui pengamatan yang tidak konsisten atau dinamakan
pencilan outlier. Beberapa jenis pencilan antara lain adalah Aditif Outlier AO, Inovatif Outlier IO, Level
Change LC, Transient Change TC dan Variance Change VC.
Penanganan data deret waktu yang memiliki pencilan memerlukan penanganan tersendiri dalam
analisisnya. Beberapa pemodelan khusus dikembangkan untuk menangani data deret waktu yang
memiliki pencilan. Metode tersebut antara lain Intervention Analysis dan Mixture Transition Distributions.
Kata kunci: AO, IO, LC, TC, VC, Intervention Analysis,Mixture Transition
Distributions.
LATAR BELAKANG
Deret waktu time series merupakan barisan tataan menurut waktu yang teramati
dari suatu peubah. Pada data deret waktu umumnya ditemukan korelasi
antar pengamatan atau pengamatan yang tersusun menurut suatu tataan
tertentu. Adanya unsur korelasi antar pengamatan mengakibatkan prosedur
dan teknik analisis yang mendasarkan asumsi saling bebas antar pengamatan
tidak dapat diterapkan, oleh sebab itu diperlukan suatu metode pendekatan
yang berbeda dengan metode‐metode yang berdasar pada aspek saling
bebas. Metode analisis statistika untuk mengatasi data yang seperti ini adalah
analisis data deret waktu Wei 1989. Wei 1989 juga mengemukakan bahwa pengamatan deret waktu kadangkala
dipengaruhi oleh peristiwa yang tidak terduga seperti adanya pemogokan,
perang, kerusuhan politik, krisis ekonomi, kebijakan pemerintah, maupun
kejadian ‐kejadian eksternal yang lain. Peristiwa‐peristiwa tersebut
menimbulkan konsekuensi adanya pengamatan yang tidak konsisten dalam
deret waktu tersebut. Pengamatan yang tidak konsisten ini dinamakan pencilan
outlier. Fox 1972 memperkenalkan dua jenis pencilan dalam data deret
waktu. Dua pencilan tersebut adalah pencilan aditif dan pencilan inovatif Fox
1972, diacu dalam Barnett Lewis 1994.
Pada pengamatan deret waktu, pengamatan yang merupakan pencilan dalam
data deret waktu tidak dapat dihilangkan begitu saja disebabkan eratnya korelasi
antar amatan dalam deret tersebut, sehingga kemungkinan pencilan akan
berpengaruh terhadap beberapa pengamatan sesudahnya. Keberadaan pencilan
juga dapat menyebabkan hasil pendugaan menjadi tidak valid. Pencilan
dalam data deret waktu akan berpengaruh pada peramalan di masa mendatang.
Keberadaan pencilan ini seringkali tersamar, dalam arti tidak semua
pencilan dalam data deret waktu dapat terlihat secara langsung dari plot deret
waktunya Barnett Lewis 1994, oleh sebab itu diperlukan prosedur untuk
mendeteksi dan menghilangkan pengaruh adanya pencilan Wei 1989. Chang,
Tiao, dan Chen 1988 mengembangkan suatu metode untuk mendeteksi
keberadaan pencilan dalam data deret waktu melalui metode pendeteksian
pencilan secara iteratif. Tulisan ini menyajikan uraian tentang metode pendeteksian pencilan dalam
data deret waktu menggunakan metode iteratif serta beberapa model spesifik
yang banyak digunakan pada kasus data deret waktu yang memiliki pencilan.
PEMBAHASAN
Menurut Barnett dan Lewis 1994, pencilan adalah sebuah atau suatu sub‐ gugus
pengamatan yang tidak konsisten dengan pengamatan‐pengamatan yang
lain dalam sebuah gugus data. Cryer 1986 juga memberikan definisi yang
serupa untuk data pencilan pada data deret waktu. Fox
1972 dalam Tolvi 2000, mendefinisikan dua buah jenis pencilan yaitu: 1. Pencilan
Aditif AO
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
564
Pencilan aditif atau yang dikenal dengan pencilan model AO
merupakan pencilan yang mempengaruhi suatu observasi tunggal
dimana nilainya lebih besar atau lebih kecil dari yang diharapkan.
Setelah gangguan tersebut, deret menjadi normal seolah tidak terjadi
gangguan. 2. Pencilan
Inovatif IO Pencilan
inovatif yang dikenal dengan pencilan model IO, merupakan pencilan
yang mempengaruhi beberapa atau sederet observasi melalui pola
dinamis. Selain
kedua jenis pencilan tersebut, Tsay 1988 dalam Tolvi 2000 juga mendefinisikan
tiga jenis pencilan sebagai berikut: 1. Level
Change LC Level
Change dikenal juga sebagai Level Shift LS, merupakan perubahan
yang terjadi pada level rataan suatu deret dengan magnitude
tertentu. Perubahan ini dapat positif maupun negative, serta bersifat
permanen. 2. Transient
Change Transient
Change dikenal juga sebagai Temporary Change TC, merupakan
generalisasi dari AO dan LC, dalam pengertian menyebabkan
efek langsung eperti AO tetapi diteruskan kepada observasi
berikutnya. Efek TC tidak bersifat permanen serta berkurang secara
eksponensial. 3. Variance
Cange VC VC
biasanya tidak dikategorikan sebagai pencilan. VC tidak mempengaruhi
level dari suatu deret secara langsung seperti pencilan lain,
hanyaa mengubah ragam dari deret yang diamati pada saat tertentu.
Matematika
565
Salah satu metode pendekatan yang dapat digunakan untuk pendeteksian pencilan
adalah Prosedur Iteratif Iterative Procedure.
Prosedur Iteratif Iterative Procedure
Prosedur iteratif yang diperkenalkan oleh Tiao et al. 1988 merupakan suatu prosedur
untuk mengatasi terjadinya pencilan tipe AO maupun IO. Prosedur ini
dirancang untuk mendeteksi keberadaan pencilan serta mengidentifikasi jenis
atau tipe pencilan secara simultan. Jika
... 1
2 2
1
− −
− =
= B
B B
B B
π π
θ φ
π
dan
t t
Z B
e
π
=
Untuk AO:
dan IO:
t T
t t
a I
B e
+ =
ωπ
t T
t t
a I
e +
=
ω
Penduga bagi
ω
untuk tipe AO adalah
ˆ
AT
ω
∑ ∑
− =
− =
− =
+ T
n j
j t
n j
j t
j t
AT
e e
2 1
ˆ
π π
ω
2
τ π
t
e F
=
dimana ,
merupakan forward shift operator
sehingga
... 1
2 2
1 t
n t
n
F F
F F
− −
− −
− −
=
π π
π π
F
1 t
t
Fe e
+
=
dan .
Penduga bagi
∑ =
− =
t n
j j
2 2
π τ
ω
untuk tipe IO adalah
ˆ
IT
ω
t IT
e =
ω
ˆ
Penerapan
... 1
2 2
1
− −
− =
= B
B B
B B
π π
θ φ
π
pada deret MAq dijabarkan sebagai
berikut:
t t
q t
a Z
B Z
B =
= 1
θ π
;
1 ...
1
2 2
1
B B
B B
q
θ π
π π
= −
− −
=
sedangkan pada MA1 menjadi:
1 1
1
B B
θ π
− =
1 ...
1
2 1
1 1
3 3
2 2
1
= −
− −
− −
− B
B B
B B
θ π
θ π
π π
; sehingga:
untuk .
Adapun penduga untuk tipe AO pada deret
MA1 adalah:
1 ...
1
2 1
1 2
1 1
= −
+ −
+ −
B B
θ π
π θ
π
j j
1
θ π
− =
1 ≥
j
w
ˆ
AT
ω
∑ ∑
− =
− =
− =
+ T
n j
j t
n j
j t
j t
AT
e e
2 1
ˆ
π π
ω
2 1
2 1
1 θ
θ −
+ −
− =
+ j t
t
e e
2 1
1
1
θ θ
+ +
=
+ j t
t
e e
Statistik uji untuk tipe AO dan IO adalah: AO:
dan IO:
a AT
T
σ ω
τ λ
ˆ
, 1
=
a IT
T
σ ω
λ
ˆ
, 2
=
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
566
Erfiani 2007 mengkaji penerapan prosedur iteratif dengan menggunakan data
simulasi untuk data deret waktu stasioner MA1 dengan parameter
1 .
=
θ
dan tiga macam ukuran data, yaitu n=50, n=100, dan n=150 yang masing‐
masing ditambahkan dengan 2 pencilan AO, 2 pencilan IO, 2 pencilan AO dan 1
IO, 1 pencilan AO dan 2 IO, serta 2 pencilan AO dan 2 IO. Pemberian pencilan
dilakukan dengan menambahkan konstanta
ω pada deret. Besaran
ω
yang ditambahkan
ada lima macam, yaitu ,
, ,
, dan
k 5
. 1
= ω
k =
ω k
9 .
= ω
k 8
. =
ω k
75 .
=
ω
, dengan
k adalah kisaran range data yang dirumuskan k=max‐min. Masing‐ masing
gugus data diulang sebanyak sepuluh kali. Penambahan konstanta dilakukan
secara acak random pada gugus data. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa ketepatan prosedur dalam mendeteksi pencilan pada berbagai
kombinasi n dan
ω
secara umum semakin meningkat seiring dengan semakin
besarnya nilai n. Demikian pula dengan nilai
ω
yang ditambahkan, semakin
besar nilai
ω
maka secara umum persentase ketepatan pendeteksian juga
semakin meningkat. Tolvi 2000, menguraikan beberapa metode pemodelan pencilan pada data
deret waktu, yaitu:
1. Intervention Analysis IA
Diperkenalkan pertama kali oleh Box dan Tiao 1975. Model intervensi ini
secara umum adalah sebagai berikut:
, ,
t f
Z Y
t t
ξ κ
+ =
;
t t
a B
Z B
θ φ
= ;
1
, ,
,
T t
d d
d t
I B
B t
I f
∑
=
=
κ
δ ω
ω δ
Y
t
adalah deret yang diamati, Z
t
adalah deret ARMA, dan f. merupakan fungsi yang
memperlihatkan efek deterministik waktu t atau peubah eksogen ξ dengan
parameter κ 2. Mixture
Transition Distribution MTD Matin
dan Raferty 1987 mengemukakan model MTD untuk data deret waktu yang
merupakan kasus khusus dimana komponen bersyarat dari fungsi sebaran
kumulatif G adalah Gaussian, yaitu ⎟⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎝
⎛ −
Φ =
− −
i t
i t
t t
t
y y
y y
G σ
φ
1 1
| Model
diatas mampu memodelkan perilaku non‐Gaussian seperti pencilan, burst dan
flat stetches. Perkembangan selanjutnya dari model tersebut menyertakan
Matematika
567
model AR p baku sebagai kasus khusus, dan dikenal dengan nama Gaussian
Mixture Transition Distributions GMTD.
∑ ∑
= −
= −
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛ −
+ ⎟⎟
⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎜ ⎝
⎛ − =
−
p i
i i
t i
t i
p j
j t
j t
t
y y
y y
y y
F
t
1 1 0
|
1
σ φ
φ α
σ φ
φ α
Generalisasi GMTD selanjutnya menyertakan komponen bebas lain. Pada
pemodelan ini pencilan dapat diterangkan dengan menspesifikasikan model,
didefinisikan sebagai persamaan berikut:
⎟ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎜
⎝ ⎛
+ ⎟⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎝
⎛ − +
⎟ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎜
⎝ ⎛ −
=
+ +
= −
−
∑ ∑
−
1 1
1
|
1
p t
p p
i i
i t
i t
i j
j t
j t
t
y y
y y
y y
y F
t
σ φ
α σ
φ φ
α σ
φ φ
α
Daftar Pustaka
Barnett V, Lewis T. 1994. Outliers in Statistical Data. New York: J Wiley.
Chang I, Tiao GC, and Chen C. 1988. Estimation of time series parameters in the
presence of outliers. Technometrics 30:193‐204.
Cryer JD. 1986. Time Series Analysis. Boston: Duxburry Press.
Erfiani. 2007. Pendeteksian Pencilan pada Data Deret Waktu. Lokakarya
Akurasi Prakiraan Musim, , Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta, 7–8
November 2007
Fox AJ. 1972. Outliers in time series. J R Statist Soc B 43:350‐363.
Tolvi, J. 2000. Outliers in Time Series, a Review .
http:aws.tt.utu.fitolvi2.pdf Wei
WWS. 1989. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods. Canada:
Addison‐Wesley.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
568
Penerapan Kestabilan Titik Equilibrium
Sistem Reaksi Difusi Pada Masalah Epidemik Model Sir
Himmawati Puji Lestari
Caturiyati Kana
Hidayati Jurusan
Pendidikan Matematika FMIPA UNY
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kestabilan titik ekuilibrium suatu sistem reaksi difusi.
Kestabilan sistem reaksi difusi ini dikaji melalui matriks Jacobiannya. Selanjutnya akan dikaji penerapan
kestabilan titik ekuilibrium sistem reaksi difusi ini pada masalah epidemiologi model SIR dengan vital
dynamics. Penelitian
ini dilakukan dengan metode studi pustaka, untuk mengkaji konsep‐konsep yang diperlukan
untuk menentukan kestabilan titik ekuilibrium sistem reaksi difusi yang selanjutnya diterapkan
pada masalah epidemiologi SIR dengan vital dynamics. Hasil
yang diperoleh menujukkan bahwa titik ekuilibrium sistem reaksi difusi stabil asimtotis jika
matriks Jacobiannya stabil dan memenuhi kondisi minor. Titik ekuilibrium sistem reaksi difusi masalah
epidemiologi model SIR dengan vital dynamics stabil asimtotis untuk semua konstanta
, ,
γ β
dan
μ
. Hal ini berarti proporsi masing‐masing kelompok S, I, dan R pada saat tidak terjadi perubahan
proporsi akan tidak berubah untuk jangka waktu lama.
Kata kunci : titik ekuilibrium, sistem reaksi difusi, model SIR dengan vital dynamics
1. PENDAHULUAN