Pelaksanaan. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams‐Games‐Tournaments TGT

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams‐Games‐Tournaments TGT . Memperhatikan waktu perkuliahan dan keterlaksanaannya, materi yang dipilih untuk kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model TGT ini adalah tes median, tes kemungkinan eksak dari Fisher, tes khi kuadrat, Uji U Mann ‐Whitney, tes Kolmogorov‐Smirnov, tes run Wald Wolfowitz, tes Reaksi Ekstrem Moses, dan tes Randomisasi. Dari materi tersebut tim peneliti sepakat untuk siklus 1 dilakukan pada materi tes median, tes kemungkinan eksak dari Fisher, tes khi kuadrat, Uji U Mann‐Whitney, sedangkan siklus berikutnya akan dilakukan pada materi tes Kolmogorov‐Smirnov, tes run Wald Wolfowitz, tes Reaksi Ekstrem Moses, dan tes Randomisasi. Setelah materi disepakati oleh tim peneliti, dilanjutkan penyusunan soal game dan soal turnamen. Selain itu juga mempersiapkan media yang digunakan yakni dalam bentuk transparansi dan kartu diskusi, serta berbagai instrumen untuk mengumpulkan data seperti lembar observasi kegiatan pembelajaran, angket respons mahasiswa, angket kemandirian belajar mahasiswa, lembar wawancara tentang pelaksanaan pembelajaran, dan lembar catatan lapangan.

e. Pelaksanaan.

Pada langkah ini, tim peneliti melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan salah satu anggota tim peneliti yang memang merupakan dosen pengampu mata kuliah sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran Statistika Non parametrik dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams‐Games‐Tournaments TGT, sedangkan tim peneliti yang lain bertindak sebagai observer. Selama pelaksanaan kegiatan juga diadakan evaluasi dan monitoring serta pengumpulan data dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data yang telah disiapkan. Hasil pengumpulan data didokumentasikan secara seksama guna penyempurnaan rancangan maupun pelaksanaan tindakan berikutnya. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 256 Hasil Kegiatan Pembelajaran Siklus I Awal siklus I, mahasiswa memperoleh informasi mengenai perkuliahan Statistika Non Paramaterik yang akan dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams‐Games‐Tournaments TGT pada materi tes median, tes kemungkinan eksak dari Fisher, tes khi kuadrat, Uji U Mann‐ Whitney dan mahasiswa dibagi dalam 8 kelompok yang masing‐masing terdiri atas 4‐6 mahasiswa. Siklus 1 dilaksanakan dalam dua pertemuan yakni pada tanggal 2 Mei 2007 dan 9 Mei 2007. Pada kegiatan perkuliahan tanggal 2 Mei 2007, dosen mengawali dengan memberikan penjelasan secara garis besarnya dilanjutkan dengan diskusi kelompok dan game. Akhir perkuliahan dosen memberikan umpan balik dan respon serta komentar terhadap pekerjaan dan hasil diskusi mahasiswa. Pada kegiatan perkuliahan tanggal 9 Mei 2007, dosen mengawali dengan memberikan apersepsi dan pengulangan secara garis besar terutama terkait dengan materi sebelumnya yang belum dipahami, dilanjutkan dengan diskusi kelompok dan turnamen. Akhir perkuliahan dosen juga memberikan umpan balik dan respon serta komentar terhadap pekerjaan dan hasil diskusi mahasiswa. Selain itu, dosen juga memberikan penghargaan kepada kelompok yang nilainya tertinggi. Pada akhir kegiatan siklus I ini mahasiswa diminta mengisi angket kemandirian belajar dan beberapa mahasiswa diwawancarai guna memperoleh informasi terkait dengan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil observasi, pada pelaksanaan pembelajaran pertama, terlihat bahwa awalnya mahasiswa masih banyak yang pasif dan enggan bertanya. Namun demikian diskusi dalam tiap kelompok berjalan lancar. Kepasifan mahasiswa mulai berubah ketika diadakan game, mahasiswa tampak antusias dan semangat. Demikian juga pada pelaksanaan pembelajaran yang kedua, ketika akan dilaksanakan turnamen mahasiswa tampak antusias dan semangat. Selain itu, pada pertemuan kedua ini mahasiswa tampak lebih Pend. Matematika 257 siap mengikuti kegiatan perkuliahan dan banyak yang mau menyampaikan pertanyaan tentang materi yang belum dipahami. Namun demikian, baik untuk pertemuan pertama dan kedua terasa sekali bahwa waktu untuk pembahasan masih kurang sehingga karena waktunya telah habis ada beberapa pembahasan yang disampaikan dosen secara garis besar sehingga tampak beberapa mahasiswa masih kesulitan memahami. Selain itu kemandirian belajar mahasiswa juga tampak masih kurang. Berdasarkan hasil refleksi terhadap kegiatan pembelajaran dan memperhatikan hasil observasi, wawancara, isian angket kemandirian belajar, dan hasil belajar mahasiswa, pada siklus berikutnya perlu ada perbaikan dalam kegiatan pembelajaran antara lain: 1 Sebaiknya dosen terus memotivasi agar pada perkuliahan berikutnya mahasiswa harus sudah mempelajari materi terlebih dahulu. Dengan demikian ketika perkuliahan berlangsung mahasiswa diharapkan lebih siap dan cermat memperhatikan penjelasan baik dari teman maupun dosen, 2 Alokasi waktu untuk review dari dosen perlu diperbanyak bahkan bila perlu kunci jawaban untuk game dan turnamen dipersiapkan dalam bentuk hardcopy, dan 3 Komunikasi antara dosen dan mahasiswa perlu ditingkatkan agar mahasiswa tidak segan bertanya atau menanggapi. Hasil Kegiatan Pembelajaran Siklus Berikut Siklus Lanjutan Awal siklus II, mahasiswa kembali memperoleh informasi mengenai perkuliahan Statistika Non Paramaterik yang akan dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams‐Games‐Tournaments TGT pada materi tes Kolmogorov‐Smirnov, tes run Wald Wolfowitz, tes Reaksi Ekstrem Moses, dan tes Randomisasi. Siklus lanjutan ini juga dilaksanakan dalam dua pertemuan yakni pada tanggal 16 Mei 2007 dan 23 Mei 2007. Pada kegiatan perkuliahan tanggal 16 Mei 2007, dosen mengawali dengan memberikan penjelasan secara garis besarnya dilanjutkan dengan diskusi kelompok dan game. Akhir perkuliahan dosen memberikan umpan balik dan SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 258 respon serta komentar terhadap pekerjaan dan hasil diskusi mahasiswa. Pada kegiatan perkuliahan tanggal 23 Mei 2007, dosen mengawali dengan memberikan apersepsi dan pengulangan secara garis besar terutama terkait dengan materi sebelumnya yang belum dipahami, dilanjutkan dengan diskusi kelompok dan turnamen. Akhir perkuliahan dosen juga memberikan umpan balik dan respon serta komentar terhadap pekerjaan dan hasil diskusi mahasiswa. Selain itu, dosen juga memberikan penghargaan kepada kelompok yang nilainya tertinggi. Pada akhir kegiatan siklus lanjutan ini mahasiswa diminta mengisi angket kemandirian belajar, angket respons mahasiswa dan beberapa mahasiswa diwawancarai guna memperoleh informasi terkait dengan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil refleksi terhadap kegiatan pembelajaran dan memperhatikan hasil observasi, wawancara, isian angket kemandirian belajar, dan hasil belajar mahasiswa, pada siklus lanjutan ini dapat dikatakan mahasiswa lebih siap dan cermat dalam mengikuti perkuliahan serta mahasiswa tampak lebih aktif dan mandiri dibandingkan sebelumnya. Hasil Angket Kemandirian Belajar Mahasiswa Selain dari observasi dan wawancara, kemandirian belajar mahasiswa juga diungkap melalui isian pada angket kemandirian belajar mahasiswa. Untuk siklus 1, dari 39 angket yang diberikan terdapat 32 angket yang kembali pada peneliti. Jumlah ini dapat dianggap sudah cukup mewakili untuk dianalisis. Sedangkan untuk siklus lanjutan, dari 39 angket yang diberikan terdapat 31 angket yang kembali pada peneliti. Jumlah ini pun sudah dapat dianggap mewakili untuk dianalisis. Persentase hasil angket kemandirian belajar mahasiswa pada siklus 1 dapat dilihat pada Tabel 1 dan untuk siklus lanjutan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 1. Persentase Hasil Angket Kemandirian Belajar Mahasiswa Siklus 1 Pend. Matematika 259 No Pernyataan SS S TS STS 1 Saya yakin dapat mengikuti kegiatan perkuliahan dengan baik. 6,3 65,6 28,1 0,0 2 Saya yakin dapat memperoleh nilai yang baik dalam perkuliahan ini. 12,5 75,0 12,5 0,0 3 Saya yakin dapat menyelesaikan masalah atau soal dengan baik 0,0 87,5 12,5 0,0 4 Saya yakin dapat bekerjasama dengan orang lain. 15,6 78,1 6,3 0,0 5 Saya yakin mampu mengkomunikasikan ide. 3,1 78,1 18,8 0,0 6 Saya yakin mampu menyadari kelebihan dan kekurangan saya. 9,4 81,3 9,4 0,0 7 Saya menetapkan strategi belajar dalam mengikuti perkuliahan ini. 0,0 56,3 43,8 0,0 8 Saya mengevaluasi strategi belajar yang telah saya tetapkan. 0,0 59,4 40,6 0,0 9 Saya mengevaluasi setiap hasil belajar yang saya capai. 0,0 62,5 37,5 0,0 10 Saya membuat jadwal belajar dan berusaha menepatinya. 6,3 28,1 65,6 0,0 11 Saya menentukan target nilai yang ingin saya capai. 15,6 78,1 6,3 0,0 12 Saya berpartisipasi aktif dalam kegiatan perkuliahan. 0,0 71,9 31,3 0,0 13 Saya antusias dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. 6,3 59,4 34,4 0,0 14 Saya mampu memfokuskan perhatian dalam kegiatan perkuliahan. 0,0 53,1 46,9 0,0 15 Saya mempelajari terlebih dahulu materi yang akan dipelajari. 0,0 53,1 46,9 0,0 16 Saya mengulang kembali materi yang telah dipelajari. 0,0 40,6 59,4 0,0 17 Saya mengerjakan soal‐soal latihan, meskipun bukan sebagai tugas perkuliahan. 0,0 15,6 84,4 0,0 18 Saya berusaha mencari referensi yang 3,1 50,0 46,9 0,0 SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 260 menunjang perkuliahan. 19 Jika mengalami kesulitan, saya berusaha menyelesaikannya dengan berbagai cara seperti mencari referensi yang relevan, berdiskusi dengan teman, atau bertanya kepada dosen. 0,0 87,5 12,5 0,0 20 Saya menganggap kesulitan atau hambatan dalam belajar sebagai tantangan. 0,0 81,3 18,8 0,0 21 Saya memanfaatkan waktu luang untuk mempelajari materi perkuliahan. 0,0 40,6 56,3 3,1 22 Saya mencermati kenaikan dan penurunan nilai yang saya peroleh. 18,8 78,1 3,1 0,0 Berdasarkan tabel di atas, secara keseluruhan respons SS dan S pada siklus 1 adalah sebesar, 58,11. Tabel 2. Persentase Hasil Angket Kemandirian Belajar Mahasiswa Siklus Lanjutan No Pernyataan SS S TS STS 1 Saya yakin dapat mengikuti kegiatan perkuliahan dengan baik. 22,6 41,9 35,5 0,0 2 Saya yakin dapat memperoleh nilai yang baik dalam perkuliahan ini. 10,8 45,9 27,0 0,0 3 Saya yakin dapat menyelesaikan masalah atau soal dengan baik 5,4 51,4 27,0 0,0 4 Saya yakin dapat bekerjasama dengan orang lain. 16,2 64,9 2,7 0,0 5 Saya yakin mampu mengkomunikasikan ide. 10,8 43,2 29,7 0,0 6 Saya yakin mampu menyadari kelebihan dan kekurangan saya. 16,2 62,2 5,4 0,0 7 Saya menetapkan strategi belajar dalam mengikuti perkuliahan ini. 8,1 54,1 21,6 0,0 8 Saya mengevaluasi strategi belajar yang telah saya tetapkan. 2,7 51,4 29,7 0,0 Pend. Matematika 261 9 Saya mengevaluasi setiap hasil belajar yang saya capai. 2,7 48,6 32,4 0,0 10 Saya membuat jadwal belajar dan berusaha menepatinya. 5,4 24,3 54,1 0,0 11 Saya menentukan target nilai yang ingin saya capai. 8,1 62,2 13,5 0,0 12 Saya berpartisipasi aktif dalam kegiatan perkuliahan. 8,1 62,2 13,5 0,0 13 Saya antusias dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. 5,4 37,8 40,5 0,0 14 Saya mampu memfokuskan perhatian dalam kegiatan perkuliahan. 5,4 45,9 32,4 0,0 15 Saya mempelajari terlebih dahulu materi yang akan dipelajari. 2,7 27,0 54,1 0,0 16 Saya mengulang kembali materi yang telah dipelajari. 2,7 48,6 32,4 0,0 17 Saya mengerjakan soal‐soal latihan, meskipun bukan sebagai tugas perkuliahan. 2,7 16,2 64,9 0,0 18 Saya berusaha mencari referensi yang menunjang perkuliahan. 2,7 16,2 62,2 2,7 19 Jika mengalami kesulitan, saya berusaha menyelesaikannya dengan berbagai cara seperti mencari referensi yang relevan, berdiskusi dengan teman, atau bertanya kepada dosen. 0,0 70,3 13,5 0,0 20 Saya menganggap kesulitan atau hambatan dalam belajar sebagai tantangan. 5,4 64,9 13,5 0,0 21 Saya memanfaatkan waktu luang untuk mempelajari materi perkuliahan. 5,4 29,7 48,6 0,0 22 Saya mencermati kenaikan dan penurunan nilai yang saya peroleh. 10,8 62,2 10,8 0,0 Berdasarkan tabel di atas, secara keseluruhan respons SS dan S pada siklus lanjutan ini sebesar 64,08. Hasil Angket Respons Mahasiswa SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 262 Tanggapan mahasiswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan diperoleh dari data angket respons mahasiswa. Terdapat 31 angket yang kembali pada peneliti. Adapun persentase hasil angket respons mahasiswa disajikan dalam Tabel 3 berikut. Tabel 3. Persentase Hasil Angket Respons Mahasiswa No Pernyataan SS S KS TS STS 1 Strategi perkuliahan yang digunakan membantu meningkatkan pemahaman saya terhadap materi perkuliahan. 9,7 67,7 22,6 0,0 0,0 2 Teknik dosen mengajar membantu meningkatkan pemahaman saya terhadap materi perkuliahan. 6,5 54,8 35,5 3,2 0,0 3 Suasana perkuliahan mendukung pemahaman saya terhadap materi perkuliahan. 3,2 19,4 67,7 9,7 0,0 4 Belajar dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT ini membantu saya untuk semakin mandiri. 16,1 64,5 19,4 0,0 0,0 5 Pemberian penghargaan pada perkuliahan ini meningkatkan semangat belajar saya. 25,8 64,5 9,7 0,0 0,0 6 Saya senang dengan adanya games dan turnamen dalam pembelajaran Statistika Non Parametrik ini. 25,8 64,5 9,7 0,0 0,0 7 Saya senang dengan kegiatan diskusi kelompok yang dilakukan sebelum pelaksanaan games dan turnamen. 6,5 64,5 29,0 0,0 0,0 8 Umpan balik atau respons dari dosen dalam kegiatan diskusi atau pembahasan soal games dan turnamen memperjelas materi yang 6,5 51,6 38,7 0,0 3,2 Pend. Matematika 263 sedang dipelajari. 9 Strategi pembelajaran yang dikembangkan menuntut saya untuk lebih rajin belajar 3,2 67,7 29,0 0,0 0,0 10 Saya berminat mengikuti kegiatan pembelajaran sebagaimana yang telah saya ikuti ini. 6,5 74,2 19,4 0,0 0,0 11 Strategi pembelajaran yang diterapkan dapat menjadi bekal bagi saya untuk menjadi guru yang professional. 19,4 71,0 9,7 0,0 0,0 12 Strategi Pembelajaran yang dikembangkan dapat melatih saya untuk bekerjasama, berdiskusi, dan mengkomunikasikan ide. 19,4 80,6 0,0 0,0 0,0 Berdasarkan Tabel 3 di atas, menunjukkan bahwa secara keseluruhan respons SS dan S sebesar 74,46.

B. Pembahasan

Pelaksanaan perkuliahan statistika Non Parametrik dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT Teams‐Games‐ Tournaments ini dilakukan dengan urutan tahapan dari Johnson Johnson yang meliputi: 1 Teaching Tahap Mengajar, 2 Team Study Tahap Belajar dalam Kelompok, dan 3 Tournament Game Tahap Kompetisi. Dalam pembelajaran, mahasiswa yang lebih banyak berperan. Tahapan Teaching Mengajar oleh dosen dilakukan dengan menyampaikan materi yang akan dipelajari secara garis besarnya saja. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mempersiapkan mahasiswa pada kondisi untuk siap dalam mengikuti pembelajaran. Setelah dosen selesai menyampaikan materi secara gasir besar, mahasiswa akan belajar mandiri dalam kelompok. Pembelajaran tidak lagi terpusat pada dosen, akan tetapi lebih terpusat pada mahasiswa dimana SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 264 mahasiswa berusaha menemukan, memahami, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Dengan kegiatan tersebut mahasiswa menjadi ikut serta secara aktif dalam pembelajaran sehingga mendorong peningkatan kemandirian belajar mahasiswa. Kegiatan belajar kelompok akan membangun rasa saling ketergantungan dan kerjasama antar anggota kelompok. Dari hasil wawancara dengan mahasiswa, mereka mengungkapkan bahwa dengan belajar kelompok mereka menjadi lebih kompak, akrab, lebih mudah dalam mempelajari materi, dan lebih bersemangat untuk belajar. Mahasiswa yang mempunyai kemampuan lebih akan memberikan penjelasan kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan. Sebaliknya mahasiswa yang mengalami kesulitan memahami materi atau menyelesaikan masalah akan bertanya kepada teman yang sudah mengerti. Hal itu sesuai dengan lima unsur yang ada dalam pembelajaran kooperatif menurut Roger dan David Johnson yang dikutip oleh Anita Lie 2005 : 31 yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perorangan, tatap muka, komunikasi antar kelompok, dan evaluasi proses kelompok. Ketika pembelajaran berlangsung khususnya pada saat belajar kelompok pendampingan oleh dosen sangatlah penting. Dalam kegiatan pendampingan ini, dosen senantiasa mengajak mahasiswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran dan memberikan bantuan berupa bimbingan serta arahan apabila ada mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi. Selain itu adanya pemberian motivasi dari dosen secara langsung kepada mahasiswa diantaranya motivasi bahwa mereka dapat menguasai materi yang sedang dipelajari, rajin mengerjakan soal atau latihan dan sebagainya dapat menumbuhkan rasa percaya diri mahasiswa. Selama pembelajaran, adanya umpan balik baik dari dosen juga sangat penting. Umpan balik yang terjadi menunjukkan bahwa di dalam proses pembelajaran Pend. Matematika 265 telah terjadi interaksi. Interaksi berupa tanya jawab merupakan interaksi yang sering terjadi dalam pembelajaran. Terkait dengan kemandirian belajar, menunjukkan bahwa memang kondisi setiap mahasiswa mempunyai tingkat kemandirian belajar yang berbeda‐beda. Mahasiswa yang mempunyai tingkat kemandirian belajar tinggi cenderung lebih siap mengikuti pembelajaran. Sebaliknya mahasiswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah, akan cenderung kurang siap. Suasana pembelajaran yang menyenangkan dan menarik akan membantu siswa berpartisipasi dalam pembelajaran sehingga mahasiswa diharapkan senantiasa siap dalam mengikuti pembelajaran. Game permainan dapat menjadi alternatif yang digunakan dosen untuk membangkitkan semangat belajar dan kemandirian belajar mahasiswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Raymond J. Wlodkowski dan Judith H. Jaynes 2004 : 150 yang menyatakan bahwa aktivitas‐aktivitas yang menarik siswa dan membantu mereka menjaga kewaspadaan termasuk permainan game, bermain drama, latihan‐latihan, diskusi, kerja kelompok, simulasi, eksperimen, teka ‐teki silang, kajian‐kajian pelajaran, dan soal‐soal. Dari hasil pengamatan pada pembelajaran siklus 1, tampak bahwa kemandirian belajar mahasiswa dapat dikatakan masih kurang. Pada saat pembelajaran mahasiswa terkesan masih pasif, kurang persiapan, lambat untuk memahami materi, enggan bertanya, dan masih banyak menunggu pengarahan dosen. Namun, untuk pelaksanaan diskusi sudah berjalan cukup lancar. Sedangkan pada pembelajaran siklus lanjutan, menunjukkan bahwa mahasiswa tampak lebih siap sehingga peran mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran lebih aktif dan mahasiswa sudah tampak lebih mandiri. Dengan game yang kompetitif setiap mahasiswa dalam kelompoknya terdorong untuk saling bekerjasama dan saling membantu dalam memahami pertanyaan dan menjawab pertanyaan. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 266 Adanya reward yang diberikan oleh dosen dalam game mendukung peningkatan semangat belajar mahasiswa. Reward berupa nilai yang diberikan pada setiap kelompok setelah mengikuti game, pujian dan applause yang diberikan kepada kelompok yang berhasil memperoleh poin tertinggi. Dalam hal ini nilai, pujian dan applause yang diberikan sebagai penghargaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan semangat belajar mahasiswa. Hal ini didukung oleh pendapat Saiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain 2002 : 167 yang menyatakan pemberian ganjaran terhadap prestasi yang dicapai peserta didik dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik dikemudian hari. Selain game, komponen lain dalam TGT yang untuk menguji kemampuan siswa adalah turnamen kompetisi. Pada TGT turnamen kompetisi inilah yang merupakan sistem penilaian kemampuan perorangan, memungkinkan bagi setiap mahasiswa dari semua level di penampilan sebelumnya untuk memaksimalkan nilai kelompok mereka menjadi yang terbaik. Dalam turnamen setiap mahasiswa akan mempunyai kesempatan yang sama untuk menyumbangkan poin tertinggi bagi kelompoknya masing‐masing, sehingga mahasiswa akan termotivasi untuk berusaha sebaik mungkin. Penghargaan kelompok ditentukan oleh nilai kelompok. Perhitungan nilai kelompok berdasarkan nilai game dan nilai turnamen yang diperoleh setiap kelompok. Selain pujian dan nilai, dosen juga memberikan hadiah untuk semakin meningkatkan semangat belajar mahasiswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Saiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain 2002: 169 hadiah berupa benda seperti buku tulis, pensil, pena, bolpoint, penggaris, dan sebagainya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan belajar peserta didik. Dari hasil angket kemandirian belajar mahasiswa yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2, tampak bahwa secara keseluruhan pada siklus lanjutan terjadi peningkatan kemandirian belajar mahasiswa yakni dari 58,11 pada Pend. Matematika 267 siklus 1 menjdi 64,08 pada siklus lanjutan. Dari hasil wawancara dengan mahasiswa yang dilakukan peneliti diakhir siklus 1 dan siklus lanjutan, peneliti menyimpulkan bahwa kemandirian belajar mahasiswa cukup mengalami peningkatan dibandingkan sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT. Mahasiswa merasa senang, tertarik, dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Menurut mahasiswa, pembelajaran menjadi tidak membosankan dan dengan model ini mahasiswa menjadi lebih mandiri karena harus senantiasa siap sebelum mengikuti perkuliahan. Hal ini ternyata juga didukung hasil angket respons mahasiswa yang ternyata menunjukkan bahwa 74,46 mahasiswa merespons positif kegiatan pembelajaran yang dilakukan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pembelajaran Statistika Non Parametrik dilaksanakan dengan tiga tahapan sebagai berikut: 1 Teaching Tahap Mengajar, tahap ini dilakukan oleh dosen, yakni dosen menyampaikan materi secara garis besarnya saja, 2 Team Study Tahap Belajar dalam Kelompok, yakni mahasiswa belajar dalam kelompok‐kelompok kecil dengan beranggotakan 4‐6 mahasiswa yang heterogen baik kemampuan akademik maupun jenis kelamin. Dalam hal ini, terdapat delapan kelompok yang terbentuk, dan 3 Tournament Game Tahap Kompetisi, yakni meliputi game dan turnamen, game merupakan permainan yang diikuti oleh setiap kelompok dan turnamen merupakan pertandingan yang diikuti oleh setiap mahasiswa. Perwakilan mahasiswa dari setiap kelompok yang mempunyai kemampuan yang sama berdasarkan hasil sebelumnya akan saling bertanding dalam satu grup dengan cara mengerjakan soal‐soal turnamen secara mandiri. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 268 Setelah melalui ketiga tahapan tersebut, diadakan kegiatan penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diberikan pada kelompok‐kelompok yang memperoleh nilai tertinggi. Setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini, ternyata menunjukkan bahwa kemandirian belajar mahasiswa mengalami peningkatan. Selain dari hasil observasi dan wawancara, hal tersebut juga terlihat dari adanya peningkatan persentase angket kemandirian belajar mahasiswa yaitu dari dari 58,11 pada siklus 1 menjadi 64,08 pada siklus lanjutan. DAFTAR PUSTAKA Anita lie. 2005. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang ‐Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo Anonim. ”Cooperative Learning“. http:www.co ‐cooperation.orgpagescl.html diakses Selasa, 14 Februari 2006 Erman Suherman, Turmudi, Didi Suryadi, Tatang Herman, Suhendra, Sufyani Prabawanto, Nurjanah, Ade Rohayati. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Felder, Richard M and Brent, Rebecca. 1994. “Cooperative Learning in Technical Courses: Procedures, Pitfalls, and Payoffs“. http:www.ncsu.edufelder‐publicPapersCoopreport.html diakses Senin, 20 Februari 2006 Janet Trineke Manoy. 2001. Pembelajaran Kooperatif dengan Portofolio. Matematika Siswa. Prosiding Seminar Nasional Matematika. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta Muslimin Ibrahim, Fida Rachmadiarti, Mohamad Nur, Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA Rochiati Wiriaatmadja. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas: Untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: Remaja Rosdakarya Rouviere W. Carolyn. “Continuous Evaluation Using Cooperative Learning”. http:www.maa.orgsaummaanotes49140.html diakses Selasa, 14 Februari 2006 Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research and Practise. Boston: Allyn and Bacon Pend. Matematika 269 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Uus Toharudin. 2005. Kompetensi Guru Dalam Strategi Ajar. http:www.pikiran ‐rakyat.comcetak2005240803.htm, diakses Kamis, 31 Agustus 2006 Utami Munandar. 1992. Pengembangan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia Winkel. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 270 Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24 Nopember 2007 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Siswa SMP Dalam Matematika Melalui Pendekatan Advokasi Dengan Penyajian Masalah Open‐Ended Oleh : Ibrahim FKIP Universitas Islam Nusantara ABSTRAK Penelitian ini berfokus pada upaya untuk mengungkap pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa SMP dalam matematika, sebagai akibat dari penerapan pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dalam pembelajaran matematika. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Bandung sebanyak dua kelas satu kelas eksperimen dan satu kelas lainnya kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes, skala sikap siswa, lembar observasi, kuesioner untuk guru, wawancara siswa, dan jurnal siswa. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa peningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika pada siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa berbeda secara signifikan, dengan hasil yang relatif lebih baik. Selanjutnya, disimpulkan juga bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika antara siswa kelompok atas, tengah, dan bawah kelas eksperimen berbeda secara signifikan. Selain itu, berdasarkan hasil skala sikap siswa, diperoleh kesimpulan bahwa sikap siswa kelas eksperimen terhadap pembelajaran yang berkaitan dengan krativitas cenderung positif. Kata kunci: pendekatan advokasi, masalah open‐ended, kemampuan berpikir kritis dan kreatif. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan secara umum, proses‐proses berpikir kritis dan kreatif jarang dilatih, dan hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara ‐negara lain Munandar, 2004. Dalam pendidikan matematika, selain kurangnya melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif, juga pendekatan pembelajaran yang dilakukan pun sering kali bersifat rutin, sehingga dapat membosankan, membahayakan, dan merusak seluruh minat siswa Sobel dan Maletsky, 2003. Dengan demikian, kemungkinan besar pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika pun akan terhambat. Hal ini senada atau diperkuat dengan laporan hasil studi Henningsen dan Stein, 1997; Peterson, 1998; Mullis, dkk, 2000 yang mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya belum memfokuskan pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi Suryadi, 2005. Suryadi 2005, h. 3 mengemukakan, “Hasil studi internasional dalam bidang matematika dan IPA TIMSS untuk kelas dua SLTP eighth grade, menunjukan bukti bahwa soal‐soal matematika tidak rutin yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar oleh sampel siswa Indonesia”. Hal ini berarti kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang di antaranya kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika perlu menjadi perhatian utama dan urgen. Pendekatan advokasi merupakan suatu alternatif pendekatan yang berupaya membuat siswa dapat secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Keaktifan siswa itu terwujud dalam mengajukan cara‐cara penyelesaian dari suatu masalah matematika yang diberikan oleh guru melalui proses perdebatan. Dalam proses pembahasan dan perdebatan itu sangat memungkinkan terjadi perbedaan penyelesaian yang ditawarkan siswa. Untuk itu, apabila masalah matematika yang diberikan guru sifatnya tertuju pada satu cara penyelesaian atau satu jawaban, tentunya proses perdebatan memungkinkan tidak akan aktif. Dalam hal ini, masalah yang diberikan guru merupakan masalah open‐ended. Dengan memberikan masalah open‐ended pada siswa untuk diselesaikan melalui proses pembelajaran dengan pendekatan advokasi diduga akan menjadi pemacu terjadinya pembahasan dan perdebatan yang aktif di dalam kelas. Pengkondisian seperti itu pada gilirannya memiliki kemungkinan akan mendorong siswa untuk terlatih berpikir kritis dan kreatif. Dalam hubungan ini, maka penulis mencoba mengadakan penelitian yang berkaitan dengan pendekatan advokasi, masalah open‐ended serta kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika, yang dilaksanakan di SMP, dan diberi judul “Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 272 Kreatif Siswa SMP dalam Matematika melalui Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah Open‐Ended”.

B. Rumusan Masalah

Mengacu pada uraian yang telah dituangkan pada latar belakang masalah, maka masalahnya mengarah pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dalam matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa? 2. Apakah pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended menyebabkan terjadinya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dalam matematika antara siswa kelompok atas, tengah, dan bawah? 3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif dalam matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa? 4. Apakah pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended menyebabkan terjadinya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir dalam matematika kreatif antara siswa kelompok atas, tengah, dan bawah? 5. Bagaimana sikap siswa berkaitan dengan kreativitas dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ ended ? Pend. Matematika 273

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan berkaitan dengan pelaksanaan dan temuan dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran matematika dalam upaya meningkat kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika. 2. Dapat dijadikan gambaran tentang perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika antara siswa kelompok atas, tengah, dan bawah yang memperoleh pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended. 3. Pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran matematika dalam upaya meningkat kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika. 4. Dapat dijadikan gambaran tentang perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika antara siswa kelompok atas, tengah, dan bawah yang memperoleh pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended. 5. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended yang berkaitan dengan kreativitas. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 274 METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol non‐ ekivalen. Lebih jelasnya, desain penelitiannya adalah sebagai berikut: O X O O O Ruseffendi, 1994, h. 47 dengan O = Tes Kemampuan Berpikir Kritis Tes KBKs dan Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Tes KBKf X = pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Sesuai dengan judul dan pemasalahan dalam penelitian ini, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP di Kota Bandung serta siswa SMP di kota lainnya yang serupa. Selanjutnya, sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan ‐pertimbangan ilmiah, yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Bandung sebanyak dua kelas. Dari dua kelas yang sudah ditentukan tersebut selanjutnya dipilih secara acak, yaitu satu kelas merupakan kelas eksperimen dan satu kelas lainnya merupakan kelas kontrol.

C. Prosedur Penelitian

Langkah ‐langkah yang ditempuh dalam penelitian ini, yaitu: 1 menyiapkan instrumen penelitian; 2 mengurus surat izin penelitian; 3 melakukan uji coba instrumen penelitian; 4 setelah hasil uji coba dianalisis dan telah terpilih item‐item tes yang memenuhi validitas dan reliabilitas, selanjutnya alat ukur diperbanyak dan siap untuk dipergunakan sebagai alat ukur; 5 observasi yang dilanjutkan dengan memberikan perlakuan pada Pend. Matematika 275 kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesuai dengan yang direncanakan; 6 melakukan pengumpulan data; 7 melakukan pengolahan data; 8 pembuatan laporan.

D. Instrumen

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dikembangkan enam buah instrumen penelitian yang terbagi dalam dua jenis, yaitu tes dan non‐tes. Instrumen dalam jenis tes terdiri dari Tes Kemampuan Berpikir Kritis selanjutnya akan disingkat Tes KBKs yang terkait langsung dengan bahan ajar, Tes Kemampuan Berpikir Kreatif selanjutnya akan disingkat Tes KBKf yang terkait langsung dengan bahan ajar. Sedangkan instrumen dalam jenis non ‐tes terdiri dari skala sikap siswa yang berkaitan dengan kreativitas dalam pembelajaran, jurnal untuk siswa, wawancara untuk siswa, dan kuesioner untuk guru. Untuk Tes KBKs dan KBKf telah diujicoba dan nyatakan valid dan reliabel, demikian juga dengan skala sikap.

E. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut. 1. Pengolahan Data Hasil Tes, yaitu: a memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan; b membuat tabel yang berisikan skor tes hasil kelas eksperimen dan kelas kontrol; c menghitung rerata skor tes setiap kelas; d menghitung deviasi standar untuk mengetahui penyebaran kelompok; e melakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak; f melakukan uji homogenitas untuk mengetahui tingkat kehomogenan distribusi populasi data tes; g melakukan uji perbedaan rerata untuk menguji kesignifikasian perbedaan rerata hasil pretes, postes kelas SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 276 eksperimen dan kelas kontrol serta gain normal kelompok atas, tengah, dan bawah pada kelas eksperimen. 2. Pengolahan data skala sikap siswa. 3. Pengolahan data lembar observasi. 4. Pengolahan data jurnal. 5. Pendeskripsian tanggapan guru tentang pembelajaran dan tes yang diberikan yang diperoleh dari data kuesioner. 6. Pendeskripsian tanggapan siswa tentang pembelajaran dan tes yang diberikan yang diperoleh dari data wawancara. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Perlu dikemukakan kembali, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika menurut penggunaan pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dan pembelajaran konvensional. Selain itu, penelitian ini akan mengungkap pula perbedaan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika di antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended pada kelompok atas, tengah dan bawah kelas eksperimen. 1. Tes Dari hasil uji normalitas dan homogenitas data skor pretes KBKs kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh bahwa data skor tersebut berdistribusi normal dan homogen. Berikut ini disajikan Output Minitab untuk uji‐t dalam rangka melihat ada atau tidaknya perbedaan rerata dari kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol pada awal penelitian. Pend. Matematika 277 Tabel 1 Uji ‐t Skor Pretes KBKs Two ‐sample T for Skor Pretes KBKs Kelas Eksperimen vs Skor Pretes KBKs Kelas Kontrol N Mean StDev SE Mean Skor Pre 36 8.99 4.19 0.70 Skor Pre 36 10.10 3.81 0.64 Difference = mu Skor Pretes KBKs Kelas Eksp. ‐ mu Skor Pretes KBKs Kelas Kontrol Estimate for difference: ‐1.111 95 CI for difference: ‐2.995, 0.773 T ‐Test of difference = 0 vs not =: T‐Value = ‐1.18 P‐Value = 0.244 DF = 70 Both use Pooled StDev = 4.01 Dari Tabel 1 diketahui bahwa pada awal penelitian ini kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol adalah sama. Selanjutnya mengenai data skor pretes KBKf, dari hasil uji normalitas dan homogenitas data skor pretes KBKf kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh bahwa data skor tersebut tidak berdistribusi normal namun homogen. Berikut ini disajikan Output Minitab untuk uji Mann‐Whitney dalam rangka melihat ada atau tidaknya perbedaan rerata dari kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol pada awal penelitian. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 278 Tabel 2 Uji Mann‐Whitney Skor Pretes KBKf Mann ‐Whitney Test and CI: Skor Pretes KBKf Kelas Eksperimen, Skor Pretes KBKf Kelas Kontrol Skor Pre N = 36 Median = 0.000 Skor Pre N = 36 Median = 0.250 Point estimate for ETA1‐ETA2 is ‐0.000 95.1 Percent CI for ETA1‐ETA2 is ‐0.500,0.000 W = 1234.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3736 The test is significant at 0.3280 adjusted for ties Cannot reject at alpha = 0.05 Dari Tabel 2 diketahui bahwa pada awal penelitian ini kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol adalah sama. Dari hasil uji normalitas dan homogenitas data skor postes KBKs kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh bahwa data skor tersebut berdistribusi normal namun tidak homogen. Berikut ini disajikan Output Minitab untuk uji‐t dalam rangka melihat ada atau tidaknya perbedaan rerata dari kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol pada akhir penelitian. Tabel 3 Uji ‐t Skor Postes KBKs Two ‐sample T for Skor Postes KBKs Kelas Eksperimen vs Skor Postes KBKs Kelas Kontrol N Mean StDev SE Mean Skor Pos 36 21.49 6.27 1.0 Pend. Matematika 279 Skor Pos 36 13.47 4.64 0.77 Difference = mu Skor Postes KBKs Kelas Eksp. ‐ mu Skor Postes KBKs Kelas Kontrol Estimate for difference: 8.01 95 CI for difference: 5.42, 10.61 T ‐Test of difference=0 vs not =: T‐Value=6.16 P‐Value = 0.000 DF = 64 Dari Tabel 3 diketahui bahwa nilai signifikansinya adalah 0,000 kurang dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Dengan kata lain, kedua rerata skor postes KBKs adalah tidak sama ada perbedaan yang signifikan. Jadi, pada akhir penelitian ini kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol adalah tidak sama. Selanjutnya mengenai data skor postes KBKf, dari hasil uji normalitas dan homogenitas data skor postes KBKf kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh bahwa data skor tersebut berdistribusi normal namun tidak homogen. Berikut ini disajikan Output Minitab untuk uji‐t dalam rangka melihat ada atau tidaknya perbedaan rerata dari kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol pada akhir penelitian. Tabel 4 Uji ‐t Skor Postes KBKf Two ‐sample T for Skor Postes KBKf Kelas Eksperimen vs Skor Postes KBKf Kelas Kontrol N Mean StDev SE Mean Skor Pos 36 13.47 8.39 1.4 Skor Pos 36 9.71 5.90 0.98 SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 280 Difference = mu Skor Postes KBKf Kelas Eksp. ‐ mu Skor Postes KBKf Kelas Kontrol Estimate for difference: 3.76 95 CI for difference: 0.35, 7.18 T ‐Test of difference=0 vs not =: T‐Value=2.20 P‐Value = 0.031 DF = 62 Dari Tabel 4 diketahui bahwa pada akhir penelitian ini kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol adalah tidak sama. Dari hasil data pretes yang sudah dijelaskan sebelumnya, ditemukan tidak ada perbedaan rerata skor pretes KBKs maupun skor pretes KBKf di antara kedua kelas penelitian. Dengan hasil tersebut untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas kontrol cukup dengan melihat perbedaan skor postesnya. Jadi gain normal pretes dan postes KBKs maupun KBKf, tidak di proses untuk keperluan mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan keterangan di atas dan tujuan dari penelitian ini, maka gain normal yang diproses adalah gain pretes dan postes KBKs serta gain pretes dan postes KBKf pada siswa kelompok atas, tengah, dan bawah kelas eksperimen. Dari hasil uji normalitas dan homogenitas data gain normal KBKs kelompok atas, tengah, dan bawah pada kelas eksperimen, diperoleh bahwa data gain normal tersebut berdistribusi normal dan homogen. Berikut ini disajikan Output Minitab untuk uji ANOVA satu jalur dalam rangka melihat ada atau tidaknya perbedaan peningkatan rerata dari kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika antara kelompok atas, tengah, dan bawah di kelas eksperimen. Pend. Matematika 281 Tabel 5 Uji ANOVA Gain Normal KBKs One ‐way ANOVA: Gain normal KBKs dengan Faktor Kelompok Siswa Atas, Tengah, Bawah Source DF SS MS F P Factor 2 4755 2377 5,75 0,007 Pooled StDev = 20,34 Error 33 13651 414 Total 35 18406 S = 20,34 R‐Sq = 25,83 R‐Sqadj = 21,34 Individual 95 CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐ Atas 8 69,84 23,87 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Tengah 22 44,20 20,41 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Bawah 6 37,63 13,52 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ ‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐ 32 48 64 80 Dari Tabel 5 diketahui bahwa pada penelitian ini peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika antara kelompok atas, tengah, dan bawah pada kelas eksperimen adalah tidak sama. Langkah statistik selanjutnya adalah menentukan letak perbedaan yang terjadi di antara ketiga kelompok siswa tersebut dengan menggunakan uji Turkey. Output Minitab untuk uji Turkey ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 6 Uji Turkey Gain Normal KBKs Tukey 95 Simultaneous Confidence Intervals SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 282 All Pairwise Comparisons Individual confidence level = 98,04 Atas subtracted from: Lower Center Upper ‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐ Tengah ‐46,24 ‐25,64 ‐5,04 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Bawah ‐59,16 ‐32,20 ‐5,25 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ ‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐ ‐50 ‐25 0 25 Tengah subtracted from: Lower Center Upper ‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐ Bawah ‐29,55 ‐6,57 16,42 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ ‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐ ‐50 ‐25 0 25 Dengan memperhatikan Tabel 6 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata gain normal KBKs kelompok atas dan kedua rerata gain normal kelompok lainnya, serta tidak ada perbedaan rerata gain normal KBKs yang cukup signifikan antara rerata gain normal kelompok tengah dan rerata gain normal kelompok bawah pada kelas eksperimen. Sementara itu, dari hasil uji normalitas dan homogenitas data gain normal KBKf kelompok atas, tengah, dan bawah pada kelas eksperimen, diperoleh bahwa data gain normal tersebut berdistribusi normal dan homogen. Berikut ini disajikan Output Minitab untuk uji ANOVA satu jalur dalam rangka melihat ada atau tidaknya perbedaan peningkatan rerata dari kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika antara kelompok atas, tengah, dan bawah di kelas eksperimen. Pend. Matematika 283 Tabel 7 Uji ANOVA Gain Normal KBKf One ‐way ANOVA: Gain normal KBKf dengan Faktor Kelompok Siswa Atas, Tengah, Bawah Source DF SS MS F P Factor 2 5886 2943 7,72 0,002 Pooled StDev = 19,53 Error 33 12586 381 Total 35 18472 S = 19,53 R‐Sq = 31,87 R‐Sqadj = 27,74 Individual 95 CIs For Mean Based on Pooled StDev Lanjutan Tabel 7 Level N Mean StDev ‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐ Atas 8 59,94 24,52 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Tengah 22 32,76 18,87 ‐‐‐‐‐‐‐ Bawah 6 22,38 13,42 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ ‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐ 20 40 60 80 Dari Tabel 7 diketahui bahwa pada penelitian ini peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika antara kelompok atas, tengah, dan bawah kelas eksperimen adalah tidak sama. Langkah statistik selanjutnya adalah menentukan letak perbedaan yang terjadi di antara ketiga kelompok siswa tersebut dengan menggunakan uji Turkey. Output Minitab untuk uji Turkey ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 284 Tabel 8 Uji Turkey Gain Normal KBKf Tukey 95 Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of C1 Individual confidence level = 98,04 Atas subtracted from: Lower Center Upper ‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐ Tengah ‐46,96 ‐27,17 ‐7,39 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Bawah ‐63,44 ‐37,56 ‐11,68 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ ‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐ ‐50 ‐25 0 25 Tengah subtracted from: Lower Center Upper ‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐ Bawah ‐32,46 ‐10,39 11,68 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ ‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐ ‐50 ‐25 0 25 Dengan memperhatikan Tabel 8 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata gain normal KBKf kelompok atas dan kedua rerata gain normal kelompok lainnya, serta tidak ada perbedaan rerata gain normal KBKf yang cukup signifikan antara rerata gain normal kelompok tengah dan rerata gain normal kelompok bawah pada kelas eksperimen. 2. Hasil Skala Sikap Dari hasil perhitungan sikap siswa diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Sikap siswa dalam hal mengambil resiko adalah cenderung positif. 2. Sikap siswa dalam hal merasakan tantangan adalah cenderung netral. 3. Sikap siswa dalam hal rasa ingin tahu adalah cenderung positif. 4. Sikap siswa dalam hal imajinasifirasat adalah cenderung positif. Pend. Matematika 285 3. Hasil Observasi Berdasarkan hasil perhitungan data obeservasi, dapat diketahui bahwa aktivitas siswa jika dilihat secara keseluruhan pertemuan cenderung meningkat dan memiliki rerata di atas tiga. Sementara itu, secara keseluruhan pertemuan, aktivitas guru cenderung meningkat dan memiliki rerata di atas tiga. Rerata di atas tiga ini, menandakan pengajaran guru menurut prosesnya adalah baik Ruseffendi, 1991. 4. Hasil Wawancara Dari tiga kelompok siswa yang mewakili kelas eksperimen, secara umum berpendapat positif terhadap pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended. 5. Hasil Jurnal Berdasarkan hasil perhitungan data jurnal diketahui bahwa sebagian besar siswa berkomentar positif. Dengan kata lain siswa mendukung diterapkannya pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended, sebagian kecil siswa berkomentar negatif, biasa, dan tidak berkomentar. 6. Hasil Kuesioner Dari lima guru yang mengisi kuesioner, pada umumnya belummengenal pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended, namun secara umum mereka memandang positif terhadapnya.

B. Pembahasan

Adanya beberapa hasil penelitian yang telah diperoleh, membuat penulis terdorong untuk melakukan pembahasan lebih lanjut. 1. Masalah yang Dihadapi Selama Penelitian Ada beberapa masalah yang dihadapi selama penelitian yang dianggap oleh penulis dapat mempengaruhi hasil penelitian. Masalah tersebut di SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 286 antaranya, yaitu waktu kegiatan pembelajaran dan lamanya pelaksanaan postes. Pada saat dilakukan kegiatan pembelajaran, seringkali ada gangguan dari luar kelas yang pada saat itu tentunya mempunyai pengaruh yang tidak mendukung terhadap proses pembelajaran pada kedua kelas sesuai dengan skenario yang telah dibuat oleh guru. Demikian juga, hambatan mengenai lamanya waktu pelaksanaan postes, membuat penulis dapat memahami, mengapa hasil dari postes untuk kedua kelas penelitian tidak sesuai dengan yang diharapkan. 2. Kemampuan Berpikir Kritis dalam Matematika yang Dikembangkan Dari analisis yang dilakukan peneliti terhadap data yang telah diolah serta dengan pertimbangan teori dan penelitian sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa penyebab peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika pada kelas eksperimen relatif lebih baik daripada kelas kontrol adalah pendekatan pembelajarannya yang berbeda. Dari rerata skor postes kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas ekperimen, yaitu 21,49 dengan skor idealnya adalah 35. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika pada kelas eksperimen hasilnya belum optimal. Hal ini kemungkinan besar disebabkan antara lain oleh: 1 siswa yang belum terbiasa dalam pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended; dan 2 soalnya yang sukar. Mengenai adanya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis yang signifikan antara kelompok atas, tengah, dan bawah pada kelas eksperimen. Hal ini berarti pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended berpengaruh berbeda terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis. Pend. Matematika 287 Beberapa alasan dapat dikemukakan untuk menjelaskan, mengenai mengapa terjadi perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara ketiga kelompok pada kelas eksperimen, yaitu: 1 siswa untuk kelompok bawah dan tengah belum terbiasa untuk mengemukakan ide, pertanyaan ataupun jawaban secara terbuka; 2 faktor soal juga cukup berpengaruh, karena menurut pandangan mereka yang merupakan perwakilan kelompok tengah dan bawah ketika diwawancarai menyatakan bahwa soal yang diberikan, bagi mereka cukup sukar; dan 3 perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara ketiga kelompok pada kelas eksperimen ini dapat dikaitkan dengan teori Zone of Proximal Development. Selanjutnya, untuk siswa kelompok atas pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended merupakan pembelajaran yang telah membantu mereka mengembangkan dan menunjukan kemampuan berpikir kritis, meskipun jika dilihat dari hasil belum optimal. Namun, bukan berarti untuk kelompok tengah dan bawah pembelajaran tersebut tidak membantu mereka mengembangkan dan menunjukan kemampuan berpikir kritis. Dalam hal ini, karena apabila dilihat secara keseluruhan siswa pada kelas eksperimen peningkatannya relatif lebih baik daripada siswa pada kelas kontrol. 3. Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematika yang Dikembangkan Dari analisis yang dilakukan peneliti terhadap data yang telah diolah serta dengan pertimbangan teori dan penelitian sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa penyebab kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika pada kelas eksperimen relatif lebih baik daripada kelas kontrol adalah pendekatan pembelajarannya yang berbeda. Dari rerata skor postes kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas ekperimen, yaitu 13,47 dengan skor idealnya adalah 35. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika pada SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 288 kelas eksperimen hasilnya belum optimal. Hal ini kemungkinan besar disebabkan antara lain oleh: 1 siswa yang belum terbiasa dalam pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended; dan 2 soalnya yang sukar, bahkan lebih sukar dari soal Tes KBKs. Mengenai adanya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang signifikan antara kelompok atas, tengah, dan bawah pada kelas eksperimen. Hal ini berarti pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended berpengaruh berbeda terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif. Adapun alasan untuk menjelaskan mengenai mengapa terjadi perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika antara ketiga kelompok pada kelas eksperimen, sama seperti halnya yang terjadi pada kemampuan berpikir kritis. Selanjutnya, untuk siswa kelompok atas pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended merupakan pembelajaran yang telah membantu mereka mengembangkan dan menunjukan kemampuan berpikir kreatif, meskipun jika dilihat dari hasil belum optimal. Namun, bukan berarti untuk kelompok tengah dan bawah pembelajaran tersebut tidak membantu mereka mengembangkan dan menunjukan kemampuan berpikir kreatif. Dalam hal ini, karena apabila dilihat secara keseluruhan siswa pada kelas eksperimen peningkatannya relatif lebih baik daripada siswa pada kelas kontrol. 4. Sikap Siswa dalam Pembelajaran melalui Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah Open‐Ended Pend. Matematika 289 Mengenai sikap siswa ini, memberikan penguatan terhadap hasil postes siswa pada kelas eksperimen yang belum optimal. Dengan kata lain, belum optimalnya sikap siswa ini seiring dengan belum optimalnya hasil postes siswa. Hal ini membawa penulis untuk mempunyai dugaan, bahwa belum optimalnya hasil postes dan sikap siswa ini disebabkan siswa tersebut belum terbiasa dengan pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dikemukakan pada uraian sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika pada siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa berbeda signifikan, dengan hasil yang relatif lebih baik. 2. Pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ ended menyebabkan terjadinya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika yang signifikan di antara siswa kelompok atas, tengah, dan bawah. Peningkatan yang paling tinggi, baik dalam kemampuan berpikir kritis maupun kemampuan berpikir kreatif dalam matematika diperoleh siswa pada kelompok atas. Hal ini mungkin disebabkan karena kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika termasuk pada kemampuan matematika tingkat tinggi. Dengan SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 290 demikian, pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended akan lebih tepat secara praktis jika dilakukan pada kelompok atas karena mereka cepat beradaptasi atau sudah terbiasa. 3. Sikap siswa berdasarkan hasil skala sikap mengenai berani mengambil resiko, merasakan tantangan, rasa ingin tahu, dan imajinatif adalah cenderung positif. Hal ini ditunjukan dengan skor‐skor sikap siswa lebih dari skor‐skor sikap netralnya namun, lebih dekat ke skor netralnya daripada ke skor idealnya.

B. Saran

Berdasarkan hasil anlasis data, pembahasan, dan kesimpulan yang telah diuraikan di bagian depan, maka penulis menyarankan hal‐hal sebagai berikut. 1. Untuk di Lapangan Penggunaan pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ ended dalam pembelajaran matematika dapat dijadikan alternatif yang perlu dikembangkan oleh guru, karena dengan menggunakan pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dalam pembelajaran matematika siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika. Namun, agar hasilnya optimal maka sebaiknya guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih baik. Berkaitan dengan perencanaan tersebut, hal‐hal yang perlu untuk diperhatikan antara lain adalah waktu, skenario pembelajaran, bahan ajar, dan tingkat kesukaran soal. 2. Untuk Penelitian Lanjut Pend. Matematika 291 Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan di bagian depan, maka dapat diajukan beberapa hal sebagai rekomendasi yaitu sebagai berikut. a. Pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open ‐ended dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika yang merupakan kemampuan matematika tingkat tinggi, maka hendaknya ada peneliti lain yang mencoba menerapkan pembelajaran tersebut dalam upaya meningkatkan kemampuan matematika tingkat tinggi lainnya, seperti kemampuan komunikasi matematik siswa. b. Kemampuan menganalisis argumen serta melakukan dan mempertimbangkan induksi merupakan dua komponen dari dua belas komponen kemampuan berpikir kritis yang diteliti. Dengan demikian, untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar diteliti juga komponen berpikir kritis yang lainnya. c. Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa SMP. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar subjek penelitiannya adalah siswa SMA. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum Standar Kompetensi Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah . Jakarta: Depdiknas. Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2005. Kluster Sekolah Berdasarkan Passing Grade Tahun Pelajaran 2005. Bandung: Dinas Pendidikan Kota Bandung. Fraenkel, J.R. dan Wallen, N.E. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Mc Graw Hill SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 292 Hamalik, U. 2003. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Herman, T. 2006, Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama SMP. Disertasi pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan. Johnson, E. 2006. Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC. Mina, E. 2006. Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open‐Ended terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa SMA Bandung. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan. Minium, W. E., King, M. B. dan Bear, G.1993. Statistical Reasoning in Psychology and Education. Canada: Wiley. Mulyadi, S. 2004. Bermain dan Kreativitas. Jakarta: Papas Sinar Sinanti. Mulyana, T. 2005. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMA Jurusan IPA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif‐ Deduktif. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan. Munandar, S. C. U. 2004. Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA.: NCTM. Kurniawan. 2003. Evaluasi Mandiri Matematika SLTP Jilid 2 untuk Kelas 2. Jakarta: Erlangga. Ruseffendi, E. T. 1991. Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Ruseffendi, E. T. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press. Ruseffendi, E. T. 1994. Dasar‐Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non‐Eksata Lainnya . Semarang: IKIP Semarang Press. Pend. Matematika 293 Sobel, A. M. dan Maletsky, M. E. 2003. Mengajar Matematika. Jakarta: Erlangga. Supriadi, D. 1994. Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek. Bandung: Alfabeta. Suryadi, D. 2005. Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 294 Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24 Nopember 2007 Implementasi Pembelajaran Matematika Berwawasan Lingkungan dengan Pendekatan Kooperatif Sebagai Upaya Mengembangkan Sikap Ramah Lingkungan dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta Oleh: Kana Hidayati, Elly Arliani, Heri Retnawati Jurdik Matematika FMIPA UNY ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika dan mengembangkan sikap ramah lingkungan pada siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta melalui pembelajaran matematika berwawasan lingkungan dengan pendekatan kooperatif serta mengetahui respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui penelitian tindakan kelas classroom action research. Tindakan dilaksanakan dalam 2 siklus dengan subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 3 SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Kegiatan siklus I meliputi perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Kegiatan siklus II merupakan tindak lanjut dan modifikasi dari siklus I. Peneliti adalah instrumen utama dalam kegiatan penelitian ini. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran, soal kuis dan tugas, serta angket respons siswa. Pendekatan kooperatif dalam penelitian ini menggunakan tipe Student Teams‐Achievement Divitions STAD dan dilakukan pada materi Peluang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui kegiatan pembelajaran matematika berwawasan lingkungan dengan pendekatan kooperatif tipe STAD terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada materi Peluang dan dapat mengembangkan sikap ramah lingkungan pada siswa. Kegiatan pembelajaran matematika tersebut dilakukan dengan tahapan–tahapan sebagai berikut: 1 Class Presentation Presentasi Kelas, tahap ini dilakukan oleh guru dengan menyampaikan materi secara garis besarnya saja disertai dengan contoh-contoh, 2 Team Study Tahap Belajar dalam Kelompok, yakni siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil dengan beranggotakan 4-6 siswa yang heterogen, dilanjutkan presentasi oleh salah satu kelompok, dan pembahasan oleh guru diiringi upaya mengaitkan materi dengan lingkungan hidup siswa, 3 Quizzes Kuis, yakni kuis yang dilaksanakan tiap pertemuan dan dikerjakan secara individu, dan 4 Reward Penghargaan kelompok. Adapun berdasarkan respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan menunjukkan bahwa respons siswa baik dan model ini dapat diteruskan untuk kegiatan pembelajaran selanjutnya dengan pengelolaan yang lebih optimal. Selain itu, siswa merasa semakin peduli dengan lingkungannya dan semakin mengerti bahwa matematika ternyata sangat dekat dengan kehidupan sehari- hari para siswa. Kata kunci: Pembelajaran kooperatif, berwawasan lingkungan, hasil belajar, sikap ramah lingkungan

A. PENDAHULUAN

Pendidikan lingkungan hidup yang telah diselenggarakan oleh pendidikan dasar dan menengah selama ini, ternyata belum memberikan dampak secara optimal dalam mempengaruhi kesadaran masyarakat, khususnya warga sekolah, terhadap perubahan lingkungan hidup ke arah yang lebih berkualitas. Pada masa mendatang diharapkan terdapat perubahan mendasar pada warga sekolah berupa tumbuhnya wawasan lingkungan dan sikap ramah lingkungan yang bermuara pada perilaku yang positif terhadap lingkungan. Sekolah merupakan wahana strategis untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, etika, dan nilai. Pendidikan lingkungan yang memang telah diaplikasikan di sekolah mulai tahun 1987, keefektifannya masih belum dirasakan. Demikian pula berbagai strategi dan pendekatan belajar, seperti monolitik dan integrative, intra dan ekstra kurikuler, dan lain‐ lain masih belum memuaskan. Oleh karena itu, dalam menuju pembanguan berkelanjutan, sekolah merupakan pangkal tolak penyiapan generasi yang perlu terus dikembangkan program‐program yang efektif seperti digalakkannya program Sekolah Berwawasan Lingkungan SBL. Konsep Sekolah Berwawasan Lingkungan sebenarnya sejalan dengan konsep Contextual Teaching and Learning CTL, di mana peserta didik dihadapkan pada system pembelajaran faktual di sekitarnya. Pembelajaran pendidikan lingkungan dalam SBL yang sejalan dengan pelaksanaan KBK tersebut menuntut kreativitas guru pada mata pelajaran apapun termasuk matematika untuk mampu mengintegratifkan konsep lingkungan hidup ini ke dalam materi yang diajarkannya dengan baik serta mampu menciptakan kegiatan‐kegiatan yang dapat membuat suasana belajar menjadi lebih menarik. Guru harus kreatif menciptakan model‐model pendidikan lingkungan hidup sesuai dengan karakteristik ilmu yang dipelajari dan kebutuhan siswa di sekolah. Berkaitan dengan pembelajaran matematika, sepanjang pengetahuan dan berdasarkan pengalaman peneliti, pembelajaran Matematika di sekolah SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 296 saat ini menunjukkan bahwa hasil belajarnya masih rendah, siswa sulit menerima materi Matematika yang diajarkan, siswa takut terhadap Matematika, siswa phobi terhadap Matematika, dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah‐sekolah belum sepenuhnya terintegrasi dengan konsep pelestarian lingkungan sehingga belum sepenuhnya mampu mengembangkan sikap ramah lingkungan pada siswa. Berdasarkan analisis situasi yang dilakukan peneliti di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta terkait dengan hasil belajar matematika, ternyata ditemukan bahwa hasil belajarnya masih belum memuaskan. Selain itu juga tampak bahwa masih ada siswa yang belum memiliki sikap ramah lingkungan sebagaimana yang diharapkan. Melihat kondisi tersebut, peneliti tertarik untuk mengungkap dan menemukan cara untuk menyampaikan materi yang diajarkan agar siswa dapat mengingat konsep tersebut lebih lama di benaknya. Selain itu, siswa juga memiliki sikap ramah lingkungan yang sangat diperlukan bagi pembangunan berkelanjutan di masa mendatang. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengungkap pembelajaran metematika yang berwawasan lingkungan dalam rangka meningkatkan hasil belajar dan mengembangkan sikap ramah lingkungan pada siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Adapun pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah pendekatan kooperatif cooperative learning tipe Student Teams‐Achievement Divitions STAD. Mengingat adanya berbagai keterbatasan, penelitian difokuskan pada salah satu pokok bahasan yang sangat berhubungan dengan kehidupan sehari‐hari para siswa yakni Peluang. Berdasarkan uraian di atas, masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pend. Matematika 297 1. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta melalui pembelajaran matematika berwawasan lingkungan dengan pendekatan kooperatif? 2. Bagaimanakah mengembangkan sikap ramah lingkungan pada siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta melalui pembelajaran matematika berwawasan lingkungan dengan pendekatan kooperatif? 3. Bagaimanakah respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan?

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pendidikan Lingkungan Hidup