menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams‐Games‐Tournaments
TGT .
Memperhatikan waktu perkuliahan dan keterlaksanaannya, materi yang dipilih
untuk kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model TGT ini adalah
tes median, tes kemungkinan eksak dari Fisher, tes khi kuadrat, Uji U Mann
‐Whitney, tes Kolmogorov‐Smirnov, tes run Wald Wolfowitz, tes Reaksi Ekstrem
Moses, dan tes Randomisasi. Dari materi tersebut tim peneliti sepakat untuk
siklus 1 dilakukan pada materi tes median, tes kemungkinan eksak dari Fisher,
tes khi kuadrat, Uji U Mann‐Whitney, sedangkan siklus berikutnya akan dilakukan
pada materi tes Kolmogorov‐Smirnov, tes run Wald Wolfowitz, tes Reaksi
Ekstrem Moses, dan tes Randomisasi. Setelah materi disepakati oleh tim peneliti,
dilanjutkan penyusunan soal game dan soal turnamen. Selain itu juga mempersiapkan
media yang digunakan yakni dalam bentuk transparansi dan kartu
diskusi, serta berbagai instrumen untuk mengumpulkan data seperti lembar
observasi kegiatan pembelajaran, angket respons mahasiswa, angket kemandirian
belajar mahasiswa, lembar wawancara tentang pelaksanaan pembelajaran,
dan lembar catatan lapangan.
e. Pelaksanaan.
Pada langkah ini, tim peneliti melaksanakan kegiatan yang telah
direncanakan. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan salah satu anggota
tim peneliti yang memang merupakan dosen pengampu mata kuliah sebagai
pelaksana kegiatan pembelajaran Statistika Non parametrik dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams‐Games‐Tournaments
TGT, sedangkan tim peneliti yang lain bertindak sebagai observer. Selama
pelaksanaan kegiatan juga diadakan evaluasi dan monitoring serta
pengumpulan data dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data
yang telah disiapkan. Hasil pengumpulan data didokumentasikan secara
seksama guna penyempurnaan rancangan maupun pelaksanaan tindakan
berikutnya.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
256
Hasil Kegiatan Pembelajaran Siklus I
Awal siklus I, mahasiswa memperoleh informasi mengenai perkuliahan
Statistika Non Paramaterik yang akan dilakukan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams‐Games‐Tournaments TGT pada materi tes
median, tes kemungkinan eksak dari Fisher, tes khi kuadrat, Uji U Mann‐
Whitney dan mahasiswa dibagi dalam 8 kelompok yang masing‐masing terdiri
atas 4‐6 mahasiswa. Siklus 1 dilaksanakan dalam dua pertemuan yakni pada
tanggal 2 Mei 2007 dan 9 Mei 2007. Pada kegiatan perkuliahan tanggal 2 Mei
2007, dosen mengawali dengan memberikan penjelasan secara garis besarnya
dilanjutkan dengan diskusi kelompok dan game. Akhir perkuliahan dosen
memberikan umpan balik dan respon serta komentar terhadap pekerjaan dan
hasil diskusi mahasiswa. Pada kegiatan perkuliahan tanggal 9 Mei 2007, dosen
mengawali dengan memberikan apersepsi dan pengulangan secara garis besar
terutama terkait dengan materi sebelumnya yang belum dipahami, dilanjutkan
dengan diskusi kelompok dan turnamen. Akhir perkuliahan dosen juga
memberikan umpan balik dan respon serta komentar terhadap pekerjaan dan
hasil diskusi mahasiswa. Selain itu, dosen juga memberikan penghargaan
kepada kelompok yang nilainya tertinggi. Pada akhir kegiatan siklus I ini
mahasiswa diminta mengisi angket kemandirian belajar dan beberapa
mahasiswa diwawancarai guna memperoleh informasi terkait dengan kegiatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Berdasarkan hasil observasi, pada pelaksanaan pembelajaran pertama,
terlihat bahwa awalnya mahasiswa masih banyak yang pasif dan enggan
bertanya. Namun demikian diskusi dalam tiap kelompok berjalan lancar.
Kepasifan mahasiswa mulai berubah ketika diadakan game, mahasiswa
tampak antusias dan semangat. Demikian juga pada pelaksanaan pembelajaran
yang kedua, ketika akan dilaksanakan turnamen mahasiswa tampak antusias
dan semangat. Selain itu, pada pertemuan kedua ini mahasiswa tampak lebih
Pend. Matematika
257
siap mengikuti kegiatan perkuliahan dan banyak yang mau menyampaikan
pertanyaan tentang materi yang belum dipahami. Namun demikian, baik untuk
pertemuan pertama dan kedua terasa sekali bahwa waktu untuk pembahasan
masih kurang sehingga karena waktunya telah habis ada beberapa pembahasan
yang disampaikan dosen secara garis besar sehingga tampak beberapa
mahasiswa masih kesulitan memahami. Selain itu kemandirian belajar
mahasiswa juga tampak masih kurang.
Berdasarkan hasil refleksi terhadap kegiatan pembelajaran dan
memperhatikan hasil observasi, wawancara, isian angket kemandirian belajar,
dan hasil belajar mahasiswa, pada siklus berikutnya perlu ada perbaikan dalam
kegiatan pembelajaran antara lain: 1 Sebaiknya dosen terus memotivasi agar
pada perkuliahan berikutnya mahasiswa harus sudah mempelajari materi
terlebih dahulu. Dengan demikian ketika perkuliahan berlangsung mahasiswa
diharapkan lebih siap dan cermat memperhatikan penjelasan baik dari teman
maupun dosen, 2 Alokasi waktu untuk review dari dosen perlu diperbanyak
bahkan bila perlu kunci jawaban untuk game dan turnamen dipersiapkan
dalam bentuk hardcopy, dan 3 Komunikasi antara dosen dan mahasiswa
perlu ditingkatkan agar mahasiswa tidak segan bertanya atau menanggapi.
Hasil Kegiatan Pembelajaran Siklus Berikut Siklus Lanjutan
Awal siklus II, mahasiswa kembali memperoleh informasi mengenai
perkuliahan Statistika Non Paramaterik yang akan dilakukan dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams‐Games‐Tournaments
TGT pada materi tes Kolmogorov‐Smirnov, tes run Wald Wolfowitz, tes
Reaksi Ekstrem Moses, dan tes Randomisasi. Siklus lanjutan ini juga
dilaksanakan dalam dua pertemuan yakni pada tanggal 16 Mei 2007 dan 23 Mei
2007. Pada kegiatan perkuliahan tanggal 16 Mei 2007, dosen mengawali dengan
memberikan penjelasan secara garis besarnya dilanjutkan dengan diskusi
kelompok dan game. Akhir perkuliahan dosen memberikan umpan balik dan
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
258
respon serta komentar terhadap pekerjaan dan hasil diskusi mahasiswa. Pada
kegiatan perkuliahan tanggal 23 Mei 2007, dosen mengawali dengan
memberikan apersepsi dan pengulangan secara garis besar terutama terkait
dengan materi sebelumnya yang belum dipahami, dilanjutkan dengan diskusi
kelompok dan turnamen. Akhir perkuliahan dosen juga memberikan umpan
balik dan respon serta komentar terhadap pekerjaan dan hasil diskusi
mahasiswa. Selain itu, dosen juga memberikan penghargaan kepada kelompok
yang nilainya tertinggi. Pada akhir kegiatan siklus lanjutan ini mahasiswa
diminta mengisi angket kemandirian belajar, angket respons mahasiswa dan
beberapa mahasiswa diwawancarai guna memperoleh informasi terkait dengan
kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Berdasarkan hasil refleksi terhadap kegiatan pembelajaran dan
memperhatikan hasil observasi, wawancara, isian angket kemandirian belajar,
dan hasil belajar mahasiswa, pada siklus lanjutan ini dapat dikatakan
mahasiswa lebih siap dan cermat dalam mengikuti perkuliahan serta
mahasiswa tampak lebih aktif dan mandiri dibandingkan sebelumnya.
Hasil Angket Kemandirian Belajar Mahasiswa
Selain dari observasi dan wawancara, kemandirian belajar mahasiswa
juga diungkap melalui isian pada angket kemandirian belajar mahasiswa.
Untuk siklus 1, dari 39 angket yang diberikan terdapat 32 angket yang kembali
pada peneliti. Jumlah ini dapat dianggap sudah cukup mewakili untuk
dianalisis. Sedangkan untuk siklus lanjutan, dari 39 angket yang diberikan
terdapat 31 angket yang kembali pada peneliti. Jumlah ini pun sudah dapat
dianggap mewakili untuk dianalisis.
Persentase hasil angket kemandirian belajar mahasiswa pada siklus 1
dapat dilihat pada Tabel 1 dan untuk siklus lanjutan dapat dilihat pada Tabel 2
berikut ini.
Tabel 1. Persentase Hasil Angket Kemandirian Belajar Mahasiswa Siklus 1
Pend. Matematika
259
No Pernyataan
SS S
TS STS
1 Saya
yakin dapat mengikuti kegiatan perkuliahan
dengan baik. 6,3 65,6 28,1
0,0 2
Saya yakin dapat memperoleh nilai yang
baik dalam perkuliahan ini.
12,5 75,0 12,5 0,0
3 Saya
yakin dapat menyelesaikan masalah atau
soal dengan baik 0,0 87,5 12,5
0,0 4
Saya yakin dapat bekerjasama dengan
orang lain.
15,6 78,1 6,3
0,0 5
Saya yakin mampu mengkomunikasikan
ide. 3,1 78,1 18,8
0,0 6
Saya yakin mampu menyadari kelebihan
dan kekurangan saya.
9,4 81,3 9,4
0,0 7
Saya menetapkan strategi belajar dalam
mengikuti perkuliahan ini.
0,0 56,3 43,8 0,0
8 Saya
mengevaluasi strategi belajar yang telah
saya tetapkan. 0,0 59,4 40,6
0,0 9
Saya mengevaluasi setiap hasil belajar yang
saya capai.
0,0 62,5 37,5 0,0
10 Saya membuat jadwal belajar dan berusaha
menepatinya. 6,3 28,1 65,6
0,0 11
Saya menentukan target nilai yang ingin saya
capai. 15,6 78,1
6,3 0,0
12 Saya berpartisipasi aktif dalam kegiatan
perkuliahan. 0,0 71,9 31,3
0,0 13
Saya antusias dalam mengikuti kegiatan perkuliahan.
6,3 59,4 34,4 0,0
14 Saya mampu memfokuskan perhatian
dalam kegiatan perkuliahan.
0,0 53,1 46,9 0,0
15 Saya mempelajari terlebih dahulu materi
yang akan dipelajari.
0,0 53,1 46,9 0,0
16 Saya mengulang kembali materi yang telah
dipelajari. 0,0 40,6 59,4
0,0 17
Saya mengerjakan soal‐soal latihan, meskipun
bukan sebagai
tugas perkuliahan.
0,0 15,6 84,4 0,0
18 Saya berusaha mencari referensi yang 3,1 50,0 46,9 0,0
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
260
menunjang perkuliahan.
19 Jika mengalami kesulitan, saya berusaha
menyelesaikannya dengan berbagai cara
seperti mencari referensi yang relevan,
berdiskusi dengan teman, atau bertanya
kepada dosen.
0,0 87,5 12,5 0,0
20 Saya menganggap kesulitan atau hambatan
dalam belajar sebagai tantangan.
0,0 81,3 18,8 0,0
21 Saya memanfaatkan waktu luang untuk
mempelajari materi perkuliahan.
0,0 40,6 56,3 3,1
22 Saya mencermati kenaikan dan penurunan
nilai yang saya peroleh.
18,8 78,1 3,1
0,0
Berdasarkan tabel di atas, secara keseluruhan respons SS dan S pada siklus 1
adalah sebesar, 58,11.
Tabel 2. Persentase Hasil Angket Kemandirian Belajar Mahasiswa
Siklus Lanjutan
No Pernyataan
SS S
TS STS
1 Saya
yakin dapat mengikuti kegiatan perkuliahan
dengan baik. 22,6 41,9 35,5
0,0 2
Saya yakin dapat memperoleh nilai yang
baik dalam perkuliahan ini.
10,8 45,9 27,0 0,0
3 Saya
yakin dapat menyelesaikan masalah atau
soal dengan baik 5,4 51,4 27,0
0,0 4
Saya yakin dapat bekerjasama dengan
orang lain.
16,2 64,9 2,7
0,0 5
Saya yakin mampu mengkomunikasikan
ide. 10,8 43,2 29,7
0,0 6
Saya yakin mampu menyadari kelebihan
dan kekurangan saya.
16,2 62,2 5,4
0,0 7
Saya menetapkan strategi belajar dalam
mengikuti perkuliahan ini.
8,1 54,1 21,6 0,0
8 Saya
mengevaluasi strategi belajar yang telah
saya tetapkan. 2,7 51,4 29,7
0,0
Pend. Matematika
261
9 Saya
mengevaluasi setiap hasil belajar yang
saya capai. 2,7 48,6 32,4
0,0 10
Saya membuat jadwal belajar dan berusaha
menepatinya. 5,4 24,3 54,1
0,0 11
Saya menentukan target nilai yang ingin saya
capai. 8,1 62,2 13,5
0,0 12
Saya berpartisipasi aktif dalam kegiatan perkuliahan.
8,1 62,2 13,5 0,0
13 Saya antusias dalam mengikuti kegiatan
perkuliahan. 5,4 37,8 40,5
0,0 14
Saya mampu memfokuskan perhatian dalam
kegiatan perkuliahan. 5,4 45,9 32,4
0,0 15
Saya mempelajari terlebih dahulu materi yang
akan dipelajari. 2,7 27,0 54,1
0,0 16
Saya mengulang kembali materi yang telah
dipelajari. 2,7 48,6 32,4
0,0 17
Saya mengerjakan soal‐soal latihan, meskipun
bukan sebagai
tugas perkuliahan.
2,7 16,2 64,9 0,0
18 Saya berusaha mencari referensi yang
menunjang perkuliahan.
2,7 16,2 62,2 2,7
19 Jika mengalami kesulitan, saya berusaha
menyelesaikannya dengan berbagai cara
seperti mencari referensi yang relevan,
berdiskusi dengan teman, atau bertanya
kepada dosen.
0,0 70,3 13,5 0,0
20 Saya
menganggap kesulitan
atau hambatan
dalam belajar
sebagai tantangan.
5,4 64,9 13,5 0,0
21 Saya memanfaatkan waktu luang untuk
mempelajari materi perkuliahan.
5,4 29,7 48,6 0,0
22 Saya
mencermati kenaikan
dan penurunan
nilai yang saya peroleh. 10,8 62,2 10,8
0,0
Berdasarkan tabel di atas, secara keseluruhan respons SS dan S pada siklus
lanjutan ini sebesar 64,08.
Hasil Angket Respons Mahasiswa
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
262
Tanggapan mahasiswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan
diperoleh dari data angket respons mahasiswa. Terdapat 31 angket yang
kembali pada peneliti. Adapun persentase hasil angket respons mahasiswa
disajikan dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Persentase Hasil Angket Respons Mahasiswa
No Pernyataan
SS S
KS TS
STS
1 Strategi
perkuliahan yang
digunakan membantu
meningkatkan pemahaman saya
terhadap materi perkuliahan.
9,7 67,7 22,6 0,0 0,0
2 Teknik
dosen mengajar membantu meningkatkan
pemahaman saya terhadap
materi perkuliahan. 6,5
54,8 35,5 3,2 0,0 3
Suasana perkuliahan mendukung
pemahaman saya terhadap materi
perkuliahan. 3,2
19,4 67,7 9,7 0,0 4
Belajar dengan
menggunakan model
kooperatif tipe TGT ini membantu
saya untuk semakin mandiri.
16,1 64,5 19,4 0,0 0,0
5 Pemberian
penghargaan pada
perkuliahan ini
meningkatkan semangat
belajar saya. 25,8 64,5 9,7
0,0 0,0 6
Saya senang dengan adanya games
dan turnamen dalam pembelajaran
Statistika Non Parametrik ini.
25,8 64,5 9,7 0,0 0,0
7 Saya
senang dengan kegiatan diskusi
kelompok yang dilakukan sebelum
pelaksanaan games dan turnamen.
6,5 64,5 29,0 0,0 0,0
8 Umpan
balik atau respons dari dosen
dalam kegiatan diskusi atau pembahasan
soal games dan turnamen
memperjelas materi yang 6,5 51,6 38,7 0,0 3,2
Pend. Matematika
263
sedang dipelajari.
9 Strategi
pembelajaran yang
dikembangkan menuntut
saya untuk
lebih rajin belajar 3,2
67,7 29,0 0,0 0,0 10
Saya berminat mengikuti kegiatan
pembelajaran sebagaimana yang
telah saya ikuti ini.
6,5 74,2 19,4 0,0 0,0
11 Strategi
pembelajaran yang
diterapkan dapat menjadi bekal
bagi saya untuk menjadi guru yang
professional. 19,4 71,0 9,7
0,0 0,0 12
Strategi Pembelajaran
yang dikembangkan
dapat melatih saya untuk
bekerjasama, berdiskusi, dan mengkomunikasikan
ide. 19,4 80,6 0,0
0,0 0,0
Berdasarkan Tabel 3 di atas, menunjukkan bahwa secara keseluruhan respons
SS dan S sebesar 74,46.
B. Pembahasan
Pelaksanaan perkuliahan statistika Non Parametrik dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT Teams‐Games‐
Tournaments ini dilakukan dengan urutan tahapan dari Johnson Johnson
yang meliputi: 1 Teaching Tahap Mengajar, 2 Team Study Tahap Belajar
dalam Kelompok, dan 3 Tournament Game Tahap Kompetisi. Dalam
pembelajaran, mahasiswa yang lebih banyak berperan. Tahapan Teaching
Mengajar oleh dosen dilakukan dengan menyampaikan materi yang akan
dipelajari secara garis besarnya saja. Hal tersebut dilakukan dalam rangka
mempersiapkan mahasiswa pada kondisi untuk siap dalam mengikuti
pembelajaran. Setelah
dosen selesai menyampaikan materi secara gasir besar, mahasiswa
akan belajar mandiri dalam kelompok. Pembelajaran tidak lagi terpusat
pada dosen, akan tetapi lebih terpusat pada mahasiswa dimana
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
264
mahasiswa berusaha menemukan, memahami, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya. Dengan kegiatan tersebut mahasiswa menjadi ikut serta
secara aktif dalam pembelajaran sehingga mendorong peningkatan
kemandirian belajar mahasiswa.
Kegiatan belajar kelompok akan membangun rasa saling
ketergantungan dan kerjasama antar anggota kelompok. Dari hasil wawancara
dengan mahasiswa, mereka mengungkapkan bahwa dengan belajar kelompok
mereka menjadi lebih kompak, akrab, lebih mudah dalam mempelajari materi,
dan lebih bersemangat untuk belajar. Mahasiswa yang mempunyai
kemampuan lebih akan memberikan penjelasan kepada mahasiswa yang
mengalami kesulitan. Sebaliknya mahasiswa yang mengalami kesulitan
memahami materi atau menyelesaikan masalah akan bertanya kepada teman
yang sudah mengerti. Hal itu sesuai dengan lima unsur yang ada dalam
pembelajaran kooperatif menurut Roger dan David Johnson yang dikutip oleh
Anita Lie 2005 : 31 yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perorangan, tatap muka, komunikasi antar kelompok, dan evaluasi proses
kelompok. Ketika
pembelajaran berlangsung khususnya pada saat belajar kelompok
pendampingan oleh dosen sangatlah penting. Dalam kegiatan pendampingan
ini, dosen senantiasa mengajak mahasiswa untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran dan memberikan bantuan berupa bimbingan serta arahan
apabila ada mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi.
Selain itu adanya pemberian motivasi dari dosen secara langsung kepada
mahasiswa diantaranya motivasi bahwa mereka dapat menguasai materi
yang sedang dipelajari, rajin mengerjakan soal atau latihan dan sebagainya
dapat menumbuhkan rasa percaya diri mahasiswa. Selama pembelajaran,
adanya umpan balik baik dari dosen juga sangat penting. Umpan
balik yang terjadi menunjukkan bahwa di dalam proses pembelajaran
Pend. Matematika
265
telah terjadi interaksi. Interaksi berupa tanya jawab merupakan interaksi yang
sering terjadi dalam pembelajaran. Terkait dengan kemandirian belajar,
menunjukkan bahwa memang kondisi setiap mahasiswa mempunyai tingkat
kemandirian belajar yang berbeda‐beda. Mahasiswa yang mempunyai tingkat
kemandirian belajar tinggi cenderung lebih siap mengikuti pembelajaran.
Sebaliknya mahasiswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah, akan
cenderung kurang siap. Suasana pembelajaran yang menyenangkan dan
menarik akan membantu siswa berpartisipasi dalam pembelajaran sehingga
mahasiswa diharapkan senantiasa siap dalam mengikuti pembelajaran. Game
permainan dapat menjadi alternatif yang digunakan dosen untuk
membangkitkan semangat belajar dan kemandirian belajar mahasiswa. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Raymond J. Wlodkowski dan Judith H. Jaynes
2004 : 150 yang menyatakan bahwa aktivitas‐aktivitas yang menarik siswa
dan membantu mereka menjaga kewaspadaan termasuk permainan game,
bermain drama, latihan‐latihan, diskusi, kerja kelompok, simulasi, eksperimen,
teka ‐teki silang, kajian‐kajian pelajaran, dan soal‐soal.
Dari hasil pengamatan pada pembelajaran siklus 1, tampak bahwa
kemandirian belajar mahasiswa dapat dikatakan masih kurang. Pada saat
pembelajaran mahasiswa terkesan masih pasif, kurang persiapan, lambat untuk
memahami materi, enggan bertanya, dan masih banyak menunggu pengarahan
dosen. Namun, untuk pelaksanaan diskusi sudah berjalan cukup lancar.
Sedangkan pada pembelajaran siklus lanjutan, menunjukkan bahwa mahasiswa
tampak lebih siap sehingga peran mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran
lebih aktif dan mahasiswa sudah tampak lebih mandiri. Dengan game yang
kompetitif setiap mahasiswa dalam kelompoknya terdorong untuk saling
bekerjasama dan saling membantu dalam memahami pertanyaan dan
menjawab pertanyaan.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
266
Adanya reward yang diberikan oleh dosen dalam game mendukung
peningkatan semangat belajar mahasiswa. Reward berupa nilai yang diberikan
pada setiap kelompok setelah mengikuti game, pujian dan applause yang
diberikan kepada kelompok yang berhasil memperoleh poin tertinggi. Dalam
hal ini nilai, pujian dan applause yang diberikan sebagai penghargaan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan semangat
belajar mahasiswa. Hal ini didukung oleh pendapat Saiful Bahri Djamarah dan
Aswan Zain 2002 : 167 yang menyatakan pemberian ganjaran terhadap
prestasi yang dicapai peserta didik dapat merangsang untuk mendapat prestasi
yang lebih baik dikemudian hari. Selain game, komponen lain dalam TGT yang
untuk menguji kemampuan siswa adalah turnamen kompetisi. Pada TGT
turnamen kompetisi inilah yang merupakan sistem penilaian kemampuan
perorangan, memungkinkan bagi setiap mahasiswa dari semua level di
penampilan sebelumnya untuk memaksimalkan nilai kelompok mereka
menjadi yang terbaik. Dalam turnamen setiap mahasiswa akan mempunyai
kesempatan yang sama untuk menyumbangkan poin tertinggi bagi
kelompoknya masing‐masing, sehingga mahasiswa akan termotivasi untuk
berusaha sebaik mungkin. Penghargaan kelompok ditentukan oleh nilai
kelompok. Perhitungan nilai kelompok berdasarkan nilai game dan nilai
turnamen yang diperoleh setiap kelompok. Selain pujian dan nilai, dosen juga
memberikan hadiah untuk semakin meningkatkan semangat belajar
mahasiswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Saiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zain 2002: 169 hadiah berupa benda seperti buku tulis, pensil, pena, bolpoint,
penggaris, dan sebagainya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan belajar
peserta didik.
Dari hasil angket kemandirian belajar mahasiswa yang dapat dilihat
pada Tabel 1 dan 2, tampak bahwa secara keseluruhan pada siklus lanjutan
terjadi peningkatan kemandirian belajar mahasiswa yakni dari 58,11 pada
Pend. Matematika
267
siklus 1 menjdi 64,08 pada siklus lanjutan. Dari hasil wawancara dengan
mahasiswa yang dilakukan peneliti diakhir siklus 1 dan siklus lanjutan, peneliti
menyimpulkan bahwa kemandirian belajar mahasiswa cukup mengalami
peningkatan dibandingkan sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan model kooperatif tipe TGT. Mahasiswa merasa senang, tertarik,
dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Menurut mahasiswa,
pembelajaran menjadi tidak membosankan dan dengan model ini mahasiswa
menjadi lebih mandiri karena harus senantiasa siap sebelum mengikuti
perkuliahan. Hal ini ternyata juga didukung hasil angket respons mahasiswa
yang ternyata menunjukkan bahwa 74,46 mahasiswa merespons positif
kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pembelajaran
Statistika Non Parametrik dilaksanakan dengan tiga tahapan sebagai berikut:
1 Teaching Tahap Mengajar, tahap ini dilakukan oleh dosen, yakni dosen
menyampaikan materi secara garis besarnya saja, 2 Team Study Tahap Belajar
dalam Kelompok, yakni mahasiswa belajar dalam kelompok‐kelompok kecil
dengan beranggotakan 4‐6 mahasiswa yang heterogen baik kemampuan
akademik maupun jenis kelamin. Dalam hal ini, terdapat delapan kelompok
yang terbentuk, dan 3
Tournament Game Tahap Kompetisi, yakni meliputi
game dan turnamen, game merupakan permainan yang diikuti oleh setiap
kelompok dan turnamen merupakan pertandingan yang diikuti oleh setiap
mahasiswa. Perwakilan mahasiswa dari setiap kelompok yang mempunyai
kemampuan yang sama berdasarkan hasil sebelumnya akan saling bertanding
dalam satu grup dengan cara mengerjakan soal‐soal turnamen secara mandiri.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
268
Setelah melalui ketiga tahapan tersebut, diadakan kegiatan penghargaan
kelompok. Penghargaan kelompok diberikan pada kelompok‐kelompok yang
memperoleh nilai tertinggi. Setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT ini, ternyata menunjukkan bahwa kemandirian belajar mahasiswa
mengalami peningkatan. Selain dari hasil observasi dan wawancara, hal
tersebut juga terlihat dari adanya peningkatan persentase angket kemandirian
belajar mahasiswa yaitu dari dari 58,11 pada siklus 1 menjadi 64,08 pada
siklus lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Anita lie. 2005. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang ‐Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo
Anonim. ”Cooperative Learning“.
http:www.co ‐cooperation.orgpagescl.html diakses Selasa, 14
Februari 2006
Erman Suherman, Turmudi, Didi Suryadi, Tatang Herman, Suhendra, Sufyani
Prabawanto, Nurjanah, Ade Rohayati. 2003. Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika
FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
Felder, Richard M and Brent, Rebecca. 1994. “Cooperative Learning in
Technical Courses: Procedures, Pitfalls, and Payoffs“.
http:www.ncsu.edufelder‐publicPapersCoopreport.html diakses Senin,
20 Februari 2006 Janet
Trineke Manoy. 2001. Pembelajaran Kooperatif dengan Portofolio. Matematika
Siswa. Prosiding Seminar Nasional Matematika. Yogyakarta:
Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta
Muslimin Ibrahim, Fida Rachmadiarti, Mohamad Nur, Ismono. 2000.
Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA
Rochiati Wiriaatmadja. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas: Untuk
Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: Remaja Rosdakarya
Rouviere W. Carolyn. “Continuous Evaluation Using Cooperative Learning”.
http:www.maa.orgsaummaanotes49140.html diakses Selasa, 14 Februari
2006 Slavin,
Robert E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research and Practise. Boston:
Allyn and Bacon
Pend. Matematika
269
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Uus Toharudin. 2005. Kompetensi Guru Dalam Strategi Ajar.
http:www.pikiran ‐rakyat.comcetak2005240803.htm,
diakses Kamis,
31 Agustus 2006 Utami
Munandar. 1992. Pengembangan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta:
Gramedia Winkel.
1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
270
Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang
diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24 Nopember 2007
Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Siswa SMP
Dalam Matematika Melalui Pendekatan Advokasi Dengan Penyajian
Masalah Open‐Ended
Oleh :
Ibrahim FKIP
Universitas Islam Nusantara ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada upaya untuk mengungkap pengembangan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif siswa SMP dalam matematika, sebagai akibat dari penerapan pendekatan advokasi dengan
penyajian masalah open‐ended dalam pembelajaran matematika. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa
kelas VIII SMP Negeri 4 Bandung sebanyak dua kelas satu kelas eksperimen dan satu kelas lainnya kelas
kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes, skala sikap siswa, lembar observasi,
kuesioner untuk guru, wawancara siswa, dan jurnal siswa. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
peningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika pada siswa yang memperoleh
pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dibandingkan dengan
siswa yang memperoleh pembelajaran biasa berbeda secara signifikan, dengan hasil yang relatif lebih
baik. Selanjutnya, disimpulkan juga bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam
matematika antara siswa kelompok atas, tengah, dan bawah kelas eksperimen berbeda secara signifikan.
Selain itu, berdasarkan hasil skala sikap siswa, diperoleh kesimpulan bahwa sikap siswa kelas eksperimen
terhadap pembelajaran yang berkaitan dengan krativitas cenderung positif.
Kata kunci: pendekatan advokasi, masalah open‐ended, kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
PENDAHULUAN A. Latar
Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan secara umum, proses‐proses berpikir kritis dan
kreatif jarang dilatih, dan hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di
negara ‐negara lain Munandar, 2004. Dalam pendidikan matematika, selain
kurangnya melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif, juga pendekatan
pembelajaran yang dilakukan pun sering kali bersifat rutin, sehingga dapat
membosankan, membahayakan, dan merusak seluruh minat siswa Sobel dan
Maletsky, 2003. Dengan demikian, kemungkinan besar pengembangan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika pun akan
terhambat. Hal ini senada atau diperkuat dengan laporan hasil studi
Henningsen dan Stein, 1997; Peterson, 1998; Mullis, dkk, 2000 yang
mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya belum
memfokuskan pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi
Suryadi, 2005.
Suryadi 2005, h. 3 mengemukakan, “Hasil studi internasional dalam
bidang matematika dan IPA TIMSS untuk kelas dua SLTP eighth grade,
menunjukan bukti bahwa soal‐soal matematika tidak rutin yang memerlukan
kemampuan berpikir tingkat tinggi pada umumnya tidak berhasil dijawab
dengan benar oleh sampel siswa Indonesia”. Hal ini berarti kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa yang di antaranya kemampuan berpikir kritis dan
kreatif dalam matematika perlu menjadi perhatian utama dan urgen.
Pendekatan advokasi merupakan suatu alternatif pendekatan yang
berupaya membuat siswa dapat secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
matematika di kelas. Keaktifan siswa itu terwujud dalam mengajukan cara‐cara
penyelesaian dari suatu masalah matematika yang diberikan oleh guru melalui
proses perdebatan. Dalam proses pembahasan dan perdebatan itu sangat
memungkinkan terjadi perbedaan penyelesaian yang ditawarkan siswa. Untuk
itu, apabila masalah matematika yang diberikan guru sifatnya tertuju pada
satu cara penyelesaian atau satu jawaban, tentunya proses perdebatan
memungkinkan tidak akan aktif. Dalam hal ini, masalah yang diberikan guru
merupakan masalah open‐ended. Dengan memberikan masalah open‐ended pada
siswa untuk diselesaikan melalui proses pembelajaran dengan pendekatan
advokasi diduga akan menjadi pemacu terjadinya pembahasan dan perdebatan
yang aktif di dalam kelas. Pengkondisian seperti itu pada gilirannya memiliki
kemungkinan akan mendorong siswa untuk terlatih berpikir kritis dan kreatif.
Dalam hubungan ini, maka penulis mencoba mengadakan penelitian
yang berkaitan dengan pendekatan advokasi, masalah open‐ended serta
kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika, yang dilaksanakan
di SMP, dan diberi judul “Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
272
Kreatif Siswa SMP dalam Matematika melalui Pendekatan Advokasi dengan
Penyajian Masalah Open‐Ended”.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada uraian yang telah dituangkan pada latar belakang masalah,
maka masalahnya mengarah pada pengembangan kemampuan berpikir kritis
dan kreatif siswa dalam matematika. Dengan demikian, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dalam
matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui
pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dan siswa
yang memperoleh pembelajaran biasa?
2. Apakah pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan
penyajian masalah open‐ended menyebabkan terjadinya perbedaan
peningkatan kemampuan berpikir kritis dalam matematika antara siswa
kelompok atas, tengah, dan bawah?
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
dalam matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui
pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dan siswa
yang memperoleh pembelajaran biasa?
4. Apakah pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan
penyajian masalah open‐ended menyebabkan terjadinya perbedaan
peningkatan kemampuan berpikir dalam matematika kreatif antara siswa
kelompok atas, tengah, dan bawah?
5. Bagaimana sikap siswa berkaitan dengan kreativitas dalam pembelajaran
matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐
ended ?
Pend. Matematika
273
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan berkaitan dengan pelaksanaan dan
temuan dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Pembelajaran
matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah
open‐ended ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran
matematika dalam upaya meningkat kemampuan berpikir kritis
siswa dalam matematika. 2.
Dapat dijadikan gambaran tentang perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa dalam matematika antara siswa kelompok atas, tengah,
dan bawah yang memperoleh pembelajaran matematika melalui
pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended.
3. Pembelajaran
matematika melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah
open‐ended ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran
matematika dalam upaya meningkat kemampuan berpikir kreatif
siswa dalam matematika. 4.
Dapat dijadikan gambaran tentang perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kreatif siswa dalam matematika antara siswa kelompok atas,
tengah, dan bawah yang memperoleh pembelajaran matematika melalui
pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended.
5. Mengetahui
sikap siswa terhadap pembelajaran matematika melalui pendekatan
advokasi dengan penyajian masalah open‐ended yang berkaitan dengan
kreativitas.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
274
METODE PENELITIAN
A. Disain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol non‐
ekivalen. Lebih jelasnya, desain penelitiannya adalah sebagai berikut:
O X O
O O
Ruseffendi, 1994, h. 47 dengan
O = Tes Kemampuan Berpikir Kritis Tes KBKs dan Tes Kemampuan Berpikir
Kreatif Tes KBKf X
= pembelajaran matematika melalui pendekatan advokasi dengan
penyajian masalah open‐ended
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Sesuai dengan judul dan pemasalahan dalam penelitian ini, yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP di Kota Bandung serta siswa
SMP di kota lainnya yang serupa.
Selanjutnya, sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan
pertimbangan ‐pertimbangan ilmiah, yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 4
Bandung sebanyak dua kelas. Dari dua kelas yang sudah ditentukan tersebut
selanjutnya dipilih secara acak, yaitu satu kelas merupakan kelas eksperimen
dan satu kelas lainnya merupakan kelas kontrol.
C. Prosedur Penelitian
Langkah ‐langkah yang ditempuh dalam penelitian ini, yaitu: 1
menyiapkan instrumen penelitian; 2 mengurus surat izin penelitian; 3
melakukan uji coba instrumen penelitian; 4 setelah hasil uji coba dianalisis
dan telah terpilih item‐item tes yang memenuhi validitas dan reliabilitas,
selanjutnya alat ukur diperbanyak dan siap untuk dipergunakan sebagai alat
ukur; 5 observasi yang dilanjutkan dengan memberikan perlakuan pada
Pend. Matematika
275
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesuai dengan yang
direncanakan; 6 melakukan pengumpulan data; 7 melakukan pengolahan
data; 8 pembuatan laporan.
D. Instrumen
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dikembangkan enam buah
instrumen penelitian yang terbagi dalam dua jenis, yaitu tes dan non‐tes.
Instrumen dalam jenis tes terdiri dari Tes Kemampuan Berpikir Kritis
selanjutnya akan disingkat Tes KBKs yang terkait langsung dengan bahan
ajar, Tes Kemampuan Berpikir Kreatif selanjutnya akan disingkat Tes KBKf
yang terkait langsung dengan bahan ajar. Sedangkan instrumen dalam jenis
non ‐tes terdiri dari skala sikap siswa yang berkaitan dengan kreativitas dalam
pembelajaran, jurnal untuk siswa, wawancara untuk siswa, dan kuesioner
untuk guru. Untuk Tes KBKs dan KBKf telah diujicoba dan nyatakan valid dan
reliabel, demikian juga dengan skala sikap.
E. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data selanjutnya diolah
melalui tahapan sebagai berikut.
1. Pengolahan Data Hasil Tes, yaitu: a memberikan skor jawaban siswa sesuai
dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan; b membuat
tabel yang berisikan skor tes hasil kelas eksperimen dan kelas kontrol; c
menghitung rerata skor tes setiap kelas; d menghitung deviasi standar
untuk mengetahui penyebaran kelompok; e melakukan uji normalitas
untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak; f
melakukan uji homogenitas untuk mengetahui tingkat kehomogenan
distribusi populasi data tes; g melakukan uji perbedaan rerata untuk
menguji kesignifikasian perbedaan rerata hasil pretes, postes kelas
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
276
eksperimen dan kelas kontrol serta gain normal kelompok atas, tengah, dan
bawah pada kelas eksperimen.
2. Pengolahan data skala sikap siswa.
3. Pengolahan data lembar observasi.
4. Pengolahan data jurnal.
5. Pendeskripsian tanggapan guru tentang pembelajaran dan tes yang
diberikan yang diperoleh dari data kuesioner.
6. Pendeskripsian tanggapan siswa tentang pembelajaran dan tes yang
diberikan yang diperoleh dari data wawancara.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Perlu dikemukakan kembali, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengungkap perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif siswa dalam matematika menurut penggunaan pembelajaran melalui
pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dan pembelajaran
konvensional. Selain itu, penelitian ini akan mengungkap pula perbedaan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika di antara siswa
yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan
penyajian masalah open‐ended pada kelompok atas, tengah dan bawah kelas
eksperimen. 1.
Tes Dari
hasil uji normalitas dan homogenitas data skor pretes KBKs kelas eksperimen
dan kelas kontrol, diperoleh bahwa data skor tersebut berdistribusi normal
dan homogen. Berikut
ini disajikan Output Minitab untuk uji‐t dalam rangka melihat ada atau
tidaknya perbedaan rerata dari kemampuan berpikir kritis siswa dalam
matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol pada awal penelitian.
Pend. Matematika
277
Tabel 1
Uji ‐t Skor Pretes KBKs
Two ‐sample T for Skor Pretes KBKs Kelas Eksperimen vs Skor Pretes KBKs
Kelas Kontrol
N Mean StDev SE Mean Skor
Pre 36 8.99 4.19 0.70 Skor
Pre 36 10.10 3.81 0.64
Difference = mu Skor Pretes KBKs Kelas Eksp. ‐ mu Skor Pretes KBKs Kelas
Kontrol Estimate
for difference: ‐1.111 95
CI for difference: ‐2.995, 0.773 T
‐Test of difference = 0 vs not =: T‐Value = ‐1.18 P‐Value = 0.244 DF = 70 Both
use Pooled StDev = 4.01
Dari
Tabel 1 diketahui bahwa pada awal penelitian ini kemampuan berpikir
kritis siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas
kotrol
adalah sama.
Selanjutnya mengenai data skor pretes KBKf, dari hasil uji normalitas dan
homogenitas data skor pretes KBKf kelas eksperimen dan kelas kontrol,
diperoleh bahwa data skor tersebut tidak berdistribusi normal namun
homogen. Berikut
ini disajikan Output Minitab untuk uji Mann‐Whitney dalam rangka
melihat ada atau tidaknya perbedaan rerata dari kemampuan berpikir kreatif
siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol pada awal
penelitian.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
278
Tabel 2
Uji Mann‐Whitney Skor Pretes KBKf
Mann ‐Whitney Test and CI: Skor Pretes KBKf Kelas Eksperimen, Skor Pretes
KBKf Kelas Kontrol
Skor Pre N = 36 Median = 0.000
Skor Pre N = 36 Median = 0.250
Point estimate for ETA1‐ETA2 is ‐0.000
95.1 Percent CI for ETA1‐ETA2 is ‐0.500,0.000
W = 1234.5
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3736
The test is significant at 0.3280 adjusted for ties
Cannot reject at alpha = 0.05
Dari
Tabel 2 diketahui bahwa pada awal penelitian ini kemampuan berpikir
kreatif siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas
kotrol
adalah sama.
Dari hasil uji normalitas dan homogenitas data skor postes KBKs kelas
eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh bahwa data skor tersebut berdistribusi
normal namun tidak homogen.
Berikut ini disajikan Output Minitab untuk uji‐t dalam rangka melihat ada
atau
tidaknya perbedaan rerata dari kemampuan berpikir kritis siswa dalam
matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol pada akhir penelitian.
Tabel 3
Uji ‐t Skor Postes KBKs
Two ‐sample T for Skor Postes KBKs Kelas Eksperimen vs Skor Postes KBKs
Kelas Kontrol
N Mean StDev SE Mean Skor
Pos 36 21.49 6.27 1.0
Pend. Matematika
279
Skor Pos 36 13.47 4.64 0.77
Difference = mu Skor Postes KBKs Kelas Eksp. ‐ mu Skor Postes KBKs Kelas
Kontrol Estimate
for difference: 8.01 95
CI for difference: 5.42, 10.61 T
‐Test of difference=0 vs not =: T‐Value=6.16 P‐Value = 0.000 DF = 64
Dari Tabel 3 diketahui bahwa nilai signifikansinya adalah 0,000 kurang
dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak. Dengan kata lain, kedua rerata skor postes
KBKs adalah tidak sama ada perbedaan yang signifikan. Jadi, pada akhir
penelitian
ini kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika antara kelas
eksperimen
dan kelas kotrol adalah tidak sama.
Selanjutnya mengenai data skor postes KBKf, dari hasil uji normalitas dan
homogenitas data skor postes KBKf kelas eksperimen dan kelas kontrol,
diperoleh bahwa data skor tersebut berdistribusi normal namun tidak
homogen. Berikut
ini disajikan Output Minitab untuk uji‐t dalam rangka melihat ada atau
tidaknya perbedaan rerata dari kemampuan berpikir kreatif siswa dalam
matematika antara kelas eksperimen dan kelas kotrol pada akhir penelitian.
Tabel 4
Uji ‐t Skor Postes KBKf
Two ‐sample T for Skor Postes KBKf Kelas Eksperimen vs Skor Postes KBKf
Kelas Kontrol
N Mean StDev SE Mean Skor
Pos 36 13.47 8.39 1.4 Skor
Pos 36 9.71 5.90 0.98
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
280
Difference = mu Skor Postes KBKf Kelas Eksp. ‐ mu Skor Postes KBKf Kelas
Kontrol Estimate
for difference: 3.76 95
CI for difference: 0.35, 7.18 T
‐Test of difference=0 vs not =: T‐Value=2.20 P‐Value = 0.031 DF = 62 Dari
Tabel 4 diketahui bahwa pada akhir penelitian ini kemampuan berpikir
kreatif siswa dalam matematika antara kelas eksperimen dan kelas
kotrol
adalah tidak sama.
Dari hasil data pretes yang sudah dijelaskan sebelumnya, ditemukan tidak
ada perbedaan rerata skor pretes KBKs maupun skor pretes KBKf di antara
kedua kelas penelitian. Dengan hasil tersebut untuk mengetahui perbedaan
peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol cukup dengan melihat
perbedaan skor postesnya. Jadi gain normal pretes dan postes KBKs maupun
KBKf, tidak di proses untuk keperluan mengetahui perbedaan peningkatan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Berdasarkan keterangan di atas dan tujuan dari penelitian ini, maka gain
normal yang diproses adalah gain pretes dan postes KBKs serta gain pretes dan
postes KBKf pada siswa kelompok atas, tengah, dan bawah kelas eksperimen.
Dari hasil uji normalitas dan homogenitas data gain normal KBKs
kelompok atas, tengah, dan bawah pada kelas eksperimen, diperoleh bahwa
data gain normal tersebut berdistribusi normal dan homogen.
Berikut ini disajikan Output Minitab untuk uji ANOVA satu jalur dalam rangka
melihat ada atau tidaknya perbedaan peningkatan rerata dari
kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika antara kelompok atas,
tengah, dan bawah di kelas eksperimen.
Pend. Matematika
281
Tabel 5
Uji ANOVA Gain Normal KBKs
One ‐way ANOVA: Gain normal KBKs dengan Faktor Kelompok Siswa Atas,
Tengah, Bawah
Source DF SS MS F P
Factor 2 4755 2377 5,75 0,007 Pooled StDev = 20,34
Error 33 13651 414
Total 35 18406
S = 20,34 R‐Sq = 25,83 R‐Sqadj = 21,34
Individual 95 CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐
Atas 8 69,84 23,87 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐
Tengah 22 44,20 20,41 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐
Bawah 6 37,63 13,52 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐
‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐ 32 48 64 80
Dari Tabel 5 diketahui bahwa pada penelitian ini peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika antara kelompok atas,
tengah,
dan bawah pada kelas eksperimen adalah tidak sama.
Langkah statistik selanjutnya adalah menentukan letak perbedaan yang
terjadi di antara ketiga kelompok siswa tersebut dengan menggunakan uji
Turkey. Output Minitab untuk uji Turkey ini dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 6
Uji Turkey Gain Normal KBKs
Tukey 95 Simultaneous Confidence Intervals
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
282
All Pairwise Comparisons
Individual confidence level = 98,04
Atas subtracted from:
Lower Center Upper ‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐ Tengah
‐46,24 ‐25,64 ‐5,04 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Bawah
‐59,16 ‐32,20 ‐5,25 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ ‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐
‐50 ‐25 0 25 Tengah
subtracted from: Lower Center Upper ‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐
Bawah ‐29,55 ‐6,57 16,42 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐
‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐ ‐50 ‐25 0 25
Dengan memperhatikan Tabel 6 dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara rerata gain normal KBKs kelompok atas dan
kedua rerata gain normal kelompok lainnya, serta tidak ada perbedaan rerata
gain normal KBKs yang cukup signifikan antara rerata gain normal kelompok
tengah dan rerata gain normal kelompok bawah pada kelas eksperimen.
Sementara itu, dari hasil uji normalitas dan homogenitas data gain
normal KBKf kelompok atas, tengah, dan bawah pada kelas eksperimen,
diperoleh bahwa data gain normal tersebut berdistribusi normal dan
homogen. Berikut
ini disajikan Output Minitab untuk uji ANOVA satu jalur dalam rangka
melihat ada atau tidaknya perbedaan peningkatan rerata dari
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika antara kelompok atas,
tengah, dan bawah di kelas eksperimen.
Pend. Matematika
283
Tabel 7
Uji ANOVA Gain Normal KBKf
One ‐way ANOVA: Gain normal KBKf dengan Faktor Kelompok Siswa Atas,
Tengah, Bawah
Source DF SS MS F P
Factor 2 5886 2943 7,72 0,002
Pooled StDev = 19,53 Error
33 12586 381 Total
35 18472 S
= 19,53 R‐Sq = 31,87 R‐Sqadj = 27,74
Individual 95 CIs For Mean Based on Pooled StDev
Lanjutan Tabel 7
Level N Mean StDev ‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐
Atas 8 59,94 24,52 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐
Tengah 22 32,76 18,87 ‐‐‐‐‐‐‐
Bawah 6 22,38 13,42 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐
‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐ 20 40 60 80
Dari Tabel 7 diketahui bahwa pada penelitian ini peningkatan
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika antara kelompok atas,
tengah,
dan bawah kelas eksperimen adalah tidak sama.
Langkah statistik selanjutnya adalah menentukan letak perbedaan yang
terjadi di antara ketiga kelompok siswa tersebut dengan menggunakan uji
Turkey. Output Minitab untuk uji Turkey ini dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
284
Tabel 8
Uji Turkey Gain Normal KBKf
Tukey 95 Simultaneous Confidence Intervals
All Pairwise Comparisons among Levels of C1
Individual confidence level = 98,04
Atas subtracted from:
Lower Center Upper ‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐ Tengah
‐46,96 ‐27,17 ‐7,39 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Bawah
‐63,44 ‐37,56 ‐11,68 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ ‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐
‐50 ‐25 0 25 Tengah
subtracted from: Lower Center Upper ‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐
Bawah ‐32,46 ‐10,39 11,68 ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐
‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐‐‐‐‐‐+‐‐‐‐ ‐50 ‐25 0 25
Dengan memperhatikan Tabel 8 dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara rerata gain normal KBKf kelompok atas dan
kedua rerata gain normal kelompok lainnya, serta tidak ada perbedaan rerata
gain normal KBKf yang cukup signifikan antara rerata gain normal kelompok
tengah dan rerata gain normal kelompok bawah pada kelas eksperimen.
2. Hasil Skala Sikap
Dari hasil perhitungan sikap siswa diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Sikap siswa dalam hal mengambil resiko adalah cenderung positif.
2. Sikap siswa dalam hal merasakan tantangan adalah cenderung netral.
3. Sikap siswa dalam hal rasa ingin tahu adalah cenderung positif.
4. Sikap siswa dalam hal imajinasifirasat adalah cenderung positif.
Pend. Matematika
285
3. Hasil Observasi
Berdasarkan hasil perhitungan data obeservasi, dapat diketahui bahwa
aktivitas siswa jika dilihat secara keseluruhan pertemuan cenderung meningkat
dan memiliki rerata di atas tiga. Sementara itu, secara keseluruhan pertemuan,
aktivitas guru cenderung meningkat dan memiliki rerata di atas tiga. Rerata di
atas tiga ini, menandakan pengajaran guru menurut prosesnya adalah baik
Ruseffendi, 1991.
4. Hasil Wawancara
Dari tiga kelompok siswa yang mewakili kelas eksperimen, secara umum
berpendapat positif terhadap pembelajaran melalui pendekatan advokasi
dengan penyajian masalah open‐ended.
5. Hasil Jurnal
Berdasarkan hasil perhitungan data jurnal diketahui bahwa sebagian
besar siswa berkomentar positif. Dengan kata lain siswa mendukung
diterapkannya pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian
masalah open‐ended, sebagian kecil siswa berkomentar negatif, biasa, dan tidak
berkomentar. 6.
Hasil Kuesioner Dari
lima guru yang mengisi kuesioner, pada umumnya belummengenal pendekatan
advokasi dengan penyajian masalah open‐ended, namun secara umum
mereka memandang positif terhadapnya.
B. Pembahasan
Adanya beberapa hasil penelitian yang telah diperoleh, membuat penulis
terdorong untuk melakukan pembahasan lebih lanjut.
1. Masalah yang Dihadapi Selama Penelitian
Ada beberapa masalah yang dihadapi selama penelitian yang dianggap
oleh penulis dapat mempengaruhi hasil penelitian. Masalah tersebut di
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
286
antaranya, yaitu waktu kegiatan pembelajaran dan lamanya pelaksanaan
postes. Pada
saat dilakukan kegiatan pembelajaran, seringkali ada gangguan dari luar
kelas yang pada saat itu tentunya mempunyai pengaruh yang tidak mendukung
terhadap proses pembelajaran pada kedua kelas sesuai dengan skenario
yang telah dibuat oleh guru. Demikian juga, hambatan mengenai lamanya
waktu pelaksanaan postes, membuat penulis dapat memahami, mengapa
hasil dari postes untuk kedua kelas penelitian tidak sesuai dengan yang
diharapkan. 2.
Kemampuan Berpikir Kritis dalam Matematika yang Dikembangkan Dari
analisis yang dilakukan peneliti terhadap data yang telah diolah serta dengan
pertimbangan teori dan penelitian sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa
penyebab peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika
pada kelas eksperimen relatif lebih baik daripada kelas kontrol adalah
pendekatan pembelajarannya yang berbeda. Dari
rerata skor postes kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas ekperimen,
yaitu 21,49 dengan skor idealnya adalah 35. Dari data ini dapat disimpulkan
bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika pada kelas
eksperimen hasilnya belum optimal. Hal ini kemungkinan besar disebabkan
antara lain oleh: 1 siswa yang belum terbiasa dalam pembelajaran melalui
pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended; dan 2 soalnya
yang sukar. Mengenai
adanya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis yang
signifikan antara kelompok atas, tengah, dan bawah pada kelas eksperimen.
Hal ini berarti pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian
masalah open‐ended berpengaruh berbeda terhadap peningkatan kemampuan
berpikir kritis.
Pend. Matematika
287
Beberapa alasan dapat dikemukakan untuk menjelaskan, mengenai
mengapa terjadi perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara
ketiga kelompok pada kelas eksperimen, yaitu: 1 siswa untuk kelompok
bawah dan tengah belum terbiasa untuk mengemukakan ide, pertanyaan
ataupun jawaban secara terbuka; 2 faktor soal juga cukup berpengaruh, karena
menurut pandangan mereka yang merupakan perwakilan kelompok tengah
dan bawah ketika diwawancarai menyatakan bahwa soal yang diberikan, bagi
mereka cukup sukar; dan 3 perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis
antara ketiga kelompok pada kelas eksperimen ini dapat dikaitkan dengan teori
Zone of Proximal Development.
Selanjutnya, untuk siswa kelompok atas pembelajaran melalui pendekatan
advokasi dengan penyajian masalah open‐ended merupakan pembelajaran yang
telah membantu mereka mengembangkan dan menunjukan kemampuan
berpikir kritis, meskipun jika dilihat dari hasil belum optimal. Namun, bukan
berarti untuk kelompok tengah dan bawah pembelajaran tersebut tidak
membantu mereka mengembangkan dan menunjukan kemampuan berpikir
kritis. Dalam hal ini, karena apabila dilihat secara keseluruhan siswa pada kelas
eksperimen peningkatannya relatif lebih baik daripada siswa pada kelas
kontrol. 3.
Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematika yang Dikembangkan Dari
analisis yang dilakukan peneliti terhadap data yang telah diolah serta dengan
pertimbangan teori dan penelitian sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa
penyebab kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika pada kelas
eksperimen relatif lebih baik daripada kelas kontrol adalah pendekatan pembelajarannya
yang berbeda. Dari
rerata skor postes kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas ekperimen,
yaitu 13,47 dengan skor idealnya adalah 35. Dari data ini dapat disimpulkan
bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika pada
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
288
kelas eksperimen hasilnya belum optimal. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan antara lain oleh: 1 siswa yang belum terbiasa dalam pembelajaran
melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐ended; dan 2
soalnya yang sukar, bahkan lebih sukar dari soal Tes KBKs.
Mengenai adanya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
yang signifikan antara kelompok atas, tengah, dan bawah pada kelas
eksperimen. Hal ini berarti pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan
penyajian masalah open‐ended berpengaruh berbeda terhadap peningkatan
kemampuan berpikir kreatif.
Adapun alasan untuk menjelaskan mengenai mengapa terjadi perbedaan
peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika antara
ketiga kelompok pada kelas eksperimen, sama seperti halnya yang terjadi pada
kemampuan berpikir kritis.
Selanjutnya, untuk siswa kelompok atas pembelajaran melalui pendekatan
advokasi dengan penyajian masalah open‐ended merupakan pembelajaran yang
telah membantu mereka mengembangkan dan menunjukan kemampuan
berpikir kreatif, meskipun jika dilihat dari hasil belum optimal. Namun, bukan
berarti untuk kelompok tengah dan bawah pembelajaran tersebut tidak
membantu mereka mengembangkan dan menunjukan kemampuan berpikir
kreatif. Dalam hal ini, karena apabila dilihat secara keseluruhan siswa pada
kelas eksperimen peningkatannya relatif lebih baik daripada siswa pada kelas
kontrol. 4.
Sikap Siswa dalam Pembelajaran melalui Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah
Open‐Ended
Pend. Matematika
289
Mengenai sikap siswa ini, memberikan penguatan terhadap hasil postes
siswa pada kelas eksperimen yang belum optimal. Dengan kata lain, belum
optimalnya sikap siswa ini seiring dengan belum optimalnya hasil postes siswa.
Hal ini membawa penulis untuk mempunyai dugaan, bahwa belum
optimalnya hasil postes dan sikap siswa ini disebabkan siswa tersebut belum
terbiasa dengan pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian
masalah
open‐ended.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dikemukakan pada
uraian sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika pada
siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan advokasi
dengan penyajian masalah open‐ended dibandingkan dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa berbeda signifikan, dengan hasil yang
relatif lebih baik.
2. Pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐
ended menyebabkan terjadinya perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika yang signifikan di antara
siswa kelompok atas, tengah, dan bawah. Peningkatan yang paling tinggi,
baik dalam kemampuan berpikir kritis maupun kemampuan berpikir
kreatif dalam matematika diperoleh siswa pada kelompok atas. Hal ini
mungkin disebabkan karena kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam
matematika termasuk pada kemampuan matematika tingkat tinggi. Dengan
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
290
demikian, pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian
masalah open‐ended akan lebih tepat secara praktis jika dilakukan pada
kelompok atas karena mereka cepat beradaptasi atau sudah terbiasa.
3. Sikap siswa berdasarkan hasil skala sikap mengenai berani mengambil
resiko, merasakan tantangan, rasa ingin tahu, dan imajinatif adalah
cenderung positif. Hal ini ditunjukan dengan skor‐skor sikap siswa lebih
dari skor‐skor sikap netralnya namun, lebih dekat ke skor netralnya
daripada ke skor idealnya.
B. Saran
Berdasarkan hasil anlasis data, pembahasan, dan kesimpulan yang telah
diuraikan di bagian depan, maka penulis menyarankan hal‐hal sebagai berikut.
1. Untuk di Lapangan
Penggunaan pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open‐
ended dalam pembelajaran matematika dapat dijadikan alternatif yang perlu
dikembangkan oleh guru, karena dengan menggunakan pendekatan
advokasi dengan penyajian masalah open‐ended dalam pembelajaran
matematika siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran serta dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam
matematika. Namun, agar hasilnya optimal maka sebaiknya guru membuat
perencanaan pembelajaran yang lebih baik. Berkaitan dengan perencanaan
tersebut, hal‐hal yang perlu untuk diperhatikan antara lain adalah waktu,
skenario pembelajaran, bahan ajar, dan tingkat kesukaran soal.
2. Untuk Penelitian Lanjut
Pend. Matematika
291
Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan di bagian depan, maka
dapat diajukan beberapa hal sebagai rekomendasi yaitu sebagai berikut.
a. Pembelajaran melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah
open ‐ended dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
siswa dalam matematika yang merupakan kemampuan matematika
tingkat tinggi, maka hendaknya ada peneliti lain yang mencoba
menerapkan pembelajaran tersebut dalam upaya meningkatkan
kemampuan matematika tingkat tinggi lainnya, seperti kemampuan
komunikasi matematik siswa.
b. Kemampuan menganalisis
argumen serta
melakukan dan
mempertimbangkan induksi merupakan dua komponen dari dua belas
komponen kemampuan berpikir kritis yang diteliti. Dengan demikian,
untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar diteliti juga komponen
berpikir kritis yang lainnya.
c. Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa SMP. Untuk
penelitian selanjutnya disarankan agar subjek penelitiannya adalah
siswa SMA.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum Standar Kompetensi
Matematika Sekolah Menengah Pertama dan
Madrasah Tsanawiyah
. Jakarta:
Depdiknas. Dinas
Pendidikan Kota Bandung. 2005. Kluster Sekolah Berdasarkan Passing Grade
Tahun Pelajaran 2005. Bandung: Dinas Pendidikan Kota Bandung.
Fraenkel, J.R. dan Wallen, N.E. 1993. How to Design and Evaluate Research in
Education. Singapore: Mc Graw Hill
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
292
Hamalik, U. 2003. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Herman, T. 2006, Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama SMP.
Disertasi pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Johnson, E. 2006. Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC.
Mina, E. 2006. Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open‐Ended
terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa SMA Bandung. Tesis
pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Minium, W. E., King, M. B. dan Bear, G.1993. Statistical Reasoning in Psychology
and Education. Canada: Wiley.
Mulyadi, S. 2004. Bermain dan Kreativitas. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Mulyana, T. 2005. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik
Siswa SMA Jurusan IPA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif‐
Deduktif. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Munandar, S. C. U. 2004. Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta:
Rineka Cipta.
NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
Reston, VA.: NCTM.
Kurniawan. 2003. Evaluasi Mandiri Matematika SLTP Jilid 2 untuk Kelas 2.
Jakarta: Erlangga.
Ruseffendi, E. T. 1991. Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa
Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Bandung:
Ruseffendi, E. T. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung:
IKIP Bandung Press.
Ruseffendi, E. T. 1994. Dasar‐Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non‐Eksata
Lainnya .
Semarang: IKIP Semarang Press.
Pend. Matematika
293
Sobel, A. M. dan Maletsky, M. E. 2003. Mengajar Matematika. Jakarta: Erlangga.
Supriadi, D. 1994. Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek. Bandung:
Alfabeta. Suryadi,
D. 2005. Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan
Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi
pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
294
Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang
diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24 Nopember 2007
Implementasi Pembelajaran Matematika Berwawasan Lingkungan
dengan Pendekatan Kooperatif Sebagai Upaya Mengembangkan Sikap
Ramah Lingkungan dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
Oleh: Kana
Hidayati, Elly Arliani, Heri Retnawati Jurdik
Matematika FMIPA UNY ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika dan mengembangkan
sikap ramah lingkungan pada siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta melalui pembelajaran
matematika berwawasan lingkungan dengan pendekatan kooperatif serta mengetahui respons siswa
terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui penelitian tindakan kelas classroom action research.
Tindakan dilaksanakan dalam 2 siklus dengan subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 3 SMA
Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Kegiatan siklus I meliputi perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Kegiatan siklus II merupakan tindak lanjut dan modifikasi dari siklus I. Peneliti adalah instrumen utama
dalam kegiatan penelitian ini. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman
wawancara, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran, soal kuis dan tugas, serta angket respons siswa.
Pendekatan kooperatif dalam penelitian ini menggunakan tipe Student Teams‐Achievement Divitions
STAD dan dilakukan pada materi Peluang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui kegiatan pembelajaran matematika berwawasan lingkungan dengan pendekatan kooperatif tipe STAD terjadi peningkatan
hasil belajar siswa pada materi Peluang dan dapat mengembangkan sikap ramah lingkungan pada siswa. Kegiatan pembelajaran matematika tersebut dilakukan dengan
tahapan–tahapan sebagai berikut: 1 Class Presentation Presentasi Kelas, tahap ini dilakukan oleh guru dengan menyampaikan materi secara garis besarnya saja disertai
dengan contoh-contoh, 2 Team Study Tahap Belajar dalam Kelompok, yakni siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil dengan beranggotakan 4-6 siswa yang
heterogen, dilanjutkan presentasi oleh salah satu kelompok, dan pembahasan oleh guru diiringi upaya mengaitkan materi dengan lingkungan hidup siswa, 3 Quizzes Kuis,
yakni kuis yang dilaksanakan tiap pertemuan dan dikerjakan secara individu, dan 4 Reward Penghargaan kelompok. Adapun berdasarkan respons siswa terhadap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan menunjukkan bahwa respons siswa baik dan model ini dapat diteruskan untuk kegiatan pembelajaran selanjutnya dengan pengelolaan yang
lebih optimal. Selain itu, siswa merasa semakin peduli dengan lingkungannya dan semakin mengerti bahwa matematika ternyata sangat dekat dengan kehidupan sehari-
hari para siswa.
Kata kunci: Pembelajaran kooperatif, berwawasan lingkungan, hasil belajar, sikap ramah lingkungan
A. PENDAHULUAN
Pendidikan lingkungan hidup yang telah diselenggarakan oleh
pendidikan dasar dan menengah selama ini, ternyata belum memberikan
dampak secara optimal dalam mempengaruhi kesadaran masyarakat,
khususnya warga sekolah, terhadap perubahan lingkungan hidup ke arah yang
lebih berkualitas. Pada masa mendatang diharapkan terdapat perubahan
mendasar pada warga sekolah berupa tumbuhnya wawasan lingkungan dan
sikap ramah lingkungan yang bermuara pada perilaku yang positif terhadap
lingkungan. Sekolah
merupakan wahana strategis untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan,
teknologi, budaya, etika, dan nilai. Pendidikan lingkungan yang memang
telah diaplikasikan di sekolah mulai tahun 1987, keefektifannya masih
belum dirasakan. Demikian pula berbagai strategi dan pendekatan belajar,
seperti monolitik dan integrative, intra dan ekstra kurikuler, dan lain‐ lain
masih belum memuaskan. Oleh karena itu, dalam menuju pembanguan berkelanjutan,
sekolah merupakan pangkal tolak penyiapan generasi yang perlu
terus dikembangkan program‐program yang efektif seperti digalakkannya
program Sekolah Berwawasan Lingkungan SBL. Konsep Sekolah
Berwawasan Lingkungan sebenarnya sejalan dengan konsep Contextual Teaching
and Learning CTL, di mana peserta didik dihadapkan pada system pembelajaran
faktual di sekitarnya. Pembelajaran
pendidikan lingkungan dalam SBL yang sejalan dengan pelaksanaan
KBK tersebut menuntut kreativitas guru pada mata pelajaran apapun
termasuk matematika untuk mampu mengintegratifkan konsep lingkungan
hidup ini ke dalam materi yang diajarkannya dengan baik serta mampu
menciptakan kegiatan‐kegiatan yang dapat membuat suasana belajar menjadi
lebih menarik. Guru harus kreatif menciptakan model‐model pendidikan
lingkungan hidup sesuai dengan karakteristik ilmu yang dipelajari dan
kebutuhan siswa di sekolah. Berkaitan
dengan pembelajaran matematika, sepanjang pengetahuan dan
berdasarkan pengalaman peneliti, pembelajaran Matematika di sekolah
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
296
saat ini menunjukkan bahwa hasil belajarnya masih rendah, siswa sulit
menerima materi Matematika yang diajarkan, siswa takut terhadap
Matematika, siswa phobi terhadap Matematika, dan kegiatan pembelajaran
yang dilakukan di sekolah‐sekolah belum sepenuhnya terintegrasi dengan
konsep pelestarian lingkungan sehingga belum sepenuhnya mampu
mengembangkan sikap ramah lingkungan pada siswa. Berdasarkan analisis
situasi yang dilakukan peneliti di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta terkait
dengan hasil belajar matematika, ternyata ditemukan bahwa hasil belajarnya
masih belum memuaskan. Selain itu juga tampak bahwa masih ada siswa yang
belum memiliki sikap ramah lingkungan sebagaimana yang diharapkan.
Melihat kondisi tersebut, peneliti tertarik untuk mengungkap dan menemukan
cara untuk menyampaikan materi yang diajarkan agar siswa dapat mengingat
konsep tersebut lebih lama di benaknya. Selain itu, siswa juga memiliki sikap
ramah lingkungan yang sangat diperlukan bagi pembangunan berkelanjutan di
masa mendatang.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengungkap
pembelajaran metematika yang berwawasan lingkungan dalam rangka
meningkatkan hasil belajar dan mengembangkan sikap ramah lingkungan pada
siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Adapun pendekatan yang
digunakan dalam pembelajaran ini adalah pendekatan kooperatif cooperative
learning tipe Student Teams‐Achievement Divitions STAD. Mengingat adanya
berbagai keterbatasan, penelitian difokuskan pada salah satu pokok bahasan
yang sangat berhubungan dengan kehidupan sehari‐hari para siswa yakni
Peluang. Berdasarkan uraian di atas, masalah yang diajukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Pend. Matematika
297
1. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa SMA Muhammadiyah 1
Yogyakarta melalui pembelajaran matematika berwawasan lingkungan
dengan pendekatan kooperatif?
2. Bagaimanakah mengembangkan sikap ramah lingkungan pada siswa SMA
Muhammadiyah 1 Yogyakarta melalui pembelajaran matematika
berwawasan lingkungan dengan pendekatan kooperatif?
3. Bagaimanakah respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang
dilakukan?
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pendidikan Lingkungan Hidup